Konsep Peringatan Dini Gerakan Tanah Subandriyo, M.Si Badan Geologi Kementerian ESDM
Data BNPB Longsor termasuk dalam top 3 bencana alam di Indonesia dari total 1450 kejadian bencana alam di tahun 2014. Peringkat pertama dari jumlah korban. 408 jiwa tewas, 79.341 jiwa mengungsi, dan 5.814 rumah rusak. Masih tersisa 40,9 juta jiwa (17,2% dari penduduk nasional) yang terpapar langsung oleh bahaya longsor sedang-tinggi.
Mitigasi Bencana Gerakan Tanah Permen ESDM no 15 th 2011 Penyediaan Informasi Gerakan Tanah Pemetaan Penyelidikan Pemantauan Peringatan Dini Bencana Gerakan Tanah Diseminasi Penguatan Ketahanan Masyarakat Renkon Rekomendasi Relokasi dan Rekayasa Teknologi
Daftar Lokasi Stasiun dan jumlah penduduk terancam Nama Stasiun Lokasi Terancam 1 Sukamakmur Desa Sukamakmur, Kec. Sukamakmur, Kab. Bogor 10 kk, 24 jiwa 2 Puspahiang Desa Pusparahayu, Kec. Puspahiang, Kab. Tasikmalaya 179 kk, 500 jiwa 3 Pamulihan Desa Pananjung, Ke. Pamulihan, Kab. Garut 20 kk, 75 jiwa 4 Cipanas Desa Ciloto, Kec. Cipanas, Kab. Cianjur 165 kk, 535 jiwa 5 Padalarang Desa Ciraliwung, Kec. Padalarang, Kab. Bandung Barat 200 kk, ± 600 jiwa 6 Luhur Pager Luhur, Wonosobo 163 kk, 608 jiwa 7 Kejajar Desa Tieng, Kec. Kejajar, Kab. Wonosobo 125 kk 8 Gelangan Desa Gelangan, Kec. Magelang Tengah, Kab. Magelang 155 kk, 9 Pulus Desa Pulus, Kec. Sukoharjo, Kab. Wonosobo 50 kk, 213 jiwa 10 Garon Desa Garon Lor, Kec. Sukoharjo, Kab. Wonosobo 80 kk, 217 jiwa 11 Cimanggu Desa Negara Jati, Kec. Cimanggu, Kab. Majenang - 12 Windusari Kec. Windusari, Kab. Magelang 13 Grabag Kec. Grabag, Kab. Magelang 14 Bruno Kec. Bruno, Kab Purworejo
Titik Pemasangan di Jawa Barat dan Jawa Tengah Putih stasiun lama Di sukoharjo ada 2 yaitu Pulus dan Garon
Contoh kondisi lapangan di Desa Kertamulya, Kec Contoh kondisi lapangan di Desa Kertamulya, Kec. Padalarang, Bandung Barat Telah terjadi longsor beberapa hari sebelum pemasangan menimbun sebuah rumah dan menewaskan 1 orang. Rumah yang dilingkari mengalami retak. Rekahan sepanjang 100 m tampak di halaman rumah. Ekstenso dipasang dengan bentangan 20 m.
Perangkat yang digunakan Unit di lapangan Extensometer Sensor curah hujan tipping bucket Kawat seling Pipa pvc Solar panel Regulator solar panel GPRS data logger extensometer Gprs data logger Tipping bucket rain gauge
Perangkat yang digunakan Unit server penerima di kantor BPPTKG Seperangkat computer server Software penerima Database mysql Gprs modem Kabel serial to usb Komputer server Kabel serial to usb Gprs modem Software penerima
Teknik pemasangan sensor Melakukan survey geologi pendahuluan untuk penentuan titik pemasangan sensor Sensor diletakkan pada posisi yang aman dan cukup stabil diantara titik rekahan dengan titik pancang Dilakukan penarikan kawat sling yang dihubungkan dengan sensor ke ujung titik pancang Pengecekan akurasi antara besar tarikan sling dengan nilai yang didapat Pengecekan system transmisi menggunakan perangkat seluler
Syarat penempatan stasiun Pemilihan lokasi dengan mempertimbangkan sinyal seluler yang kuat (transmisi menggunakan SMS/TLR) Pemilihan lokasi dengan lingkungan yang terbuka (visibilitas solar panel dan curah hujan) Sensor harus diletakkan pada titik yang stabil / diluar bidang gelincir (didasarkan dari hasil survey geologi)
Ilustrasi installasi stasiun gerakan tanah di lapangan
Ekstensiometer tampak dari samping
Sistem transmisi data Menggunakan 2 sistem : 1. SMS melalui GPRS data logger atau 2. Transmisi radio TLR (Telemetri radio Laju Rendah) Data tertransmit setiap 5 menit sekali Data yang dikirimkan meliputi berupa angka yang mewakili jarak posisi dari sensor ke titik pancang serta intensitas curah hujan yang terjadi di lapangan
SKEMA SISTEM TRANSMISI
Instalasi gerakan tanah melibatkan masyarakat lokal
Contoh stasiun terpasang
Sosialisasi Alat Ke BPBD dan Warga
Sistem penerimaan data Berbasis web Disimpan dalam bentuk database (mysql) Bisa diakses dari mana saja Visualisasi dalam bentuk grafik “Bisa diakses dan dimonitor siapapun”
Tampilan Login untuk akses data Untuk sementara menggunakan alamat bpptkginfo.com
Visualisasi data dalam bentuk grafik Terjadi longsor 100 m dari lokasi stasiun Sekaligus contoh gerakan tanah yang terekam oleh stasiun. Di sekitar jarak 100 m dari stasiun Sukamakmur pada tanggal 20 terjadi longsor dua rumah tertimbun. Namun alat baru menunjukkan perubahan sekitar 4 jam setelahnya. Pergerakan bisa merupakan proses menuju kestabilan atau justru proses akan terjadinya longsoran secara massif.
Terjadi longsor di bawah stasiun. Terjadi longsor di bawah stasiun tgl 25 jan siang hari. Pada sore harinya penduduk diungsikan. Stasiun menunjukkan precursor sekitar 12 jam sebelumnya dengan kenaikan sebesar 1 cm.
Konsep EWS Berbasis spasial dan temporal EWS spasial dengan peta rawan longsor EWS temporal: adaptasi dari EWS gunungapi
KARAKTERISTIK PERGERAKAN TANAH Penerapan FFM (Manconi dan Giordan, 2015)
FFM sebagai parameter peringatan dini FFM (Failure Forecast Method) adalah sebuah metode penentuan waktu failure dari material dengan memanfaatkan perubahan nilai parameter yang berkembang menjelang terjadinya failure tersebut. Saito dan Uezawa (1961) termasuk pionir dalam metode ini dengan menggunakan laju strain dari gerakan tanah Fukuzono (1985) mengusulkan formula keramat yang menghubungkan antara besaran kecepatan dan percepatan Selanjutnya metode ini selain banyak dipakai di bidang gertan juga dikembangkan di letusan gunungapi dipelopori oleh Voight (1988). Di G. Merapi Budi-Santoso (2013) berhasil melakukan prediksi secara posteriori letusan 26 Oktober 2010 mulai 6 hari s/d sebelum letusan dengan akurasi < 3 jam.
Penerapan FFM di Gertan Solusi sederhana jika α = 2, Inversi kecepatan terhadap waktu menjadi linear yang akan memotong di sumbu x sebagai waktu failure. Cukup dengan 2 atau 3 point dapat melakukan prediksi tanpa memerlukan komputasi.
Konsep Status bahaya tanah longsor Makna Indikasi Konsekuensi Normal Tidak ada ancaman Tidak ada pergerakan tanah, tidak terjadi hujan lebat Rencana kontijensi, assesment bahaya, Instalasi/ perawatan stasiun monitoring, revitalisasi sistem komunikasi, jalur/lokasi evakuasi, dll Waspada Ada potensi akan terjadi tanah longsor Hujan dengan intensitas tinggi, data ekstensometer bisa jadi belum menngkat Koordinasi ditingkatkan, persiapan evakuasi Siaga Sudah terjadi gerakan tanah namun belum mengancam. Terjadi pergerakan tanah dengan pola linear Evakuasi kelompok rentan Awas Ada indikasi akan segera terjadi longsor Terjadi pergerakan tanah dengan pola percepatan Evakuasi menyeluruh
Waspada (Saat hujan terjadi) Awas (Saat ada percepatan) Prediksi waktu longsor dilakukan Siaga (Saat ada pergerakan linear dari tadinya tidak bergerak) Waspada (Saat hujan terjadi)
Peringatan langsung otomatis atau non-otomatis ke pihak berwenang. Alarm : saat penetapan status Awas, saat reliabilitas pemodelan FFM mencapai ambang yang sudah ditentukan, dan atau saat terjadinya longsor itu sendiri atau ada gejala lain yang tidak terprediksi sebelumnya yang menunjukkan segera akan terjadi longsor.
KESIMPULAN EWS gerakan tanah diterapkan melalui dua basis yaitu spasial dan temporal. Dalam hal EWS temporal diusulkan penerapan status aktivitas seperti yang dipakai di gunungapi. FFM merupakan metode prediksi longsor sekaligus kondisi kunci status kritis. Perlu percepatan dan pengembangan sistem pemantauan gerakan tanah di Indonesia
Sekian dan terima kasih