DEMOKRASI LOKAL (STUDI KASUS IDE PEMEKARAN PROVINSI TAPANULI DAN LUWU RAYA) MATA KULIAH DINAMIKA POLITIK LOKAL DOSEN: RATRI ISTANIA, SIP, MA SEKOLAH TINGGI ILMU ADMINISTRASI LEMBAGA ADMNISTRASI NEGARA 2009
TOLOK UKUR KEBERHASILAN DESENTRALISASI WATAK TATA PEMERINTAHAN DESENTRALISTIS KAPASITAS MENGELOLA KONFLIK DAN MENGGALANG KERJA SAMA KAPASITAS MENDORONG KINERJA MELALUI EVALUASI OPTIMALNYA DELIVERY PELAYANAN PUBLIK KOMPETENSI POLICY-MAKING DI TINGKAT LOKAL SUMBER: PURWO SANTOSO, 2009
TEORI DAN KONSEP STATE-SOCIETY RELATIONSHIP CRITICAL THINKING
MENGAPA STATE-SOCIETY RELATION SEJATINYA KEBERADAAN DARI DESENTRALISASI TIDAK LAIN ADALAH UNTUK MENDEKATKAN NEGARA KEPADA MASYARAKAT TERCIPTA INTERAKSI YANG DINAMIS, BAIK PADA PROSES PENGAMBILAN KEPUTUSAN MAUPUN DALAM IMPLEMENTASI KEBIJAKAN (VINCENT OSTROM, 1991) THE FEATURES OF GOVERNANCE THAT WOULD BE APPROPRIATE TO CIRCUMSTANCE WHERE PEOPLE GOVERN RATHER THAN PRESUMING THAT GOVERNMENT GOVERN (1991:6).
POLA INTERAKSI REZIM OTORITER SATU ARAH PEMERINTAH PUSAT DOMINAN PERUMUS KEBIJAKAN DESENTRALISASI PEMERINTAH DAERAH INFERIOR PELAKSANA TEKNIS KEBIJAKAN DESENTRALISASI SOCIETY DIPINGGIRKAN KOALISI TAWAR MENAWAR ANTAR ELIT PEMERINTAH DAERAH
DESENTRALISASI, STATE-SOCIETY RELATION REZIM OTORITER HUBUNGAN STATE-SOCIETY DALAM REZIM OTORITER KARAKTERISTIK RELASI PUSAT-DAERAH DALAM REZIM OTORITER STATE SOCIETY PEMERINTAH PUSAT PEMERINTAH DAERAH MASYARAKAT SUMBER: SYARIF HIDAYAT, 2009
POLA INTERAKSI REZIM TRANSISI SIFAT DASAR INTERAKSI MASIH LEBIH BANYAK SATU ARAH SOCIETY RELATIF MENDAPATKAN PERLUASAN PERAN STATE MASIH MENDOMINASI PROSES PENGAMBILAN KEPUTUSAN NASIONAL STATE CENDERUNG MEMAKSAKAN KEHENDAK “PERSELINGKUHAN” ANTARA STATE ACTORS MEMPERJUANGKAN KEPENTINGAN PRIBADI DAN KELOMPOK POLA STATE-SOCIETY BERGESER KE DUA ARAH LEBIH DEMOKRATIS KOMPETISI ANTARA ELIT MASSA SEMAKIN SENGIT DAN TRANSPARAN INTERAKSI LEBIH KENTARA ANTARA STATE ACTORS DAN MASS SOCIETY ACTORS TERJADINYA “POLIARKI POLITIK”
DESENTRALISASI, STATE-SOCIETY RELATION REZIM TRANSISI DEMOKRASI HUBUNGAN STATE-SOCIETY DALAM TRANSISI DEMOKRASI STATE SOCIETY KARAKTERISTIK RELASI PUSAT-DAERAH DALAM TRANSISI KE DEMOKRASI PEMERINTAH PUSAT PEMDA MASY. PEMEKARAN DAERAH DAN PILKADA….? SUMBER: SYARIF HIDAYAT, 2009
POLA INTERAKSI REZIM DEMOKRASI SANGAT DINAMIS PROSES PENGAMBILAN KEPUTUSAN DUA ARAH TAHAP IMPLEMENTASI KEBIJAKAN DUA ARAH SENYAWA ANTARA TUNTUTAN MASYARAKAT DAN KEPENTINGAN NEGARA
DESENTRALISASI, STATE-SOCIETY RELATION REZIM DEMOKRASI HUBUNGAN STATE-SOCIETY DALAM REZIM DEMOKRASI STATE SOCIETY KARAKTERISTIK RELASI PUSAT-DAERAH DALAM REZIM DEMOKRASI PEMERINTAH PUSAT PEMDA MASY DAERAH SUMBER: SYARIF HIDAYAT, 2009
PROVINSI SUMATERA UTARA DAN SULAWESI SELATAN TRANSISI DEMOKRASI PROVINSI SUMATERA UTARA DAN SULAWESI SELATAN
MODEL STATE-SOCIETY RELATION PROVINSI SUMATERA UTARA DAN SULAWESI SELATAN 1949-1950 TERJADI PERTENTANGAM ANTARA IDENTITAS BATAK DIDOMINASI OLEH BATAK TOBA IDENTITAS KEBANGSAWANAN (SIMALUNGUN, TAPANULI UTARA, KARO, PAK PAK DLLNYA) HANCUR AKIBAT KESENJANGAN EKONOMI BERAKIBAT KONFLIK GOLONGAN HUBUNGAN ANTARA SOCIETY DAN STATE DIPENGARUHI OLEH MITOS (LA GALIGO MYTH, LUWU) PEMIMPIN MERUPAKAN KETURUNAN DARI YG DITURUNKAN DARI LANGIT, BATARA GURU, TOMANURUNG GODS APABILA TERJADI CHAOS, MAKA PEMIMPIN DIPILIH BERDASARKAN KONSENSUS, MERUPAKAN ORANG YG MEMILIKI KEISTIMEWAAN, TOMANURUNG (MATULLADA, 1975:320) TOMANURUNG MENGAJARKAN KELOMPOK ADAT ISTIADAT DAN MENUNJUK SEORANG PEMIMPIN DI KELOMPOK YG TELAH MEWARISI AJARANNYA KERAJAAN BONE (BUGIS) DAN GOWA (MAKASSAR) MEWARISI TRADISI TOMANURUNG
CRITICAL THINKING CRITICAL THINKING ATAU CARA BERPIKIR KRITIS MENGACU PADA SUATU INVESTIGASI BERTUJUAN MENGKAJI SITUASI, FENOMENA, PERTANYAAN, ATAU MASALAH YANG MENGARAH PADA SATU HIPOTESIS ATAU KESIMPULAN TENTANG HAL TERSEBUT YANG MENGINTEGRASIKAN SEMUA INFORMASI TERSEDIA DAN OLEH KARENA ITU MEYAKINKAN (KURFISS, 1988, P. 2) KUALITAS IDEAL DARI KEBANYAKAN MASYARAKAT INDONESIA, KEPATUHAN PADA MORAL DAN STANDAR RELIGIUS MERUPAKAN UTAMA YANG DIHARAPKAN DARI SETIAP ORANG DISAMPING KEMAMPUAN UNTUK MEMBENTUK PENDAPAT ORANG LAIN TIDAK DIPANDANG SEBAGAI HAL YANG PENTING (SETIADI, 1986), COLLECTIVISTIC CULTURES VS INDIVIDUALISTIC CULTURES (RUEDA & DEMBO, 1995).
BUDAYA CRITICAL THINKING PADA DEMOKRASI SUMATERA UTARA DAN SULAWESI SELATAN BERPIKIR KRITIS ADALAH BERPIKIR SECARA LOGIS, SISTEMATIS, DAN RASIONAL INDIVIDU KRITIS PERCAYA TERHADAP DIRI SENDIRI BERANI UNTUK BERBEDA DARI LAINNYA BERPENDIRIAN KERAS MAMPU MENGONTROL EMOSI PENUH RASA INGIN TAHU DGN MENGAJUKAN PERTANYAAN DI DALAM HATI MAUPUN DI LUAR PROTOTIPE MASYARAKAT SUMATERA UTARA (EX.BATAK TOBA) TERKADANG DISALAHARTIKAN SEBAGAI INDIVIDU2 YG SGT INGIN MENONJOL KARENA TERLALU BANYAK PERTANYAAN BERPIKIR KRITIS MAKASSAR DAN MANDAR SUPERIOR TERHADAP ETNIK LAINNYA TRADISI MIGRASI, BERTANI (PEGUNUNGAN), DAN NELAYAN (LAUTAN) SULIT BERHADAPAN SETARA DENGAN KELOMPOK LAIN TIDAK MAU ADA PESAING KERAP TERLIBAT PERTIKAIAN DENGAN KELOMPOK LAIN YG TIDAK SEPAHAM KEPERCAYAAN PADA NENEK MOYANG MASIH KENTAL BUDAYA PATRONAGE BERBASIS IKATAN KEKERABATAN PROTOTIPE MASYARAKAT SULAWESI SELATAN (EX. LUWU) TERKADANG DISALAHARTIKAN SEBAGAI INDIVIDU2 YG TIDAK MAU MENGALAH DAN KERAS KEPALA
DUA CATATAN PENTING “TRAGEDI SUMATERA UTARA” PERTAMA: ADANYA TINDAK ”ANARKHIS” DILAKUKAN OLEH PARA PENDUKUNG PEMEKARAN PROVINSI TAPANULI, DIMANA TELAH MENGINGKARI HAKIKAT DAN TUJUAN DASAR DARI PEMEKARAN DAERAH ITU SENDIRI. KEDUA: DEMOKRASI PADA MASA TRANSISI SECARA RELATIF MENAMPILKAN SEMAKIN TRANSPARANNYA PERAN ”ELIT” DALAM PROSES PEMEKARAN DAERAH.
DUA CATATAN PENTING “PEMBENTUKAN PROVINSI LUWU” KESATU: PROVINSI SATU GUBERNUR BANYAK DALAM PROSES PEMEKARAN DAERAH KEDUA: DEMOKRASI PADA MASA TRANSISI MASIH BERJALAN TIMPANG KARENA BANYAKNYA CAMPUR TANGAN ”ELIT LOKAL” BERKOLABORASI DGN “ELIT PUSAT” DALAM PROSES PEMEKARAN DAERAH MEMPERSULIT LEPASNYA KABUPATEN LUWU (TIMUR, UTARA, BARAT, TANA TORAJA) DARI PROVINSI INDUK SULAWESI SELATAN