HUKUM KETENAGAKERJAAN

Slides:



Advertisements
Presentasi serupa
PERJANJIAN KERJA.
Advertisements

Kenny Wiston Law Offices American Grill Building 6th Floor
PROSES PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL
PERJANJIAN KERJA Oleh: TOGAR SILALAHI,SH
HUKUM KETENAGAKERJAAN
PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL
UU 21/2000 (SP/SB) Penjelasan Umum Ayat (1)
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ABUL YATAMA ACEH
MSDM – Handout 13 Serikat Pekerja dan Hubungan Industrial
HUBUNGAN INDUSTRIAL Sesi 6 Oleh: Mohammad Mustaqim, MM, AAAIJ, QIP
copyright by Elok Hikmawati
HUBUNGAN INDUSTRIAL Sesi 8 Oleh: Mohammad Mustaqim, MM, AAAIJ, QIP
SELAMAT BERJUMPA SELAMAT BERJUMPA.
KOPERASI.
PERJANJIAN KERJA BERSAMA DAN PERATURAN PERUSAHAAN
HUBUNGAN INDUSTRIAL Sesi 7 Oleh: Mohammad Mustaqim, MM, AAAIJ, QIP
HUKUM PERBURUHAN (PERTEMUAN XII) PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL copyright by Elok Hikmawati.
PERJANJIAN KERJA BERSAMA
MENGAPA BERSERIKAT 4/13/2017.
PKB Dalam Hukum Indonesia
HUBUNGAN INDUSTRIAL
Mogok dan Lock Out (Penutupan Perusahaan)
copyright by Elok Hikmawati
HUBUNGAN INDUSTRIAL DI INDONESIA
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ESA UNGGUL
HUKUM KETENAGAKERJAAN. JAM KERJA DAN PENGUPAHAN MODUL - 4.
TIM HR PT. INTERCALLIN By Anton. PENGERTIAN Hubungan Industrial adalah hubungan antara SEMUA PIHAK yang berkepentingan atas proses produksi atau pelayanan.
KONTRAK, TKA, DAN PHK SRI RAZZIATY ISCHAYA DPN APINDO, 9-10 MEI 2007.
INDUSTRIAL RELATIONS MANAGEMENT
HUKUM PERBURUHAN (PERTEMUAN XI) MOGOK KERJA DAN LOCK OUT
Syamsul Bachrie Hukum Perburuhan Syamsul Bachrie
HUKUM PERBURUHAN (PERTEMUAN XIII) PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (1)
PENGADILAN PAJAK UU. NOMOR 14 TAHUN 2002
DASAR PEMBUATAN PERJANJIAN KERJA, PERATURAN PERUSAHAAN DAN PERJANJIAN KERJA BERSAMA BAMBANG PRIYANTO, SH.
“Perselisihan Hubungan Industrial & Mekanisme Penyelesaiannya”
SAP-12 HUMAN RESOURCE MANAGEMENT
MEKANISME PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL
Penyelesaian Perselihan Perburuhan (P3) dan PHK
PERJANJIAN KERJA BERSAMA
PERJANJIAN KERJA BERSAMA DAN PERATURAN PERUSAHAAN
Hukum Ketenagakerjaan, Hubungan Industrial dan Perjanjian Kerja Bersama (PKB) Eko Sakapurnama.
UNIVERSITAS ESA UNGGUL
PERJANJIAN KERJA BERSAMA
Perlindungan Hak Berserikat dan Berorganisasi
Federasi Serikat Buruh
Federasi Serikat Buruh
HUBUNGAN KERJA.
DPD F. SP FARKES Reformasi PROVINSI JAWA TENGAH
Hukum Ketenagakerjaan, Hubungan Industrial dan Perjanjian Kerja Bersama (PKB) Eko Sakapurnama.
HUKUM PERBURUHAN (PERTEMUAN IX) PERLINDUNGAN DAN PENGAWASAN TENAGA KERJA (2) copyright by Elok Hikmawati.
Oleh : Satria Prayoga,S.H.,M.H.
HUKUM PERBURUHAN (PERTEMUAN XIII) PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (1)
HUKUM KETENAGAKERJAAN
copyright by Elok Hikmawati
PERJANJIAN KERJA BERSAMA
PERLINDUNGAN TENAGA KERJA – PENGUPAHAN PRODI ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM
Pertemuan Ke-5 PERJANJIAN KERJA.
PERJANJIAN KERJA BERSAMA DAN PERATURAN PERUSAHAAN
HUBUNGAN KERJA DAN HUBUNGAN INDUSTRIAL
PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (PHK)
PRESENTASI PENGANTAR HUKUM BISNIS Kelas MB.4 / IV Kelompok 3 (tiga)
PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (JENIS-JENIS PHK)
MOGOK KERJA DAN LOCK OUT PRODI ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM
HUBUNGAN INDUSTRIAL DI INDONESIA
Hubungan Industrial Pancasila
MSDM – Handout 13 Serikat Pekerja dan Hubungan Industrial.
PERADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL
“ASPEK HUKUM KETENAGAKERJAAN” UU. No. 13 Tahun 2003
Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Jawa Tengah 6 Maret 2019
UU No. 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Kenny Wiston Law Offices American Grill Building 6 th Floor Jl. Tanjung Karang.
Transcript presentasi:

HUKUM KETENAGAKERJAAN IRA ALIA MAERANI, S.H., M.H. FAKULTAS HUKUM UNISSULA

POKOK BAHASAN I PERJANJIAN KERJA

Definisi PERJANJIAN KERJA (Ps 1 angka 14 UU 13/2003) Perjanjian Kerja adalah perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak, dan kewajiban para pihak.

Definisi PERJANJIAN KERJA BERSAMA (Ps 1 angka 21 UU 13/2003) Perjanjian kerja bersama adalah perjanjian yang merupakan hasil perundingan antara serikat pekerja / serikat buruh atau beberapa serikat pekerja / serikat buruh yang tercatat pada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan dengan pengusaha, atau beberapa pengusaha atau perkumpulan pengusaha yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban kedua belah pihak. (Lihat pula, KEPMENAKERTRANS.48/2004)

Definisi Hubungan Kerja (Ps 1 angka 15 UU 13/2003) Hubungan kerja adalah hubungan antara pengusaha dengan pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja, yang mempunyai unsur pekerjaan, upah, dan perintah Pasal 50 UU No. 13/2003 Hubungan kerja terjadi karena adanya perjanjian kerja antara pengusaha dan pekerja / buruh.

Ketentuan Umum Pasal 51 UU No. 13/2003 (1) Perjanjian kerja dibuat secara tertulis atau lisan. (2) Perjanjian kerja yang dipersyaratkan secara tertulis dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Ketentuan Umum Penjelasan Pasal 51 UU No. 13/2003 (1) Pada prinsipnya perjanjian kerja dibuat secara tertulis, namun melihat kondisi masyarakat yang beragam dimungkinkan perjanjian kerja secara lisan. (2) Perjanjian kerja yang dipersyaratkan secara tertulis harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, antara lain perjanjian kerja waktu tertentu, antarkerja antardaerah, antarkerja antarnegara, dan perjanjian kerja laut.

Ketentuan Umum Pasal 53 UU No. 13/2003 Segala hal dan/atau biaya yang diperlukan bagi pelaksanaan pembuatan perjanjian kerja dilaksanakan oleh dan menjadi tanggung jawab pengusaha.

SYARAT SAHNYA Pasal 52 UU No. 13/2003 (1) Perjanjian kerja dibuat atas dasar : (SYARAT MATERIIL) a. kesepakatan kedua belah pihak; b. kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum; c. adanya pekerjaan yang diperjanjikan; dan d. pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(2) Perjanjian kerja yang dibuat oleh para pihak yang bertentangan dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan b dapat dibatalkan. (3) Perjanjian kerja yang dibuat oleh para pihak yang bertentangan dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dan d batal demi hukum.

Penjelasan Pasal 52 UU No. 13/2003 (1) b Penjelasan Pasal 52 UU No. 13/2003 (1) b. Yang dimaksud dengan kemampuan atau kecakapan adalah para pihak yang mampu atau cakap menurut hukum untuk membuat perjanjian. Bagi tenaga kerja anak, yang menandatangani perjanjian adalah orang tua atau walinya.

MATERI/ISI Pasal 54 UU No. 13/2003 (1) Perjanjian kerja yang dibuat secara tertulis sekurang-kurangnya memuat : (SYARAT FORMIL) a. nama, alamat perusahaan, dan jenis usaha; b. nama, jenis kelamin, umur, dan alamat pekerja / buruh; c. jabatan atau jenis pekerjaan; d. tempat pekerjaan; e. besarnya upah dan cara pembayarannya; f. syarat-syarat kerja yang memuat hak dan kewajiban pengusaha dan pekerja/ buruh; g. mulai dan jangka waktu berlakunya perjanjian kerja; h. tempat dan tanggal perjanjian kerja dibuat; dan i. tanda tangan para pihak dalam perjanjian kerja.

(2) Perjanjian kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat sekurang-kurangnya rangkap 2 (dua), yang mempunyai kekuatan hukum yang sama, serta pekerja / buruh dan pengusaha masing-masing mendapat 1 (satu) perjanjian kerja.

Pasal 128 UU No. 13/2003 Dalam hal perjanjian kerja tidak memuat aturan-aturan yang diatur dalam perjanjian kerja bersama maka yang berlaku adalah aturan-aturan dalam perjanjian kerja bersama.

KETENTUAN LARANGAN Pasal 54 UU No. 13/2003 (2) Ketentuan dalam perjanjian kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e dan f, tidak boleh bertentangan dengan peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Penjelasan Pasal 54 UU No. 13/2003 (2) Yang dimaksud dengan tidak boleh bertentangan pada ayat ini adalah apabila di perusahaan telah ada peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama, maka isi perjanjian kerja baik kualitas maupun kuantitas tidak boleh lebih rendah dari peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama di perusahaan yang bersangkutan.

Pasal 55 UU No. 13/2003 Perjanjian kerja tidak dapat ditarik kembali dan/atau diubah, kecuali atas persetujuan para pihak.

Pasal 127 UU No. 13/2003 (1) Perjanjian kerja yang dibuat oleh pengusaha dan pekerja / buruh tidak boleh bertentangan dengan perjanjian kerja bersama. (2) Dalam hal ketentuan dalam perjanjian kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertentangan dengan perjanjian kerja bersama, maka ketentuan dalam perjanjian kerja tersebut batal demi hukum dan yang berlaku adalah ketentuan dalam perjanjian kerja bersama.

BERAKHIRNYA PERJANJIAN KERJA Pasal 61 UU No. 13/2003 (1) Perjanjian kerja berakhir apabila : a. pekerja meninggal dunia; b. berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja; c. adanya putusan pengadilan dan/atau putusan atau penetapan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap; atau

d. adanya keadaan atau kejadian tertentu yang dicantumkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama yang dapat menyebabkan berakhirnya hubungan kerja.

(2) Perjanjian kerja tidak berakhir karena meninggalnya pengusaha atau beralihnya hak atas perusahaan yang disebabkan penjualan, pewarisan, atau hibah. (3) Dalam hal terjadi pengalihan perusahaan maka hak-hak pekerja / buruh menjadi tanggung jawab pengusaha baru, kecuali ditentukan lain dalam perjanjian pengalihan yang tidak mengurangi hak-hak pekerja / buruh.

(4) Dalam hal pengusaha, orang perseorangan, meninggal dunia, ahli waris pengusaha dapat mengakhiri perjanjian kerja setelah merundingkan dengan pekerja / buruh. (5) Dalam hal pekerja / buruh meninggal dunia, ahli waris pekerja / buruh berhak mendapatkan hak-haknya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku atau hak-hak yang telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.

Penjelasan Pasal 61 UU No. 13/2003 (5) Yang dimaksud hak-hak yang sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku atau hak-hak yang telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama adalah hak-hak yang harus diberikan yang lebih baik dan menguntungkan pekerja/buruh yang bersangkutan.

Unsur-unsur Perjanjian Kerja : (Ps 1 angka 4 UU 13/2003) Adanya pekerjaan (arbeid) Di bawah perintah (gezag ver houding) Adanya upah tertentu (loan) Dalam waktu (tijd) yang ditentukan (dapat tanpa batas waktu/pensiun atau berdasarkan waktu tertentu)

Ad.1 Adanya Pekerjaan Sesuai kesepakatan antara pekerja dg majikan Asalkan tidak bertentangan dg peraturan perundangan, kesusilaan, dan ketertiban umum

Ad. 2 Di bawah perintah Majikan = pemberi kerja, shg berhak dan sekaligus berkewajiban untuk memberikan perintah-perintah yang berkaitan dg pekerjaannya. Buruh sbg pihak yg menerima perintah untuk melaksanakan pekerjaan Hubungan kerja antara buruh dan majikan bersifat subordinasi (hubungan yang bersifat vertikal, yaitu atas dan bawah)

Ad.3 Upah Pengertian Upah berdasarkan Ps 1 angka 30 UU 13/2003 adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sbg imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan dibayakan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan atau peraturan per-UU-an termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yg telah atau akan dilakukan.

Ad.4 Waktu Artinya buruh bekerja untuk waktu yang ditentukan atau untuk waktu yang tidak tertentu atau selama-lamanya Waktu kerja dlm 1 minggu = 40 jam Waktu kerja 6 hari kerja perminggu = seharinya bekerja 7 jam dalam 5 hari, dan 5 jam dalam 1 hari Waktu kerja 5 hari kerja perminggu = 8 jam sehari Lembur maksimal 3 jam perhari atau 14 jam perminggu

Selama bekerja, setiap 4 jam bekerja, berhak istirahat selama setengah jam. Dalam 1 minggu, istirahat min. 1 hari kerja. Dalam 1 tahun, istirahat 12 hari kerja/tahun. Apabila telah bekerja 6 tahun, berhak memperoleh cuti besar 1 bulan dg tetap menerima upah penuh.

Istilah untuk waktu tertentu dikenal dg istilah kontrak kerja dan pekerja harian lepas. Sedangkan waktu yang tidak tertentu dikenal dengan pekerja tetap. Hubungan kerja tjd krn adanya perjanjian kerja antara pengusaha dg pekerja/buruh (Ps 50 UU 13/2003)

Subyek Hukum dalam Hubungan Kerja Buruh/pekerja; Serikat Pekerja, Federasi Serikat Pekerja, Konfederasi SP Majikan; Pengusaha, Kumpulan Pengusaha, Gabungan Perkumpulan Pengusaha, APINDO UU 13/2003 membedakan pengertian pengusaha, perusahaan dan pemberi kerja.

Pengertian Pekerja/Buruh (Ps1 angka3 UU 13/2003) Pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dg menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain

Pengertian Pengusaha (Ps 1 angka 5 UU 13/2003) Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang menjalankan suatu perusahaan milik sendiri Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang berada di Indonesia mewakili perusahaan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b yang berkedudukan di luar wilayah Indonesia

Pengertian Pemberi Kerja (Ps 1 angka 4 UU 13/2003) Pemberi kerja adalah orang perseorangan, pengusaha, badan hukum, atau badan-badan lainnya yang mempekerjakan tenaga kerja dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain.

Pengertian Perusahaan (Ps 1 angka 6 UU 13/2003) Setiap bentuk usaha yang berbadan hukum atau tidak, milik orang perseorangan, milik persekutuan, atau milik badan hukum, baik milik swasta maupun milik negara yang mempekerjakan pekerja/buruh dengan membayar upah/imbalan dalam bentuk lain; Usaha-usaha sosial dan usaha-usaha lain yang mempunyai pengurus dan mempekerjakan orang lain dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain.

Obyek Hukum Obyek Hukum dalam Hubungan Kerja adalah pekerjaan yang dilakukan oleh pekerja. Obyek hukum dalam perjanjian kerja yaitu hak dan kewajiban masing-masing pihak secara timbal balik yang meliputi syarat-syarat kerja atau hal lain akibat adanya hubungan kerja. Objek hukum dlm hub kerja tertuang di dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan dan kesepakatan kerja bersama/perjanjian kerja bersama (KKB/PKB).

PERJANJIAN KERJA Perjanjian kerja mrpk dasar dari terbentuknya hubungan kerja. Perjanjian kerja adalah sah apabila memenuhi syarat sahnya perjanjian dan asas-asas hukum perikatan.

Subyek Perjanjian Kerja Pengusaha/pemberi kerja Pekerja/buruh

Obyek Perjanjian Kerja Adalah TENAGA yang melekat pada diri pekerja/buruh. Atas dasar tenaga telah dikeluarkan oleh pekerja/buruh maka ia akan mendapat upah. Hubungan kerja dilakukan oleh pekerja/buruh dalam rangka mendapatkan upah.

Syarat-syarat Perjanjian Kerja Dibuat secara tertulis atau lisan. (Ps 51 ayat (1),(2) UU 13/2003) Jika dibuat secara tertulis, maka harus dilaksanakan sesuai dg peraturan per-UU-an yg berlaku. Syarat-syarat Perjanjian Kerja: 1. Syarat MaterIil (Ps. 52) 2. syarat Formil (Ps. 54)

Syarat Materiil: (Ps. 52 UU 13/2003) Kesepakatan kedua belah pihak Kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum Adanya pekerjaan yang diperjanjikan Pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. syarat tersebut bersifat kumulatif, artinya harus dipenuhi semuanya baru dapat dikatakan perjanjian itu sah.

Apabila perjanjian kerja yg dibuat bertentangan dg ketentuan a dan b, maka akibat hukumnya perjanjian kerja dapat dibatalkan. Apabila bertentangan dg ketentuan huruf c dan d, maka akibat hukumnya perjanjian kerja itu adalah batal demi hukum.

Ps. 52 UU 13/2003 mengadopsi ketentuan Ps 1320 BW Ps. 52 UU 13/2003 mengadopsi ketentuan Ps 1320 BW. Perjanjian kerja adl salah satu bentuk perjanjian, shg hrs memenuhi ketentuan syarat sahnya perjanjian. Berdasarkan PS 1320 BW suatu perjanjian dikatakan sah apabila memenuhi unsur: Adanya sepakat Kecakapan berbuat hukum Hal tertentu Causa yang dibenarkan

Ad.1 Adanya sepakat sepakat yg dimaksud kesepakatan antara pihak-pihak yg melakukan perjanjian, yaitu buruh dan majikan. Sepakat secara yuridis haruslah bebas, artinya tidak tdp cacat kehendak yg meliputi dwang, dwaling, bedrog (penipuan, paksaan, dan kekhilafan).

Ad. 2 kecakapan berbuat hukum Adanya kecakapan bertindak. Usia kerja dibagi: Anak-anak = usia 14 tahun ke bawah Orang muda = 14-18 tahun orang dewasa = 18 tahun ke atas Ps. 1320 (2) BW, yaitu adanya kecakapan untuk membuat perikatan. Pada asasnya setiap orang yang sudah dewasa/akil baligh dan sehat pikirannya cakap menurut hukum.

Ps. 1330 BW tidak cakap untuk membuat persetujuan adalah: Orang yang belum dewasa Mereka yang ditaruh dalam pengampuan Orang-orang perempuan Pasal ini tidak berlaku semuanya sejak adanya UU No. 1Th 1974 ttg Perkawinan.

Berdasarkan PS 31 ayat (1) UUP yaitu hak dan kewajiban isteri adalah seimbang dg hak dan kewajiban suami dlm kehidupan rumah tangga dan pergaulan hidup bersama dalam masyarakat selanjutnya, PS 31 (2) UUP yaitu masing-masing pihak berhak untuk melakukan perbuatan hukum

Di bidang Hk Ketenagakerjaan, seseorang telah dikatakan dewasa apabila ia telah berumur 18 tahun. Seseorang dapat bekerja apabila usianya telah 18 tahun dan apabila terpaksa maka usia minimumnya adalah 15 tahun (UU No. 20 Tahun 1999 ttg Pengesahan Konvensi ILO No. 138 mengenai usia minimum untuk diperbolehkan bekerja (LN Tahun 1999 No. 56)

Ad.3 adanya hal tertentu Maksudnya semua orang bebas melakukan hubungan kerja, asalkan obyek pekerjaannya jelas ada, yaitu melakukan pekerjaan.

ad. 4 Adanya causa yg diperbolehkan Subekti menyebutkan sbg sebab yg halal. Soetojo Prawirohadmidjojo menunjukkan pada obyek hubungan kerja boleh melakukan pekerjaan apa saja, asalkan tidak bertentangan dengan peraturan per-UU-an, kesusilaan, dan ketertiban umum.

Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) Pasal 56 UU No. 13/2003 Perjanjian kerja dibuat untuk waktu tertentu atau untuk waktu tidak tertentu. Perjanjian kerja untuk waktu tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan atas : a. jangka waktu; atau b. selesainya suatu pekerjaan tertentu.

Pasal 57 UU No. 13/2003 Perjanjian kerja untuk waktu tertentu dibuat secara tertulis serta menggunakan bahasa Indonesia dan huruf latin. (2) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu yang dibuat tidak tertulis bertentangan dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinyatakan sebagai perjanjian kerja untuk waktu tidak tertentu. Dalam hal perjanjian kerja dibuat dalam bahasa Indonesia dan bahasa asing, apabila kemudian terdapat perbedaan penafsiran antara keduanya, maka yang berlaku perjanjian kerja yang dibuat dalam bahasa Indonesia.

Ketentuan Larangan PKWT Pasal 58 UU No. 13/2003 (1) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu tidak dapat mensyaratkan adanya masa percobaan kerja. (2) Dalam hal disyaratkan masa percobaan kerja dalam perjanjian kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1), masa percobaan kerja yang disyaratkan batal demi hukum.

Pasal 59 UU No. 13/2003 (3) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu tidak dapat diadakan untuk pekerjaan yang bersifat tetap.

Apabila pekerjaan itu merupakan pekerjaan yang terus menerus, tidak terputus-putus, tidak dibatasi waktu, dan merupakan bagian dari suatu proses produksi, tetapi tergantung cuaca atau pekerjaan itu dibutuhkan karena adanya suatu kondisi tertentu maka pekerjaan tersebut merupakan pekerjaan musiman yang tidak termasuk pekerjaan tetap sehingga dapat menjadi objek perjanjian kerja waktu tertentu.

Syarat Sahnya PKWT Pasal 59 UU 13/2003 pekerjaan yang selesai atau yang sementara sifatnya; pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu yang tidak terlalu lama dan paling lama 3 (tiga) tahun; pekerjaan yang bersifat musiman; atau pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau produk tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan.

Pasal 1 KEPMENAKERTRANS.233/2003 1. Pekerjaan yang dijalankan secara terus menerus adalah pekerjaan yang menurut jenis dan sifatnya harus dilaksanakan atau dijalankan secara terus menerus atau dalam keadaan lain berdasarkan kesepakatan antara pekerja/buruh dengan pengusaha.

Pasal 2 KEPMENAKERTRANS.233/2003 Pengusaha dapat mempekerjakan pekerja/buruh pada hari libur resmi untuk pekerjaan yang menurut jenis dan sifatnya harus dilaksanakan dan dijalankan secara terus menerus.

Pasal 3 KEPMENAKERTRANS.233/2003 Pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 yakni: a. pekerjaan di bidang pelayanan jasa kesehatan; b. pekerjaan di bidang pelayanan jasa transportasi; c. pekerjaan di bidang jasa perbaikan alat transportasi; d. pekerjaan di bidang usaha pariwisata; e. pekerjaan di bidang jasa pos dan telekomunikasi; f. pekerjaan di bidang penyediaan tenaga listrik, jaringan pelayanan air bersih (PAM), dan penyediaan bahan bakar minyak dan gas bumi; g. pekerjaan di usaha swalayan, pusat perbelanjaan, dan sejenisnya; h. pekerjaan di bidang media masa; i. pekerjaan di bidang pengamanan; j. pekerjaan di lembaga konservasi: k. pekerjaan-pekerjaan yang apabila dihentikan akan mengganggu proses produksi, merusak bahan, dan termasuk pemeliharaan/perbaikan alat produksi. (2) Menteri dapat mengubah jenis pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sesuai dengan perkembangan.

Pasal 4 KEPMENAKERTRANS.233/2003 Dalam keadaan tertentu pengusaha dapat mempekerjakan pekerja/buruh pada hari libur resmi berdasarkan kesepakatan antara pekerja/buruh dengan pengusaha.

Pasal 5 KEPMENAKERTRANS.233/2003 Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pasal 3 dan Pasal 4 wajib membayar upah kerja lembur kepada pekerja/buruh.

JANGKA WAKTU & PERPANJANGAN PKWT (3) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu dapat diperpanjang atau diperbaharui. (4) Perjanjian kerja waktu tertentu yang didasarkan atas jangka waktu tertentu dapat diadakan untuk paling lama 2 (dua tahun) dan hanya boleh diperpanjang 1 (satu) kali untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun. (5) Pengusaha yang bermaksud memperpanjang perjanjian kerja waktu tertentu tersebut, paling lama 7 (tujuh) hari sebelum perjanjian kerja waktu tertentu berakhir telah memberitahukan maksudnya secara tertulis kepada pekerja / buruh yang bersangkutan. (6) Pembaruan perjanjian kerja waktu tertentu hanya dapat diadakan setelah melebihi masa tenggang waktu 30 (tiga puluh) hari berakhirnya perjanjian kerja waktu tertentu yang lama, pembaruan perjanjian kerja waktu tertentu ini hanya boleh dilakukan 1 (satu) kali dan paling lama 2 (dua) tahun.

PENGAKHIRAN / PEMUTUSAN PKWT Pasal 62 UU.13/2003 Apabila salah satu pihak mengakhiri hubungan kerja sebelum berakhirnya jangka waktu yang ditetapkan dalam perjanjian kerja waktu tertentu, atau berakhirnya hubungan kerja bukan karena ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (1), pihak yang mengakhiri hubungan kerja diwajibkan membayar ganti rugi kepada pihak lainnya sebesar upah pekerja / buruh sampai batas waktu berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja.

PKWT UNTUK PEKERJAAN YANG SEKALI SELESAI ATAU SEMENTARA SIFATNYA YANG PENYELESAIANNYA PALING LAMA 3 (TIGA) TAHUN

Pasal 3 Kepmenakertrans No. Kep.100/Men/VI/2004 PKWT untuk pekerjaan yang sekali selesai atau sementara sifatnya adalah PKWT yang didasarkan atas selesainya pekerjaan tertentu. PKWT sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dibuat paling lama 3 (tiga) tahun. Dalam hal pekerjaan tertentu yang diperjanjikan dalam PKWT sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat diselesaikan lebih cepat dariyang diperjanjikan maka PKWT tersebut putus demi hukum pada saat selesainya pekerjaan. Dalam PKWT yang didasarkan atas selesainya pekerjaan tertentu harus dicantumkan batasan suatu pekerjaan dinyatakan selesai.

(5). Dalam hal PKWT dibuat berdasarkan selesainya pekerjaan tertentu namun karena kondisi tertentu pekerjaan tersebut belum dapat diselesaikan, dapat dilakukan pembaharuan PKWT. (6). Pembaharuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (5) dilakukan setelah melebihi masa tenggang waktu 30 (tiga puluh) hari setelah perjanjian kerja. (7). Selama tenggang waktu 30 (tiga puluh) hari sebagaimana dimaksud dalam ayat (6) tidak ada hubungan kerja antara pekerja / buruh dan pengusaha. (8). Para pihak dapat mengatur lain dari ketentuan dalam ayat (5) dan ayat (6) yang dituangkan dalam perjanjian.

PKWT UNTUK PEKERJAAN YANG BERSIFAT MUSIMAN

Pasal 4 Kepmenakertrans No. Kep.100/Men/VI/2004 (1). Pekerjaan yang bersifat musiman adalah pekerjaan yang pelaksanaannya tergantung pada musim atau cuaca. (2). PKWT yang dilakukan untuk pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat dilakukan untuk satu jenis pekerjaan pada musim tertentu.

Pasal 5 Kepmenakertrans No. Kep.100/Men/VI/2004 (1). Pekerjaan-pekerjaan yang harus dilakukan untuk memenuhi pesanan atau target tertentu dapat dilakukan dengan PKWT sebagai pekerjaan musiman. (2). PKWT yang dilakukan untuk pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam ayat 91) hanya diberlakukan untuk pekerja / buruh yang melakukan pekerjaan tambahan.

Pasal 7 Kepmenakertrans No. Kep.100/Men/VI/2004 PKWT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dan Pasal 5 tidak dapat dilakukan pembaharuan.

PKWT UNTUK PEKERJAAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN PRODUK BARU

Pasal 8 Kepmenakertrans No. Kep.100/Men/VI/2004 (1). PKWT dapat dilakukan dengan pekerja / buruh untuk melakukan pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau produk tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan. (2). PKWT sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat dilakukan untuk jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun dan dapat diperpanjang untuk satu kali paling lama 1 (satu) tahun. (3). PKWT sebagaimana dimaksud dalam ayat 91) tidak dapat dilakukan pembaharuan.

Pasal 9 Kepmenakertrans No. Kep.100/Men/VI/2004 PKWT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 hanya dapat diberlakukan bagi pekerja / buruh yang melakukan pekerjaan diluar kegiatan atau diluar pekerjaan yang biasa dilakukan perusahaan.

PERJANJIAN KERJA HARIAN LEPAS Pasal 10 Kepmenakertrans No. Kep.100/Men/VI/2004 (1). Untuk pekerjaan-pekerjaan tertentu yang berubah-ubah dalam hal waktu dan volume pekerjaan serta upah didasarkan pada kehadiran, dapat dilakukan dengan perjanjian kerja harian lepas. (2). Perjanjian kerja harian lepas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dengan ketentuan pekerja / buruh bekerja kurang dari 21 (dua puluh satu) hari dalam 1 (satu) bulan. (3). Dalam hal pekerja / buruh bekerja 21 (dua puluh satu) hari atau lebih selama 3 (tiga) bulan berturut-turut atau lebih maka perjanjian kerja harian lepas berubah menjadi PKWTT.

PERUBAHAN PKWT MENJADI PKWTT Pasal 15 Kepmenakertrans No. Kep.100/Men/VI/2004 (1). PKWT yang tidak dibuat dalam bahasa Indonesia dan huruf latin berubah menjadi PKWTT sejak adanya hubungan kerja. (2). Dalam hal PKWT dibuat tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2), atau Pasal 5 ayat (2), maka PKWT berubah menjadi PKWTT sejak adanya hubungan kerja. (3). Dalam hal PKWT dilakukan untuk pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru menyimpang dari ketentuan Pasal 8 ayat 92) dan ayat 93), maka PKWT berubah menjadi PKWTT sejak dilakukan penyimpangan.

(4). Dalam hal pembaharuan PKWT tidak melalui masa tenggang waktu 30 (tiga puluh) hari setelah berakhirnya perpanjangan PKWT dan tidak diperjanjikan lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, maka PKWT berubah menjadi PKWTT sejak tidak terpenuhinya syarat PKWT tersebut. (5). Dalam hal pengusaha mengakhiri hubungan kerja terhadap pekerja / buruh dengan hubungan kerja PKWTT sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4), maka hak-hak pekerja / buruh dan prosedur penyelesaian dilakukan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan bagi PKWTT.

PERJANJIAN KERJA WAKTU TIDAK TERTENTU (PKWTT) MASA PERCOBAAN (Pasal 60 UU.13/2003) (1) Perjanjian kerja untuk waktu tidak tertentu dapat mensyaratkan masa percobaan kerja paling lama 3 (tiga) bulan. (2) Dalam masa percobaan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pengusaha dilarang membayar upah dibawah minimum yang berlaku.

Penjelasan Pasal 60 UU.13/2003 (1) Syarat masa percobaan kerja harus dicantumkan dalam perjanjian kerja. Apabila perjanjian kerja dilakukan secara lisan, maka syarat masa percobaan kerja harus diberitahukan kepada pekerja yang bersangkutan dan dicantumkan dalam surat pengangkatan. Dalam hal tidak dicantumkan dalam perjanjian kerja atau dalam surat pengangkatan, maka ketentuan masa percobaan kerja dianggap tidak ada.

SURAT PENGANGKATAN Pasal 63 UU.13/2003 Dalam hal perjanjian kerja waktu tidak tertentu dibuat secara lisan, maka pengusaha wajib membuat surat pengangkatan bagi pekerja / buruh yang bersangkutan. Surat pengangkatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sekurang-kurangnya memuat keterangan : a. nama dan alamat pekerja / buruh; b. tanggal mulai bekerja; c. jenis pekerjaan; dan d. besarnya upah.

HUBUNGAN INDUSTRIAL (HI) POKOK BAHASAN 2 HUBUNGAN INDUSTRIAL (HI)

Pengertian Hubungan Industrial (Ps 1 angka 16 UU 13/2003) Hubungan Industrial adalah suatu sistem hubungan yang terbentuk antara para pelaku dalam proses produksi barang dan/atau jasa yang terdiri atas unsur pengusaha, pekerja/buruh dan pemerintah yang didasarkan pada nilai Pancasila dan UUD NRI Tahun 1945.

Unsur-unsur Hubungan Industrial: Adanya suatu sistem hubungan industrial (= hubungan hukum). Adanya pelaku yang meliputi pengusaha, pekerja/buruh, dan pemerintah (= subyek hukum). Adanya proses poduksi barang dan/atau jasa (= obyek hukum).

Ciri-ciri HI di Indonesia: (Menurut Abdul Khakim) Mengakui dan meyakini bahwa bekerja bukan sekedar mencari nafkah saja, tetapi sebagai pengabdian manusia kpd Tuhannya, sesama manusia, masyarakat, bangsa, dan negara. Menganggap pekerja bukan sbg faktor produksi melainkan sbg manusia yg bermartabat. Melihat antara pengusaha dan pekerja bukan dlm perbedaan kepentingan ttp mempunyai kepentingan yg sama untuk kemajuan perusahaan.

Fungsi Pemerintah: (Ps 102 ayat (1) UU 13/2003) Menetapkan kebijakan Memberikan pelayanan Melaksanakan pengawasan. Melakukan penindakan terhadap pelanggaran peraturan per-UU-an ketenagakerjaan

Fungsi Pekerja (Serikat Pekerja): (Ps 102 ayat (2) UU 13/2003) Menjalankan pekerjaannya sesuai kewajibannya Menjaga ketertiban demi kelangsungan produksi. Menyalurkan aspirasi secara demokratis. Mengembangkan keterampilan dan keahliannya serta ikut memajukan perusahaan. Memperjuangkan kesejahteraan anggota beserta keluarganya.

Fungsi Pengusaha: (Ps 102 ayat (3) UU 13/2003) Menciptakan kemitraan. Mengembangkan usaha. Memperluas lapangan kerja. Memberikan kesejahteraan pekerja/buruh secara terbuka, demokratis, dan berkeadilan.

Fungsi 3P: Menjaga kelancaran/peningkatan produksi. Memelihara/menciptakan ketenangan kerja (industrial peace). Mencegah/menghindari pemogokan. Ikut menciptakan serta memelihara stabilitas sosial.

Apabila ketiga pelaku melaksanakan fungsi hubungan indutrial itu dengan maksimal, dapat diprediksi bahwa permasalahan dalam hubungan industrial tidak akan terjadi.

Hubungan Industrial Berhasil? Jika terjadi keseimbangan antara penyelarasan kepentingan pengusaha dengan kepentingan pekerja. Dg kata lain, hubungan industrial berhasil jika pengusaha mendapat peningkatan keuntungan dan akibat adanya keuntungan itu pekerja mendapatkan kesejahteraan.

5 Sistem Hubungan Industrial: Utility System (Kegunaan). Ada kebijaksanaan full employment of man power. Tenaga pekerja diperas untuk mencapai produksi sebesar-besarnya. Pekerja diberi upah dan jaminan yang tinggi apabila ia memberikan tenaganya dg maksimal.

2. Democratic System. Mengutamakan konsultasi atau musyawarah antara buruh dan majikan. 3. Human System. Berdasarkan kemanusiaan, dimana tidak begitu diperhitungkan peningkatan produktivitas dan efisiensi.

4. Sistem hubungan industrial atas dasar komitmen seumur hidup (life long commitmen/life time employment). Sistem ini terdapat di Jepang. Buruh setia kpd majikan baik untung maupun rugi. Buruh mempunyai disiplin yg tinggi, bekerja keras dg penuh dedikasi. Di pihak lain, majikan memperlakukan buruh sebagai anak, dan dianggap keluarga, dg memberikan fasilitas-fasilitas.

5. Sistem hubungan industrial atas dasar perjuangan kelas 5. Sistem hubungan industrial atas dasar perjuangan kelas. Muncul atas ide Karl Marx dimana terdapat pertentangan kelas pemilik modal (kapitalis) dg kelas buruh (proletar). Semakin tajam pertentangan maka semakin cepat diselesaikan dg membinasakan kapitalis oleh kelas proletar yg lapar menuntut keadilan.

Sarana Hubungan Industrial: Serikat Pekerja/Serikat Buruh Organisasi Pengusaha Lembaga Kerja Sama Bipartit Lembaga Kerja Sama Tripartit Peraturan Perusahaan. Perjanjian Kerja Bersama. Peraturan per-UU-an Ketenagakerjaan. Lembaga Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial.

Peraturan Perusahaan memuat: Hak dan kewajiban pengusaha Hak dan kewajiban peker/buruh. Syarat kerja. Tata tertib perusahaan. Jangka waktu berlakunya peraturan perusahaan.

Perjanjian Kerja Bersama (PKB) memuat: (Ps 124 UU 13/2003) Hak dan kewajiban pengusaha. Hak dan kewajiban pekerja/buruh dan serikat pekerja/serikat buruh. Jangka waktu dan tanggal mulai berlakunya PKB. Tanda tangan para pihak pembuat PKB.

Pasal 136 UU 13/2003: Penyelesaian perselisihan hubungan industrial WAJIB dilaksanakan oleh pekerja dg pengusaha secara MUSYAWARAH untuk MUFAKAT. Jika musyawarah untuk mufakat tdk tercapai, maka pengusaha dan pekerja (serikat pekerja) menyelesaikan perselisihan melalui prosedur penyelesaian perselisihan hubungan industrial yg diatur dg UU.

Hubungan Industrial Pancasila (HIP)? Pernah diterapkan pada masa Soeharto. HIP adalah hubungan industrial yang mendasarkan pada nilai-nilai Pancasila. Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4) menjadi salah satu pilar HIP. Sayangnya Ketetapan MPR yang mengatur ttg P4 telah dicabut. Dengan dicabutnya salah satu pihar HIP, maka HIP kemudian disebut sebagai hubungan industrial saja tanpa disertai Pancasila.

PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL (PHI)

SISTEMATIKA UU NO. 2 TAHUN 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial UU No. 2 Tahun 2004 terdiri dari 8 Bab, yaitu: Bab I (Pasal 1 – 5) tentang Ketentuan Umum (Definisi, dan Ruang Lingkup secara Umum); Bab II (Pasal 6 – 54) tentang Tata Cara Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (Penyelesaian Bipatrit, Konsiliasi, Mediasi, dan Arbitrase); Bab III (Pasal 55 -80) tentang Pengadilan Hubungan Industrial (Ruang Lingkup PHI; Hakim, Panitera, Panitera Pengganti PHI secara Umum); 4. …

Bab IV (Pasal 81 – 115) tentang Penyelesaian Perselisihan Melalui PHI (Hukum Acara dalam PHI, Pengambilan Putusan, dan Upaya Hukum Kasasi); Bab V (Pasal 116 – 122) tentang Sanksi Administrasi dan Ketentuan Pidana (bagi Mediator, Panitera, Konsiliator, Arbiter); Bab VI (Pasal 123) tentang Ketentuan Lain-lain; Bab VII (Pasal 124) tentang Ketentuan Peralihan; Bab VIII (Pasal 125 - 126) tentang Ketentuan Penutup (Tidak Berlakunya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1957 tentang Penyelesaian Perselisihan Perburuhan, dan Undang-undang Nomor 12 Tahun 1964 tentang Pemutusan Hubungan Kerja Di Perusahaan Swasta);

Definisi Perselisihan Hubungan Industrial Perselisihan Hubungan Industrial adalah perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara Pengusaha atau gabungan Pengusaha dengan Pekerja/Buruh atau Serikat Pekerja/Serikat Buruh karena adanya (i) perselisihan mengenai hak, (ii) perselisihan kepentingan, (iii) perselisihan pemutusan hubungan kerja dan (iv) perselisihan antar serikat pekerja/serikat Buruh dalam satu perusahaan.

Perselisihan Hub. Industrial 1. Mediasi Hubungan Industrial 2. Pengadilan Hubungan Industrial Perselisihan Hak 1. Mediasi Hubungan Industrial 2. Konsiliasi Hubungan Industrial 3. Arbitrase Hubungan Industrial 4. Pengadilan Hubungan Industrial Perselisihan Kepentingan 1. Mediasi Hubungan Industrial 2. Konsiliasi Hubungan Industrial 3. Pengadilan Hubungan Industrial Perselisihan PHK 1. Mediasi Hubungan Industrial 2. Konsiliasi Hubungan Industrial 3. Arbitrase Hubungan Industrial 4. Pengadilan Hubungan Industrial Perselisihan Antar Serikat Pekerja/Serikat Buruh Dlm Satu Perusahaan

Jenis-Jenis Perselisihan Hubungan Industrial Perselisihan Hak yaitu perselisihan yang timbul karena tidak dipenuhinya hak, akibat adanya perbedaan pelaksanaan atau penafsiran terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan, perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama. Perselisihan Kepentingan yaitu perselisihan yang timbul dalam hubungan kerja karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai perbuatan dan/atau perubahan syarat-syarat kerja yang ditetapkan dalam perjanjian kerja atau peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.

Jenis Perselisihan HI Perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja yaitu perselisihan yang timbul karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pengakhiran hubungan kerja yang dilakukan oleh salah satu pihak. Perselisihan Antar Serikat Pekerja/Serikat Buruh Dalam Satu Perusahaan yaitu perselisihan antar Serikat Pekerja/Serikat Buruh dengan Serikat Pekerja/Serikat Buruh lain hanya dalam satu perusahaan, karena tidak adanya kesesuaian paham mengenai keanggotaan, pelaksanaan hak dan kewajiban keserikatpekerjaan.

Permasalahan Hubungan Industrial: Mogok Kerja Penutupan Perusahaan Pemutusan Hubungan Kerja

Permasalahan Hubungan Industrial 1. Mogok kerja adalah tindakan pekerja/buruh yang direncanakan dan dilaksanakan secara bersama-sama dan/atau oleh serikat pekerja/buruh untuk menghentikan atau memperlambat pekerjaan. Mogok kerja sebagai hak dasar pekerja/buruh dan serikat pekerja/serikat buruh dilakukan secara sah, tertib dan damai sebagai akibat gagalnya perundingan. 2. Penutupan perusahaan (lock out) adalah tindakan pengusaha untuk menolak pekerja/buruh seluruhnya atau sebagian untuk menjalankan pekerjaan. (Pasal 146) 3. Pemutusan hubungan kerja adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja/buruh dan pengusaha (pasal 150).

Model Penyelesaian Perselisihan HI Mediasi Hubungan Industrial yaitu penyelesaian perselisihan hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja dan perselisihan antar Serikat Pekerja/Serikat Buruh hanya dalam satu perusahaan melalui musyawarah yang ditengahi oleh seorang atau lebih Mediator yang netral. Konsiliasi Hubungan Industrial yaitu penyelesaian perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja atau perselisihan antar Serikat Pekerja/Serikat Buruh hanya dalam satu perusahaan melalui musyawarah yang ditengahi oleh seorang atau lebih Konsiliator yang netral.

Model Penyelesaian Perselisihan HI Arbitrase Hubungan Industrial yaitu penyelesaian suatu perselisihan kepentingan dan perselisihan antar Serikat Pekerja/Serikat Buruh hanya dalam satu perusahaan, di luar Pengadilan Hubungan Industrial melalui kesepakatan tertulis dari para pihak yang berselisih untuk menyerahkan penyelesaian perselisihan kepada arbiter yang putusannya mengikat para pihak dan bersifat final. Pengadilan Hubungan Industrial yaitu pengadilan khusus yang dibentuk di lingkungan pengadilan negeri yang berwenang memeriksa, mengadili dan memberi putusan terhadap perselisihan hubungan industrial.

Alur PPHI dalam UU No. 2 Tahun 2004 Perundingan Bipatrit – Perjanjian Bersama; Mediasi/Instansi Pemerintah: Perselisihan Hak; Perselisihan Kepentingan; Perselisihan PHK; Perselisihan antar SP/SB dalam satu perusahaan. Konsiliasi: Perselisihan PHK, dan; Perselisihan antar SP/SB dalam satu perusahaan; Arbitrase Pengadilan Hubungan Industrial

Kemungkinan Kendala-Kendala Pelaksanaan UU No. 2 Tahun 2004 Perselisihan Mengenai PHK dan Perselisihan Mengenai Hak tidak dapat diselesaikan di Arbitrase; Pencabutan Pasal 158 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Kesalahan Berat untuk PHK akan memperlama proses penyelesaian; SDM: Hakim Ad Hoc Tidak Harus berlatar Belakang Hukum, hanya 21 hari dalam pelatihan dan pendidikan bagi Hakim Ad Hoc; Sarana dan Prasarana: 33 gedung Pengadilan untuk PHI, 3 di PN, sisanya gedung bekas P4D dan P4P;

PENYELESAIAN PERSELISIHAN DENGAN MUSYAWARAH BIPARTIT Akta Bukti Pendaftaran Perjanjian Bersama Didaftarkan ke PHI pada PN setempat PERJANJIAN BERSAMA SEPAKAT Max. 30 Hari (Ps. 3 (2)) TIDAK SEPAKAT BIPARTIT RISALAH PERUNDINGAN RISALAH PERUNDINGAN PEKERJA / SERIKAT PEKERJA PENGUSAHA PERSELISIHAN

Alur Penyelesaian Mediasi Akta Bukti Pendaftaran Perjanjian Bersama Didaftarkan ke PHI pada PN setempat PHI PERJANJIAN BERSAMA Sepakat Tidak Sepakat Paling lama 30 hari Mediator akan mengeluarkan Anjuran (Pasal 15) Jika Tidak Memilih Mediasi Konsiliasi Arbitrase 2 Pilihan Penyelesaian akan ditawarkan Instansi Ketenagakerjaan Setempat

Alur Penyelesaian Konsiliasi Akta Bukti Pendaftaran Perjanjian Bersama Didaftarkan ke PHI pada PN setempat PHI PERJANJIAN BERSAMA Sepakat Tidak Sepakat Jika Tidak Memilih Mediasi Paling lama 30 hari Konsiliator akan mengeluarkan Anjuran (Pasal 25) Konsiliasi Arbitrase 2 Pilihan Penyelesaian akan ditawarkan Instansi Ketenagakerjaan Setempat

Alur Penyelesaian Arbitrase Akta Bukti Pendaftaran Perjanjian Bersama Didaftarkan ke PHI pada PN setempat MA PERJANJIAN BERSAMA Sepakat Tidak Sepakat Mediasi Jika Tidak Memilih Paling lama 30 hari Arbiter akan mengeluarkan Anjuran (Pasal 40) Konsiliasi Arbitrase 2 Pilihan Penyelesaian akan ditawarkan Instansi Ketenagakerjaan Setempat

Upaya Hukum Terhadap Putusan Arbitrase Salah satu atau kedua belah pihak dapat mengajukan permohonan pembatalan putusan Arbitrase dalam hal: Surat atau dokumen yang diajukan dalam pemeriksaan, setelah putusan dijatuhkan, diakui atau dinyatakan palsu; Setelah putusan diambil ditemukan dokumen yang bersifat menentukan, yang disembunyikan oleh pihak lawan; Putusan diambil dari tipu muslihat yang dilakukan oleh salah satu pihak dalam pemeriksaan perselisihan; Putusan melampaui kekuasaan arbiter hubungan industrial; atau Putusan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.

Pengadilan Hubungan Industrial Majelis hakim terdiri dari 1 hakim PN dan 2 hakim Ad hoc (perwakilan dari organisasi pengusaha dan serikat pekerja) PHI dibentuk pd setiap PN yg berada di ibukota propinsi Kabupaten/Kota yg padat industri berdasarkan Keppres harus segera dibentuk PHI pd PN setempat

Penyelesaian Perselisihan Melalui Pengadilan Hubungan Industrial Pengadilan Hubungan Industrial bertugas dan berwenang memeriksa dan memutus: Tingkat pertama mengenai perselisihan hak dan perselisihan PHK, sehingga para pihak masih dapat mengajukan kasasi ke MA Tingkat pertama dan terakhir (final) mengenai perselisihan kepentingan dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan.

Ketentuan Beracara dalam PHI tidak berbeda seperti Hukum Acara Perdata; Kecuali hal-hal yang diatur secara khusus dalam UU No. 2 Tahun 2004 (Pasal 57) Putusan PHI mengenai Perselisihan Hak dan PHK dapat diajukan ke MA melalui Upaya Hukum Permohonan Kasasi paling lama 14 hari setelah putusan dibacakan, atau menerima pemberitahuan putusan.

Beda Perselisihan Hak dg Perselisihan Kepentingan Perselisihan HI diawali dg suatu tindakan hukum Hukumnya dilanggar, tidak dilaksanakan dan ditafsirkan berbeda Perselisihan Kepentingan: Perselisihan HI tanpa diawali suatu pelanggaran hukum Hukumnya belum ada krn dalam perselisihan kepentingan ini para pihak memperselisihkan hukum yg akan dibentuk

POKOK BAHASAN 3 SERIKAT PEKERJA

Latar Belakang SP/SB Jumlah tenaga kerja yang tidak seimbang dg jumlah lapangan kerja. Sebagian besar tenaga kerja berpendidikan rendah (unskilllabour), shg posisi tawar rendah. Pergeseran lapangan kerja dari sektor agraris menuju sektor industri dan jasa. (Th 1971 = 73,04 % pertanian, 11,19 % industri, 15,76 % jasa. Perubahan drastis Th 1990 = 49,9 % pertanian, sisanya 50,1 % jasa dan industri.

Apakah serikat pekerja di butuhkan? Mengapa pekerja butuh serikat pekerja? Hal-hal apa sajakah yang harus diperjuangkan?

Latar Belakang SP/SB Adanya perubahan jenis pekerjaan mengakibatkan adanya perubahan paradigma yg semula bersifat material (physical asset) bergeser menuju persaingan pengembangan pengetahuan (knowledge based competition). Perubahan tsb menuntut adanya efisiensi dan efektivitas penggunaan SDM sbg landasan bagi setiap organisasi/institusi agar mampu bersaing dan memiliki keunggulan kompetitif.

Latar Belakang SP/SB Kenyataannya, lapangan kerja yg tersedia tidak sebanding dg jumlah tenaga kerja. Kondisi ini menyebabkan majikan berkecenderungan berbuat sewenang-wenang kpd buruh/pekerja. Misal majikan menetapkan upah hanya maksimal sebanyak upah minimun provinsi (UMP). Posisi pekerja yg lemah dapat diantisipasi dg dibentuknya SP/SB yg ada di perusahaan.

Latar Belakang SP/SB Salah satu bentuk perlindungan hukum yg diberikan oleh pemerintah bagi buruh adalah adanya jaminan atas kebebasan berserikat dan berkumpul dalam suatu wadah Serikat Pekerja/Buruh. Kebebasan berserikat dan berkumpul termuat dalam konvensi ILO ttg kebebasan Berserikat dan Perlindungan Hak Berorganisasi, 1948 (No. 87) telah diratifikasi dan dituangkan dalam Keppres No. 83 Tahun 1998.

Latar Belakang SP/SB Konvensi ILO ttg Hak Berorganisasi dan Berunding Bersama, 1949 (No. 98) telah diratifikasi dalam UU No. 18/1956. Konvensi No. 87 dimaksudkan secara keseluruhan untuk melindungi kebebasan berserikat thd kemungkinan campur tangan pemerintah. Konvensi No. 98 ditujukan untuk mendorong pengembangan penuh mekanisme perundingan kolektif sukarela.

Sejarah Serikat Pekerja di Indonesia Perjuangan untuk mendirikan SP sejak zaman penjajahan Belanda. Sejarah Pergerakan Buruh Indonesia diawali pada tahun 1878. muncul serikat buruh guru Bahasa Belanda. 1973 = SPSI. 1992 = SBSI (Serikat Buruh Sejahtera Indonesia) 2004 = SBMI (Serikat Buruh Migran Indonesia)

Tantangan SP/SB: Kemandirian dana. Kepemimpinan yang kuat dan benar-benar mewakili anggotanya (strong leadership and wellrecognized).

Tujuan dibentuknya SP/SB: Menyeimbangkan posisi buruh dengan majikan. Melalui wadah SP/SB diharapkan akan terwujud peran serta buruh dalam proses produksi. Meningkatkan hubungan industrial di tingkat perusahaan.

Dasar Hukum SP/SB: Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 ttg Serikat Pekerja/Buruh (Lembaran Negara Tahun 2000 No. 131, Tambahan Lembaran Negara No. 3898).

Era ORBA SP/SB hanya kepanjangan tangan (boneka) dari majikan, yang kurang meneruskan aspirasi anggotanya. Yang diakui hanya satu yakni SPSI (Serikat Pekerja Seluruh Indonesia) Muncul tandingan (SBSI) yang dipimpin Mochtar Pakpahan, yg kemudian ditahan dan bebas pada era reformasi.

Era Reformasi Setelah keluarnya UU 21/2000 dimungkinkan dibentuknya SP/SB lebih dari satu dalam satu perusahaan. Sayangnya dimanfaatkan oknum untuk “menjual bangsa”. Dikatakan demikian karena berdasarkan UU 21/2000 SP/SB diperbolehkan menerima dana dari negara lain. Misal AJI (Aliansi Jurnalis Independen) terima dana dari International Confederation of Journalist, SBSI dari serikat buruh keristen Belanda, dll.

3 Prinsip Dasar SP/SB: Kesatuan. Mandiri. Demokratis. (International Union of Food and Allied Workers Association, Buku Pegangan untuk Serikat Buruh, halaman 17-24).

“Prinsip kesatuan, yaitu adanya solidaritas di kalangan buruh bahwa mereka merupakan satu bagian tak terpisahkan dalam organisasi. Prinsip kemandirian maksudnya organisasi buruh harus bebas dari dominasi kekuatan dari luar buruh, baik itu pemerintah, majikan, parpol, organisasi agama atau tokoh-tokoh individual. Prinsip demokratis, artinya mendapat dukungan dan partisipasi penuh para anggotanya.”

Pengertian SP/SB (Ps 1 angka 1 UU 21/2000) 1. SP/SB adalah organisasi yang dibentuk dari, oleh, dan untuk pekerja/buruh baik di perusahaan maupun di luar perusahaan, yang bersifat bebas, terbuka, mandiri, demokratis, dan bertanggung jawab guna memperjuangkan, membela, serta melindungi hak dan kepentingan pekerja dan buruh serta meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya.

Pengertian SP/SB di dalam Perusahaan (Ps 1 angka 2 UU 21/2000) 2. Serikat pekerja/serikat buruh di perusahaan adalah serikat pekerja/serikat buruh yang didirikan oleh para pekerja/ buruh di satu perusahaan atau di beberapa perusahaan.

SP/SB di luar perusahaan (Ps 1 angka 3 UU 21/2000) 3. Serikat pekerja/serikat buruh di luar perusahaan adalah serikat pekerja/serikat buruh yang didirikan oleh para pekerja/buruh yang tidak bekerja di perusahaan.

Pengertian Federasi dan Konfederasi SP/SB (Ps 1 angka 4,5 UU 21/2000): 4. Federasi serikat pekerja/serikat buruh adalah gabungan serikat pekerja/serikat buruh. 5. Konfederasi serikat pekerja/serikat buruh adalah gabungan federasi serikat pekerja/serikat buruh.

Tujuan SP/SB, Federasi, Konfederasi (Ps 4 ayat (1) UU 21/2000) Memberikan perlindungan, pembelaan hak dan kepentingan, serta meningkatkan kesejahteraan yang layak bagi pekerja/buruh dan keluarganya.

Fungsi SP/SB, F SP/SB, K SP/SB: (Ps 4 ayat (2) UU 21/2000) Sebagai pihak dalam pembuatan perjanjian kerja bersama dan penyelesaian perselisihan industrial. Sebagai wakil pekerja/buruh dalam lembaga kerja sama di bidang ketenagakerjaan sesuai dengan tingkatannya. Sebagai sarana menciptakan hubungan industrial yang harmonis, dinamis dan berkeadilan sesuai dengan peraturan per-UU-an.

d. Sebagai sarana penyalur aspirasi dalam memperjuangkan hak dan kepentingan anggotanya. e. Sebagai perencana, pelaksana dan penanggung jawab pemogokan pekerja/buruh sesuai dengan peraturan per-UU-an yg berlaku. f. Sebagai wakil pekerja/buruh dalam memperjuangkan kepemilikan saham di perusahaan.

Istilah PKB Istilah PKB ada setelah diundangkannya UU 21/2000, dimaksudkan untuk menggantikan kedudukan Kesepakatan Kerja Bersama (KKB). Pembuat UU menganggap pengertian PKB sama dengan KKB. PKB merupakan terjemahan Collective Labour Agreement (CLA).

Beda PKB dengan KKB : (menurut Sentanoe Kertonegoro) Perjanjian Kerja Bersama (PKB) adalah : Dasar dari individualisme dan liberalisme (free fight liberalisme) berpandangan bahwa antara pekerja dan pengusaha adalah dua pihak yang mempunyai kepentingan yang berbeda dalam perusahaan. Mereka bebas melakukan perundingan dan membuat perjanjian tanpa campur tangan pihak lain

3. Dibuat melalui perundingan yang bersifat tawar menawar (bargaining) masing-masing pihak akan berusaha memperkuat kekuatan tawar menawar, bahkan dengan menggunakan senjata mogok dan penutupan perusahaan. 4. Hasilnya adalah perjanjian yang merupakan keseimbangan dari kekuatan tawar menawar.

Kesepakatan Kerja Bersama adalah : Dasar adalah hubungan industrial Pancasila berpandangan bahwa antara pekerja dan pengusaha tdp hubungan yang bersifat kekeluargaan dan gotong royong. Mereka bebas melakukan perundingan dan memuat perjanjian asal saja, tetapi memperhatikan kepentingan yang lebih luas, yaitu masyarakat, bangsa, dan negara.

3.Dibuat melalui musyawarah untuk mufakat, tidak melalui kekuatan tawar menawar, ttp yg diperlukan sifat yg keterbukaan, kejujuran, dan pemahaman thd kepentingan semua pihak. Kehadiran serikat pekerja dalam rangka meningkatkan kerja sama dan tanggung jawab bersama. 4. Hasilnya adalah suatu kesepakatan yg mrpk titik optimal yg bisa dicapai mnrt kondisi yg ada, dg memperhatikan kepentingan semua pihak.

POKOK BAHASAN 4 UPAH

Definisi Upah (Pasal 1 angka 30 UU 13/2003) Upah adalah hak pekerja / buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja / buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundang undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja / buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan.

Hadits Rosul Dari ‘Abdullah bin ‘Umar, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, أَعْطُوا الأَجِيرَ أَجْرَهُ قَبْلَ أَنْ يَجِفَّ عَرَقُهُ “Berikan kepada seorang pekerja upahnya sebelum keringatnya kering.” (HR. Ibnu Majah, shahih).  Maksud hadits ini adalah bersegera menunaikan hak si pekerja setelah selesainya pekerjaan, begitu juga bisa dimaksud jika telah ada kesepakatan pemberian gaji setiap bulan.

Dasar Hukum Pasal 27 UUD 1945 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Keputusan Menakertrans NOMOR KEP. 102/MEN/VI/2004 TENTANG WAKTU KERJA LEMBUR DAN UPAH KERJA LEMBUR. Peraturan Menteri Ketenagakerjaan dan Transmigrasi (Permenakertrans) No. 6 Tahun 2016 tentang Tunjangan Hari Raya (THR) Keagamaan

Komponen UPAH Upah pokok adalah imbalan dasar yang dibayarkan kepada buruh menurut tingkat atau jenis pekerjaan yang besarnya ditetapkan berdasarkan perjanjian 2. Tunjangan tetap adalah pembayaran teratur berkaitan dengan pekerjaan yang diberikan secara tetap untuk buruh dan keluarganya, yang dibayarkan bersamaan dengan upah pokok (contoh: tunjangan anak, tunjangan kesehatan, tunjangan perumahan)

Komponen Upah 3. Tunjangan tidak tetap adalah pembayaran yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan buruh diberikan secara tidak tetap, dibayarkan tidak bersamaan dengan pembayaran upah pokok (contoh: insentif kehadiran)

Bukan Komponen Upah Fasilitas adalah kenikmatan dalam bentuk nyata / natur karena hal yang bersifat khusus atau untuk meningkatkan kesejahteraan buruh (contoh: fasilitas antar jemput, pemberian makan secara cuma-cuma, sarana kantin). Bonus adalah pembayaran yang diterima buruh dari hasil keuntungan perusahaan atau karena prestasi.

Bukan Komponen Upah 3. Tunjangan Hari Raya (THR), adalah pendapatan yang wajib dibayarkan oleh pengusaha kepada pekerja menjelang hari raya keagamaan.

THR THR diberikan kepada pekerja yang telah mempunyai masa kerja minimal 1 (satu) bulan berturut-turut dengan jumlah proporsional ( masa kerja / 12 X upah sebulan (upah pokok+tunjangan tetap) (Permenakertrans No. 6 Tahun 2016 ttg Tunjangan Hari Raya (THR) Keagamaan bagi Pekerja di Perusahaan). Masa kerja 12 (dua belas) bulan atau lebih menerima THR 1 (satu) bulan gaji (upah pokok + tunjangan tetap)

Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) No Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) No. 6 Tahun 2016 tentang Tunjangan Hari Raya (THR) Keagamaan bagi Pekerja/ Buruh di Perusahaan yang terdiri dari 13 pasal ini mulai diberlakukan saat diundangkan, tanggal 8 Maret 2016.

Di dalam pasal 3 ayat (2), di sana disebutkan bahwa Pekerja/ Buruh yang mempunyai masa kerja 1 (satu) bulan diberikan secara proporsional sesuai masa kerja. Ketentuan ini berbeda dengan ketentuan sebelumnya yang menetapkan bahwa pekerja/ buruh yang berhak mendapatkan THR adalah yang memiliki masa kerja minimal 3 (tiga) bulan.

Dengan berlakunya Peraturan ini, maka Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. Per-04/MEN/1994, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

UPAH MINIMUM REGIONAL YAITU upah terendah yang terdiri dari upah pokok, termasuk tunjangan tetap yang diterima oleh pekerja di wilayah tertentu dalam satu propinsi.

Konsep UPAH minimum yg Ideal Keterbukaan perusahaan mjd kunci utama. Perusahaan dapat menunjukkan laporan keuangannya yg telah diaudit kpd SP/SB. Konsep yg ideal dalam penetapan upah, yakni keterlibatan pekerja/serikat pekerja, kerena pekerja tahu betul situasi dan kondisi perusahaannya, kemudian dari sisi manajemen ditunjuk pihak-pihak berkompeten dalam hal penetapan upah. Kemudian kedua belah pihak melakukan perundingan atau negosiasi. (Furqon Karim, Mencari Konsep Upah Minimum bagi Pekerja, Suara Merdeka, 22 Desember 2001)

UNSUR YANG MEMPENGARUHI PEMBAYARAN UPAH buruh sakit 4 (empat) bulan pertama dibayar 100% 4 (empat) bulan kedua dibayar 75% 4 (empat) bulan ketiga dibayar 50% bulan selanjutnya dibayar 25% sebelum pemutusan hubungan kerja dilakukan oleh pengusaha

Upah Kedudukan upah, apabila pengusaha pailit, upah buruh merupakan hutang yang didahulukan pembayarannya bentuk upah, pada dasarnya diberikan dalam bentuk uang, namun dalam bentuk lain diperbolehkan namun nilainya tidak melebihi 25 % nilai upah.

Jam Kerja & Upah Lembur JAM KERJA DAN UPAH LEMBUR Pasal 77 UU 13/2003 , Waktu Kerja: 7 (tujuh) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu 8 (delapan) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu Lembur adalah selebihnya dari jam kerja yang diatur dalam point di atas

Jam Kerja & Upah Lembur Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh melebihi waktu kerja harus memenuhi syarat: ada persetujuan pekerja/buruh yang bersangkutan waktu kerja lembur hanya dapat dilakukan paling banyak 3 (tiga) jam dalam 1 (satu) hari dan 14 (empat belas) jam dalam 1 (satu) minggu

Cara Menghitung Upah Lembur DASAR HUKUM : Keputusan Menakertrans NOMOR KEP. 102/MEN/VI/2004 TENTANG WAKTU KERJA LEMBUR DAN UPAH KERJA LEMBUR Upah lembur dihitung per-jam.

Untuk mengetahui berapa upah lembur per-jam, maka harus diketahui dulu berapa upah pokok kita: (1) Jika upah pekerja/buruh dibayar secara harian, maka penghitungan besarnya upah sebulan adalah upah sehari dikalikan 25 (dua puluh lima) bagi pekerja/buruh yang bekerja 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu atau dikalikan 21 (dua puluh satu) bagi pekerja/buruh yang bekerja 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu.

(2) Jika upah pekerja/buruh dibayar berdasarkan satuan hasil, maka upah sebulan adalah upah rata-rata 12 (dua belas) bulan terakhir. (3)Dalam hal pekerja/buruh bekerja kurang dari 12 (dua belas) bulan, maka upah sebulan dihitung berdasarkan upah rata-rata selama bekerja dengan ketentuan tidak boleh lebih rendah dari upah minimum.

Penghitungan Upah Lembur Upah yang dijadikan patokan dalam penghitungan upah lembur adalah GP (gaji pokok) ditambah Tunjangan Tetap, sementara Tunjangan Tidak Tetap tidak bisa dipakai sebagai dasar perhitungan upah lembur.

Upah Per Jam Bulanan 1 / 173 X upah / bulan Harian STATUS PEKERJA RUMUS Bulanan 1 / 173 X upah / bulan Harian 3 / 20 x upah / hari Borongan / dasar satuan 1 / 7 X rata-rata kerja sehari

Cara perhitungan upah kerja lembur sebagai berikut : Upah sejam adalah 1/173 kali upah sebulan. Angka 1/173 didasarkan pada perhitungan sbb: Dalam satu tahun  ada  52 minggu Jadi dalam 1 bulan =  52/12  = 4,333333  minggu. Total jam kerja/minggu = 40 jam Jadi  Total jam kerja dalam 1 bulan =  40 X 4,33  =  173,33 dibulatkan menjadi 173 jam maka  untuk menghitung upah per jam yaitu upah perbulan / 173.

Upah Lembur Hari Kerja Biasa: Jam I  1,5 X upah per jam Setiap jam berikutnya (Jam II)  2 X upah per jam

Upah Lembur Hari istirahat mingguan / hari raya: Setiap jam dalam batas 7 jam atau 5 jam apabila hari raya jatuh pada hari kerja terpendek pada salah satu hari dalam 6 hari kerja semingu  2 X upah per jam Jam I  3 X upah per jam Setiap jam berikutnya (Jam II)  4 X upah per jam

Untuk memudahkan perumusan maka secara simpel boleh kita rumuskan sbb: L1 = 1,5 kali upah sejam L2 = 2 kali upah sejam. L3 = 3 kali upah sejam. L4 = 4 kali upah sejam

Melihat rumusan diatas maka perhitungan upah lembur untuk yang hari kerjanya 6 hari dapat dilihat sbb; Apabila kerja lembur dilakukan pada hari kerja maka perhitungannya adalah: 1 Jam pertama dihitung (L1), jam berikutnya dihitung (L2). Apabila kerja lembur dilakukan pada hari istirahat mingguan dan/atau hari libur resmi maka : 7 (tujuh) jam pertama dihitung (L2) jam ke 8 (delapan) dihitung (L3) dan jam ke 9 (sembilan) dst dihitung (L4).

Perhitungan upah lembur untuk yang hari kerjanya 5 hari dapat dilihat sbb; Apabila kerja lembur dilakukan pada hari kerja maka perhitungannya adalah: 1 Jam pertama dihitung (L1), jam berikutnya dihitung (L2) Apabila kerja lembur dilakukan pada hari istirahat mingguan dan/atau hari libur resmi maka : 8 (delapan) jam pertama dihitung (L2) jam ke 9 (sembilan) dibayar (L3) dan jam ke 10 (sepuluh) dst dihitung (L4)

PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (PHK) POKOK BAHASAN 5 PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (PHK)

Pengertian PHK (Ps. 1 angka (25) UU 13 /2003) Adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja/buruh dan pengusaha.

Pasal 150 UU 13/2003 Meliputi PHK yg tjd di badan usaha yg berbadan hukum atau tidak, milik orang perseorangan, milik persekutuan atau badan hukum, baik milik swasta maupun milik negara, maupun usaha-2 sosial dan usaha-usaha lainnya yg mempunyai pengurus dan mempekerjakan orang lain dg membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain.

Ps 151 UU 13/2003 Pengusaha, SP, dan pemerintah mengusahakan agar tdk tjd PHK. Bila segala upaya telah dilakukan dan PHK tdk dpt dihindari, mk PHK wajib dirundingkan oleh pengusaha, SP atau pekerja ybs Bila perundingan sbgmn Ayat (2) tdk menghasilkan persetujuan, pengusaha dpt memutuskan PHK setelah memperoleh penetapan dr lembaga penyelesaian Hubungan Industrial.

Pengusaha dilarang melakukan PHK dengan alasan: (Ps 153 (1) UU 13/2003) pekerja berhalangan masuk kerja karena sakit menurut keterangan dokter selama waktu tidak melampaui 12 (dua belas) bulan secara terus menerus; pekerja berhalangan menjalankan pekerjaannya karena memenuhi kewajiban terhadap negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku; pekerja menjalankan ibadah yang diperintahkan agamanya; pekerja menikah;

Pengusaha dilarang melakukan PHK dengan alasan: (Ps 153 (1) UU 13/2003) pekerja perempuan hamil, melahirkan, gugur kandungan, atau menyusui bayinya; pekerja mempunyai pertalian darah dan/atau ikatan perkawinan dengan pekerja lainnya di dalam satu perusahaan, kecuali telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama; pekerja mendirikan, menjadi anggota dan/atau pengurus serikat pekerja, pekerja melakukan kegiatan serikat pekerja di luar jam kerja, atau di dalam jam kerja atas kesepakatan pengusaha, atau berdasarkan ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama;

Pengusaha dilarang melakukan PHK dengan alasan: (Ps 153 (1) UU 13/2003) 8. pekerja yang mengadukan pengusaha kepada yang berwajib mengenai perbuatan pengusaha yang melakukan tindak pidana kejahatan; karena perbedaan paham, agama, aliran politik, suku, warna kulit, golongan, jenis kelamin, kondisi fisik, atau status perkawinan; pekerja dalam keadaan cacat tetap, sakit akibat kecelakaan kerja, atau sakit karena hubungan kerja yang menurut surat keterangan dokter yang jangka waktu penyembuhannya belum dapat dipastikan.

Ps 154 UU 13/2003: PHK pd dasarnya harus ada izin, kecuali dalam hal ttt, yaitu: Pekerja dlm masa percobaan, bila disyaratkan secara tertulis sebelumnya; Pekerja mengajukan pengunduran diri secara tertulis atas kemauan sendiri tanpa adanya intimidasi/tekanan Pekerja mencapai usia pensiun; Pekerja meninggal dunia.

Cara Terjadinya PHK: PHK demi Hukum PHK oleh Buruh PHK oleh Majikan PHK atas dasar putusan pengadilan

1. PHK demi Hukum Terjadi karena alasan batas waktu kerja yg disepakati telah habis atau apabila pekerja meninggal dunia Berdasarkan Ps. 61 (1) UU 13/2003 Perjanjian Kerja berakhir apabila: Pekerja meninggal dunia Berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja

c. Adanya putusan pengadilan dan/atau putusan atau penetapan lembaga penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial yg telah berkekuatan hukum tetap d. Adanya keadaan atau kejadian ttt yg dicantumkan dlm perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama yg dapat menyebabkan berakhirnya hubungan kerja

2. PHK oleh Buruh Terjadi apabila buruh mengundurkan diri atau telah terdapat alasan yg mendesak yg mengakibatkan buruh minta di PHK. Berdasarkan Ps 151 (3) huruf b UU 13/2003: PHK krn kemauan sendiri tanpa ada indikasi tekanan/intimidasi dr pengusaha, berakhirnya hubungan kerja sesuai dg perjanjian kerja waktu ttt untuk pertama kali. Pengunduran diri buruh dpt dianggap tjd apabila buruh mangkir paling sedikit dalam waktu 5 hari kerja berturut-turut dan telah dipanggil oleh pengusaha 2 kali secara tertulis, ttp pekerja tdk dpt memberikan keterangan tertulis dg bukti yg sah.

3. PHK oleh Majikan Terjadi apabila buruh tidak lulus masa percobaan, apabila majikan mengalami kerugian shg menutup usahanya, serta apabila buruh melakukan kesalahan. Lamanya masa percobaan 3 bulan, dg syarat dinyatakan scr tegas oleh majikan pd saat hub kerja dimulai. Jika tidak, maka dianggap tdk ada masa percobaan Apabila majikan menerapkan training maka masa percobaan tdk boleh dilakukan

Sanksi bagi PHK yg tidak Beralasan: Pemutusan tsb adl batal dan pekerja ybs harus ditempatkan kembali pd kedudukan semula. Pembayaran ganti rugi kpd pekerja tsb. Dalam hal ini pekerja berhak memilih antara penempatan kembali atau mendapatkan ganti rugi.

Alasan yg membenarkan PHK oleh majikan: Alasan ekonomis. Keadaan yg luar biasa: perang, bencana alam, ketidakmampuan perusahaan menyediakan lapangan kerja, meninggalnya majikan dan tidak ada ahli waris yg mampu melanjutkan hubungan kerja dg karyawan ybs.

PHK oleh majikan dpt tjd karena kesalahan dari buruh Ada 2 macam kesalahan buruh: Kesalahan ringan : Ps 18 (1) Permenaker No. Per-4/Men/1986. Kesalahan Berat : Ps 158 (1) UU 13/2003.

4. PHK Karena Putusan Pengadilan Akibat adanya sengketa antara buruh dan majikan yang berlanjut sampai ke proses peradilan. Datangnya perkara dapat dari buruh atau majikan. Bentuknya dapat melalui gugat ganti rugi ke PN apabila diduga ada perbuatan yg melanggar hukum dari salah satu pihak atau dapat melalui PHI (Pengadilan Hubungan Industrial)

Hak-hak Buruh yang di-PHK Uang pesangon (Ps 156 (2) UU 13/2003) Uang penghargaan masa kerja (Ps 156 (3) UU 13/2003) Ganti kerugian (Ps 156 (4) UU 13/2003)

Penghitungan uang pesangon (Ps 156 (2) UU 13/2003) masa kerja kurang dari 1 (satu) tahun, 1 (satu) bulan upah; masa kerja 1 (satu) tahun atau lebih tetapi kurang dari 2 (dua) tahun, 2 (dua) bulan upah; masa kerja 2 (dua) tahun atau lebih tetapi kurang dari 3 (tiga) tahun, 3 (tiga) bulan upah; masa kerja 3 (tiga) tahun atau lebih tetapi kurang dari 4 (empat) tahun, 4 (empat) bulan upah; masa kerja 4 (empat) tahun atau lebih tetapi kurang dari 5 (lima) tahun, 5 (lima) bulan upah; masa kerja 5 (lima) tahun atau lebih, tetapi kurang dari 6 (enam) tahun, 6 (enam) bulan upah; masa kerja 6 (enam) tahun atau lebih tetapi kurang dari 7 (tujuh) tahun, 7 (tujuh) bulan upah; masa kerja 7 (tujuh) tahun atau lebih tetapi kurang dari 8 (delapan) tahun, 8 (delapan) bulan upah; masa kerja 8 (delapan) tahun atau lebih, 9 (sembilan) bulan upah.

Perhitungan uang penghargaan masa kerja (Ps 156 (3) UU 13/2003) masa kerja 3 (tiga) tahun atau lebih tetapi kurang dari 6 (enam) tahun, 2 (dua) bulan upah; masa kerja 6 (enam) tahun atau lebih tetapi kurang dari 9 (sembilan) tahun, 3 (tiga) bulan upah; masa kerja 9 (sembilan) tahun atau lebih tetapi kurang dari 12 (dua belas) tahun, 4 (empat) bulan upah; masa kerja 12 (dua belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 15 (lima belas) tahun, 5 (lima) bulan upah; masa kerja 15 (lima belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 18 (delapan belas) tahun, 6 (enam) bulan upah; masa kerja 18 (delapan belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 21 (dua puluh satu) tahun, 7 (tujuh) bulan upah; masa kerja 21 (dua puluh satu) tahun atau lebih tetapi kurang dari 24 (dua puluh empat) tahun, 8 (delapan) bulan upah; masa kerja 24 (dua puluh empat) tahun atau lebih, 10 (sepuluh ) bulan upah.

cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur; Uang penggantian hak yang seharusnya diterima (ganti kerugian) meliputi: Psl 156 (4) UU 113/2003 cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur; biaya atau ongkos pulang untuk pekerja/buruh dan keluarganya ke tempat dimana pekerja/buruh diterima bekerja; penggantian perumahan serta pengobatan dan perawatan ditetapkan 15% (lima belas perseratus) dari uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja bagi yang memenuhi syarat; hal-hal lain yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.

Upaya Hukum bagi Pekerja yg di-PHK 1. Sebelum terbentuknya lembaga Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (Pengadilan Hubungan Industrial) upaya yg dilakukan adalah upaya administratif administratif : - Bipartit --- Sepakat --- kekuatan hukum - Bipartit --- tidak sepakat --- Disnaker setempat --- P4P / P4D --- Menaker utk memperoleh veto (jk anjuran Disnaker tdk diterima) --- dimintakan fiat eksekusi di PN spy putusan dapat dijalankan (jika anjuran Disnaker diterima)

Upaya Hukum bagi Pekerja yg di-PHK 2. Sejak adanya UU 2/ 2004 ttg PPHI (LN Th 2004 No. 6, TLN No. 4356) upaya hukum bagi pekerja yg alami PHK akan dilakukan secara: - Bipartit - Mediasi - Konsiliasi - PHI = Pengadilan Hubungan Industrial

https://iraaliamaaerani.wordpress.com ira.alia@unissula.ac.id iraaliamaerani@yahoo.co.id 081.901.453.309

ALHAMDULILLAH