KBI 321 HUKUM EKONOMI SYARIAH ERNAWATI , SHI. MH. FAKULTAS HUKUM
KEMAMPUAN AKHIR YANG DIHARAPKAN Mahasiswa mampu memahami dan menerangkan Bank Syariah di Indonesia
PERKEMBANGAN BANK SYARIAH DI INDONESIA
Sejarah Bank Syariah di Indonesia Sejarah bank syariah di Indonesia, pertama kali dipelopori oleh Bank Muamalat Indonesia yang berdiri pada tahun 1991. Bank ini pada awal berdirinya diprakarsai oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan pemerintah serta mendapat dukungan dari Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) dan beberapa pengusaha muslim.
Sejarah Bank Syariah di Indonesia Tahun 1967-1983 Lahirnya Regulasi Perbankan di Indonesia secara sistematis dimulai pada tahun 1967 dengan dikeluarkannya Undang-Undang No. 14 Tahun 1967 tentang Pokok-Pokok Perbankan. Dalam pasal 13 huruf c diterangkan bahwa dalam usaha bank di dalam operasinya menggunakan sistem kredit dan tidak mungkin melaksanakan kredit tanpa mengambil bunga. Lalu era tahun 1980an terjadi kesulitan pengendalian tingkat bunga oleh Pemerintah karena Bank-Bank yang telah didirikan sangat tergantung kepada tersedianya likuiditas Bank Indonesia sehingga Pemerintah mengeluarkan Deregulasi 1 Juni 1983 yang membuka belenggu tingkat bunga ini. Deregulasi ini menimbulkan kemungkinan bagi Bank untuk menentukan tingkat bunga sebesar 0% yang merupakan penerapan sistem perbankan syariah melalui perjanjian murni sesuai prinsip bagi hasil.
Sejarah Bank Syariah di Indonesia Tahun 1988 Pada tahun 1988, Pemerintah memandang perlu untuk membuka peluang bisnis di bidang perbankan seluas-luasnya. Hal tersebut dilakukan dengan tujuan memobilisasi dana masyarakat untuk menunjang pembangunan. Maka pada tanggal 27 Oktober 1988, Pemerintah mengeluarkan Paket Kebijaksanaan Pemerintah Bulan Oktober (PAKTO) yang berisi tentang liberalisasi perbankan. Pada era ini, dimulailah pendirian Bank-bank Perkreditan Rakyat Syariah di beberapa daerah. Kemudian Majelis Ulama Indonesia melangsungkan Musyawarah Nasional IV pada tahun 1990 dimana hasil Munas tersebut mengamanatkan untuk membentuk kelompok kerja untuk mendirikan Bank Islam di Indonesia.
Sejarah Bank Syariah di Indonesia Tahun 1991 - sekarang Tahun 1991, Bank Mualamat Indonesia kemudian lahir sebagai kerja tim perbankan MUI tersebut dan mulai beroperasi penuh setahun kemudian. Pada periode ini, Pemerintah mengeluarkan Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan yang memperkenalkan sistem perbankan bagi hasil. Dalam pasal 6 huruf (m) dan pasal 13 huruf (c) menyatakan bahwa salah satu usaha bank umum dan Bank Perkreditan Rakyat adalah menyediakan pembiayaan bagi nasabah berdasarkan prinsip bagi hasil.
Sejarah Bank Syariah di Indonesia Pada tahun 1998, terjadi perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan menjadi Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998. Berdasarkan Undang-Undang ini, Bank Umum diperbolehkan untuk melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah, yaitu melalui pembukaan UUS (Unit Usaha Syariah). Bank umum dapat memilih untuk melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan sistem umum atau berdasarkan prinsip syariah atau melakukan kedua kegiatan tersebut.
Sejarah Bank Syariah di Indonesia Sehingga kemudian tahun 2008, keluarlah UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah yang melengkapi minimnya regulasi perbankan syariah selama ini. Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 mengatur beberapa ketentuan baru di bidang perbankan syariah, antara lain otoritas fatwa dan komite perbankan syariah, pembinaan dan pengawasan syariah, pemilihan dewan pengawas syariah (DPS), masalah pajak, penyelesaian sengketa perbankan, dan konversi unit usaha syariah (UUS) menjadi bank umum syariah (BUS).
Daya Tarik Bank Islam Bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip syariah Islam, yang tata cara beroperasinya merujuk kepada ketentuan-ketentuan Al-Qur’an dan Hadist. Khususnya menyangkut tata cara bermuamalat secara Islam.
Daya Tarik Bank Islam Bank Islam dapat melaksanakan semua kegiatan usaha yang biasa dilakukan oleh bank konvensional, namun tidak boleh berdasarkan bunga (interest fee), tetapi berdasarkan prinsip syariah, yakni prinsip pembagian keuntungan dan kerugian (profit and loss sharing principle / PLS Principle). Bahkan bank syariah adakalanya melakukan pula fungsi charity (ta’awwuh) yang biasanya tidak dilakukan oleh suatu bank konvensional, karena bank konvensional itu berorientasi pada keuntungan semata.
Daya Tarik Bank Islam Salah satu daya tarik Bank Islam adalah bahwa Bank Islam tidak memberikan imbalan bunga kepada penyimpan dana, maka daya tarik bank Islam bagi shohibul maal adalah bila bank Islam dapat memberikan return on investment yang memadai. Pada Bank Konvensional, kepentingan penyandang dana adalah diperolehnya berupa bunga simpanan yang tinggi, sedang kepentingan pemegang saham adalah diperolehnya spread yang optimal untuk mengoptimalkan interest difference.
Istilah yang dipergunakan Jika dikatakan sebagai bank Islam, maka pandangan umum menyatakan bahwa bank tersebut dikhususkan bagi Muslim saja, dengan kata lain yang boleh sebagai nasabah adalah hanya muslim saja. Namun jika dikatakan sebagai bank Syariah, maka pandangan umum menyatakan bahwa yang boleh menjadi nasabah tentunya bukan saja seorang muslim tapi bagi non muslim diperbolehkan menjadi nasabah di bank Syariah, asal ia tetap tunduk pada prinsip-prinsip Syariah/ajaran Islam.
Kegiatan Muamalah Hubungan kegiatan muamalah dengan bank Islam, ialah Bank Islam menyediakan sarana bagi umat Islam untuk melakukan kegiatan muamalah sesuai dengan ajaran agamanya. Sarana yang tersedia pada bank Islam adalah berupa fasilitas perbankan Islam dengan berdasarkan pada prinsip syariah yang dapat dimanfaatkan untuk melakukan usaha yang produktif atau investasi.
Tujuan dan Kebutuhan Pendirian Bank Islam Tujuan dari pembiayaan perbankan Islam adalah agar pembiayaan mudharabah dan syirkah tersedia dalam jumlah yang wajar bagi semua pengusaha. Bagaimanapun juga, jangan sampai menciptakan ketimpangan pendapatan dan kekayaan atau meningkatkan konsumsi atau investasi yang tidak dikehendaki. Dengan kata lain, para bankir muslim tidak beranggapan bahwa suatu bank Islam adalah suatu lembaga sosial. Jadi semata-mata Bank Islam tetap mengupayakan setinggi mungkin keuntungan tanpa menggunakan instrumen keuangan yang berdasarkan bunga.
Ciri Operasional Bank Berdasarkan Prinsip Syariah di Indonesia Pembinaan dan Pengawasan oleh Bank Indonesia, hal ini sama halnya dengan bank konvensional; Adanya Undang-undang Perbankan Syariah No. 21 tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah Adanya ikatan emosional yang kuat dan peranan ulama yang cukup mempunyai peranan yang besar dalam menunjang keberhasilan suatu Bank Syariah; Mempunyai Dewan Pengawas Syariah Adanya kelebihan likuiditas Adanya kebersamaan dalam memikul risiko dan berbagi hasil;
Ciri Operasional Bank Berdasarkan Prinsip Syariah di Indonesia Mempunyai produk-produk perbankan syariah; Giro wadiah Tabungan Mudharabah Deposito Mudharabah Fasilitas pembiayaan Mudharabah dan Musyarakah dll Pendapatan Bank Islam; Transparansi Bank Islam; Sistem pembukuan berbasis tunai;
Ciri Operasional Bank Berdasarkan Prinsip Syariah di Indonesia 11. Penyelesaian pembiayaan bermasalah. Sebagai konsekuensi dari sistem pembukuan berbasis tunai (cash basis), maka setiap ada gejala keulitan yang dihadapi nasabah pemakai fasilitas pembiayaan Bank Islam, harus segera diselesaikan dengan cara yang sesuai dengan prinsip syariah, yakni: Dibuatkan perjanjian baru tanpa tambahan biaya; Diberi pinjaman baru dari pos pembiayaan kebajikan Ditutup utangnya dari hibah zakat, infak dan sedekah Ditutup utangnya dari hasil sita jaminan Ditutup utangnya dengan penyertaan sementara oleh bank Islam yang telah memenuhi syarat
Bank Syari’ah dengan bank konvensional mempunyai ciri yg berbeda:
Bank Syari’ah dengan bank konvensional mempunyai ciri yg berbeda:
Penyelesaian sengketa perbankan syari’ah Setelah lahirnya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syari’ah, perkembangan penting berkaitan dengan kompetensi Pengadilan Agama dalam undang-undang ini diatur dalam Pasal 55 menyebutkan: Penyelesaian sengketa Perbankan Syari’ah dilakukan oleh pengadilan dalam lingkungan Peradilan Agama. Dalam hal para pihak telah memperjanjikan penyelesaian sengketa selain sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), penyelesaian sengketa dilakukan sesuai dengan isi akad. Penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak boleh bertentangan dengan Prinsip Syari’ah.
Terimakasih