PEMBENTUKKAN UUPA DAN PERKEMBANGAN HUKUM TANAH DI INDONESIA
Hukum Tanah Nasional Hukum tanah yang baru atau hukum tanah nasional mulai berlaku sejak 24 September 1960, dimuat dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1960 dengan judul resmi “Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria”, atau yang lebih dikenal dengan sebutan Undang-undang Pokok Agraria (UUPA). UUPA mengakhiri berlakunya peraturan-peraturan hukum tanah kolonial, dan sekaligus mengakhiri dualisme atau pluralisme hukum tanah di Indonesia, serta menciptakan dasar-dasar bagi pembangunan hukum tanah nasional yang tunggal berdasarkan hukum adat sebagai hukum nasional Indonesia yang asli.
FUNGSI UUPA Menghapuskan dualisme hukum tanah yang lama dan menciptakan unifikasi serta kodifikasi Hukum Agraria (Tanah) Nasional yang didasarkan pada Hukum (Tanah) Adat Penghapusan dualisme Hukum Tanah yang lama tersebut dilakukan dengan cara sebagaimana yang tertuang di dalam diktum “Memutuskan” dari UUPA, yakni mencabut: Seluruh pasal 51 Indische Staatsregeling yang didalamnya termasuk juga ayat-ayat yang merupakan Agrarische Wet (stbl. 1870-55); Semua Domein Veklaring dari pemerintah Hindia Belanda baik yang umum maupun yang khusus; Peraturan mengenai Agrarische Eigendom yang dituangkan ke dalam Koninklijk Besluit tanggal 16 April 1872 No. 29 (Stbl. 1872-117 jo. Stbl. 1873-38); Buku Kedua KUH-Perdata sepanjang yang mengenai bumi, air serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya kecuali ketentuan-ketentuan mengenai hipotik. Dalam hal ini secara implisit ikut terhapus juga ketentuan-ketentuan tentang larangan pengasingan tanah (Grond Vervreemding Verbod Stbl. 1875-179).
FUNGSI UUPA Mengadakan unifikasi hak-hak atas tanah dan hak-hak jaminan atas tanah melalui ketentuan-ketentuan konversi (Diktum ke-2 UUPA). Meletakkan landasan hukum untuk pembangunan Hukum Agraria (Tanah) Nasional, misalnya pasal 17 UUPA mengenai Landreform
TUJUAN UUPA 1. Menciptakan unifikasi Hukum Agraria dengan cara: Menyatakan tidak berlaku lagi (mencabut/menghapus) produk peraturan-peraturan hukum tanah yang lama Menyatakan berlakunya Hukum Tanah Nasional berdasarkan Hukum Tanah Adat yang tidak tertulis, sebagai bahan penyusunan hukum tanah nasional.
TUJUAN UUPA 2. Menciptakan unifikasi hak-hak penguasaan atas tanah (hak-hak atas tanah dan hak jaminan atas tanah) melalui ketentuan konversi: Tanah-tanah hak barat maupun tanah-tanah hak Indonesia sebagai hubungan konkrit, dikonversi (diubah) menjadi hak-hak atas tanah menurut UUPA secara serentak dan demi hukum (rechtswege), terhitung mulai tanggal 24 September 1960. Hak-hak jaminan atas tanah, yaitu hipotik dan credietverband (pasal 1162 KUH-Perdata pasal 15 Stbl. 1908-542) diubah demi hukum terhitung mulai tanggal 24 September 1960, menjadi Hak Tanggungan (pasal 51 UUPA & pasal IV Ketentuan Konversi UUPA jo. UU no. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah Beserta Benda-benda Yang Berkaitan dengan Tanah).
HUBUNGAN FUNGSIONAL UUPA (SEBAGAI HUKUM TANAH NASIONAL) DENGAN HUKUM ADAT Hubungan fungsional tersebut dapat kita temukan di dalam ketentuan-ketentuan UUPA sendiri, yaitu: Konsiderans “Berpendapat”, huruf “a” : “Bahwa perlu adanya Hukum Agraria Nasional yang berdasarkan Hukum Adat tentang tanah”. Pasal 5: “Bahwa Hukum Agraria yang berlaku atas bumi, air dan ruang angkasa ialah Hukum Adat”. Penjelasan Umum III/1: “Bahwa Hukum Agraria yang baru didasarkan pada ketentuan-ketentuan Hukum Adat, sebagai hukum yang asli, yang disempurnakan dan disesuaikan dengan kepentingan masyarakat dalam negara yang modern dan dalam hubungannya dengan dunia Internasional, dan seterusnya....”.
Hukum Adat yang dimaksud di dalam UUPA Formal: “... bagian dari hukum positif Indonesia yang berlaku sebagai hukum yang hidup dalam bentuk tidak tertulis di kalangan orang-orang Indonesia asli yang mengandung ciri-ciri nasional, yaitu ...”. - Material: “... sifat kemasyarakatan yang berasaskan keseimbangan dan diliputi suasana keagamaan”.
Pengertian Substansi Hukum Adat Dengan pengertian yang demikian, maka apa yang disebut Hukum Adat tidak harus diartikan semata-mata sebagai rangkaian norma-norma hukum saja, akan tetapi meliputi juga: Konsepsi (ajaran, teori); Asas-asas (yang merupakan perwujudan dari konsepsi); Lembaga-lembaga hukum; Sistem (tata susunan yang teratur)
KONSEPSI HAK PENGUASAAN ATAS TANAH MENURUT HUKUM TANAH NASIONAL Hak penguasaan atas tanah adalah suatu hubungan hukum yang memberi wewenang untuk berbuat sesuatu kepada subyek hukum (orang/badan hukum) terhadap obyek hukumnya, yaitu tanah yang dikuasainya
JENIS-JENIS HAK PENGUASAAN ATAS TANAH Berdasarkan kewenangannya, hak penguasaan tanah menurut UUPA dibagi menjadi : Hak Penguasaan atas tanah yang mempunyai kewenangan khusus yaitu kewenangan yang bersifat publik dan perdata. Hak Penguasaan atas tanah yang memberi kewenangan yang bersifat umum yaitu kewenangan di bidang perdata dalam penguasaan dan penggunaan tanah sesuai dengan jenis-jenis hak atas tanah yang diberikan (Hak Perorangan atas Tanah)
HAK ULAYAT MASYARAKAT HUKUM ADAT HAK PENGUASAAN ATAS TANAH YANG MEMPUNYAI KEWENANGAN KHUSUS YAITU KEWENANGAN YANG BERSIFAT PUBLIK DAN PERDATA HAK BANGSA INDONESIA HAK MENGUASAI NEGARA HAK ULAYAT MASYARAKAT HUKUM ADAT
HAK BANGSA INDONESIA (Pasal 1 UUPA) Adalah suatu hubungan yang bersifat abadi antara bangsa Indonesia dengan tanah di seluruh wilayah Indonesia dengan subyeknya bangsa Indonesia. Hak Bangsa Indonesia merupakan hak penguasaan atas tanah yang tertinggi di Indonesia.
HAK MENGUASAI NEGARA (Pasal 2 UUPA) Negara sebagai organisasi kekuasaan tertinggi seluruh rakyat melaksanakan tugas untuk memimpin dan mengatur kewenangan bangsa Indonesia (kewenangan publik). Melalui hak menguasai negara, negara akan dapat senantiasa mengendalikan atau mengarahkan fungsi bumi, air, ruang angkasa sesuai dengan kebijaksanaan pemerintah.
SUBSTANSI KEWENANGAN DALAM HMN Mengatur dan menyelenggarakan peruntukkan, penggunaan dan pemeliharaan; Menentukan dan mengatur hak-hak yang dapat dipunyai oleh subyek hukum tanah; Mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan hukum yang mengenai tanah.
HAK ULAYAT PADA MASYARAKAT HUKUM ADAT (Pasal 3 UUPA) Hubungan hukum yang terdapat antara masyarakat hukum adat dengan tanah lingkungannya. Hak Ulayat oleh pasal 3 UUPA diakui dengan ketentuan : Sepanjang menurut kenyataannya masih ada; Pelaksanaannya tidak bertentangan dengan pembangunan nasional. Pada tanggal 24 Juni 1999 pemerintah mengeluarkan kebijakan mengenai hak ulayat yaitu dengan Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 5 tahun 1999, tentang Pedoman Penyelesaian Masalah Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat. Bahkan perkembangan terhadap pengakuan dan penghormatan terhadap Hak Ulayat masyarakat hukum adat tersebut dikukuhkan di dalam perubahan ke dua UUD 1945 oleh MPR-RI, para tanggal 18 Agustus 2000 di dalam Pasal 18B ayat (2) disebutkan bahwa “Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang”. Hal itu tentunya akan memiliki implikasi yuridis dimasa mendatang terhadap pengaturan mengenai tindakan, perbuatan hukum yang berkaitan dengan tanah Hak Ulayat agar tidak berlanjut dampak-dampak negatif selama ini seperti dalam berbagai kasus pelanggaran terhadap tanah Hak Ulayat di berbagai tempat.
MACAM HAK PENGUASAAN ATAS TANAH (Berdasarkan Kewenangannya) HAK PENGUASAAN ATAS TANAH YANG MEMPUNYAI KEWENANGAN KHUSUS (Bersifat Publik dan Perdata) HAK BANGSA INDONESIA (Ps. 1 UUPA) HAK MENGUASAI NEGARA (Ps. 2 UUPA) HAK ULAYAT MASYARAKAT HUKUM ADAT (Ps. 3 UUPA) HAK PENGUASAAN ATAS TANAH YANG MEMPUNYAI KEWENANGAN UMUM (Bersifat Perdata) HAK PERORANGAN ATAS TANAH HAT PRIMER HAK ATAS TANAH HAT SEKUNDER HAK JAMINAN ATAS TANAH (Hak Tanggungan) UU No.4/1996 HAK MILIK ATAS SATUAN RUMAH SUSUN (uu No. 16 Th. 1985) WAKAF
Hak Perorangan atas Tanah terdiri dari : Hak atas Tanah Hak Jaminan atas Tanah Hak Milik atas Satuan Rumah Susun Wakaf
HAK ATAS TANAH Pengertian adalah hak penguasaan atas tanah yang memberi wewenang bagi subyeknya untuk menggunakan tanah yang dikuasainya Hak atas Tanah terdiri dari : Hak atas Tanah Primer atau orisinal Hak atas Tanah Sekunder atau derivatif
HAK ATAS TANAH PRIMER Adalah hak atas tanah yang bersumber pada Hak Bangsa Indonesia dan diberikan oleh Negara dengan cara memperolehnya melalui permohonan hak Hak Atas Tanah yang termasuk hak primer : Hak Milik Hak Guna Bangunan Hak Guna Usaha Hak Pakai Hak Pengelolaan
HAK ATAS TANAH SEKUNDER Adalah hak atas tanah yang tidak langsung bersumber pada Hak Bangsa Indonesia dan diberikan pemilik tanah dengan cara memperolehnya melalui perjanjian pemberian hak antara pemilik tanah dengan calon pemegang hak yang bersangkutan Hak atas tanah yang termasuk dalam hal ini: Hak Guna Bangunan Hak Pakai Hak Sewa Hak Usaha Bagi Hasil Hak Gadai Hak Menumpang
HAK JAMINAN ATAS TANAH Adalah hak penguasaan atas tanah yang tidak memberikan wewenang kepada pemegangnya untuk menggunakan tanah yang dikuasainya tetapi memberikan wewenang untuk menjual lelang tanah tersebut apabila pemilik tanah tersebut wanprestasi