Infokom LPM Sudajayahilir KEMISKINAN Infokom LPM Sudajayahilir
Kemiskinan dalam Konteks dan Relatif Apa yang dimaksud dengan kemiskinan sama sekali tidak begitu jelas dan berbagai definisi memberikan Arti yang berbeda mengenai konsep ini
Beberapa Definisi Kemiskinan “ Ketidak mampuan untuk memperoleh standar hidup yang minimal…” Suatu keadaan melarat dan ketidakberuntungan, suatu keadaan minus..” Minimnya pendapatan dan harta, kelemahan fisik, isolasi, kerapuhan, dan ketidakberdayaan
AGENDA BARU KEMISKINAN Semua LSM sejak tahun 1980 telah meletakkan dasar untuk menetapkan lagi pengentasan kemiskinan sebagai tujuan utama, sambil menekankan bahwa pengelolaan ekonomi harus memiliki wajah kemanusiaan. Dan pada tahun 1990, Bank Dunia menghidupkan kembali perhatiannya terhadap kemiskinan dengan mengedepankan tema-tema yang menjadi ciri strategi Bank Dunia di era 70-an. Sebagai hasilnya, Bank Dunia menyajikan strategi baru untuk mengurangi kemiskinan
Agenda Baru Kemiskinan Ini Meliputi: Membuka kesempatan ekonomi untuk golongan miskin, mengembangkan pertumbuhan padat karya, meningkatkan produktivitas perusahaan-perusahaan kecil, Investasi dalam sumberdaya manusia, memfokuskan pengeluaran pemerintah pada golongan miskin terutama perbaikan pendidikan dan pelayanan kesehatan, Pemberian jaring pengaman untuk melindungi mata pencaharian, program-program aksi sosial- yang sebegitu mengecewakan – diganti dengan dana-dana sosial, yaitu dana pemerintah untuk menunjang jaring pengaman informal
INDIKATOR KEMISKINAN DAN KEMAKMURAN Kemiskinan bukan hanya merupakan keadaan menderita tetapi juga adalah suatu keadaan lemah. Untuk kaum wanita , kelemahan mungkin merupakan dimensi pengalaman yang lebih terasa. Sebagai satu aspek dari kemiskinan , kelemahan terurai menjadi tiga indikator penting; ketidak-pastian fisik, selalu menghadapi krisis, dan kemampuan kenangani masalah.
INDIKATOR KEMISKINAN 1. Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8 m2 per orang 2. Jenis lantai bangunan tempat tinggal terbuat dari tanah/bambu/kayu murahan. 3. Jenis dinding tempat tinggal terbuat dari babmu/rumbia/kayu berkualitas rendah/tembok tanpa diplester. 4. Tidak memiliki fasilitas buang air besar/bersama-sama dengan rumah tangga lain. 5. Sumber penerangan rumah tangga tidak menggunakan listrik. 6. Sumber air minum berasal dari sumur/mata air tidak terlindung/sungai/air hujan. 7. Bahan bakar untuk memasak sehari-hari adalah kayu bakar/arang/minyak tanah. 8. Hanya mengkonsumsi daging/susu/ayam satu kali dalam seminggu. 9. Hanya membeli satu stel pakaian baru dalam setahun. 10. Hanya sanggup makan sebanyak satu/dua kali dalam sehari. 11. Tidak sanggup membayar biaya pengobatan di puskesmas/poliklinik. 12. Sumber penghasilan kepala rumah tangga adalah: petani dengan luas lahan 0,5 ha,buruh tani, nelayan, buruh bangunan, buruh perkebunan, atau pekerjaan lainnya dengan pendapatan di bawah Rp. 600.000 per bulan. 13. Pendidikan tertinggi kepala kepala rumah tangga: tidak sekolah/tidak tamat SD/hanya SD. 14. Tidak memiliki tabungan/barang yang mudah dijual dengan nilai Rp. 500.000, seperti: sepeda motor (kredit/non kredit), emas, ternak, kapal motor, atau barang modal lainnya
INDIKATOR KEBERDAYAAN LAWAN DARI KEMISKINAN · Kebebasan mobilitas: kemampuan individu untuk pergi ke luar rumah atau wilayah tempat tinggalnya, seperti ke pasar, fasilitas medis, bioskop, rumah ibadah, ke rumah tetangga. Tingkat mobilitas ini dianggap tinggi jika individu mampu pergi sendirian. · Kemampuan membeli komoditas ‘kecil’: kemampuan individu untuk membeli barang-barang kebutuhan keluarga sehari-hari (beras, minyak tanah, minyak goreng, bumbu); kebutuhan dirinya (minyak rambut, sabun mandi, rokok, bedak, sampo). Individu dianggap mampu melakukan kegiatan ini terutama jika ia dapat membuat keputusan sendiri tanpa meminta ijin pasangannya; terlebih jika ia dapat membeli barang-barang tersebut dengan menggunakan uangnya sendiri.
· Kemampuan membeli komoditas ‘besar’: kemampuan individu untuk membeli barang-barang sekunder atau tersier, seperti lemari pakaian, TV, radio, koran, majalah, pakaian keluarga. Seperti halnya indikator di atas, poin tinggi diberikan terhadap individu yang dapat membuat keputusan sendiri tanpa meminta ijin pasangannya; terlebih jika ia dapat membeli barang-barang tersebut dengan menggunakan uangnya sendiri. · Terlibat dalam pembuatan keputusan-keputuan rumah tangga: mampu membuat keputusan secara sendiri mapun bersama suami/istri mengenai keputusan-keputusan keluarga, misalnya mengenai renovasi rumah, pembelian kambing untuk diternak, memperoleh kredit usaha.
· Kebebasan relatif dari dominasi keluarga: responden ditanya mengenai apakah dalam satu tahun terakhir ada seseorang (suami, istri, anak-anak, mertua) yang mengambil uang, tanah, perhiasan dari dia tanpa ijinnya; yang melarang mempunyai anak; atau melarang bekerja di luar rumah. · Kesadaran hukum dan politik: mengetahui nama salah seorang pegawai pemerintah desa/kelurahan; seorang anggota DPRD setempat; nama presiden; mengetahui pentingnya memiliki surat nikah dan hukum-hukum waris.
· Keterlibatan dalam kampanye dan protes-protes: seseorang dianggap ‘berdaya’ jika ia pernah terlibat dalam kampanye atau bersama orang lain melakukan protes, misalnya, terhadap suami yang memukul istri; istri yang mengabaikan suami dan keluarganya; gaji yang tidak adil; penyalahgunaan bantuan sosial; atau penyalahgunaan kekuasaan polisi dan pegawai pemerintah. · Jaminan ekonomi dan kontribusi terhadap keluarga: memiliki rumah, tanah, asset produktif, tabungan. Seseorang dianggap memiliki poin tinggi jika ia memiliki aspek-aspek tersebut secara sendiri atau terpisah dari pasangannya.
SEKIAN