Membangun sinergitas guna mendorong implementasi uu pa dan mou helsinki”. Disampaikan Dalam Sosialisasi Kebijakan Politik Di Aula FKIP Universitas Al Muslim Rahmad, S. Sos, MAP
“Pemerintah RI dan GAM Konsisten Dengan Rumusan atau Semangat Nota Kesepahaman MOU” Inilah kalimat kunci dalam MoU Helsinki yang patut diperhatikan oleh kedua belah pihak untuk menyatakan sikap politik yang jelas dalam upaya mendukung perdamaian abadi di Aceh
UU PA dan Masa Depan Perdamaian di Aceh UU Pemerintahan Aceh yang telah disahkan Pemerintah RI pada 1 Agustus 2006 lalu di Jakarta, semestinya bukanlah sekedar produk hukum, melainkan terkait erat dengan komitmen RI-GAM untuk menyelesaikan konflik Aceh secara damai, menyeluruh, berkelanjutan dan bermartabat bagi semua (resolusi konflik).
RPP tentang Pengelolaan Bersama Minyak dan Gas Bumi Pemerintah Pusat sendiri pada masa Pemerintahan SBY telah melakukan beberapa upaya Termasuk di antaranya menyusun Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Kewenangan Pemerintah yang bersifat nasional di Aceh, RPP tentang Pengelolaan Bersama Minyak dan Gas Bumi dan Rancangan Peraturan Presiden tentang pengalihan Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Aceh dan Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota menjadi perangkat Daerah Aceh dan Perangkat Daerah Kabupaten/Kota.
Persoalan utama yang muncul dari tawaran RPP ini adalah: Ketika dalam RPP pengelolaan bersama minyak dan gas bumi, tawaran Pemerintah Pusat untuk pembagian hasil 70:30, Pemerintah Aceh menginginkan pengelolaan pada batas laut 200 mil (Exclusive Economy Zone) sementara Pemerintah Pusat menyatakan pengelolaan bersama minyak dan gas bumi dengan Pemerintah Aceh hanya pada 12 mil dari bibir pantai (territorial waters). Masalah ini menjadi hal utama tersendatnya kesepakatan turunan MoU Helsinki.
Aceh memiliki kewenangan yang bersifat khusus antara lain: Dalam hal rencana persetujuan internasional yang berkaitan langsung dengan Pemerintahan Aceh yang dibuat oleh Pemerintah Pusat harus dilakukan dengan konsultasi dan pertimbangan DPRA Dalam hal rencana pembentukan Undang-undang oleh DPR yang berkaitan langsung dengan Pemerintahan Aceh dilakukan dengan konsultasi dan pertimbangan DPRA Dalam hal kebijakan administratif yang berkaitan langsung dengan Pemerintahan Aceh, seperti pemekaran wilayah, pembentukan kawasan khusus, perencanaan pembuatan dan perubahan peraturan perundang-undangan yang berkaitan langsung dengan daerah Aceh, yang akan dibuat oleh Pemerintah Pusat dilakukan dengan konsultasi dan pertimbangan Gubernur Aceh.
Pemerintah Aceh dapat mengadakan kerja sama secara langsung dengan lembaga atau badan di luar negeri sesuai kewenangannya, kecuali yang menjadi kewenangan Pemerintah Pusat. Dalam naskah kerja sama tersebut harus dicantumkan frasa “Pemerintah Aceh sebagai bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia”. Pemerintah Aceh dapat berpartisipasi secara langsung dalam kegiatan seni, budaya, dan olah raga internasional. Pemerintah Aceh dan pemerintah Kabupaten/Kota dapat membentuk lembaga, badan, dan/atau komisi menurut UU 11/2006 dengan persetujuan DPRA/DPRK, yang pembetukannya diatur dengan Qanun.
Misi Pertama Mewujudkan tata kelola Pemerintahan Aceh yang amanah melalui penyelesaian turunan dan Implementasi UUPA untuk menjaga perdamaian yang abadi, ???
Terwujudnya penyelesaian peraturan-peraturan turunan UUPA yang sangat penting sepertiPeraturan Pemerintah (PP), Peraturan Presiden (Perpres), Qanun dan peraturan perundang-undangan lainnya Terwujudnya implementasi UUPA secara cepat dan akurat melalui implementasi berbagai turunan UUPA yang mengikat dalam upaya pencapaian keutuhan, perdamaian abadi, dan percepatan pembangunan yang berkelanjutan; Terwujudnya penyelenggaraan pemerintahan yang bermartabat, baik, bersih, dan amanah serta bebas dari kolusi, korupsi dan nepotisme, dengan mengedepankan kualitas kerja dan profesionalisme;
Terwujudnya birokrasi yang kuat melalui mengoptimalkan pelayanan publik, menjaga kelangsungan pembangunan yang berkelanjutan melalui terciptanya supremasi hukum dan penegakan hak asasi manusia. Tersedianya ruang dialog publik yang bebas dan bertanggung jawab serta peningkatan peran serta dan partisipasi masyarakat sipil dalam kehidupan politik dan kegiatan pembangunan; Terciptanya tata kelola yang tertib sesuai dengan peraturan perundang-undangan denganpenguatan sistem kelembagaan yang memiliki nilai-nilai demokrasi yang diitik- beratkan kepada prinsip-prinsip transparansi, akuntabilitas, non-diskriminasi, dan kemitraan.
Substansi UU PA Tidak Sesuai MoU Helsinki dan Mundur dari Beberapa UU Jika dianalisis lebih dalam, beberapa substansi dan point penting dalam RUU Pemerintahan Aceh yang telah disahkan dalam Sidang Paripurna DPR-RI tersebut banyak bertentangan dengan MoU Helsinki, termasuk ada beberapa point (pasal, ayat, huruf) yang saling bertentangan (inkonsistensi), bahkan ada yang mundur dari substansi UU 18/2001, UU 32/2004 dan UU 26/2000
MoU Helsinki Jalan Menuju Kemakmuran Dalam perjanjian yang telah disetujui oleh Pemerintah RI dengan GAM saat itu tertuang beberapa butir hasil perjanjian yang menguntungkan Rakyat Aceh Pembagian 70 – 30 % hasil dari Aceh yang merupakan dasar utama timbulnya perlawanan rakyat Aceh terhadap Pusat
Belum Optimalnya pelaksanaan UUPA sebagai wujud MoU Helsinki UUPA ini merupakan produk perundang-undangan yang menjadi pedoman bagi penyelenggaraan pemerintahan di Aceh pasca penandatanganan MoU Helsinki. UUPA diharapkan dapat menumbuhkan masyarakat Aceh baru yang mampu mewujudkan perdamaian menyeluruh dan berkelanjutan guna menciptakan kesejahteraan masyarakat Aceh. Namun di sisi lain, masih banyak peraturan pelaksanaan yang merupakan turunan dari UUPA yang belum dituntaskan sehingga dapat menghambat keberlanjutan perdamaian dan pencapaian pembangunan di Aceh.
Solusi Membangun Sinergitas: Pertama, Alternatif agar tidak menimbulkan konsekuensi hukum yang dapat merugikan Aceh mau tidak mau pemerintahan Aceh dan rakyatnya harus melakukan pendekatan politik dan hukum (politic and legal approach) kepada pemerintah pusat. Secara politik (political approach), pertama, mensyaratkan adanya dukungan seluruh komponen rakyat Aceh kepada pemerintahan Aceh dan sebaliknya keterbukaan pemerintahan Aceh kepada rakyat Aceh.
Kedua, Pemerintah Aceh dan rakyat Aceh bersama-sama mendesak dan melakukan lobby kepada pemerintah pusat agar secara konsisten bisa menerapkan UUPA sesuai MoU dan aspirasi rakyat. Ketiga, secara lebih progresif, berkaitan dengan self government Aceh, agar diatur dalam konstitusi dasar Republik Indoneisa atau UUD 1945 agar tidak menimbulkan kontradiksi dengan konstitusi. Sementara pendekatan hukum (legal approach) meminta pemerintah segera menetapkan PP dan Perpres, serta merevisi UUPA sesuai dengan konteks asymetric autonomy.