Sejarah perintisan sekolah dengan pendidikan khusus:

Slides:



Advertisements
Presentasi serupa
LISNAWATI, M. Psi.. Th 1974  Upaya pemerintah untuk memberikan pelayanan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa.
Advertisements

KURIKULUM BERBASIS KOMPETENSI : SEBUAH PENYEMPURNAAN DALAM MENINGKATKAN MUTU PENDIDIKAN Oleh : Trisakti Handayani.
LANDASAN FILOSOFIS DAN ALTERNATIF
Psikologi ANAK BERBAKAT
BAKAT.
PERMASALAHAN PESERTA DIDIK USIA SEKOLAH MENENGAH
Bimbingan dan Konseling Belajar
Komponen-Komponen Pendidikan
Komponen-Komponen Pendidikan
Materi Pertemuan 12 Psikologi Anak Berbakat Olivia Tjandra W., M. Si., Psi.
Bakat, Kecerdasan dan kreativitas Peserta Didik
PENGANTAR PENDIDIKAN Adriy.weebly.com.
Catur Baimi S Vivie Widayati Margarani Retno S Isnain Septianni D
Materi Pertemuan 3 Psikologi Anak Berbakat Olivia Tjandra W., M. Si., Psi.
Program Akselerasi Oleh: Zulfikar Yusuf Amirullah K
Mutu Pendidikan => Rendah
Identifikasi Anak Berbakat
INOVASI PROGRAM PENDIDIKAN
Kelompok 12 : 1. Annisa Rakhmi Rokhmah (K ) 2. Ellisa Putri Zelvianesti (K ) 3. Tri Ratna Ningsih (K )
Setelah tamat SD, kegiatan apa saja yang akan KALIAN lakukan?
SOSIALISASI KELAS CERDAS ISTIMEWA (CI )
 Bullying berasal dari kata Bully, yaitu suatu kata yang mengacu pada pengertian adanya ancaman yang dilakukan seseorang terhadap orang lain (yang umumnya.
SHOBAHUL KHOIR ASSALAMU’ALAIKUM.
BAB IV PRESTASI DIRI DEMI KEUNGGULAN BANGSA
ESTY ARYANI SAFITHRY, M.PSI, PSI
PENDIDIKAN ANAK LUAR BIASA (PLB)
PENYELENGGARAAN SISTEM KREDIT SEMESTER SMA Dr
POKOK BAHASAN Pertemuan 10
Masalah-masalah dalam belajar
PAPARAN CALON KEPALA SEKOLAH
LAYANAN PENDIDIKAN BAGI SISWA SD
PENGEMBANGAN SEKOLAH BERTARAF INTERNASIONAL
UNIVERSITAS MERCU BUANA
KESUKARAN BELAJAR PART III
KESULITAN DALAM BELAJAR
Psikologi Anak Berbakat Olivia Tjandra W., M. Si., Psi
“PROGRAM PEMBELAJARAN INDIVIDUAL UNTUK ANAK BERKELAINAN AKADEMIK DAN MENTAL EMOSIONAL” Nur Amalina Siti Lailatus Sholichah Kanty.
KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN (KTSP)
Kesukaran Belajar Part II
KRITERIA KESULITAN BELAJAR MACAM-MACAM KESULLITAN BELAJAR
BAB III KEMAMPUAN KHUSUS INDIVIDU DAN ANTISIPASI PENDIDIKAN
Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta 2009
Strategi Pembelajaran Ekspositori
Penumbuhan Budi Pekerti dalam Mencapai Penampilan, Pelayanan dan Prestasi (3P) di SMA 1.
RENCANA DAN STRATEGI PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN DI KAB. BUNGO
Aplikasi Pemeriksaan Psikologis
SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL
PERAN DAN TUGAS GPK DI SEKOLAH INKLUSI
TES PENCAPAIAN PRESTASI TERSTANDARDISASI
INSTRUMEN EDS 2013.
PARADIGMA PENDIDIKAN IPS DALAM KONTEKS INDONESIA
METODOLOGI PENELITIAN & METODE STATISTIKA
Assalamu’alaikum WR WB
Direktorat Pembinaan SMA
METODOLOGI PENELITIAN & METODE STATISTIKA
KUALIFIKASI PROFESI PROFESI (S1/S2/S3/Spesialis)
Dosen : Febriyanto Psikologi Pendidikan Dosen : Febriyanto
PANDUAN Analisis Potensi Siswa
PENDIDIKAN ANAK LUAR BIASA (PLB)
Oleh : Septiani Zaroh BK 2010 B
PANDUAN Layanan Akademik Siswa
Pengasuhan Anak Usia Sekolah Dasar PERTEMUAN 8
Mengapa keberbakatan itu perlu. Kasus 1. Kalimantan Timur a
Penumbuhan Budi Pekerti
PERTEMUAN 10-11: BIMBINGAN BELAJAR DAN DIAGNOSTIK KESULITAN BELAJAR
Psikologi Pendidikan : Pertemuan ke - 6
SELAMAT DATANG DI SMAN 42 JAKARTA
KP.2. Potensi Peserta Didik Tujuan pembelajaran hakekatnya adalah membantu peserta didik untuk mengembangkan potensinya secara optimal, oleh karena itu.
MINAT DAN BAKAT.
Pendidikan Khusus Bagi Anak Berbakat  Mahasiswa dapat menjelaskan definisi keberbakatan  Mahasiswa dapat menjelaskan dampak keberbakatan  Mahasiswa.
Transcript presentasi:

Sejarah perintisan sekolah dengan pendidikan khusus: Tahun 1974 dengan pemberian beasiswa bagi siswa SD, SMP, SMA dan SMK yang berbakat dan berprestasi tinggi, tetapi lemah kemampuan ekonomi keluarganya. Tahun 1982 Balitbang Dikbud membentuk Kelompok Kerja Pengembangan Pendidikan Anak Berbakat (KKPPAB) yang bertugas untuk mengembangkan pendidikan anak berbakat yang meliputi jangka pendek dan jangka panjang untuk pendidikan dasar, menengah dan tinggi.

Sejarah pendidikan khusus anak berbakat, pentingnya layanan khusus dan pro kontra

Sejarah perintisan sekolah dengan pendidikan khusus: Tahun 1984 Balitbang Dikbud menyelenggarakan perintisan pelayanan pendidikan anak dari tingkat SD, SMP dan SMA di Jakarta dan Cianjur. Bentuk program pull out dan enrichment pada beberapa bidang studi. Sayangnya program ini dihentikan pada tahun 1986 (Depdiknas, 2003).

Sejarah perintisan sekolah dengan pendidikan khusus: Tahun 1994 Depdikbud mengembangkan program sekolah unggul (School of Excellence). Ada 3 tipe sekolah unggul, menurut Moedjiarto (2001) a) masukan/input dari siswanya memang unggul seperti ketatnya nilai NEM seperti sekolah taruna di Magelang, b) fasilitasnya unggul, seperti sekolah unggul (swasta) di Tangerang, Jakarta dan Surabaya, c) menekankan pada iklim belajar uang positif, yaitu: sekolah yang mampu memproses siswa bermutu rendah waktu masuk sekolah (input rendah) menjadi lulusan yang bermutu tinggi (output tinggi).

Sejarah perintisan sekolah dengan pendidikan khusus: Pada tahun 1998/1999 program akselerasi cukup sukses untuk diujicobakan di beberapa sekolah swasta di Jakarta dan di Jawa Barat, sehingga pada tahun 2000 mendiknas mencanangkan ujicoba program percepatan belajar tersebut menjadi program pendidikan nasional pada 11 sekolah yaitu: 1 SD, 5 SLTP dan 5 SMU di Jakarta dan Jawa Barat. Kemudian pada tahun 2001/2002 diputuskan penerapan kebijakan program percepatan belajar pada beberapa sekolah di beberapa sekolah di Indonesia.

Mengapa harus ada pendidikan khusus anak berbakat? Siswa berbakat intelektual dianggap tidak memerlukan bantuan guru. Guru merasa lebih perlu memberikan perhatian pada siswa yang tergolong lamban belajar (Torrance, 1965; Gallagher, 1965 & Marland, 1972 yang dikutip oleh Hawadi dkk, 2001). Diabaikan guru materi kurang menantang, akibatnya motivasi anak berbakat menjadi turun bahkan keberbakatannya menjadi tidak muncul.

Mengapa harus ada pendidikan khusus anak berbakat? Milgram (1991) yang dikutip oleh Hawadi (2002) mengemukakan bahwa anak berbakat sebenarnya sama dengan anak luar biasa yang lainnya yang mengalami gangguan penglihatan, buta, tuli, kesulitan belajar dan keterbelakangan mental. Mereka membutuhkan bantuan untuk memaksimalkan potensi prestasi sekolahnya. Untuk itu, hanyalah pendidikan khusus yang memungkinkan pelayanan tersebut dapat diberikan.

Pro Kontra Tentang Keberadaan Sekolah Khusus (Kelas Akselerasi) Pro  Liek Wilardjo Anak berbakat dan berotak cemerlang perlu mendapatkan perhatian khusus agar mereka dapat menumbuhkembangkan talenta dan kecerdasannya. Pro  Conny R Semiawan Menekankan adanya kurikulum berdeferensiasi dapat mewujudkan seseorang sesuai dengan kemampuan yang ada padanya, dapat menghadapi masalah dan kompleksitas kehidupan yang berubah akibat peningkatan teknologi dan perubahan nilai-nilai sosial kultural.

Pro Kontra Tentang Keberadaan Sekolah Khusus (Kelas Akselerasi) Pro  Hallahan (2002) Setiap anak berhak mendapatkan pendidikan sesuai dengan kebutuhan mereka. Masyarakat akan mendapatkan keuntungan besar jika bakat para pemikir yang potensial dikembangkan secara optimal. Kurikulum dan metode instruksional yang tepat bagi anak berbakat hanya dapat ditemui di sekolah khusus.

Pro Kontra Tentang Keberadaan Sekolah Khusus (Kelas Akselerasi) Kontra  Suyanto q  Kelas akselerasi secara psikologis, program yang mendeskriminasikan siswa dan dapat menimbulkan stigmatisasi pada siswa kelas biasa seperti kehilangan rasa percaya diri. q  Siswa yang masuk dalam kategori kelas akselerasi memiliki kecenderungan arogan, elistis dan eksklusif.

Pro Kontra Tentang Keberadaan Sekolah Khusus (Kelas Akselerasi) Kontra  Hallahan (2002) Keberbakatan tidak dapat diidentifikasi secara konsisten. Anak yang teridentifikasi lebih banyak berasal dari etnis dan kelas sosial ekonomi tertentu dari pada yang lainnya Siswa mungkin memiliki kebutuhan khusus di satu daerah tertentu, tapi tidak di daerah yang lainnya, atau pada satu waktu tertentu, tapi tidak di waktu lainnya. Anak yang teridentifikasi akan terasing dari teman-teman sebayanya, sehingga menimbulkan stigma bagi diri mereka. Anak yang berbakat yang dikelompokkan dengan siswa yang lebih tua akan menderita konsekuensi sosial dan emosional yang negatif, atau akan merasa superior dibandingkan dengan teman sebayanya.