Potensi Gempa dan Fenomena Bulan Gempa berkekuatan 7,6 SR yang mengguncang Padang (30 September 2009) bukan termasuk “skala besar”. Gempa raksasa yang menimbulkan tsunami seperti yang terjadi di Aceh masih mungkin terjadi di Sumatera dalam waktu dekat. Kali ini potensi gempa datang dari bawah Kepulauan Mentawai yang berada di barat Sumatera Barat. Menurut Dr. Danny Hilman Natawidjaja (pakar gempa dari Pusat penelitian Geoteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) gempa yang dihasilkan bisa mencapai 8,8 SR. Kekuatan gempa itu diperkirakan 30 kali lebih besar. Sebagai perbandingan, gempa yang melanda Aceh tanggal 26 Desember 2004 memiliki kekuatan dengan skala 9,1 SR. Menurut penelitian Profesor Kerry Sieh (Ahli gempa dari California Institute of Technology), apa yang terjadi di Aceh, bisa pula menimpa banyak daerah lain di Indonesia, kecuali Kalimantan yang terbilang relatif aman. Alasannya, wilayah di bawah perairan Indonesia merupakan tempat bertemunya tiga lempeng benua. Tempat pertemuan ini menjadikan Indonesia sebagai daerah yang labil dan rawan gempa, karena lempeng-lempeng terus bergerak saling mendesak dan menjauh. Desakan antar lempeng pada titik tertentu akan mengakibatkan runtuhan batuan dan terjadilah gempa. Gempa dahsyat di bawah laut, berisiko pula menimbulkan gelombang pasang tsunami. Lempengan yang berada di Indonesia adalah: Lempeng Samudra Pasifik yang bergerak ke arah barat-barat laut dengan kecepatan sekitar 10 cm per tahun, Lempeng Samudra Hindia-Benua Australia (Indo-Australia) yang bergerak ke utara-timur laut dengan kecepatan sekitar 7 cm per tahun, serta Lempeng Benua Eurasia yang relatif diam, namun resultante sistem kinematiknya menunjukkan gerakan ke arah barat daya dengan kecepatan mencapai 13 cm per tahun. Perkiraan gempa yang dideteksi merupakan hasil penelitian terakhir dengan menggabungkan pengukuran pergerakan lempeng dengan peralatan GPS (global positioning system), pola pertumbuhan terumbu karang, catatan sejarah geologi kawasan tersebut, dan citra radar satelit. Dari hasil mengukur pola pertumbuhan karang di sekitar Mentawai, energi yang tersimpan di bawah Kepulauan Mentawai akibat desakan lempeng samudera kepada lempeng benua yang dikumpulkan sejak gempa besar terakhir tahun 1883 masih sangat besar. Sebagai alternatif astronomi dalam sistem peringatan dini gempa bumi kita bisa mengamati fenomena bulan baru dan bulan purnama menjelang kejadian bencana alam gempa bumi. Fenomena bulan baru dan purnama dikatakan berpotensi menyebabkan pelepasan energi di lempeng bumi. Hal ini dikatakan oleh Kepala Pusat Pemanfaatan Sains Atmosfer dan Iklim Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) Thomas Djamaludin. Pada saat itu ada perbedaan dua arah gaya bumi, menuju dan menjauhi bulan atau matahari. Hal itu menyebabkan rentan mengganggu atau melepaskan energi dalam struktur lempeng bumi, khususnya di daerah perbatasan waktu pagi dan magrib. Sebagai contoh adalah gempa bumi yang terjadi di Indonesia beberapa waktu terakhir: gempa Alor pada 12 November 2004 terjadi menjelang bulan baru, 28 Ramadhan 1425 gempa Nabire pada 26 November 2004 terjadi menjelang purnama, 13 Syawal 1425 gempa Aceh pada 26 Desember 2004 terjadi saat purnama, 14 Dzulqaidah 1425 gempa Simeulue pada 26 Februari 2005 terjadi setelah purnama, 16 Muharram 1426 gempa Nias pada 28 Maret 2005 terjadi setelah purnama, 17 Safar 1426 gempa Mentawai pada 10 April 2005 terjadi pada bulan baru, 1 Rabiul Awal 1426 gempa Yogya pada 27 Mei 2006, terjadi menjelang bulan baru, 29 Rabiuts Tsaniah 1427 gempa Tasikmalaya pada 2 September 2009, terjadi menjelang purnama 12 Ramadhan 1430 gempa Padang pada 30 September, terjadi menjelang purnama 2009 11 Syawal 1430 Oleh karena itu, Thomas Djamaludin mengharapkan agar para ahli dan pakar gempa bumi bisa menimbang hal ini sebagai salah satu sumbangan peringatan dini gempa bumi. Diharapkan, dalam bulan baru dan purnama, kewaspadaan bisa ditingkatkan. Tujuannya, agar kejadian gempa bumi tidak menimbulkan korban. Bagi masyarakat, hal ini bisa dijadikan pegangan. Bagi mereka yang hidup di daerah rawan bencana gempa bumi, hal ini merupakan sumbangan peringatan dini lainnya. Dengan begitu, mereka diharapkan bisa mandiri mempersiapkan sebelumnya atau menyelamatkan diri ketika terjadi gempa bumi.