“HAK POLITIK ANGGOTA TNI DAN POLRI” SEMINAR “HAK POLITIK ANGGOTA TNI DAN POLRI” MEDAN 2011
HAK BERPOLITIK TNI DAN POLRI LATAR BELAKANG REFORMASI 1998 telah memberikan warna baru keberadaan TNI dan POLRI (ABRI) ORDE BARU MILITERIANISME Reformasi ditubuh ABRI Penghapusan DWI FUNGSI ABRI
1 April 1999 Habibie mengeluarkan Keputusan Presiden yang ditujukan untuk memisahkan TNI dengan Polri dan menghapus seluruh kewenangan TNI dan Polri di luar tugas utamanya. Dengan kata lain dwifungsi ABRI diakhiri. Majelis Permusyawaratan Rakyat dalam sidangnya tahun 2000 dengan mengeluarkan suatu ketetapan yaitu TAP MPR No VI/2000 tentang pemisahan Polisi dari TNI dan TAP No VII/2000 tentang Peran TNI dan Peran Polisi
Presiden Abdurrahman Wahid dengan mengeluarkan Keppres No 98/2000 yang mengatur Kedudukan Polri. Dengan Keppres ini Polri ditempatkan sebagai institusi utama penegakan hukum, dan penanganan keamanan dan ketertiban dalam negeri yang secara langsung berada di bawah kendali Presiden agar bisa menghilangkan seluruh sistem dan watak militer di dalam tubuhnya. UU No. 2/2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. UU ini secara tegas menyatakan bahwa peran dan tugas Polri adalah sebagai berikut: memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat; menegakkan hukum; dan memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.
UU No. 3/2003 Tentang Pertahanan Negara UU No.34/2004 TENTANG TNI TNI memiliki peran dan tugas sebagai berikut : 1. TNI berperan sebagai alat pertahanan Negara Kesatuan Republik Indonesia 2. TNI Bertugas melaksanakan kebijakan pertahanan negara untuk : Mempertahankan kedaulatan negara dan keutuhan wilayah Melindungi kehormatan dan keselamatan bangsa Melaksanakan Operasi Militer Selain Perang (OMSP) Ikut serta secara aktif dalam tugas pemeliharaan perdamaian regional dan internasional
“Langkah pemisahan ini Polri memiliki titik berat tugas menangani keamanan dan ketertiban dalam negeri. Sedangkan TNI ditempatkan sebagai benteng pertahanan negara yang tidak berkewenangan lagi mengurus masalah ketertiban dan kemanan dalam negeri”
KEBIJAKAN pemerintah pada awal reformasi lebih diarahkan untuk mewujudkan kehidupan demokratis yang sehat, karena dirasakan telah terjadi pemasungan terhadap demokratisasi selama pemerintahan Orde Baru. Upaya pemerintah tersebut, secara bertahap telah berhasil, terbukti dengan terselenggaranya Pemilu 2004 yang sangat demokratis serta mendapatkan pengakuan masyarakat dunia.
PENYELENGGARAAN PEMILU 2004 dan 2009 TNI DAN POLRI BERSIKAP NETRAL (kebijakan Panglima TNI pada pemilu 2004 dan 2009 yang mengambil inisiatif, TNI tidak menggunakan hak pilih dan memilih) “meningkatkan citra TNI di mata masyarakat yang sempat dihujat pada awal reformasi karena perannya di bidang politik yang begitu dominan pada masa pemerintahan Orde Baru”.
Penggunaan Hak Politik TNI dan POLRI Penghapusan DWI FUNGSI ABRI (TNI DAN POLRI) yang dimulai sejak reformasi 1998 sampai saat ini 2011 telah menimbulkan pro dan kontra baik dikalangan ABRI (TNI dan POLRI) maupun di luar ABRI Penggunaan Hak Politik TNI dan POLRI SIKAP PRO Bahwa hak pilih adalah hak politik setiap warga negara untuk menggunakannya pada pemilihan umum (Perlindungan HAM dan Konstitusi)
SIKAP KONTRA Pemberian Hak Pilih Akan Membahayakan Integritas, Netralitas Dan Soliditas TNI. Belum Semua Prajurit TNI Memahami Secara Benar, Bagaimana Implementasi Hak Pilihnya Di Lapangan Dengan Tetap Memegang Teguh Netralitas TNI.
S. E. Finer, pengamat militer terkemuka, mengatakan bahwa Landasan pemikiran Landasan Filosofis Max Weber mengatakan, monopoli kekerasanberada dalam tangan Negara. Pada dasarnya monopoli kekerasan itu dijalankan oleh tentara suatu bangsa. S. E. Finer, pengamat militer terkemuka, mengatakan bahwa “ kehadiran militer atau intervensi militer dalam dunia politik,memiliki model-model intervensi”.
model-model intervensi S. E. Finer saluran konstitusional yang resmi, kolusi dan kompetisi dengan otoritas sipil, intimidasi terhadap otoritas sipil, ancaman non kooperasi dengan, atau kekerasanterhadap otoritas sipil, kegagalan untuk mempertahankan otoritas sipil menentang kekerasan, dankeenam, penggunaan kekerasan terhadap otoritas sipil
Todung Mulya Lubis berpendapat bahwa: “ jika militer telah melakukan intervensipolitik, mereka kemudian melakukan peran-peran politik seperti konsolidasi kekuasaan mempromosikan integrasinasional membangun institusi politik dan menjadi brokerpolitik”.
“ Keadilan Bagi Seluruh Rakyat Indonesia” LANDASAN FILOSOFIS PANCASILA FUNDAMENTAL NORM Negara Republik Indonesia Sila KE-5 “ Keadilan Bagi Seluruh Rakyat Indonesia” Landasan Filosofis bagi anggota TNI dan POLRI untuk mendapatkan keadilan yang sama terhadap hak berpolitik (memilih dan/atau dipilih)
PARADIGMA TNI Paradigma yang dilandasi cara berpikir yang bersifat analitik dan prospektif ke masa depan berdasarkan pendekatan komprehensif yang memandang TNI sebagai bagian dari sistem nasional. paradigma baru itu dirumuskan dalam jargon , “tidak selalu harus di depan, tidak lagi menduduki tapi mempengaruhi, tidak lagi mempengaruhi secara langsung, tetapi tidak langsung, siap membagi peran dengan pihak sipil dalam pengambilan keputusan penting dengan komponen bangsa yang lain.” Jargon baru ini mengantikan jargon lama yang full-power yaitu “TNI sebagai stabilisator dan dinamisator”.
LANDASAN YURIDIS 1. KONSTITUSI = UUD 1945 GRUNDNORM PASAL 27 ayat (1) “segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya” PASAL 28A-28J UUD 1945 (HAK ASASI MANUSIA) PASAL 30 UUD 1945 ( PERTAHANAN DAN KEAMANAN NEGARA)
Pasal 28 E ayat (3) UUD 1945 “Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat” Pasal 28I ayat (2) UUD 1945 “ setiap orang berhak bebas atas perlakuan yang bersikap diskriminatif atas dasar apa pun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif”
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Ketentuan Hukum yang memberi ruang Hak Pilih TNI dan POLRI UU RI No. 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum anggota DPR, DPD, dan DPRD Jo UU RI No. 10Tahun 2008 tentang penyelenggaraan Pemilu anggota DPR, DPD dan DPRD mengatakan bahwa Salah satu Persyaratan untuk mengikuti Pemilu adalah WNI telah berumur 17 tahun atau lebih atau sudah menikah; Maka artinya Anggota TNI dan POLRI termasuk kedalam WNI yang telah berumur 17 tahun atau lebih dapat menggunakan hak nya
Ketentuan Hukum yang memberi Batasan Hak Pilih TNI dan POLRI Tap MPR no.VI / 2000 & Tap MPR No.VII / 2000 yang menjadi dasar hukum UU TNI 2004 termasuk Tap MPR yang masih berlaku s/d terbentuknya UU terkait. Pasal 5 (4) Tap MPR No.VII / 2000 : “ Anggota TNI tidak menggunakan hak memilih dan hak dipilih. Keikutsertaan TNI dalam menentukan arah kebijakan nasional disalurkan melalui MPR paling lama sampai dengan tahun 2009”. Pasal 10 (2) Tap MPR No.VII / 2000 : “ Anggota Polri tidak menggunakan hak memilih dan hak dipilih. Keikutsertaan Polri dalam menentukan arah kebijakan nasional disalurkan melalui MPR paling lama sampai dengan tahun 2009”.
UU RI Nomor 22 Tahun 2003 Tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD Pasal 16 berbunyi “DPR terdiri atas anggota partai politik peserta pemilihan umum yang dipilih berdasarkan hasil pemilihan umum”. Pasal 32 berbunyi: “DPD terdiri atas wakil wakil daerah propinsi yang dipilih melalui pemilihan umum”. Tidak ada yang bisa menjadi anggota DPR dan DPD tanpa melalui pemilu termasuk angota TNI, sehingga TNI secara formal tidak memiliki wakil di DPR atau DPD seperti dimasa lalu.
UU RI Nomor 34 Tahun 2004 Tentang TNI pasal 39 berbunyi “Prajurit TNI dilarang terlibat dalam: kegiatan menjadi anggota partai politik; kegiatan politik praktis; kegiatan bisnis, dan kegiatan untuk dipilih menjadi anggota legislatif dalam pemilihan umum dan jabatan politis lainnya”. Dalam pasal ini lebih menekankan agar TNI tidak melakukan kegiatan politik praktis dan tetap teguh menjaga netralitasnya di bidang politik.
Pasal 2 huruf d UU No.34 tahun 2004 ttg TNI “Jati diri TNI adalah Tentara Profesional, yaitu tentara yang terlatih, terdidik, diperlengkapi secara baik, tidak berpolitik praktis, tidak berbisnis, dan dijamin kesejahteraannya, serta mengikuti kebijakan politik negara yang menganut prinsip demokrasi, supremasi sipil, HAM, ketentuan hukum nasional, dan hukum internasional yang telah diratifikasi.”
Penjelasan pasal 2 huruf d UU TNI 2004 “…Tentara tidak berpolitik praktis dalam arti bahwa tentara hanya mengikuti politik negara, dengan mengutamakan prinsip demokrasi, supremasi sipil, HAM, ketentuan hukum nasional, dan ketentuan hukum internasional yang telah diratifikasi.
Menjalankan mandatnya itu TNI membutuhkan kesolidan yang terarah dan terkoordinasidengan jelas. Bila hak pilih itu direaliasasikan berakibat kendornya (melemahnya) mandat TNI yang tertuang dalam UU No. 34 tersebut jika dibenturkan dengan pemikiran hak pilih TNI sebagai hak asasi manusia (HAM). Itu benar, akan tetapi yang harus dipahami yaitu TNI adalah institusi khusus dan berbeda dengan lembaga lainnya.
Pendapat yang kontra terhadap Kemunculan Hak Pilih TNI menilai: ide hak pilih TNI menunjukan kemunduran reformasi TNI. Intervensi politik ini menjadi indikasi bahwa institusi militer gagal mengembangkan karakter profesionalismenya. perpecahan di internal TNI.
Hak Memilih dalam pemilu bisa dibatasi atas pembatasan yang layak seperti: Pertimbangan usia, Kewarganegaraan, Domisili, Kesehatan mental, atau Terpidana kejahatan serius.
Pembatasan di atas dibenarkan sejauh untuk menjaga: Profesionalisme, Integritas, disiplin dan Untuk mencegah insubordinasi. Mencegah konflik kepentingan atau menjaga netralitas politik dan Mempertimbangkan konteks sejarah politik militer dalam masyarakat bersangkutan.
Landasan Politik Sikap PRO pemulihan Hak Pilih TNI Anggota TNI adalah bagian dari rakyat Republik Indonesia yang juga hidup dan tinggal di tengah-tengah masyarakat indonesia berhak untuk memilih wakilnya di Parlemen dan Pemerintahan; Hak berpolitik anggota TNI dan POLRI sama dengan Hak berpolitik WNI lainnya; TNI dapat dijadikan basis kekuatan politik baik dipemerintahan maupun di parlemen, seperti yang terjadi di masa orde lama dan orde baru (penerapan dwi fungsi ABRI);
Sikap Kontra pemulihan Hak Pilih Anggota TNI dan POLRI; Rekam jejak TNI dan POLRI di masa lalu yang kurang baik ( banyak terjadi pelanggaran HAM, misalnya: Penembak Misterius, Penahan Lawan Politik) Sikap TNI dan POLRI yang merupakan bagian dari komando Pemerintah (presiden sebagai panglima tertinggi Angkatan Bersenjata RI) akan menyebabkan NETRALITAS TNI masih dipertanyakan???
PEMULIHAN HAK POLITIK TNI DAPAT DILAKSANAKAN ATAS DASAR: Prasyarat dan prakondisi yang ketat. TNI harus memiliki komitmen tinggi untuk membuka ruang akuntabilitas serta transparansi publik. harus ada garis yang jelas untuk memisahkan political sphere dan military sphere
SEKIAN & TERIMA KASIH