Kanonisasi Perjanjian Lama Lilly Yulia Wasida, M. Teol.
Apa itu Kanon? Istilah “kanon” berasal dari bahasa orang Semit “qãneh” yang dipinjam oleh orang Yunani. Awal arti kata “kanon” ialah buluh. Buluh dipakai untuk mengukur, maka kata itu memiliki beberapa arti sehubungan dengan pengukuran misalnya norma, hukum, batas, daftar dan indeks. Sehubungan dengan kanonisasi alkitab, istilah kanon menggunakan arti daftar atau susunan. Jadi, kanon Alkitab memiliki arti: “susunan kitab-kitab dalam Alkitab” atau “daftar isi Alkitab yang dianggap otoratif atau punya kewibawaan yang diberlakukan sebagai patokan kehidupan religius umat”.
Konsep kanonisasi Alkitab Keadaan dalam pembuangan (lenyapnya Bait Suci, ibadah dan segala yang berhubungan dengan itu) mendorong orang Israel untuk mencari, mengumpulkan, membukukan dan menyebarkan segala yang berhubungan dengan kerohanian mereka. Konsep kanon ialah kumpulan tulisan-tulisan yang berwibawa yang ajarannya mengikat umatnya. Kanon Alkitab adalah kebutuhan mutlak umat Allah karena berisi penyataan Allah atas umat-Nya. Awalnya, yang dimuat dalam kanon hanya yang mempunyai wibawa rohani bagi jemaat Yahudi saat pembuangan dan sesudah pembuangan.
Yang dianggap sebagai yang berwibawa, yaitu: Segala yang dapat menunjukkan hukum Tuhan, taurat imam dan teks- teks hukum/aturan Segala yang menunjukkan penyataan-penyataan kenabian dan kitab- kitab historis Segala yang menunjukkan ajaran-ajaran kesusilaan-praktis, kebijaksanaan/hikmat dan nyanyian-nyanyian/lagu-lagu yang digunakan dalam ibadah (contoh megilloth, yakni sebuah kelompok kitab yang terdiri atas Kitab Rut, Kidung Agung, Pengkhotbah, Ratapan, dan Esther. Kelima kitab ini dibacakan pada hari-hari raya utama orang Yahudi sepanjang tahun). Inti konsep kanon adalah setiap orang mendengar dan mentaati sebuah kitab serta merasa yakin bahwa Allah berbicara melalui kitab itu.
Proses Kanonisasi Perjanjian Lama Ada 4 langkah dalam pembentukan kanon Perjanjian Lama: Ucapan-ucapan berwibawa Tulisan-tulisan berwibawa Kumpulan kitab-kitab berwibawa Kanon yang baku
Pada mulanya kisah-kisah mengenai Allah dan hubungan-Nya dengan Ucapan-ucapan berwibawa Pada mulanya kisah-kisah mengenai Allah dan hubungan-Nya dengan umat Israel disampaikan dari mulut ke mulut dan ini berlangsung dari generasi ke generasi. Namun, benih- benih kanon telah ada sejak orang-orang Israel menyadari peranan mereka yang khusus dalam rencana keselamatan Allah.Sehingga, mereka harus menjunjung tinggi perintah-perintah dan janji-janji Allah yang dikukuhkan kepada bapak-bapak leluhur Israel sebagai Firman Allah yang kudus yang dapat memberikan kekuatan dan penghiburan.
2. Tulisan-tulisan berwibawa Kisah-kisah yang diceritakan dari mulut ke mulut tadi baru mulai ditulisakan sekitar tahun 1200-1000 S.M. (bdk. Ul. 31: 24-26) Sekitar 600 S.M. kitab Ulangan dijadikan norma pelaksanaan keagamaan (lih. 2 Raj. 22-23).
3. Kumpulan kitab-kitab berwibawa Pembagian kitab suci agama Yahudi terdiri dari 3 bagian, yaitu Taurat, Nabi-nabi dan kitab-kitab. Pembedaan bagian kitab-kitab ini mungkin saja bukan hanya karena berbeda isi namun juga memperlihatkan tahap-tahap pembentukan kanon. Sebab kelima kitab Taurat terbentuk menjadi kitab sekitar tahun 400 S.M. Kitab Nabi-nabi terbentuk menjadi kitab-kitab seperti sekarang sekitar tahun 400-200 S.M. Sedangkan Kitab-kitab terbentuk menjelang zaman Perjanjian Baru sekitar 200-100 S.M.
4. Kanon yang baku Terkumpulnya kitab-kitab berwibawa belumlah merupakan akhir dari proses kanonisasi. Meski telah terdapat pembagian yang jelas atas alkitab Yahudi namun kanon Ibrani terus bertambah. Nanti setelah tahun 70 M. pada peristiwa jatuhnya kota Yerusalem, kanon Ibrani mulai dibatasi untuk menerima tulisan- tulisan sebagai Kitab Suci. Kitab-kitab terakhir yang diterima dalam kanon Ibrani adalah Kidung Agung, Ester dan Pengkhotbah. Pada Sidang Raya di Jamnia (sekitar 90 M) barulah rabbi Yahudi (yang dipimpin oleh Johannan ben Zakkai) membakukan Kitab Suci mereka (kanon Ibrani/TENAK) sebanyak 24 kitab.
Kitab-kitab Deutrokanonika (Apokrifa) Selain kanon Ibrani (Perjanjian Lama) ada kitab-kitab lain yang diterima oleh gereja yang termuat dalam Alkitab. Kitab-kitab susulan itu disebut “Deutrokanonika” (kanon kedua) atau “Apokrifa” (tersembunyi). Kitab-kitab ini ditulis sesudah kitab-kitab Perjanjian Lama dan sebagian dikarang dalam bahasa Yunani, sehingga tidak termuat dalam Alkitab bahasa Ibrani. Sewaktu Alkitab diterjemahkan kedalam bahasa Yunani (Septuaginta), maka kitab-kitab itu diikutsertakan. Agama Yahudi dan gereja Protestan hanya menerima kitab-kitab dalam kanon Ibrani, sedangkan yang menerima kitab Deutrokanonika adalah gereja Katolik Roma. Namun, bagi gereja protestan meski kitab-kitab ini tidak dijadikan kitab suci namun dijadikan sebagai buku bacaan penunjang dalam mempelajari kitab suci. Kitab-kitab Deutrokanonika ini adalah: riwayat Tobit, riwayat Yudit, 1 & 2 Makabe, Kebijaksanaan Salomo, hikmat Yesus bin Sirakh, Kitab Barukh serta Surat Yeremia, tambahan pada kitab Ester dan Daniel.
Jadi, Perjanjian Lama jumlah kitabnya sama dengan kanon Ibrani namun pengaturannya/ susunannya mengikuti susunan dalam kanon Yunani. Apa perbedaannya: Rut, Tawarikh, Ezra, Nehemia, Ester dalam kanon Ibrani ada di kitab-kitab. Daniel dan Ratapan dalam kanon Ibrani juga masuk dalam kelompok kitab-kitab bukan Nabi-nabi.