Inilah Kunci Surga Surga, dengan segala kenikmatan yang belum pernah dilihat oleh mata, didengar oleh telinga dan terlintas dalam hati manusia, memiliki pintu-pintu untuk memasukinya. Pintu-pintu surga itu memerlukan kunci untuk membukanya. Apakah gerangan kunci surga itu?
Kunci surga sesungguhnya telah dijelaskan secara gamblang oleh Rosulullah SAW dalam beberapa sabdanya, diantaranya Hadis dari Muadz bin Jabal, “ Barangsiapa yang meninggal dan dia bersaksi tidak ada tuhan selain Allah dan bahwasanya Muhammad adalah utusan Allah dengan jujur dari hatinya, maka ia masuk surga.” (HR. Imam Ahmad). Di Hadis lain, Rasulullah SAW bersabda, “ Barangsiapa meninggal sedang ia mengetahui bahwa tidak ada Tuhan kecuali Allah, ia masuk surga.” (HR. Muslim).
Ternyata, kunci surga adalah dua kalimat syahadat (syahadatain) Ternyata, kunci surga adalah dua kalimat syahadat (syahadatain). Dua kalimat yang tak asing bagi umat Islam bahkan begitu sering didengar dan diucapkan. Dua kalimat yang menjadi pintu gerbang kembali kepada Islam (Al Madkhol Ilal Islam) bagi para muallaf. Namun, apakah semudah itu surga dapat dibuka dan dimasuki hanya dengan dua buah kalimat? Jika demikian tentu semua orang sangat mungkin bisa mengucapkannya meski harus dibimbing terlebih dahulu dan akhirnya berhak masuk surga. Ketahuilah, setiap kunci pasti memiliki sejumlah gerigi. Begitu pula kunci surga. Jika kunci surga yang sesuai geriginya maka pintu surga akan terbuka. Imam Bukhari meriwayatkan dalam Shahihnya bahwa seseorang pernah bertanya kepada Imam Wahhab bin Munabbih, seorang tabi’in terpercaya dari Shan’a, “ Bukankah Laa ilaaha illallah itu kunci surga?” Wahhab menjawab, “Benar, akan tetapi setiap kunci pasti bergerigi. Jika engkau membawa kunci yang bergerigi, maka pintu surga itu akan dibukakan untukmu.”
Gerigi-gerigi kunci itulah yang kemudian menjadi syarat diterimanya dua kalimat syahadat. Asy-Syaikh Muhammad Said Al Qohthoni menjelaskan tujuh syarat diterimanya syahadat. Pertama, Al ‘Ilmu (mengetahui). Setiap orang yang bersyahadat harus mengetahui dengan benar apa makna dan maksud yang terkandung dalam dua kalimat tersebut. Jika tidak, maka tak ubahnya seperti burung beo yang pandai mengucapkan kata-kata tanpa mengetahui maknanya. Allah SWT berfirman, “ Maka ketahuilah bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan melainkan Allah dan mohonlah ampunan bagi dosamu…”(QS. Muhammad : 19). Ayat diatas menjelaskan bahwa Allah mendahulukan perintah untuk memiliki pengetahuan akan sesuatu sebelum memerintahkan untuk beramal.
Syarat kedua, Al Yaqin (meyakini). Setiap orang yang mengikrarkan dua kalimat syahadat ini harus meyakini sepenuh hati tanpa ada keraguan di dalamnya. Allah SWT berfirman, “ Sesungguhnya orang-orang yang beriman hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan RasulNYA kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjihad dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah. Mereka itulah orang-orang yang benar.” (QS. Al Hujurat: 15). Rasulullah SAW bersabda , “ Aku bersaksi bahwa tidak ada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah dan aku adalah utusan Allah. Tidaklah seorang hamba bertemu Allah sambil membawa dua kalimat syahadat tersebut tanpa ragu kecuali pasti dia akan masuk surga.”(HR. Muslim). Imam Al Qurthubi menjelaskan dalam kitabnya Al Mufhim ‘ala Shahih Muslim,” Tidak cukup dengan melafalkan syahadatain, akan tetapi harus dengan keyakinan hati.”
Syarat ketiga, Al Qobul (menerima). Syahadat baru diterima di sisi Allah SWT jika menerimanya dengan total atas konsekuensi yang menyertainya dengan hati dan lisannya. Jika seseorang mengucapkan syahadat hanya di lisannya tanpa mengakui kebenaran di hatinya maka syahadatnya ditolak. Ia adalah seorang munafiq I’tiqodiy. Allah SWT mengecam kaum musyrik lagi munafiq yang menolak kalimat syahadat ini dalam firman-Nya, “ Orang-orang musyrik itu apabila dikatakan kepada mereka : (ucapkanlah) Laa ilaaha illallah, mereka menyombongkan diri seraya berkata : apakah kami harus meninggalkan sesembahan-sesembahan kami hanya karena ucapan penyair yang gila ini.” (QS. Ash Shoffat : 35-36).
Syarat keempat, Al Inqiyad (tunduk patuh). Ikrar syahadat harus diikuti dengan sikap tunduk patuh terhadap kandungan maknanya. Allah SWT berfirman, “ Kembalilah ke jalan Tuhanmu, dan tunduklah kepada-Nya.” (QS. Az Zumar : 54). Sesungguhnya ketika seseorang telah berikrar syahadat maka ia telah memeluk Islam yang diharapkan memiliki sikap tunduk dan patuh secara total segala aturan yang ada di dalamnya. “ Dan barangsiapa yang menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang ia berbuat kebajikan, maka sesungguhnya ia telah berpegang pada ikatan tali yang amat kokoh (kalimat Laa ilaaha illallah).” (QS. Lukman:22) Rosulullah SAW bersabda, “ Tidaklah beriman salah seorang di antara kalian, sehingga hawa nafsunya tunduk kepada ajaran yang aku bawa.”(HR. Imam Nawawi).
Syarat kelima, Ash Shidq (jujur atau benar). Syahadat harus diucapkan dengan sungguh-sungguh tanpa kepalsuan dan kepura-puraan. Ucapan lisannya harus sejalan dengan pikiran dan hatinya. Karena Allah Maha Mengetahui setiap hamba yang jujur dalam keimanan dan yang melakukan penipuan. “Dan di antara manusia ada yang mengatakan, “ Kami beriman kepada Allah dan hari Akhir,” padahal mereka itu sebenarnya bukanlah orang-orang yang beriman. Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang beriman, padahal pada hakikatnya mereka hanya menipu diri sendiri, sedangkan mereka tidak sadar.”(QS. Al Baqoroh : 8-10). Dari Anas bin Malik, Nabi SAW bersabda, “ Tak seorangpun yang bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah dengan jujur dalam hatinya, kecuali Allah mengharamkannya disentuh api neraka.” (HR. Bukhori).
Syarat keenam, Al Ikhlash (ikhlas). Ikrar syahadat harus dilakukan dengan penuh keikhlasan dan hanya mengharap ridha Allah SWT. Firman Allah, “ Mereka itu tidaklah diperintah kecuali agar menyembah Allah dengan memurnikan kepatuhan kepada-Nya (ikhlas) dalam menjalankan agama secara lurus…” (QS. Al Bayyinah : 5). Rasulullah SAW bersabda, “ Sesungguhnya Allah mengharamkan neraka bagi orang yang mengucapkan Laa ilaaha illallah semata-mata hanya mengharapkan wajah Allah Azza wa Jalla.” (HR. Muttafaq Alaihi).
Syarat terakhir adalah Al Mahabbah (cinta). Seorang yang telah mengikrarkan syahadat maka ia harus mencintai Allah di atas segalanya dan mencintai segala sesuatu dalam rangka mencintai Allah SWT. Firman Allah, “ Dan di antara manusia ada orang-orang yang mengambil tandingan-tandingan selain Allah. Mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman amat mencintai Allah di atas segala-galanya.” (QS. Al Baqarah : 165).