Analisis Tekstur.

Slides:



Advertisements
Presentasi serupa
Materi 02(a) Pengolahan Citra Digital
Advertisements

CS3204 Pengolahan Citra - UAS
Pengolahan Citra (TIF05)
ANALISIS TEKSTUR PARKET KAYU JATI BERDASARKAN PENGGABUNGAN FITUR EKSTRAKSI METODE STATISTIKAL GLDM DAN COLOR PERCENTILE ARUM AGESTI APRILIA
Pengertian Citra Dijital
Perbaikan Citra pada Domain Spasial
Teori Konvolusi dan Fourier Transform
GALIH WASIS WICAKSONO TEKNIK INFORMATIKA UMM
Feature / Ciri / Object Descriptor
CITRA DIGITAL DALAM TINJAUAN ILMU FISIKA*
Pengolahan Citra Digital: Peningkatan Mutu Citra Pada Domain Spasial
Features / Ciri / Deskripsi Obyek
Pengukuran Tendensi Sentral

PENGOLAHAN CITRA DAN POLA
IMAGE ENHANCEMENT (PERBAIKAN CITRA)
Pengolahan Citra Digital: Peningkatan Mutu Citra Pada Domain Spasial
1. Pendahuluan Image Processing 1. Content: 1.Aplikasi Citra 2.Pengertian Citra Digital 3.Pengertian Piksel 4.Sampling 5.Kuantisasi 6.Jenis Citra 7.RGB.
2.2 Operasi Dasar Citra : Lokal dan Objek Operasi Ketetanggaan Pixel
MODUL KULIAH 10 Ekstraksi Fitur Bentuk
ANALISIS OUTLIER 1 Data Mining.
Materi 04 Pengolahan Citra Digital
MODUL 3 PERBAIKAN KUALITAS CITRA
STATISTIK DESKRIPTIF Sarwanto.
STATISTIK DESKRIPTIF Pengumpulan data, pengorganisasian, penyajian data Distribusi frekuensi Ukuran pemusatan Ukuran penyebaran Skewness, kurtosis.
TENDENSI SENTRAL.
Modul 1 PENGANTAR PENGOLAHAN CITRA
Ukuran Dispersi.
MODUL KULIAH 2 FORMASI CITRA
Mengapa Kita Butuh FFT ? 2013.
CS3204 Pengolahan Citra - UAS
UKURAN NILAI SENTRAL&UKURAN PENYEBARAN
Ukuran Pemusatan (Central Tendency)
BAB II. PEMBENTUKAN CITRA
Pertemuan 3 Pengolahan Citra Digital
Pengolahan Citra Digital
UKURAN NILAI SENTRAL&UKURAN PENYEBARAN
Computer Vision Materi 7
Ukuran Variasi atau Dispersi
Konvolusi Anna Dara Andriana.
Peningkatan Mutu Citra
Ukuran Dispersi.
BAB 5 DISPERSI, KEMIRINGAN DAN KERUNCINGAN DISTRIBUSI DATA.
UKURAN NILAI SENTRAL&UKURAN PENYEBARAN
Ukuran Variasi atau Dispersi
BAB 4 UKURAN PENYEBARAN.
Ukuran Variasi atau Dispersi
OLEH : RESPATI WULANDARI, M.KES
Pengolahan Citra Digital: Peningkatan Mutu Citra Pada Domain Spasial
Ukuran Variasi atau Dispersi
Digital Image Processing
Mengapa Kita Butuh FFT ? 2014.
KONVOLUSI DAN TRANSFORMASI FOURIER
Features / Ciri / Deskripsi Obyek
Pengolahan Citra Digital
Pengolahan Citra Digital Peningkatan Mutu/Kualitas Citra
PENGANTAR BIOSTATISTIK
PENINGKATAN KUALITAS CITRA (Image Enhancement)
Operasi Pixel dan Histogram
EDGE DETECTION.
Pengolahan Citra Digital. Pembentukan Citra Citra dibagi menjadi 2 macam : 1.Citra kontinyu : adalah citra yang dihasilkan dari sistem optik yang menerima.
IMAGE ENHANCEMENT.
BAB 4 UKURAN PENYEBARAN.
Pertemuan 10 Mata Kuliah Pengolahan Citra
Oleh : Rahmat Robi Waliyansyah, M.Kom.
PENGUKURAN DISPERSI, KEMIRINGAN, DAN KERUNCINGAN DISTRIBUSI DATA
SEGMENTASI.
REKOGNISI CITRA Konsep Dasar Rekognisi
DESKRIPSI DATA Pertemuan 3.
PENGANTAR PENGOLAHAN CITRA
Transcript presentasi:

Analisis Tekstur

Tekstur merupakan karakteristik intrinsik dari suatu citra yang terkait dengan tingkat kekasaran (roughness), granularitas (granulation), dan keteraturan (regularity) susunan struktural piksel. Aspek tekstural dari sebuah citra dapat dimanfaatkan sebagai dasar dari segmentasi, klasifikasi, maupun interpretasi citra.

Tekstur dapat didefinisikan sebagai fungsi dari variasi spasial intensitas piksel (nilai keabuan) dalam citra. Berdasarkan strukturnya, tekstur dapat diklasifikasikan dalam dua golongan : Makrostruktur Mikrostruktur

Makrostruktur Tekstur makrostruktur memiliki perulangan pola lokal secara periodik pada suatu daerah citra, biasanya terdapat pada pola-pola buatan manusia dan cenderung mudah untuk direpresentasikan secara matematis.

Mikrostruktur Pada tekstur mikrostruktur, pola-pola lokal dan perulangan tidak terjadi begitu jelas, sehingga tidak mudah untuk memberikan definisi tekstur yang komprehensif.

Analisis tekstur bekerja dengan mengamati pola ketetanggaan antar piksel dalam domain spasial. Dua persoalan yang seringkali berkaitan dengan analisis tekstur adalah: Ekstraksi ciri Segmentasi citra

Ekstraksi ciri Ekstraksi ciri merupakan langkah awal dalam melakukan klasifikasi dan interpretasi citra. Proses ini berkaitan dengan kuantisasi karakteristik citra ke dalam sekelompok nilai ciri yang sesuai.

Kita akan mengamati metoda ekstraksi ciri statistik orde pertama dan kedua, Serta mengenali performansi masing-masing skema dalam mengenali citra dengan karakteristik tekstural yang berlainan.

Segmentasi citra Segmentasi citra merupakan proses yang bertujuan untuk memisahkan suatu daerah pada citra dengan daerah lainnya. Berbeda dengan pada citra non-tekstural, segmentasi citra tekstural tidak dapat didasarkan pada intensitas piksel per piksel, tetapi perlu mempertimbangkan perulangan pola dalam suatu wilayah ketetanggaan lokal.

Kita akan menerapkan filter Gabor untuk melakukan segmentasi citra tekstural berdasarkan perulangan pola lokal pada orientasi dan frekuensi tertentu.

1. Ekstraksi Ciri Statistik Analisis tekstur lazim dimanfaatkan sebagai proses antara untuk melakukan klasifikasi dan interpretasi citra. Suatu proses klasifikasi citra berbasis analisis tekstur pada umumnya membutuhkan tahapan ekstraksi ciri, yang dapat terbagi dalam tiga macam metode.

tiga macam metode berikut: Metode statistik Metode spektral Metode struktural

Metode statistik Metode statistik menggunakan perhitungan statistik distribusi derajat keabuan (histogram) dengan mengukur tingkat kekontrasan, granularitas, dan kekasaran suatu daerah dari hubungan ketetanggaan antar piksel di dalam citra.

Paradigma statistik ini penggunaannya tidak terbatas, sehingga sesuai untuk tekstur-tekstur alami yang tidak terstruktur dari sub pola dan himpunan aturan (mikrostruktur).

Metode spektral Metode spektral berdasarkan pada fungsi autokorelasi suatu daerah atau power distribution pada domain transformasi Fourier dalam mendeteksi periodisitas tekstur.

Metode struktural Analisis dengan metode ini menggunakan deskripsi primitif tekstur dan aturan sintaktik. Metode struktural banyak digunakan untuk pola-pola makrostruktur.

Ekstraksi ciri orde pertama dilakukan melalui histogram citra. Ekstraksi ciri statistik orde kedua dilakukan dengan matriks kookurensi, yaitu suatu matriks antara yang merepresentasikan hubungan ketetanggaan antar piksel dalam citra pada berbagai arah orientasi dan jarak spasial.

1.1 Ekstraksi ciri orde pertama Ekstraksi ciri orde pertama merupakan metode pengambilan ciri yang didasarkan pada karakteristik histogram citra. Dari nilai-nilai pada histogram yang dihasilkan, dapat dihitung beberapa parameter ciri orde pertama, antara lain adalah mean, skewness, variance, kurtosis, dan entropy.

a. Mean (μ) Menunjukkan ukuran dispersi dari suatu citra dimana fn merupakan suatu nilai intensitas keabuan, sementara p(fn) menunjukkan nilai histogramnya (probabilitas kemunculan intensitas tersebut pada citra).

% p(fn) menunjukkan nilai histogramnya H=imhist(Citra)'; H=H/sum(H); % dimana fn merupakan suatu nilai intensitas keabuan I=[0:255]; %hitung rata-rata (mean) CiriMEAN = I*H';

b. Variance (σ2) Menunjukkan variasi elemen pada histogram dari suatu citra CiriVAR = (I-CiriMEAN).^2*H';

c. Skewness (α3) Menunjukkan tingkat kemencengan relatif kurva histogram dari suatu citra CiriSKEW = (I-CiriMEAN).^3*H'/CiriVAR^1.5;

d. Kurtosis (α4) Menunjukkan tingkat keruncingan relatif kurva histogram dari suatu citra CiriKURT = (I-CiriMEAN).^4*H'/CiriVAR^2-3;

e. Entropy (H) Menunjukkan ukuran ketidakaturan bentuk dari suatu citra CiriENT = -H*log2(H+eps)';

1.2 Ekstraksi ciri orde kedua Pada beberapa kasus, ciri orde pertama tidak lagi dapat digunakan untuk mengenali perbedaan antar citra. Pada kasus seperti ini, kita membutuhkan pengambilan ciri statistik orde dua. Salah satu teknik untuk memperoleh ciri statistik orde dua adalah dengan menghitung probabilitas hubungan ketetanggaan antara dua pikse pada jarak dan orientasi sudut tertentu.

Pendekatan ini bekerja dengan membentuk sebuah matriks kookurensi dari data citra, dilanjutkan dengan menentukan ciri sebagai fungsi dari matriks antara tersebut. Kookurensi berarti kejadian bersama, yaitu jumlah kejadian satu level nilai piksel bertetangga dengan satu level nilai piksel lain dalam jarak (d) dan orientasi sudut (θ) tertentu.

Jarak dinyatakan dalam piksel dan orientasi dinyatakan dalam derajat. Orientasi dibentuk dalam empat arah sudut dengan interval sudut 45°, yaitu 0°, 45°, 90°, dan 135°. Sedangkan jarak antar piksel biasanya ditetapkan sebesar 1 piksel.

Matriks kookurensi merupakan matriks bujursangkar dengan jumlah elemen sebanyak kuadrat jumlah level intensitas piksel pada citra. Setiap titik (p,q) pada matriks kookurensi berorientasi θ berisi peluang kejadian piksel bernilai p bertetangga dengan piksel bernilai q pada jarak d serta orientasi θ dan (180−θ).

Co-Occurrence Matrices Example (2 gray levels): 1 local texture patch co-occurrence matrix 1 d = (1, 1) displacement vector 2 10 1/25 x 9 4 March 24, 2011 Computer Vision Lecture 12: Texture

Setelah memperoleh matriks kookurensi tersebut, kita dapat menghitung ciri statistik orde dua yang merepresentasikan citra yang diamati. Haralick et al mengusulkan berbagai jenis ciri tekstural yang dapat diekstraksi dari matriks kookurensi. Dalam modul ini dicontohkan perhitungan 6 ciri statistik orde dua, yaitu Angular Second Moment, Contrast, Correlation, Variance, Inverse Difference Moment, dan Entropy.

a. Angular Second Moment Menunjukkan ukuran sifat homogenitas citra. dimana p(i,j) merupakan menyatakan nilai pada baris i dan kolom j pada matriks kookurensi.

b. Contrast Menunjukkan ukuran penyebaran (momen inersia) elemen-elemen matriks citra. Jika letaknya jauh dari diagonal utama, nilai kekontrasan besar. Secara visual, nilai kekontrasan adalah ukuran variasi antar derajat keabuan suatu daerah citra.

c. Correlation Menunjukkan ukuran ketergantungan linear derajat keabuan citra sehingga dapat memberikan petunjuk adanya struktur linear dalam citra.

d. Variance Menunjukkan variasi elemen-elemen matriks kookurensi. Citra dengan transisi derajat keabuan kecil akan memiliki variansi yang kecil pula.

e. Inverse Different Moment Menunjukkan kehomogenan citra yang berderajat keabuan sejenis. Citra homogen akan memiliki harga IDM yang besar.

f. Entropy Menunjukkan ukuran ketidakteraturan bentuk. Harga ENT besar untuk citra dengan transisi derajat keabuan merata dan bernilai kecil jika struktur citra tidak teratur (bervariasi).

2. Filter Gabor Kemampuan sistem visual manusia dalam membedakan berbagai tekstur didasarkan atas kapabilitas dalam mengidentifikasikan berbagai frekuensi dan orientasi spasial dari tekstur yang diamati. Filter Gabor merupakan salah satu filter yang mampu mensimulasikan karakteristik sistem visual manusia dalam mengisolasi frekuensi dan orientasi tertentu dari citra.

Secara spasial, sebuah fungsi Gabor merupakan sinusoida yang dimodulasi oleh fungsi Gauss. Respon impuls sebuah filter Gabor kompleks dua dimensi adalah :

Dalam domain frekuensi spasial, filter Gabor dapat direpresentasikan sebagai berikut:

Dalam domain frekuensi spasial, parameter-parameter filter Gabor dapat digambarkan sebagai:

Keenam parameter tersebut adalah: F, θ, σx, σy, B,BF, and Bθ. Ada enam parameter yang harus ditetapkan dalam implementasi filter Gabor. Keenam parameter tersebut adalah: F, θ, σx, σy, B,BF, and Bθ. Frekuensi (F) dan orientasi (θ) mendefinisikan lokasi pusat filter. BFdan Bθ menyatakan konstanta lebar pita frekuensi dan jangkauan angular filter. Variabel σx berkaitan dengan respon sebesar -6 dB untuk komponen frekuensi spasial.

Variabel σy berkaitan dengan respon sebesar -6dB untuk komponen angular. Posisi (F, θ) dan lebar pita (σx, σy) dari filter Gabor dalam domain frekuensi harus ditetapkan dengan cermat agar dapat menangkap informasi tekstural dengan benar. Frekuensi tengah dari filter kanal harus terletak dekat dengan frekuensi karakteristik tekstur.

Setelah mendapatkan ciri Gabor maka dapat dilakukan ekstraksi ciri. Salah satu ciri yang dapat dipilih adalah ciri energi, yang didefinisikan sebagai:

Dalam modul ini digunakan lebar pita frekuensi (BF) dan jarak frekuensi tengah (SF) sebesar satu oktaf, serta lebar pita angular (Bθ) dan jarak angular (Sθ) sebesar 30° dan 45°. Pemilihan lebar pita angular sebesar 30° dan 45° adalah karena nilai ini dianggap mendekati karakteristik sistem visual manusia.

TERIMA KASIH