Post Traumatic Stress Disorder Keni idacahyati (1307045007)
PTSD adalah gangguan kecemasan yang terjadi pada beberapa orang setelah melihat atau melalui peristiwa berbahaya (Anonim, 2005). PTSD adalah gangguan yang dapat mempengaruhi orang-orang dari segala usia (Anonim, 2005). Gangguan ini ditandai dengan reaksi terhadap ingatan yang mengganggu akan kejadian yang mengerikan dan seolah-olah dialami kembali sehingga menyebabkan kembalinya rasa takut, usaha untuk menghindar, sulit berkonsentrasi dsb. Semakin berat periswa yang dialami oleh seseorang,semakin besar peluang orang tersebut mengalami gangguan stress pasca trauma yang dikenal sebagai Post Traumatic Stress Disorders (PTSD) Pendahuluan
Sekitar 25-30% dari orang yang mengalami peristiwa traumatis dapat terus berkembang menjadi PTSD (Anonim, 2005). Peneitian pada angkatan, korban letusan gunung berapi atau kekerasan kriminal telah menghasilkan angka prevalensi berkisar antara 3%- 58% mengalami PTSD (DSM- IV , 2005). PTSD terjadi pada sekitar 8-14% dari populasi di Amerika Serikat dan tingkat PTSD di kalangan perempuan di Amerika Serikat (12-18%) yang sekitar dua kali dibandingkan laki-laki. epidemiologi
Manifestasi klinik Sebelum mengalami gejala (Re-experiencing symptoms) Gejala Penghindaran (avoidance symptoms) Hyperaurosal symptom Manifestasi klinik
Sebelum mengalami gejala (Re-experiencing symptoms) Flashbacks, mengingat kembali kejadian - kejadian yang terjadi sebelumnya, termasuk gejala fisik, degdegan dan bekeringat, mimpi buruk dan rasa takut yang berlebihan.Gejala yang terjadi dapat disebabkan karena masalah dalam rutinitas sehari-hari seseorang. dapat dimulai dari pikiran dan perasaan orang itu sendiri. Misalnya dengan mengingat Kata-kata, benda, atau situasi yang dapat memicu terjadinya symptom.
Gejala Penghindaran (avoidance symptoms) Tinggal jauh dari tempat, peristiwa, atau benda yang pengingat dari pengalaman peristiwa Merasa mati rasa emosional Merasa sangat bersalah, depresi, atau khawatir Kehilangan minat dalam kegiatan yang menyenangkan di masa lalu Memiliki kesulitan mengingat peristiwa berbahaya. Gejala Penghindaran (avoidance symptoms)
Hyperarousal : Menjadi mudah terkejut Merasa tegang atau gelisah Memiliki kesulitan tidur, dan atau memiliki luapan kemarahan. Hyperarousal :
Pasien dapat didiagnosis dengan PTSD memiliki kriteria setidaknya dalam waktu 1 bulan: kembali mengalami gejala minimal sekali mengalami tiga gejala penghindaran (Avoidance symptoms) Mengalami dua gejala hyperarousal Diagnosa
Terdapat beberapa kriteria diagnosis untuk Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) didasarkan pada DSM-IV-TR. Selain terbukti penderita mengalami kejadian traumatik,juga terdapat gejala- gejala seperti gejala reexperience, avoidance dan hyperarousal yang dialami lebih dari satu bulan, bila gejala tersebut muncul kurang dari satu bulan termasuk dalam gangguan reaksi stres akut. PTSD dikelompokan menjadi akut, bila gejala muncul kurang dari 3 bulan setelah kejadian, kronis jika gejala PTSD yang muncul lebih dari 3 bulan pasca trauma, onset PTSD lambat yakni gejala muncul setelah 6 bulan pasca trauma. Gangguan ini menyebabkan penderita mengalami kegagalan dalam fungsi sosial, pekerjaan maupun fungsi lain dalam kehidupannya Diagnosa DSM IV-TR
Faktor resiko Faktor risiko untuk PTSD meliputi: Hidup melalui peristiwa berbahaya dan trauma Memiliki riwayat penyakit mental Terluka Melihat orang terluka atau terbunuh Merasa takut, tidak berdaya, atau ketakutan yang berlebihan Tidak memiliki dukugan social setelah kejadian atau peristiwa yang menyebabkan trauma Mengalami stres berlebihan setelah kejadian, seperti kehilangan orang yang dicintai, rasa sakit dan cedera, atau kehilangan pekerjaan atau rumah. Faktor resiko
Patofisiologi Post traumatic stress disorder secara keseluruhan, berhubungan dengan reseptor serotonin 5-HT1B yang rendah di anterior cingulate cortex (ACC), hippocampus (HC) dan pallidum serta daerah lain yang terlibat dalam PTSD .Penurunan reseptor 5-HT1B mengikat di ACC telah terbukti meningkatkan kembali mengalami gejala. Penurunan reseptor 5-HT1B mengikat di HC telah terbukti dapat meningkatkan gejala mati rasa. Penurunan reseptor 5-HT1B mengikat di pallidum yang telah terbukti meningkatkan gairah cemas, mengingat kejadian masa lalu , dan gejala mati rasa ( christoper et al, 2013) Christopher R. Bailey, Elisabeth Cordell, Sean M. Sobin and Alexander Neumeister, 2013. Recent Progress in Understanding the Pathophysiology of Post Traumatic Stress Disorder Implications for Targeted Pharmacological Treatment. Johns Hopkins University School of Medicine, Baltimore, MD, USA
Drug of choice dan farmakoterapi psikologi Farmakologi Drug of choice dan farmakoterapi
Psikologi trauma-focused cognitive-behavioural therapy (TFCBT) eye movement desensitization and reprocessing (EMDR) Psikodinamik Rawat inap Terapi perkawinan dan keluarga Hipnotis Terapi kreatif Psikologi
PTSD adalah trauma-focused cognitive-behavioural therapy (TFCBT) Trauma-Focused Cognitive-Behavioural Therapy (TFCBT) ini mencakup pendidikan tentang PTSD, pemantauan gejala-gejala PTSD, manajemen kecemasan, pemaparan terhadap rangsangan yang mengakibatkan kecemasan dalam suasana yang mendukung dan manajemen kemarahan ( Lab et al. 2008 ) Pendekatan kognitif-pilaku terutama terapi pemaparan (exposure therapy) (Leserman J. 2005). PTSD adalah trauma-focused cognitive-behavioural therapy (TFCBT)
Terapi pemaparan. Terapi ini membantu orang menghadapi dan mengendalikan rasa takut mereka. Karena menghadapkan mereka ke trauma yang mereka alami dengan cara yang aman. Menggunakan citra mental, menulis, atau kunjungan ke tempat di mana peristiwa itu terjadi. Terapis menggunakan alat ini untuk membantu orang dengan PTSD mengatasi perasaan mereka. Restrukturisasi kognitif. Terapi ini membantu orang memahami kenangan buruk. Kadang-kadang orang mengingat acara tersebut berbeda dari bagaimana hal itu terjadi. Mereka mungkin merasa bersalah atau malu tentang apa yang bukan kesalahan mereka. Terapi membantu orang dengan PTSD melihat apa yang terjadi dengan cara yang realistis. Pelatihan inokulasi stres. Terapi ini mencoba untuk mengurangi gejala PTSD dengan mengajar orang bagaimana untuk mengurangi kecemasan. Seperti restrukturisasi kognitif, pengobatan ini membantu orang melihat kenangan mereka dengan cara yang sehat.
eye movement desensitization and reprocessing (EMDR) terapi yang menggunakan gerakan bola mata bolak- balik secara volunter untuk mengurangi kecemasan yang berhubungan dengan pikiran yang mengganggu pasien PTSD (Bison JI. 2007). Terapi ini difokuskan pada gambaran trauma serta pikiran dan respon afektif negatif yang ditimbulkan oleh trauma. EMDR menggunakan stimulasi bilateral berupa gerakan mata saccadic atau rangsangan bolak balik mata lainnya, dilakukan saat keadaan terpapar (fokus terhadap ingatan, emosi dan kognitif yang mengganggu) (Coetzee RH et al, 2005 eye movement desensitization and reprocessing (EMDR)
- Fase I assessment, dalam fase ini terapis sudah mendapatkan cerita lengkap mengenai peristiwa yang dialami oleh pasien, pada fase ini digambarkan rencana terapi yang sudah disesuaikan dengan pasien( Coetzee RH,et al . 2005) - Fase II persiapan, pasien mempersiapkan dirinya untuk mendapatkan terapi, metode terapi dijelaskan, terapi ini disesuaikan dengan masing-masing individu sesuai dengan pendidikan dan kondisi psikologisnya, dalam fase ini disepakati stimulasi bilateral yang digunakan. FASE
- Fase III penilaian target memori, selama fase ini pasien mengidentifikasi ingatan, kognisi, dan emosi yang akan dirubah. Terapi normalnya focus terhadap bayangan yang menunjukan ingatan buruk pasien. - Fase IV desensitisasi, pasien diminta menanamkan dalam pikirannya tentang gambaran atau bayangan trauma bersamaan dengan kognisi negatifnya. Stimulasi bilateral dimulai sampai semua ingatannya saling terhubung, stimulasi biasanya diberikan melalui gerakan cepat mata pasien yang mengikuti gerakan jari terapis. Gerakan jari dari terapis ada 30 gerakan namun hal ini disesuaikan dengan kondisi pasien. Proses ini dapat diulang sampai proses terapi selesai ataupun sampai pasien sudah tidak merasakan emosi dan respon fisik yang negatif terhadap bayangan traumanya.
- Fase VII closure, terapis memuji pasien atas usaha yang dilakukan dan pencapaiannya serta dukungan dan semangat pasien. Penterapi juga memberikan pelatihan peregangan dengan tahanan. - Fase VIII debriefing the experience, pasien diwawancarai dan dijelaskan mengenai efek yang mungkin akan dialami pasien nantinya setelah terapi selesai (Coetzee RH, et al. 2005 )
Belum ada penelitian yang memuaskan pengobatan rawat inap untuk PTSD dan kondisi yang terkait dengan trauma. Namun, konsensus klinis setuju bahwa adalah tepat untuk intervensi krisis, manajemen kasus diagnostik yang kompleks, pengiriman prosedur terapi emosional intens dan pencegahan kambuh. Rawat inap
Terapi perkawinan dan keluarga Tidak ada studi penelitian dilakukan pada efektivitas terapi perkawinan / keluarga untuk pengobatan PTSD. Namun, karena efek yang unik trauma pada keterkaitan interpersonal, kebijaksanaan klinis menunjukkan bahwa pasangan dan keluarga dimasukkan dalam pengobatan mereka dengan PTSD. Dari catatan, konseling perkawinan biasanya kontraindikasi pada kasus kekerasan dalam rumah tangga. Terapi perkawinan dan keluarga
penelitian tentang penggunaan hipnosis dengan korban trauma menunjukkan sedikit perbaikan dalam gejala trauma, konsensus klinis menunjukkan bahwa hal itu dapat membantu sebagai ajuvan daripada pengobatan primer, terutama dengan disosiasi dan mimpi buruk. Hypnosis
Saat ini tidak ada bukti yang dikendalikan pada terapi kreatif (seni, drama, musik ). Beberapa dokter percaya bahwa terapi tersebut unik dipasang untuk mengatasi manifestasi somatik spesifik trauma (yaitu, pembelaan sensorik, kenangan somatik, dll). Ada beberapa hati-hati dengan perawatan somatik berkenaan dengan kebutuhan untuk menjaga keamanan fisik dan batas-batas profesional yang sesuai, sehingga sangat penting bahwa terapis akan terlatih dalam modalitas ini. Terapi kreatif
Farmakologi
Farmakologi
Selective serotonin reuptake inhibitors (SSRIs) Jenis obat pertama dari golongan SSRIs adalah paroxetine. Penelitian double blind RCTs tentang paroxetine yang pernah dipublikasikan, menunjukan efek positif dibandingkan plasebo, namun paroxetine tidak direkomendasikan oleh NICE sebagai terapi pilihan pertama untuk PTSD. Efek samping dari obat ini adalah mual,mulut kering, asthenia dan ejakulasi abnormal (Bisson J. 2007). Obat kedua adalah sertraline, obat ini dianggap efektif untuk PTSD di Inggris, namun hanya efektif untuk wanita, sedangkan untuk pria tidak. Efek samping dari obat ini dibandingkan plasebo, sertraline secara signifikan meningkatkan insomnia, diare dan mual serta penurunan nafsu makan (Bisson J. 2007).
Lanjut selama 12 bulan
Ron Kovic adalah seorang mariner yang bertugas di Vietnam saat berada disana Ron menjadi korban penembakan.Saat itu Wilson mencoba menyelamatkan Ron namun kemudian Wilson meninggal saat berada dipangkuan Ron, sehingga meninggalkan kesan yang mendalam bagi Ron.Karena terus- terusan merasa bersalah maka atasan Ron memerintahkan Ron untuk melupakan kejadian tersebut karena menyebabkan efek negative terhadap Ron. Hingga akhirnya saat melakukan tugas Ron terjebak dan hampir mati, namun saat itu sesama marinir datang dan menyelamatkan Ron. Saat itu Ron yang tinggal di rumah sakit untuk penyembuhan merasa tidak nyaman karena petugas yang tidak peduli terhadap pasien dan dokter yang datang tidak secara intensif, penggunaan obat- obatan terlarang antara pasien dan petugas rumah sakit. Saat Ron mencoba berjalan menggunakan tongkat meskipun mendapat peringatan dari dokter, Ron tetap melakukannya. Saat itu Ron yang putus asa mendapat kabar bahwa kedua kakinya harus diamputasi, namun dalam pikirannya adalah perlakuan keluarga dan teman- temannya melihat keadaannya seperti itu. Pada saat ulang tahun Amerika saat itu Ron mendapat penghargaan karena berperang namun yang ada didalam pikirannya semua itu hanya ilusi dan hanya memikirkan bagaimana caranya agar kedua kakinya dapat kembali, dan saat perayaan kemerdekaan AS saat kembang apa meluncur Ron merasa ketakutan mendengar suara kembang api tersebut karena mengingatkannya akan pengalaman perang di Vietnam. Setelah kejadian tersebut Ron menjadi orang yang mudah marah dan selalu menjadikan alcohol sebagai pelarian juga selalu bertengkar dengan ibunya. Setelah diperiksa Ron menunjukan bahwa ia mengalami gejala Post traumatic akibat perang di Vietnam. Kasus
kesan yang mendalam karena ditolong Wilson dan akhirnya Wilson meninggal Diliputi perasaan bersalah dan akhirnya ron hampir mati Merasa tidak nyaman saat dirawat di rumah sakit Mudah putus asa Penghargaan yang diberikan kepada Ron hanya ilusi Merasa ketakutan saat mendengar kembang api Mudah marah , menjadikan alcohol sebagai pelarian , selalu bertengkar dengan ibu nya. evaluasi
Pengobatan
Post traumatic stress disorder (PTSD) merupakan suatu kondisi atau keadaan yang terjadi setelah seseorang mengalami peristiwa traumatik atau kejadian buruk dalam hidupnya.Timbulnya PTSD tidak hanya disebabkan adany Stressor namun melibatkan faktor lainnya yang terjadi sebelum dan sesudah trauma. Gambaran klinis yang ada pada penderita Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) yaitu merasakan kembali mengalami peristiwa (re- experience ), Avoidance dan numbing Serta hyperarousal. Kriteria diagnosis untuk PTSD didasarkan pada DSM-IV-TR. Dua pilihan terapi yang dapat diberikan kepada penderita PTSD, yakni terapi psikologi dan pharmakologi. Lini pertama dalam penanganan PTSD adalah trauma-focused cognitive-behavioural therapy (TFCBT) atau eye movement desensitization and reprocessing (EMDR). Beberapa pilihan golongan obat yang dianggap bisa dipakai untuk penderita PTSD Selective serotonin reuptake inhibitors, Tricyclics dan Monoamine Oxidase inhibitors. Intervensi secara psikologi maupun pharmakologi secepat mungkin, setelah seseorang mengalami trauma dapat mencegah atau mengurangi resiko timbulnya PTSD. Kesimpulan
Terima kasih