MENGAPA PERLU MENDALAMI FILSAFAT HUKUM ?

Slides:



Advertisements
Presentasi serupa
PROBLEMATIK & PERSPEKTIF KETUHANAN
Advertisements

PANCASILA 3 PANCASILA YURIDIS KENEGARAAN
By: Rindha Widyaningsih
PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT (Kuliah Ke 5)
Filsafat Ilmu: administrasi
Filsafat Ilmu (Manajemen)
KAJIAN ILMIAH TERHADAP PANCASILA
ILMU SOSIAL BUDAYA DASAR
PANCASILA 8 FILSAFAT, PANCASILA, DAN FILSAFAT PANCASILA
Pendidikan Kewarganegaraan
PANCASILA SEBAGAI FALSAFAH HIDUP BANGSA
Pendidikan sebagai Ilmu
PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT
PENGORGANISASIAN MATERI IPS
FILSAFAT SEBAGAI KERANGKA BERFIKIR
Pancasila Sebagai SistemFalsafah Bangsa
Pert. 2 Dosen: Dr. Syahrial Syarbaini, MA.
TUJUAN MATA KULIAH PENGANTAR ARSITEKTUR
(2)KARAKTERISTIK IPS SD
Pancasila Sebagai Sistem Filsafat
MODUL I FILSAFAT KOMUNIKASI KONSEP FILSAFAT
FILSAFAT SEJARAH SARDIMAN AM.
Pengertian Filsafat Dalam wacana ilmu pengetahuan filsafat adalah merupakan bidang ilmu yang rumit, kompleks dan sulit dipahami secara definitif. Pengetahuan.
FILSAFAT HUKUM Oleh, H. Maswandi, SH
PARADIGMA ILMU PENGETAHUAN
Bab 1. PENGETAHUAN DENGAN ILMU PENGETAHUAN TELAAH FILOSOFIS
Oleh: RUSDIANTO UNIVERSITAS NAROTAMA SURABAYA 2012
Etika Dan Regulasi Maria Christina.
PANCASILA SEBAGAI FILSAFAT DAN FALSAFAH
Filsafat Sosiologi Komunikasi
ALAM PIKIRAN MANUSIA DAN PERKEMBANGAANYA
Pancasila Sebagai Sistem Filsafat
ETIKA PROFESI ISLAM DALAM PANDANGAN FILSAFAT
Landasan Pengembangan Kurikulum
STUDI KUALITATIF.
PANCASILA SISTEM FILSAFAT TM 5
PANCASILA SISTEM FILSAFAT TM 5
Pert. 2 Dosen: Dr. Syahrial Syarbaini, MA.
RASIONALISME SUMBER PENGETAHUAN YANG DAPAT DIPERCAYA ADALAH AKAL (RASIO) PENGALAMAN (EMPIRI) BERFUNGSI MENEGUHKAN PENGETAHUAN YANG DIPEROLEH OLEH AKAL.
PENELITIAN SEJARAH.
PENYUSUNAN SINTESIS PIPIT FITRIYAH.
PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT Dalam wacana ilmu pengetahuan, banyak orang yang memandang bahwa filsafat adalah merupakan bidang ilmu yang rumit, kompleks.
FILSAFAT DAN ILMU PENGETAHUAN
IDENTIFIKASI DAN PERUMUSAN MASALAH
Konsep-Konsep Dasar Pemikiran Tentang Filsafat
PENELITIAN KUALITATIF
GEREJA YANG KONTEKSTUAL
HAKIKAT SAINS IAD Pertemuan 2.
PANCASILA SEBAGAI ETIKA POLITIK
FILSAFAT ILMU SEBAGAI UPAYA MENEMUKAN KEBENARAN
DEFINISI HUKUM MAKNA ESENSI.
Pancasila sebagai sistem filsafat, perbandingan filsafat pancasila dengan sistem filsafat lainnya didunia.
PENGORGANISASIAN MATERI IPS
Pengertian dan ruang lingkup filsafat
PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT
MATERI KULIAH PENDIDIKAN PANCASILA
PENGANTAR ILMU HUKUM oleh Basuki Rekso Wibowo
DEFINISI HUKUM MAKNA ESENSI.
PENGERTIAN PENDIDIKAN DAN ILMU PENDIDIKAN
BEBERAPA PERTANYAAN DASAR FILSAFAT HUKUM
Filsafat Pendidikan sebagai ilmu
Peran Filsafat Ilmu dalam Pengembangan Metode Ilmiah
FILSAFAT KOMUNIKASI DAN ILMU KOMUNIKASI
SOSIOLOGI HUKUM OLEH : Dr. Harmadi, SH,MHum.
PANCASILA SEBAGAI ETIKA POLITIK
KONSORSIUM DAN INTEGRASI ILMU
ETIKA DAN MORAL. MANUSIA AHLAK ETIKA MORAL Makna Etika dan Moral Etika adalah filsafat moral. Antara etika dan moral dapat dijadikan sebagai bentuk konsep.
Metode Penelitian Sastra
FILSAFAT UMUM. A. Pengertian Filsafat Filsafat berasal dari Yunani “philos” artinya cinta, sedangakan “sophia” artinya kebijaksanaan. Ada pula yg mengatakan.
OLEH : ARIE SULISTYOKO, S.Sos, M.H. Nilai, norma, dan moral adalah konsep- konsep yang saling berkaitan. Dalam hubungannya dengan Pancasila maka ketiganya.
Transcript presentasi:

MENGAPA PERLU MENDALAMI FILSAFAT HUKUM ? Oleh ABSHORIL FITHRY, SH (FH UNAIR).

Filsafat Hukum Berfilsafat (hukum) merupakan kegiatan berfikir yang dilakukan secara mendalam dan terus menerus untuk menemukan dan merumuskan hakekat, sifat dan substansi hukum yang ideal serta pencapaian tujuan sosialnya. Melalui filsafat hukum, diharapkan para jurist memiliki kedalaman, ketajaman, keluasan, serta kebijaksanaan .

MANUSIA & FILSAFAT Bertolak dari premis, bahwa Manusia hakekatnya merupakan mahluk hidup yang diciptakan Tuhan YME; Manusia dibekali “akal budi”, karena memiliki struktur otak dan organ tubuh paling sempurna, dibandingkan mahluk hidup yang lain. Karena itu, Manusia memiliki daya cipta, rasa, karsa, berbahasa, serta berkebudayaan; Manusia, selain menggunakan rasio, juga berimajinasi & menjalani empiri, sehingga mampu merekonstruksi masa lampau, menjalani masa kini, serta mengkonstruksi masa depan;

MANUSIA & FILSAFAT Pada hakekatnya manusia senantiasa berinteraksi sosial dengan manusia yang lain serta terhadap lingkungan alam sekitar, untuk memenuhi kebutuhan dasarnya, antara lain nutrisi, proteksi dan reproduksi dan lain sebagainya; Dalam proses interaksi, muncul pertanyaan2 menyangkut eksistensi diri, lingkungannya, maupun Pencipta (an)nya.

FILSAFAT HUKUM Filsafat hukum, dalam kurikulum pendidikan hukum berkedudukan sebagai “mata kuliah pembulat studi”; Dimaksudkan untuk “mengintegrasikan” kembali keragaman konsep dan makna hukum sebagai akibat percabangan, parsialitas, spesialitas hukum;

FILSAFAT HUKUM Filsafat Hukum merupakan “cabang pohon filsafat” yang mempelajari hukum sebagai obyek kajiannya; Filsafat hukum merupakan filsafat tentang norma hukum; Perspektif filsafat hukum : bersifat abstrak, teoritis, generalisasi.

Karakter Filsafat (hukum) Sebagai “cabang pohon filsafat”, maka Filsafat Hukum mengikuti karakter berfikir yang melekat pada filsafat sebagai “batang induknya”, yakni : a. mendasar/radikal; b. menyeluruh/holistik/totalitas; c. spekulatif;

Berfikir Secara Mendasar Berupaya untuk menemukan bagian yang paling dasariah/asasi/hakiki dari persoalan yang sedang dikaji; Tidak sekedar berfikir secara simplifikasi, elementer, hanya terhadap bagian permukaan dan fisik atas apa yang sedang dikaji; Dalam fenomena “gunung es”, maka tidak sekedar hanya mengkaji bagian fisik yang tersembul diatas permukaan saja, melainkan mengkaji keseluruhan bagian lain yang justru tersembunyi di bawah pemrmukaan dan merupakan bagian terluas dalam arti sesungguhnya.

Contoh : Apakah makna hakiki “keadilan” ? Persoalan tersebut bagaikan sebuah “dialog panjang” yang tidak berkesudahan dari waktu ke waktu, meskipun “keadilan” itu sendiri merupakan tujuan etis & filosofis hukum yang bersifat universal; Manakah yang “primus inter pares” diantara nilai dasar keadilan (filosifis), kepastian hukum (juridis), ataukah kemanfaatan (sosiologis) dalam suatu putusan hakim ? Bagaimana dengan makna irah2 putusan Pengadilan : “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.

Berfikir Secara Mendasar Upaya pencarian tersebut dilakukan melalui/ secara “hermenutik” & “dialektik”; Ditandai adanya sikap “kritis”, “skeptik” dan “radikal” dalam rangka untuk menemukan “hakekat” yang tersembunyi dibalik realitas empiris; Melalui karakter berfikir secara mendasar, diharapkan agar para juris memiliki kedalaman dan ketajaman berfikir dalam memahami hakekat hukum yang sebenarnya;

Berfikir Secara Holistik Melihat segala sesuatu sebagai bagian dari suatu sistem yang bersifat menyeluruh saling berkaitan & berinteraksi satu dengan yang lain; Sebagai kebalikan dari cara berfikir secara parsial/sektoral; Filsafat hukum memposisikan hukum bukan sebagai sesuatu yang bersifat otonoom, melainkan berada dalam rangkaian konfigurasi totalitas sistem, sehingga saling bergantung dan mempengaruhi satu dengan yang lain;

Berfikir Secara Holistik Karena itu, setiap upaya untuk “mensterilkan” hukum dari pengaruh dan keterkaitannya dengan totalitas sistem sosial yang melingkupinya merupakan keangkuhan yang “a historis” & “a sosial”; Melalui karakter berfikir secara holistik, dimaksudkan agar para jurist memiliki keluasan wawasan dan kearifan memahami hakekat dan eksistensi hukum dalam konteks sosialnya;

Berfikir secara spekulatif Agar tetap terdapat “ruang” setiap adanya kontroversi dan/atau negasi, diharapkan melalui proses dialektis (tesis, antitesis, sintesis) dapat ditemukan konsep terbaru; Agar tidak terjadi “monopoli” ukuran dan hakekat kebenaran dalam filsafat hukum; Agar para juris memiliki sikap “religiusitas” serta “kerendahhatian” dan “toleransi” dalam memahami konsep dan hakekat hukum;

Berfikir secara spekulatif Diawali oleh premis bahwa pengakuan yang bersifat apostriori, bahwa hanya “kebenaran Ilahi” yang bersifat absolut, abadi dan universal (dimensi teologis); Adapun kebenaran berdasarkan “rasio manusiawi” dipahami sebagai bersifat relatif dan spekulatif. Senantiasa berbeda, berubah & diubah sesuai konteks ruang, waktu (kontekstualitas). Demikian pula halnya “konsep konsep” dalam filsafat (hukum), tetap dipahami tidak akan pernah bersifat absolut, melainkan senantiasa bersifat relatif, spekulatif dan kontekstual;