DIMENSI-DIMENSI ETIKA KOMUNIKASI Hak uantuk berkomunikasi di ruang public merupakan hak yang paling dasar bagi kehidupan manusia. Hak untuk berkomunikasi dan berserikat dijamin Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonensia 1945, Undang-undang pokok pers, Unndang-undang Penyiaran, dan Undang-undang Keterbukaan Informasi publik.
Hak berkomunikasi di ruang public tidak bias dilepaskan dari otonomi demokrasi untuk berekspresi. Etika komunikasi merupakan bagian dari upaya menjamin otonomi demokrasi tersebut. Etika komunikasi tidak hanya berhenti pada masalaha actor komunikasi ( wartawan, editor, agen iklan, dan pengelola rumah produksi), ia tidak dibatasi hanya pada deontologi jurnalisme. Etika komunikasi berhubungan dengan praktek institusi, hukum, komunitas, strukktur social, politik, dan ekonomi. Maka, aspek sarana atau etika strategi dalam bentuk regulasi sangat perlu. Etika bukan untuk membatasi manuver praktek jurnalistik, justru membantu agar media bisa tetap memiliki kredibilitas dan kepercayaan dari masyarakat sebagai pelayanan informasi publik.
Etika komunikasi memiliki tiga dimensi yang terkait satu dengan yang lain: a.Aksi mkomunikasi itu sendiri. - Kesadaran moral atau nurani aktor komunikasi - Deontoloogi Jurnalaistik 1). Deontologisme Peraturan : Baik buruknya suatu tindakan diukur pada suatu atau beberapa peraturan yang berlaku umum, dan bersifat mutlak, tidak dilihat dari baik buruknya akibat perbuatan itu. Contoh apabila ada satu atau beberapa peraturan yang selalu berbunyai jangan membunuh, maka perbuatan membunuh itu harus dihindarkan dalam keadaan apapun. 2). Utilitarialisme Tindakan: Bentuk ini menganjurkan agar seala tindakan manusia akan mengakibatkan sedemikian rupa kelebihan akibat baik yang sebesar mungkin. Contoh : Berbohong terkadang diperbolehkan demi untuk menyenangkan pasangan hidup kita.
b. Sarana -Tatanan hukum dan Institusi - - Hubungan hubunan kekuasaan - Peran asosiasi, Lembaga Konsumen, Lembaga Komisi pengawas c. Tujuan - Nilai-nilai demokrasi - Hak untuk berekspresi - Hak publik akan informasi yang benar
Aksi komunikasi. Perilaku actor komunikasi hanya menejadi salah satu demensi etika komunikasi, yaitu bagian dari aksi komunikasi. Aspek etisnya ditunjukana pada kehendak baik untuk bertanggungjawab. Kehendak baik ini diungkaapkan dalama etika profesi dengan maksud agar norma inten yang mengatur profesi. Aturan semacam ini terdapat dalam deontologi jurnalistik, yaitu :
1). Hormat dan perlindungan atas haak dan warga negara akan informasi dan sarana-sarana yang perlu untuk mendapatkannya. Masuk dalam kategori ini: a). Perlindungan atas sumber berita; b) Pemberitaan informasi yang benar dan tepat, jujur, dan lengkap; c).Pembedaan antara fakta dan komentar, informasi dan opini; d). Metode untuk mendapaptkan informasi harus jujur dan pantas ( harus ditolak jika ternyata hasil curian, menyembunyikan, menyalahgunakan kepercayaan, dengan menyamar, pelanggaran terhadap rahasia profesi atau instruksi yang harus dirahasiakan).
2). Hormat dan perlindungan atas hak individual lain dari warga Negara 2).Hormat dan perlindungan atas hak individual lain dari warga Negara. Termasuk dalama kategori ini: a).Hak akan martabat dan kehormatan; b).Hak akan kesehatan fisik dan mental; c).Hak konsumen dan hak untuk berekspresio dalam media; d).Hak jawab. e). Hak akan privacy, praduga tak bersalah; f). Hak akan reputasi, hak akan citra yang baik, hak bersuara, g). Hak akan rahasia komunikasi. Jadi hak informasi tidak bisa memberi pembenaran pada upaya yang akan merugikan pribadi seseorang. Setiap orang mempunyai hak untuk menerima atau menolak penyebaran identitasnya melalui media.
3).Ajakan untuk menjaga harmoni masyarakat. Unsur ketiga deontologi jurnalaisme ini melarang semua bentuk provokasi atau dorongan yang akan membangkitkan kebencian atau ajakan pada pembangkangan sipil. b. Regulasi melalui undang-undang dan hokum yangv memadai ( sarana). Dimensi sarana ini memfokuskan pada system media dan prinsip dasar pengorgfanisasian praktek penyelenggara informasi, termasuk yang amendasari hubungan produk informasi.
Termasuk dimensi sarana ini meliputi : 1). Semua bentuk regulasi oleh penguasa publik ( tatanan hukum dan institusi). Azas kesamaan dan masalah siapa diuntungkan atau dirugikan oleh hukum atau institusi tertentu; 2). Struktur social yang direkayasa secara politik menganut prinsip timbal balik ( hubungan kekuasaan yang mempengaruhi produksi informasi) termasuk determinisme ekonomi dan teknologi. Prinsip Habermas “ masing-masing pihak sepakat mengkoordinasikan tindakan mereka untuk mencapai tujuan masing-masing”
Dimensi tujuan terkait langsung dengan meta-etika. c. Dimensi Tujuan, menyangkut nilai demokrasi , terutama akebebasan untuk berekspresi, kebebasan pers, dan hak informasi yang benar. Dalam negara demokrasi, para kator komunikasi, peneliti, asosiasi, warga negara, dan politisi harus mempunyai komitmen terhadap nilai kebebasan tersebut. Negara harus menjamin serta memfasilitasi terwujudnya nilai tersebut. Dimensi tujuan terkait langsung dengan meta-etika. Meta etika merefleksikan masalah status, rasionalitas, dan legitimasi aktor komunikasi (wartawan), struktur informasi ( media elektronik dan cetak).
Bila ada regulasi yang semakin sempit membatasi lingkup kebebasan harus ditolak, tetapi jika sistem media tidak peka, mengabaikan atau menghambat pembangunan institusi yang lebih adil juga perlu dipertanyakan. Dewasa ini, banyak ketidakpuasan terhadap media karena: kualitas pemberitaan, batas praktek profesi dalam hal informasi, pornografi, kriminalitas, infortaiment, kecenderungan pada yang spektakuler atau sensasional, dan akses langsung ke kejadian. Semua bentuk siaran atau berita itu selalu atas nama kebebasan pers.
Regulasi dan Pembentukan komisi Etika komunikasi mendorong adanya menyadaran agar masyarakat mengefektifkan dan mengoptimalkan penggunaan jalur hukum. Tujuannya adalah Terciptanya apresiasi hukum oleh masyarakat; b. Kerpercayaan terhadap media, c. Kesadaran masyarakat terhadap produksi dan kualitas informasi. d. Kontrol terhadap media harus dengan legal formal, tidak boleh dengan cara kekerasan.
Komisi Penyiaran untuk pemantauan informasi melalui media elektronik, Untuk pengawasan terhadap media sudah ada lembaga-lembaga formal seperti : Komisi Penyiaran untuk pemantauan informasi melalui media elektronik, Dewan Pers untuk media cetak. Media Watch. Ada beberapa kritik terhadap keberadaan komusi menurut B. Libois ( 2002:154), yaitu : Komisi tersebut tidak cukup mandiri ketika berhadapan dengan kekuasaan politik ataau hukum. Bahaya kolusi antara apembuat pembuat regulasi dan operator media Cengkaman operador terhadap komisi cukup kuat.
Determinasi ekonomi dalam etika komunikasi Legitimasi masyarakat modern tergantung pada dua hal, yaitu kemakmuran dan pertumbuhana ekonomi. Bila gagal kedua hal tersebut, masyarakat kehilangan hormat dan kesetiaan dari warganya. Dorongan untuk bersaing dan task-oriented, bisa mengakibatkan tiga defisit struktural. Ketiga defisit strukturalk tersebut menurut Sennett ( 2006:63-69) sebagai berikut: Lemahnya loyalitas terhadap lembaga; Kurangnya kepercayaan informal di antara para pekerja itu sendiri karena tim kerja cepat berganti; Melemahnya pengetahuanb/keterampilan institusional ( institusional knowledge)
Peran serikat pekerja tidak hanya terfokus pada perlindungan pekerja dan hak mereka, akan tetapi menyiapkan masa depan mereka. Sennett ( 2006:184) mengusulkan fokus peranannya pada : a. Menjadi agency pekekrja, serta mencari lapangan kerja. b. Membantu dalam pengaturan dana pensiun dan perawatan kesehatan; c. Membentuk komunitas yang hilang di tempat kekrja