KETERKAITAN KELOMPOK Koalisi melibatkan rasa keterkaitan antarpihak secara informal karena berbagai alasan, seperti : kesaman ide ikatan emosional kecocokan cara pandangan (mindset) sehingga mereka bersepakat melakukan konsensus menyelesaikan masalah masing-masing melalui kerjasama informal. Kelompok-kelompok informal selalu ada dalam setiap organisasi.
POLITIK DAN POWER Politik dalam organisasi sangat tekait dengan power yang melekat pada setiap pimpinan dan manajer. Power dalam hal ini diartikan sebagai kemampuan mempengaruhi orang lain dan peristiwa (Newstroom,2011:288). Kekuatan – kekuatan yang harus dimiliki negosiator yaitu : Kekuatan negosiasi akan ditentukan oleh kecerdasaan negosiator dalam melakukan langkah permulaan secara tepat, tindakan dalam proses negosiasi dengan sukses mencapai apa yang diinginkan ( Dowson). Analisis terhadap kekuatan potensial Sejauhmana negosiator memiliki kontribusi untuk melakukan negosiasi dan sejauhmana pihak lain memperoleh manfaat dan kontribusi tersebut. Negosiator yang mampu menentukan alternatif terbaik sebagai dasar melakukan negosiasi. Kekuatan taktik.
NETWORKING DAN KOALISI Koalisi berkaitan erat dengan jaringan kerja (networking). Networking merupakan salah satu bentuk dan perilaku politik dalam organisasi. Perilaku politik organisasi memerlukan dukungan keahlian interpersonal yang menjadi kekuatan untuk mengambil inisiatif, membangun dan memelihara networking. Koalisi yang konstruktif harus bertumpu pada jaringan kerja yang dilandasi oleh tujuan yang konstruktif juga.
Koalisi pada tingkat jaringan kerja biasanya tidak bersifat permanen, tergantung pada situasi dan kepentingan para pihak. Jika kepentingan telah tercapai, koalisi biasanya berakhir. Negosiasi yang berlangsung antara satu pihak dengan banyak pihak (multi-parties negotiation) dapat dilihat dan gambar berikut: PEMILIK LAHAN B PEMILIK LAHAN A PEMILIK LAHAN C Gambar tersebut menunjukan kasus negosiasi antara pihak Pengembang perumahan (Developer) dengan pemilik lahan dalam pada tahap pembebasan tanah. Dalam kasus itu, masing-masing pemilik lahan bernegosiasi dengan Pengembang. Tetapi pada tingkat individual posisi negosiasi pemilik lahan A, B dan C, dengan pihak pengembang bisa berlangsung tanpa berkoalisi tetapi potensial tidak memiliki kekuatan yang seimbang dalam bargaining. Sebetulnya ada pihak lain yang tidak langsung terlibat tetapi tidak boleh diabaikan dalam proses tersebut yaitu anggota keluarga pemilik lahan. PENGEMBANG
PENGERTIAN KOALISI Banyak ahli mengajukan definisi tentang koalisi.: Gamson (1964), merupakan suatu (sub) kelompok dan dua atau lebih individual bergabung bersama (joint together) dalam penggunaan sumber-sumber yang mereka miliki. Sumber-sumber bisa dalam bentuk bermacam-macam. Murnigham (1986) menyatakan bahwa ada beberapa bentuk sumber yang herbeda yaitu, uang, informasi, sumber daya alam (natural resources), dan kemampuan mengambil keputusan secara mandiri. Itu semua digunakan untuk mempengaruhi hasil keputusan dalam situasi kebersamaan motif. (mixed-motive). Lussier, 2010:393 koalisi merupakan jaringan kerja jangka pendek digunakan untuk mencapai suatu tujuan Dari definisi-definisi tersebut dapat dijelaskan bahwa koalisi terbentuk sangat berkaitan dengan situasi, motif dan jangka waktu tertentu yang menguntungkan untuk berkoalisi. Koalisi dalam organisasi lebih bersifat kerjasama informal kelompok yang mungkin tidak serupa dengan keanggotaan kelompok formal. Orientasinya adalah target. Jika target telah tercapai maka koalisi berakhir. Demikian juga dengan koalisi dalam negosiasi bisnis. Dua orang pembeli bisa berkoalisi menghadapi seorang penjual untuk memperkuat bargaining harga. Ketika harga disepakati oleh penjual, maka koalisi pembeli pada saat itu, berakhir.
KOALISI YANG EFEKTIF Membangun koalisi tidak mudah, karena pada umumnya koalisi didorong oleh kepentingan yang bersifat temporer dan kelompok-kelompok kepentingan. Tetapi walaupun koalisi bisa terjadi dalam kepentingan sesaat dan hal itu adalah normal, namun koalisi yang berhasil dibangun, pada tahap awal terfokus pada pengakuan kepentingan para pihak cocok satu sama lain (Spangler, 2003) dengan menunjukkan bahwa: Tujuan-tujuan para pihak adalah sama dan cocok (compatible). Kerja sama akan meningkatkan kemampuan para pihak mencapai tujuan. Manfaat dan penggabungan lebih besar dari biaya.
Distribusi sumber-sumber di antara anggota. Ada tiga tantangan yang dihadapi dalam membangun efektivitas koalisi menurut Thomson (2012:246) yaitu: Formalisasi koalisi. Pemeliharaan koalisi. Distribusi sumber-sumber di antara anggota. Formasi koalisi dapat dianalisis dengan mengidentifikasi tiga tipe kekuatan dalam multi-partai (Polzer,Mannix dan Neal (1998) yaitu: Kekuatan strategis. Kekuatan normatif. Kekuatan relational. Menurut hemat penulis, kelcuatan koalisi pada akhirnya terletak pada seberapa tinggi tingkat kesepakatan dan komitmen terhadap kesepakatan berkoalisi di antara para pihak itu sendiri. Hal ini akan mampu dipertahankan apabila forrnasi koalisi itu, didukung oleh network power yang luas, dengan berpegang path aturan normatif dan kecocokan kepentingan. Negosiator yang memiliki netivork power yang tinggi termasuk memiliki jaringan informasi yang luas athlah negosiator yang potensial sukses menjembatani gap fungsional dalam kelompok atau organisasi
PENGAMBILAN KEPUTUSAN Pengambilan keputusan path tingkat koalisi seharusnya mencapai hasil yang memenuhi kriteria negosiasi yang efektif (schermerhorn, 2012:231)yaitu: Negosiasi menghasilkan kualitas agreement yang bijak dan memuaskan semua pihak. Masalah substantif diselesaikan dan interrelasi yang harmonis terpelihara. Negosiasi harus efisien dalam penggunaan waktu dan biaya.