NILAI DAN ETIKA PEKERJAAN SOSIAL PENGERTIAN NILAI DAN ETIKA Nilai (value) berasal dari bahasa latin valera yang artinya, “menjadi kuat”, atau “menjadi terhormat”. (Reamer, 1999 : 10). Nilai adalah kepercayaan, pilihan, atau asumsi tentang yang baik untuk manusia. (Soetarso 1968 : 32-33). Nilai dapat berarti agama, politik atau prinsip-prinsip ideologi, keyakinan atau sikap. (Sarah Banks 2001 : 6). “Nilai dihubungkan dengan pekerjaan sosial, maka nilai adalah seperangkat prinsip etik/moral yang fundamental dimana pekerja sosial harus berkomitmen.”
“Nilai berbicara tentang sesuatu yang baik dan buruk maka etika (ethics) terkait benar (right) atau salah (wrong), jadi etika bersifat aksplisit dan konkret”. Etika memiliki pengertian yang sama dengan “moralitas”. Moralitas berasal dari kata latin mos (mores) artinya ‘adat istiadat’ atau ‘kebiasaan’. Etika berasal dari kata Yunani ethos (ta etha) artinya ‘adat istiadat’ atau ‘kebiasaan’. “Etika dapat dipahami sebagai filsafat moral, suatu ilmu yang membahas dan mengkaji nilai dan norma.” Etika adalah sebuah ilmu dan bukan ajaran. (Magnis 1987 : 14). “Sebagai ilmu etika mempunyai bidang kajian yang luas dibanding dengan moralitas”. Sumber utama nilai moral dan aturan atau norma moral dan etika ; agama dan kebudayaan.
B. SEJARAH DAN PERKEMBANGAN Dalam sejarah dan perkembangan, nilai dalam pekerjaan sosial menapaki beberapa tahapan perkembangan (Reamer, 1999 : 5) : Dimulai pada akhir abad XIX suatu masa ketika pekerjaan sosial belum resmi disebut sebagai profesi. Dimulai pada awal abad XX suatu era progresif dalam pekerjaan sosial yang ditandai dengan berdirinya settlement house pada akhir abad XIX. Settlement house adalah suatu organisasi sosial yang bergerak lebih humanis untuk mereformasi lingkungan dan sistem dari pada melakukan perbaikan terhadap manusianya. Dimulai pada akhir tahun 1940-an dan awal 1950-an. Pada 1960-an nilai yang berkembang pada masa ini menonjolkan konstruk etik tentang keadilan sosial, hak dan reformasi.
C. PERAN NILAI DAN ETIKA DALAM PEKERJAAN SOSIAL Nilai adalah suatu keyakinan yang bersifat abstrak. Sesuatu yang abstrak dan implisit ini diejawantahkan oleh perilaku etik yang bersifat konkret dan eksplisit. Peranan nilai dalam hal ini bersifat sangat fudamental dalam perilaku seseorang maupun perilaku profesi seperti halnya profesi pekerja sosial. Nilai yang menjadi pedoman baik atau buruk diejawantahkan dalam perilaku etik sehingga suatu perilaku dalam profesi dianggap benar atau salah. Pentingnya peranan nilai dan etika dalam pekerjaan sosial menjadikan keduanya sebagai salah satu fondasi pengetahuan mendasar yang harus dimiliki oleh pekerjaan sosial.
Keyakinan tentang nilai yang benar juga berperan sebagai petunjuk bagi pekerja sosial untuk memutuskan suatu perkara ketika terjadi dilema etis dalam melakukan intervensi sosial. Pekerja sosial sering kali dihadapkan kepada suatu dilema etis, maka ketika dilema ini terjadi, nilai berperan sangat penting untuk membuat keputusan etik yang tepat. Mempertahankan hidup adalah nilai kebaikan yang membantu pekerjaan sosial memberikan keputusan etik yang benar dalam sebuah dilema etis. D. BENTUK NILAI DAN ETIKA DALAM PEKERJAAN SOSIAL Macam-macam bentuk nilai dan etik dalam pekerjaan sosial “NASW (National As-sociation of Social Worker)” antara lain (Reamer, 1999 : 26-27) :
Pelayanan (nilai), prinsip etiknya adalah pekerja sosial harus mengutamakan tujuan untuk membantu masyarakat yang membutuhkan dan memusatkan pada permasalahan sosial. Keadilan sosial (nilai), prinsip etiknya adalah pekerja sosial wajib untuk menentang ketidakadilan sosial. Harkat dan Martabat seseorang (nilai), prinsip etiknya pekerja sosial menghormati harkat dan martabat seseorang. Mementingkan hubungan kemanusian (nilai), prinsip etiknya adalah pekerja sosial mengakui dan mengutamakan hubungan kemanusiaan (human relationship).
Integritas (nilai), prinsip etiknya adalah pekerja sosial harus mempunyai perilaku yang dapat dipercaya. Kompetensi (nilai), prinsip etiknya adalah pekerja sosial harus mempraktikkan keahlian profesionalismenya dalam proses pertolongan yang dilakukan. E. DUA TEORI ETIKA Dua teori etika besar (Keraf, 1998 : 23-27; Reamer, 1999 : 65-66) : Etika Deontologi Deontologi berasal dari kata yunani deon, yang berarti kewajiban. “Etika Deontologi menekankan kewajiban manusia untuk bertindak secara baik”. Salah satu tokoh dalam teori ini adalah Immanuel Kant (1734-1804) seorang filsuf jerman abad XVIII.
Etika Deontologi juga mengukur kebaikan dari berdasarkan kemauan baik untuk menaati hukum moral yang merupakan kewajiban seseorang. 2. Etika Teleologi Etika Teleologi mengukur baik buruknya suatu tindakkan berdasarkan tujuan yang mau dicapai dengan tindakkan itu, atau berdasarkan akibat yang ditimbulkan oleh tindakkan itu. Etika Teleologi juga diidentikkan dengan teori utilitarian yakni baik buruknya sesuatu berdasarkan berguna atau tidaknya. Etika Teleologi lebih situsional, karena tujuan dan akibat suatu tindakan bisa sangat tergantung pada situasi khusus tertentu, karena itu, setiap norma dan kewajiban moral tidak bisa berlaku begitu saja dalam situasi sebagaimana dalam pandangan etika teleologi.