Kehidupan Bangsa Indonesia di Masa Orde Baru

Slides:



Advertisements
Presentasi serupa
Perkembangan Masyarakat Indonesia Pada Masa Orde Baru
Advertisements

PEMERINTAHAN DEMOKRASI TERPIMPIN SAMPAI ORDE BARU
PERKEMBANGAN PEMERINTAHAN ORDE BARU
BAB I. PERKEMBANGAN MASYARAKAT INDONESIA PADA MASA ORDE BARU
Dinamika Sistem Politik Indonesia
PASIRIA HARTATI PENDIDIKAN BAHASA INGGRIS
MEMBUAT MEDIA PENGAJARAN
SEJARAH PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN INDONESIA
PROSES LAHIRNYA SUPERSEMAR
STRUKTUR PEMERINTAHAN DAERAH
HUKUM ACARA PEMBUBARAN PARTAI POLITIK
Pemerintahan Orde Baru
Orba Koreksi total penyimpangan yang dilakukan pada masa Orde Lama terhadap Pancasila dan UUD 45. Penataan kembali seluruh aspek kehidupan rakyat , bangsa.
DEMOKRASI PANCASILA PADA MASA ORDE BARU
KOPERASI BERDASARKAN UU NO. 25 TAHUN 1992
MEMBUAT MEDIA PENGAJARAN
WAWASAN NUSANTARA Oleh : Aditya Hendra Moh. Khoirul Anwar
Pert. 9 Dosen: Dr. Syahrial Syarbaini, MA.
Dinamika Pelaksanaan Pancasila Sebagai Dasar Negara
Di Susun Oleh: XII.IPS.2 Ardya Ulviana (04) Inez Novindriastuti (18)
PANCASILA DALAM KAJIAN SEJARAH
Politik Luar Negeri Indonesia
Oleh : Drs. Marmayadi SMA Negeri 1 Yogyakarta
Dr. Wuri Wuryandani, M.Pd. Jurusan PPSD Fakultas Ilmu Pendidikan
Konsep dasar Politik dan pemerintahan
OLEH: ULYA FUHAIDAH, S.HUM, MSI
Sistem ekonomi internasional Pasca PD II  liberalisme dan sosialisme- komunis Indonesia  melakukan upaya perbaikan ekonomi Kondisi ekonomi Indonesia.
AWAL PELAKSANAAN KERUNTUHAN
SISTEM PEMERINTAHAN Sistem pemerintahan merupakan gabungan dari
MASA TRANSISI PRADITA RAHMA HIJRIANI S1 PENDIDIKAN SEJARAH
Sistem Pemerintahan di Indonesia
STRATIFIKASI POLTRANAS 2
APBN dan Pembangunan di Indonesia
Oleh NABILLAH MAHDIANA ( )
Peralihan dari ORLA ke ORBA
PERKEMBANGAN PEMERINTAHAN INDONESIA
ORDE BARU Lahirnya Orde Baru a. Peristiwa G-30-S /PKI 1965
MASA ORDE BARU Munculnya G 30 S/PKI 1965 membawa dampak yang buruk bagi Indonesia dalam segala bidang (politik,ekonomi,sosial,keamanan), sehingga perlu.
Konstitusi NKRI Pada Masa ORDE LAMA
MASA DEMOKRASI TERPIMPIN 5 Juli
REFORMASI BIROKRASI SEBAGAI WUJUD PELAKSANAAN GOOD GOVERMENT
POLITIK PEMERINTAHAN MASA DEMOKRASI TERPIMPIN
DINAMIKA PELAKSANAAN UUD’45 SEJAK AWAL KEMERDEKAAN HINGGA ERA SEKARANG
MATERI KN KELAS XII SEMESTER 1
KELOMPOK 4 Anggi fitriyani annisa syahnun maria serevina nidia christine stelia mardiana simanjuntak XII MIPA 6.
Dinamika aktualisasi Pancasila sebagai dasar Negara dan pelaksanaan UUD 1945 Dinamika pelaksanaan UUD 1945.
MGMP SEJARAH PPPK PETRA Kebijakan Ekonomi Pemerintah Orde Baru NAMA ANGGOTA KELOMPOK IV : Akas Nandang PraharaAkmal KhairDika Novi ElthaRani AstutiM. Fernando.
PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN Oleh DANIEL ARNOP HUTAPEA, S
RICKY FIRMANSYAH UNIVERSITAS GALUH CIAMIS Prodi FKIP – Sejarah
MASA DEMOKRASI TERPIMPIN 5 Juli
KABINET NATSIR.
PROSES PERALIHAN KEKUASAAN POLITIK SETELAH PERISTIWA G-30-S/PKI 1965
Nawaksara atau Kudeta Konstitusi?
PAHLAWAN INDONESIA OLEH: RAFLI DAN RICHIE.
PAHLAWANKU BY: pasha 5D AKBAR 5D.
Pemerintahan Orde Baru
Pemerintahan ORDE BARU OLEH : KELOMPOK II : SITTI NUR FADILLAH
MASA AKHIR ORDE BARU.
Dinamika Demokratisasi di Indonesia
AMANDEMEN UNDANG – UNDANG DASAR REPUBLIK INDONESIA 1945
Militer dan Budaya Politik Indonesia
STRATIFIKASI POLTRANAS
DINAMIKA SISTEM KETATALAKSANAAN PEMERINTAHAN
DINAMIKA SISTEM KETATALAKSANAAN PEMERINTAHAN
PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN Oleh DANIEL ARNOP HUTAPEA, S
PENGERTIAN Sistem berarti suatu keseluruhan yang terdiri atas beberapa bagian yang mempunyai hubungan fungsional. Pemerintahan dalam arti luas adalah.
DINAMIKA SISTEM KETATALAKSANAAN PEMERINTAHAN
EKONOMI POLITIK ORDE LAMA M. Husni Mubaraq, S.Sos.I, MAP Oleh : 18 Agustus 1945 – 11 Maret 1967.
1 Daftar Riwayat Hidup Pertemuan 1. 2 DINAMIKA UUD 1945 Pertemuan 1.
Perkembangan Politik Ekonomi Masa Orde Baru Soeharto.
Transcript presentasi:

Kehidupan Bangsa Indonesia di Masa Orde Baru Andy Candra Purwonegoro, S.Pd

Latar Belakang Meski telah merdeka, Indonesia pada tahun 1950 hingga 1960-an berada dalam kondisi yang relatif tidak stabil. Bahkan setelah Belanda secara resmi mengakui kemerdekaan Indonesia pada tahun 1949, keadaan politik maupun ekonomi di Indonesia masih labil karena ketatnya persaingan di antara kelompok-kelompok politik. Keputusan Soekarno untuk mengganti sistem parlemen dengan Demokrasi Terpimpin memperparah kondisi ini dengan memperuncing persaingan antara angkatan bersenjata dengan Partai Komunis Indonesia, yang kala itu berniat mempersenjatai diri

Sejak saat itu, kekuasaan Soekarno perlahan-lahan mulai melemah Sebelum sempat terlaksana, peristiwa Gerakan 30 Septemberterjadi dan mengakibatkan diberangusnya Partai Komunis Indonesia dari Indonesia. Sejak saat itu, kekuasaan Soekarno perlahan-lahan mulai melemah Kelahiran Surat Perintah Sebelas Maret 1966 (Supersemar) Orde Baru lahir dari diterbitkannya Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar) pada tahun 1966, yang kemudian menjadi dasar legalitasnya.

Orde Baru bertujuan meletakkan kembali tatanan seluruh kehidupan rakyat, bangsa, dan negara pada kemurnian pelaksanaan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Kelahiran Supersemar terjadi dalam serangkaian peristiwa pada tanggal 11 Maret 1966. Saat itu, Sidang Kabinet Dwikora yang disempurnakan yang dipimpin oleh Presiden Soekarno sedang berlangsung. Di tengah acara, ajudan presiden melaporkan bahwa di sekitar istana terdapat pasukan yang tidak dikenal.

Untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, Presiden Soekarno menyerahkan pimpinan sidang kepada Wakil Perdana Menteri (Waperdam) II Dr. Johannes Leimena dan berangkat menuju Istana Bogor, didampingi oleh Waperdam I Dr Subandrio, dan Waperdam II Chaerul Saleh. Leimena sendiri menyusul presiden segera setelah sidang berakhir. Di tempat lain, tiga orang perwira tinggi, yaitu Mayor Jenderal Basuki Rachmat, Brigadir Jenderal M. Yusuf, dan Brigadir Jenderal Amir Machmud bertemu dengan Letnan Jenderal Soeharto selaku Menteri Panglima Angkatan Darat dan Panglima Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Pangkopkamtib) untuk meminta izin menghadap presiden.

Segera setelah mendapat izin, di hari yang sama tiga perwira tinggi ini datang ke Istana Bogor dengan tujuan melaporkan kondisi di ibukota Jakarta meyakinkan Presiden Soekarno bahwa ABRI, khususnya AD, dalam kondisi siap siaga. Namun, mereka juga memohon agar Presiden Soekarno mengambil tindakan untuk mengatasi keadaan ini. Menanggapi permohonan ini, Presiden Soekarno mengeluarkan surat perintah yang ditujukan kepada Letnan Jenderal Soeharto selaku Menteri Panglima Angkatan Darat untuk mengambil tindakan dalam rangka menjamin keamanan, ketenangan, dan stabilitas pemerintahan demi keutuhan bangsa dan negara Republik Indonesia

Perumusan surat perintah ini sendiri dibantu oleh tiga perwira tinggi ABRI, yaitu Mayor Jenderal Basuki Rachmat, Brigadir Jenderal M. Yusuf, Brigadir Jenderal Amir Machmud, dan Brigadir Jenderal Subur, Komandan Pasukan Pengawal Presiden Cakrabirawa. Surat perintah inilah yang kemudian dikenal sebagai Surat Perintah 11 Maret 1966 atau Supersemar.

Pemberangusan Partai Komunis Indonesia Sebagai tindak lanjut keluarnya Surat Perintah Sebelas Maret, Letnan Jenderal Soeharto mengambil beberapa tindakan. Pada tanggal 12 Maret 1966, ia mengeluarkan surat keputusan yang berisi pembubaran dan larangan bagi Partai Komunis Indonesia serta ormas-ormas yang bernaung dan berlindung atau senada dengannya untuk beraktivitas dan hidup di wilayah Indonesia Keputusan ini kemudian diperkuat dengan Keputusan Presiden/Pangti ABRI ABRI/Mandataris MPRS No.1/3/1966 tanggal 12 Maret 1966

Pada tanggal 18 Maret 1966, Soeharto mengamankan 15 orang menteri yang dinilai tersangkut dalam Gerakan 30 September dan diragukan etika baiknya yang dituangkan dalam Keputusan Presiden No. 5 Tanggal 18 Maret 1966 kemudian memperbaharui Kabinet Dwikora yang disempurnakan dan membersihkan lembaga legislatif, termasuk MPRS dan DPRGR, dari orang-orang yang dianggap terlibat Gerakan 30 September Keanggotaan Partai Komunis Indonesia dalam MPRS dinyatakan gugur Peran dan kedudukan MPRS juga dikembalikan sesuai dengan UUD 1945, yakni di atas presiden, bukan sebaliknya

Di DPRGR sendiri, secara total ada 62 orang anggota yang diberhentikan Soeharto juga memisahkan jabatan pimpian DPRGR dengan jabatan eksekutif sehingga pimpinan DPRGR tidak lagi diberi kedudukan sebagai menteri Pada tanggal 20 Juni hingga 5 Juli 1955, diadakanlah Sidang Umum IV MPRS dengan hasil sebagai berikut: Ketetapan MPRS No. IX/MPRS/1966 tentang Pengesahan dan Pengukuhan Supersemar. Ketetapan MPRS No. X/MPRS/1966 mengatur Kedudukan Lembaga-Lembaga Negara Tingkat Pusat dan Daerah. Ketetapan MPRS No. XII/MPRS/1966 tentang Kebijaksanaan Politik Luar Negeri RI Bebas Aktif. Ketetapan MPRS No. XIII/MPRS/1966 tentang Pembentukan Kabinet Ampera.

Ketetapan MPRS No. XIX/MPRS/1966 tentang Peninjauan Kembali Tap Ketetapan MPRS No. XIX/MPRS/1966 tentang Peninjauan Kembali Tap. MPRS yang Bertentangan dengan UUD 1945. Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966 tentang Sumber Tertib Hukum RI dan Tata Urutan Perundang-undangan di Indonesia. Ketetapan MPRS No. XXV/MPRS/1966 tentang Pembubaran Partai Komunis Indonesia dan Pernyataan Partai Komunis Indonesia dan Ormas-Ormasnya sebagai Organisasi Terlarang di Indonesia. Hasil dari Sidang Umum IV MPRS ini menjadi landasan awal tegaknya Orde Baru dan dinilai berhasil memenuhi dua dari tiga tuntutan rakyat (tritura), yaitu pembubaran Partai Komunis Indonesia dan pembersihan kabinet dari unsur-unsur Partai Komunis Indonesia

Pembentukan Kabinet Ampera Dalam rangka memenuhi tuntutan ketiga Tritura, Soeharto dengan dukungan Ketetapan MPRS No. XIII/MPRS/1966 membentuk kabinet baru yang diberi nama Kabinet Ampera Tugas utama Kabinet Ampera adalah menciptakan stabilitas ekonomi dan stabilitas politik, atau dikenal dengan nama Dwidarma Kabinet Ampera Program kerja yang dicanangkan Kabinet Ampera disebut Caturkarya Kabinet Ampera, yaitu memperbaiki perikehidupan rakyat terutama di bidang sandang dan pangan; melaksanakan pemilihan umum dalam batas waktu seperti tercantum dalam Ketetapan MPRS No. XI/MPRS/1966 (5 Juli 1968);

melaksanakan politik luar negeri yang bebas dan aktif untuk kepentingan nasional sesuai dengan Ketetapan MPRS No. XI/MPRS/1966; melanjutkan perjuangan antiimperialisme dan antikolonialisme dalam segala bentuk dan manifestasinya. Kabinet Ampera dipimpin oleh Presiden Soekarno, namun pelaksanaannya dilakukan oleh Presidium Kabinet yang dipimpin oleh Jenderal Soeharto. Akibatnya, muncul dualisme kepemimpinan yang menjadi kondisi kurang menguntungkan bagi stabilitas politik saat itu.

Soekarno kala itu masih memiliki pengaruh politik, namun kekuatannya perlahan-lahan dilemahkan. Kalangan militer, khususnya yang mendapatkan pendidikan di negara Barat, keberatan dengan kebijakan pemerintah Soekarno yang dekat dengan Partai Komunis Indonesia. Mengalirnya bantuan dana dari Uni Soviet dan Tiongkok pun semakin menambah kekhawatiran bahwa Indonesia bergerak menjadi negara komunis. Akhirnya pada 22 Februari 1967, untuk mengatasi situasi konflik yang semakin memuncak kala itu, Presiden Soekarno menyerahkan kekuasaan kepada Jenderal Soeharto.

Penyerahan ini tertuang dalam Pengumuman Presiden Mandataris MPRS, Panglima Tertinggi ABRI Tanggal 20 Februari 1967. Pengumuman itu didasarkan atas Ketetapan MPRS No. XV/MPRS/1966 yang menyatakan apabila presiden berhalangan, pemegang Surat Perintah 11 Maret 1966 berfungsi sebagai pemegang jabatan presiden. Pada 4 Maret 1967, Jenderal Soeharto memberikan keterangan pemerintah di hadapan sidang DPRHR mengenai terjadinya penyerahan kekuasaan. Namun, pemerintah tetap berpendirian bahwa sidang MPRS perlu dilaksanakan agar penyerahan kekuasaan tetap konstitusional.

Karena itu, diadakanlah Sidang Istimewa MPRS pada tanggal 7-12 Maret 1967 di Jakarta, yang akhirnya secara resmi mengangkat Soeharto sebagai presiden Republik Indonesia hingga terpilihnya presiden oleh MPR hasil pemilihan umum. Penataan Kehidupan Ekonomi Untuk mengatasi keadaan ekonomi yang kacau sebagai peninggalan pemerintah Orde Lama, pemerintah Orde Baru melakukan langkah-langkah: Memperbaharui kebijakan ekonomi, keuangan, dan pembangunan. Kebijakan ini didasari oleh Ketetapan MPRS No. XXIII/MPRS/1966. MPRS mengeluarkan garis program pembangunan, yakni program penyelamatan serta program stabilisasi dan rehabilitasi.

Langkah-langkah yang diambil Kabinet Ampera yang mengacu pada Ketetapan MPRS tersebut adalah: Mendobrak kemacetan ekonomi dan memperbaiki sektor-sektor yang menyebabkan kemacetan. Adapun yang menyebabkan terjadinya kemacetan ekonomi tersebut adalah: Rendahnya penerimaan negara. Tinggi dan tidak efisiennya pengeluaran negara. Terlalu banyak dan tidak efisiennya ekspansi kredit bank. Terlalu banyak tunggakan hutang luar negeri. Penggunaan devisa bagi impor yang sering kurang berorientasi pada kebutuhan prasarana. Debirokrasi untuk memperlancar kegiatan perekonomian

Berorientasi pada kepentingan produsen kecil. Untuk melaksanakan langkah-langkah penyelamatan tersebut, maka pemerintah Orde Baru menempuh cara: Mengadakan operasi pajak Melaksanakan sistem pemungutan pajak baru, baik bagi pendapatan perorangan maupun kekayaan dengan cara menghitung pajak sendiri dan menghitung pajak orang. Menghemat pengeluaran pemerintah (pengeluaran konsumtif dan rutin), serta menghapuskan subsidi bagi perusahaan Negara. Membatasi kredit bank dan menghapuskan kredit impor.

Pembangunan Nasional Trilogi Pembangunan Setelah berhasil memulihkan kondisi politik bangsa Indonesia, maka langkah selanjutnya yang ditempuh pemerintah Orde Baru adalah melaksanakan pembangunan nasional. Pembangunan nasional yang diupayakan pemerintah waktu itu direalisasikan melalui Pembangunan Jangka pendek dan Pembangunan Jangka Panjang. Pambangunan Jangka Pendek dirancang melalui Pembangunan Lima Tahun (Pelita).

Setiap Pelita memiliki misi pembangunan dalam rangka mencapai tingkat kesejahteraan masyarakat Indonesia. Pembangunan Jangka Panjang mencakup periode 25-30 tahun. Pembangunan nasional adalah rangkaian upaya pembangunan yang berkesinambungan yang meliputi seluruh aspek kehidupan masyarakat, bangsa, dan Negara. Pelaksanaan Pembangunan Nasional Pelita I (1 April 1969 sampai 31 Maret 1974) Pelita II (1 April 1974 sampai 31 Maret 1979) Pelita III (1 April 1979 sampai 31 Maret 1984)

Pelita IV (1 April 1984 sampai 31 Maret 1989) Pelita V (1 April 1989 sampai 31 Maret 1994) Pelita VI (1 April 1994 sampai 31 Maret 1999) Konflik Perpecahan Pasca Orde Baru Pada awal Era Reformasi konflik laten ini meledak menjadi terbuka antara lain dalam bentuk konflik Ambon dan konflik Madura-Dayak di Kalimantan Sementara itu gejolak di Papua yang dipicu oleh rasa diperlakukan tidak adil dalam pembagian keuntungan pengelolaan sumber alamnya, juga diperkuat oleh ketidaksukaan terhadap para transmigran.

Kelebihan Orde Baru Perkembangan GDP per kapita Indonesia yang pada tahun 1968 hanya AS$70 dan pada 1996 telah mencapai lebih dari AS$1.565 Sukses transmigrasi Sukses KB Sukses memerangi buta huruf Sukses swasembada pangan Pengangguran minimum Sukses REPELITA (Rencana Pembangunan Lima Tahun) Sukses Gerakan Wajib Belajar Sukses Gerakan Nasional Orang-Tua Asuh Sukses keamanan dalam negeri Investor asing mau menanamkan modal di Indonesia Sukses menumbuhkan rasa nasionalisme dan cinta produk dalam negeri

Kekurangan Sistem Pemerintahan Orde Baru Semaraknya korupsi, kolusi, nepotisme Pembangunan Indonesia yang tidak merata dan timbulnya kesenjangan pembangunan antara pusat dan daerah, sebagian disebabkan karena kekayaan daerah sebagian besar disedot ke pusat Munculnya rasa ketidakpuasan di sejumlah daerah karena kesenjangan pembangunan, terutama di Aceh dan Papua Kecemburuan antara penduduk setempat dengan para transmigran yang memperoleh tunjangan pemerintah yang cukup besar pada tahun-tahun pertamanya Bertambahnya kesenjangan sosial (perbedaan pendapatan yang tidak merata bagi si kaya dan si miskin) Pelanggaran HAM kepada masyarakat non pribumi (terutama masyarakat Tionghoa) Kritik dibungkam dan oposisi diharamkan Kebebasan pers sangat terbatas, diwarnai oleh banyak koran dan majalah yang dibredel

Penggunaan kekerasan untuk menciptakan keamanan, antara lain dengan program "Penembakan Misterius" Tidak ada rencana suksesi (penurunan kekuasaan ke pemerintah/presiden selanjutnya) Menurunnya kualitas birokrasi Indonesia yang terjangkit penyakit Asal Bapak Senang, hal ini kesalahan paling fatal Orde Baru karena tanpa birokrasi yang efektif negara pasti hancur. Menurunnya kualitas tentara karena level elit terlalu sibuk berpolitik sehingga kurang memperhatikan kesejahteraan anak buah. Pelaku ekonomi yang dominan adalah lebih dari 70% aset kekayaaan negara dipegang oleh swasta

Pasca-Orde Baru Mundurnya Soeharto dari jabatannya pada tahun 1998 dapat dikatakan sebagai tanda akhirnya Orde Baru, untuk kemudian digantikan "Era Reformasi. Masih adanya tokoh-tokoh penting pada masa Orde Baru di jajaran pemerintahan pada masa Reformasi ini sering membuat beberapa orang mengatakan bahwa Orde Baru masih belum berakhir. Oleh karena itu Era Reformasi atau Orde Reformasi sering disebut sebagai "Era Pasca Orde Baru".

TERIMA KASIH