Menulis karangan Pengembangan karangan sebenarnya tidak jauh berbeda dengan pengembangan paragraf. a. deduktif b. Induktif
Deduktif Mengarang berpola deduktif berarti gagasan dikembangkan dari hal-hal yang bersifat umum lalu menuju hal-hal yang bersifat khusus.
Induktif Karangan berpola induktif adalah karangan yang pengembangan gagasannya dimulai dari hal-hal yang bersifat khusus menuju hal-hal yang bersifat umum.
Tips menulis karangan Masalah yang akan dikemukakan dalam karangan sebaiknya adalah masalah yang aktual dan dekat dengan kehidupan masyarakat (pembaca) Untuk terus mengembangkan karangan tersebut, selalu ajukan pertanyaan yang berhubungan dengan tema/masalah tersebut. Deskripsikan masalah tersebut disertai dengan contoh-contoh dan atau implikasi (akibat) jika masalah tersebut tidak diselesaikan secepatnya. Karangan tersebut harus mengemukakan solusi atas permasalahan tersebut disertai dengan alasan yang logis.
Lead PADA era tahun 1990-an Taman Hiburan Rakyat (THR) Kramat merupakan objek wisata favorit masyarakat Batang. Dapat dikatakan, THR Kramat menjadi satu-satunya objek wisata yang berlokasi di dalam kota. Pantai Sigandu yang sekarang telah menjadi kawasan wisata, ketika itu masih dipenuhi semak-belukar dan sulit diakses.
Permasalahan 1 Namun sejak 10 tahun terakhir, THR Kramat mulai ditinggalkan masyarakat. Akibatnya, banyak fasilitas seperti kolam renang, aneka permainan anak, hingga panggung terbuka menjadi terbengkalai. Bahkan citra negatif pun melekat pada THR Kramat sebagai tempat mesum. Kini, Pemkab Batang berupaya mengembalikan kejayaan THR Kramat sebagai objek wisata andalan Kabupaten Batang. Renovasi berbagai fasilitas pun dilakukan. Bahkan untuk meramaikan kembali objek wisata itu, sekaligus menghilangkan citra negatif, Pemkab mengubah namanya menjadi Taman Rekreasi dan Budaya Kramat (TRBK). Pencanangan TRBK sebagai pusat kebudayaan layak mendapat apresiasi. Mengingat sampai saat ini Batang belum memiliki tempat khusus untuk menampung kreativitas para seniman setempat. Apalagi lokasinya berdekatan dengan banyak lembaga pendidikan yang merupakan ”pasar” potensial bagi pengembangan TRBK sebagai sebuah pusat kebudayaan. Namun pertanyaannya, cukupkah mengembangkan sebuah pusat kebudayaan dengan hanya membangun tempat yang kemudian dinamai taman budaya?
Solusi masalah 1 Pengembangan pusat kebudayaan membutuhkan lebih dari sekadar infrastruktur fisik bangunannya. Tanpa diikuti dengan upaya untuk menggairahkan kegiatan seni budaya, bisa dipastikan pusat kebudayaan itu hanya akan menjadi muspra alias tidak berguna. Karena itu, untuk mengisi kegiatan seni budaya di TRBK, Kantor Pariwisata selaku pengelola harus melibatkan lembaga / komunitas yang bersinggungan dengan kegiatan seni budaya seperti Dinas Pendidikan dan Dewan Kesenian Daerah (DKD). Keberadaan komunitas seni budaya di Kabupaten Batang juga tidak boleh dinafikan. Di Batang terdapat beberapa komunitas seni budaya yang layak mengisi kegiatan seni budaya di TRBK. Di bidang teater, Pemkab bisa menggandeng Teater Angin di bawah asuhan A Zaenuri atau Teater Detak milik SMA Islam Ahmad Yani untuk menampilkan pementasan teater. Sedangkan di bidang seni sastra, Komunitas Pena bisa menjadi partner yang tepat untuk menyelenggarakan kegiatan apresiasi kesusastraan seperti pentas pembacaan puisi. Tentunya, komunitas seni tradisional juga harus mendapat kesempatan sama untuk tampil di TRBK. Batang mempunyai beberapa dalang lokal yang kualitasnya tidak kalah dari dalang-dalang ”mapan”. Ada pula grup kesenian Kuntulan dan Sintren yang kini makin tersingkir oleh kesenian modern, sehingga eksistensinya perlu dilestarikan.
Masalah 2 Namun, ada kerancuan dalam pencanangan TRBK sebagai pusat kebudayaan sekaligus sebagai taman rekreasi. Sebagai objek wisata, TRBK tentu ditarget untuk mendulang pundi-pundi pendapatan asli daerah (PAD). Oleh karenanya, penjualan karcis masuk menjadi salah satu sumber pendapatan kas daerah. Nah, di sinilah permasalahannya. Saya tidak bisa membayangkan, masyarakat Batang —seperti juga masyarakat Indonesia pada umumnya— yang tingkat apresiasinya terhadap seni budaya masih sangat rendah, mau mengeluarkan uang untuk menonton kegiatan seni budaya seperti pentas teater, pembacaan puisi, atau pertunjukan wayang.
Solusi Masalah 2 Mengaca pada pengelolaan pusat kebudayaan di daerah lain, seperti Taman Budaya Yogyakarta atau Taman Budaya Raden Saleh Semarang, rupanya pengunjung tak dipungut karcis masuk, kecuali ada kegiatan khusus. Mestinya Pemkab Batang juga menerapkan kebijakan yang sama, apabila benar-benar ingin menjadikan TRBK sebagai pusat kebudayaan. Dilematis memang. Di satu sisi Pemkab menargetkan pendapatan dari TRBK, sedangkan di sisi lain juga berharap keberadaan TRBK bisa menggairahkan kegiatan seni budaya di Batang. Karena itu, perlu dicarikan jalan tengah agar kedua fungsi tersebut bisa berjalan seimbang. Menurut penulis, tanpa harus memungut karcis masuk dari para pengunjung pun, TRBK masih bisa mendapat pemasukan seperti dari penjualan tiket permainan becak air, penyewaan kios pedagang atau lahan untuk kegiatan tertentu. Karena itu, penambahan fasilitas baru wajib hukumnya untuk mendongkrak pemasukan TRBK. Misalnya membangun kolam renang, ruang pertemuan/ pameran, atau memindahkan kebun binatang mini dari rumah dinas bupati ke TRBK. Sedangkan untuk menikmati kegiatan seni budaya di TRBK, setidaknya untuk tahap awal pengunjung tak perlu dipungut biaya terlebih dulu. Lalu, dari mana para seniman mendapatkan dana untuk membiayai penampilan mereka? Pada titik inilah, keseriusan Pemkab untuk menggairahkan kegiatan seni budaya dengan membangun TRBK dapat diukur. Seyogianya Pemkab menganggarkan dana APBD untuk menunjang kegiatan seni budaya di TRBK, sehingga kalangan seniman tidak mengkhawatirkan lagi masalah dana saat menampilkan kreativitas mereka.
Penutup Tanpa dukungan dan keseriusan Pemkab Batang untuk menjadikan TRBK benar-benar sebagai pusat kebudayaan, jangan berharap Batang bisa melahirkan (kembali) seniman asli Batang sekaliber Goenawan Muhammad. (32)
MOTIVASI BELAJAR Seberapa besar pengaruh motivasi belajar terhadap prestasi? Apa sebenarnya motivasi siswa dalam belajar? Apa saja yang mempengaruhi motivasi siswa dalam belajar? Bagaimana cara meningkatkan motivasi belajar siswa? Siapa saja yang berperan dalam meningkatkan motivasi belajar siswa? Mengapa ada siswa yang senang bolos? Sementara yang lain justru semangat dalam belajar? Mengapa ketika guru menerangkan ada siswa yang tertidur atau tidak memperhatikan? Mengapa kalau ada jam kosong siswa justru merasa senang atau seperti terbebas dari penjara?
Masalah di Sekolah Kita Penegakan disiplin di sekolah belum maksimal. Kepengurusan OSIS belum diganti Sarana dan prasarana masih kurang (tempat parkir, WC, kantin, fasilitas olahraga / perpustakaan). ??????