DISKUSI 1,a INDONESIA SEHAT 2010.

Slides:



Advertisements
Presentasi serupa
ASAS DAN PRINSIP PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA
Advertisements

UU NO.36 TENTANG RUMAH SAKIT MARKUS LUAHAMBOWO
PEMBUKAAN RAPAT KERJA KESEHATAN NASIONAL Jakarta, 22 – 23 Agustus 2005 MENTERI KESEHATAN RI.
ASAS DAN PRINSIP PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA
Kebijakan Dasar Pusat Kesehatan Masyarakat
Peran BPJS dan DJSN dalam SJSN
Struktur Penyelenggara Pemerintahan Daerah : Pemerintah Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
STOP DEBAT, Jalankan SJSN dg Konsisten
UU No. 23 TAHUN 2014 IMPLIKASINYA TERHADAP SDM KESEHATAN
TRANSFORMASI KELEMBAGAAN PT ASKES (PERSERO) MENJADI BPJS KESEHATAN
KEBIJAKAN PROGRAM LANSIA DI KABUPATEN CILACAP
KEBIJAKAAN DASAR PUSAT KESEHATAN MASYARAKAT
KAJIAN HARMONISASI RUU TENTANG BUMN
1 INFORMASI KESEHATAN ANDAL 2010
Administrasi dan Kebijakan Upaya Kesehatan Perorangan
PUSKESMAS VISI Tercapainya Kecamatan sehat menuju
& Dana Dekonsentrasi PENYELENGGARAAN APBN DI DAERAH :
Biro Administrasi Kesra dan Kemasyarakatan Setda DIY
Kepala Bappeda Provinsi Sulawesi Tenggara
POKOK-POKOK PEMBANGUNAN KESEHATAN DI INDONESIA
Materi 3 Manajemen RS Smt 7-AKK-Kesmas
Sistem Informasi Kesehatan Daerah dan Puskesmas
PUSKESMAS VISI Tercapainya Kecamatan sehat menuju
STRATA BANGUNAN BERTINGKAT
RPP PENYELENGGARAAN SPAM
IMPLEMENTASI SJSN Rapat Pakar tentang Jaminan Sosial dan Landasan Perlindungan Sosial: Belajar dari Pengalaman Regional DEWAN JAMINAN SOSIAL NASIONAL Jakarta,
ELIMINASI MALARIA DI BANYUMAS 2015
SISTEM INFORMASI KESEHATAN KABUPATEN/KOTA
SUMBER DATA SISTEM INFORMASI KESEHATAN NASIONAL
STANDAR PELAYANAN PUSKESMAS
SISTEM INFORMASI KESEHATAN NASIONAL (SIKNAS)
ANALISIS KEBIJAKAN KESEHATAN
PRAKTIK KEPERAWATAN.
DISKUSI 2 SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL (SJSN)
NORMA STANDAR PROSEDUR DAN KRITERIA
MEMAHAMI SISTEM INFORMASI KESEHATAN NASIONAL (SIKNAS) PERTEMUAN 13
Laela Indawati, SSt.MIK., MKM
SISTEM PELAYANAN KESEHATAN
SISTEM INFORMASI NASIONAL (SIKNAS) Dan SIKDa
SISTEM INFORMASI KESEHATAN (SIK)
S E L A M A T D A T A N G.
Dr. Jum’atil Fajar, MHlthSc
Intan Silviana Mustikawati, SKM, MPH
SISTEM PELAYANAN KESEHATAN PERTEMUAN 12
Peraturan Perundang-Undangan (Analisis Implementasi UUD 1945)
INSTITUSI PELAYANAN KESEHATAN PERTEMUAN 11
Kom III SUHARI MM.
12 PROMOSI KESEHATAN DI SEKOLAH
STRUKTUR ORGANISASI INSTITUSI PELAYANAN KESEHATAN DAN KOMPONENNYA
JENIS DAN PROGRAM KESEHATAN DI INDONESIA
ASPEK-ASPEK SOSIAL BUDAYA DALAM PELAYANAN KEBIDANAN
UPAYA MENUJU MUTU PELAYANAN KESEHATAN YANG PARIPURNA STUDI TENTANG AMANAT UNDANG-UNDANG 1945 PASAL 28H AYAT (1) DAN PASAL 34 AYAT (2), (3)
SOSIALISASI PERMENDAGRI 65 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN
SJSN & BPJS Peluang atau Tantangan
Sistem informasi kesehatan
KEMENTERIAN KESEHATAN RI
IMPLEMENTASI APLIKASI SPM BERBASIS WEB
Materi-2 MATA KULIAH SIMKES S1-KESMAS-AKK
PROGRAM INDONESIA SEHAT DENGAN PENDEKATAN KELUARGA (PIS-PK)
PENGANTAR PERENCANAAN PENGEMBANGAN SPAM
Manajemen Informasi Kesehatan 1
Journal Reading Analisis Perubahan Kebijakan Peraturan Presiden No. 19 Tahun 2016 Tentang Jaminan Kesehatan Menjadi Peraturan Presiden No. 28 Tahun 2016.
 Tahun 2019 AKADEMI KEPERAWATAN POLITEKNIS KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN ACEH BANDA ACEH.
Keputusan Menteri Kesehatan No.128 Tahun 2004 tentang Kebijakan Dasar Puskesmas Kelompok II : Aditya Prayudha Setri Endah Pratiwie Siti Ayu Puspasari Khana.
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR72TAHUN 2012 TENTANG SISTEM KESEHATAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Tren Pembiayaan di Indonesia: Model Bismarckian atau Beveridge?
SISTEM INFORMASI KESEHATAN
PELAYANAN DI PUSKESMAS
MUSRENBANG Perubahan RPJMD Tahun
PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH.
Transcript presentasi:

DISKUSI 1,a INDONESIA SEHAT 2010. Dikutip oleh Dr. Mayang Anggraini Naga MIK-FIKES U-IEU 2008

INDONESIA SEHAT 2010, 1 April 1999. Pemerintah menyadari walau derajat kesehatan masyarakat meningkat dengan bermakna, hasilpembangunan masih belum dapat dinikmati secara merata dan hasil belum seluruhnya memuaskan Pemerintah menyusun strategik/kebijakan pem-bangunan kesehatan baru, yang didasarkan pada Gerakan Pembangunan Berwawasan Kesehatan sebagai Strategi Nasional menuju Indonesia Sehat 2010.

INDONESIA SEHAT 2010, 1 April 1999.(Lanjutan-1) Tuntutan reformasi total kebijakan pembangunan dalam segala bidang muncul karena masih adanya: 1. Ketimpangan hasil pembangunan kesehatan - antar daerah dan - antar golongan, 2. Derajat kesehatan masyarakat yang masih tertinggal dibandingkan dengan negara tetangga, dan 3. Kurangnya kemandirian dalam pembangunan kesehatan.

INDONESIA SEHAT 2010 (Lanjutan-2) PARADIGMA SEHAT baru ini menekankan bahwa: Perencanaan pembangunan dan pelaksanaannya di semua sektor harus mampu mempertimbangkan dampak negatif dan positifnya terhadap kesehatan baik individu, keluarga dan masyarakat. Upaya kesehatan akan lebih mengutamakan upaya preventif, promotif, tanpa meninggalkan upaya kuratif, dan rehabilitatif. Indikator dan Parameter pengukur keberhasilan Indonesia Sehat 2010 dikembangkan dan ditetapkan melalui konsensus nasional.

INDONESIA SEHAT 2010, 1 April 1999 (Lanjutan-3) Indonesia Sehat 2010 bukan milik Depkes namun milik seluruh masyarakat Indonesia dan semua sektor oleh karenanya perlu kerjasama yang harmonis untuk mewujudkannya.

INDONESIA SEHAT 2010 (Lanjutan-4) Reformasi kesehatan diperlukan mengingat ada 5 (lima) fenomena utama yang berpengaruh besar terhadap keberhasilan pembangunan kesehatan: Pertama: perubahan mendasar pada dinamika kependudukan yang mendorong lahirnya transisi demografis dan epidemiologis Kedua: temuan substansial ilmu iptek kebokteran membuka cakrawala baru dalam memandang proses hidup, sehat, sakit dan mati.

INDONESIA SEHAT 2010, 1 April 1999 (Lanjutan-5). Ketiga: tantangan global akibat kebijakan perdagangan bebas, pesatnya revolusi bidang informasi, telekomunikasi dan transportasi. Keempat: Perubahan lingkungan berpengaruh terhadap derajat dan upaya kesehatan. Kelima: demokrasi di segala bidang menuntut pemberdayaan dan kemitraan dalam pembangunan kesehatan.

INDONESIA SEHAT 2010 (Lanjutan-6) Tinjauan kembali kebijakan pembangunan kesehatan menjadi keharusan. Perubahan pemahaman akan konsep sehat dan sakit serta makin kayanya khasanah ilmu pengetahuan dengan informasi tentang determinan penyebab penyakit yang multifaktoral  menggugurkan paradigma pembangunan kesehatan yang lebih mengutamakan pelayanan kesehatan yang kuratif dan rehabilitatif

INDONESIA SEHAT 2010, 1 April 1999.(Lanjutan-7) Paradigma Sehat = upaya untuk lebih meningkatkan kesehatan bangsa yang bersifat pro-aktif = model pembangunan kesehatan jangka panjang yang mendorong masyarakat mandiri menjaga kesehatannya, sadar akan pentingnya upaya promotif dan preventif.

INDONESIA SEHAT 2010 (Lanjutan-8) Dasar-dasar, visi dan misi pembangunan kesehatan di samping mampu menghadapi 5 fenomema utama tantangan konvensional pembangunan kesehatan, harus mengantisipasi pelbagai perubahan yang terjadi dalam milenium ketiga masa depan. UU No: 23 1992 tentang Kesehatan: kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial dan ekonomi.

INDONESIA SEHAT 2010 (Lanjutan-9) WHO, 1948: derajat kesehatan yang setinggi- tinggi adalah suatu hak yang fundamental bagi setiap orang tanpa membedakan - ras, - agama, - politik yang dianut dan - tingkat sosial ekonominya.

INDONESIA SEHAT 2010 (Lanjutan-10) A Dasar Perikemanusiaan: Upaya kesehatan harus berdasarkan perikemanusiaan yang dijiwai, digerakan dan dikendalikan oleh: - keimanan, - ketawkwaan, - berbudi luhur dan - memegang teguh etik profesi.

INDONESIA SEHAT 2010 (Lanjutan-11) Dasar Pemberdayaan dan Kemandirian: Setiap upaya kesehatan harus mampu membangkitkan dan mendorong peran serta masyarakat. Pembangunan kesehatan dilaksanakan berlandaskan kepercayaan atas kemampuan dan kekuatan sendiri serta bersendikan kepribadian bangsa. C. Dasar Adil dan Merata: semua orang mempunyai hak yang sama.

INDONESIA SEHAT 2010 (Lanjutan-12) D. Dasar Pengutamaan dan Manfaat: Penyelenggaraan yang mengikuti perkembangan iptek, mengutamakan pendekatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit, serta dilaksanakan secara profesional, mempertimbangkan kebutuhan kondisi daerah, berhasilguna dan berdayaguna.  bermanfaat bagi peningkatan derajat kesehatan masyarakat sesuai peraturan dan perundang-undangan yang berlaku.

INDONESIA SEHAT 2010 (Lanjutan-13) Ulasan tentang: Isu Strategis Visi dan Misi Pembangunan Kesehatan Kebijakan umum Strategi Pembangunan Kesehatan V. Pokok Program dan Program Unggulan (Keterangan lebih rinci dapat dibaca melalui: Buku terbitan Depkes R.I.: Indonesia Sehat 2010 Visi Baru, Misi, Kebijakan dan Strategi Pembangunan Kesehatan, 1-April 1999, Menkes: Prof. Dr. F.A. Moeloek)

INDONESIA SEHAT 2010 (Lanjutan-14) INDIKATOR: Indikator diarahkan: untuk menilai pencapaian sasaran pembagunan kesahatan. Dengan adanya pergeseran cara pandang dari: (1) pengobatan kesehatan (konsep sakit, indikator input) (2) kearah pembinaan kesehatan (konsep sehat indikator input dan proses) Indikator-2 diharapkan digunakan untuk memenuhi suatu prosedur kerja yang kesemuanya mangarah menuju TQM (total Quality Management).

INDONESIA SEHAT 2010 (Lanjutan-15) Indikator Input: (dilihat dari kebijaksanaan, manajemen (meliputi 5M) struktur organisasi serta kondisi keadaan masyarakat pada saat itu): - komitmen politik mengenai kesehatan bagi semua. - alokasi sumberdaya, pembiayaan kesehatan 5% dari total pembiayaan nasional atau pembiayaan pembangunan daerah. - GNP dan GDP - penyebaran pendapat. - angka melek huruf orang dewasa - ketersediaan sarana kes., penyebaran, penggunaan. - tingkat pertumbuhan penduduk. - penduduk yang ikut JPKM. - kerangka organisasi dan proses manajemen. – dll.

INDONESIA SEHAT 2010 (Lanjutan-16) Indikator Proses: (adanya kemajuan-kemajuan dalam proses manajemen baik dalam Perencanaan, Organisasi, Staffing, Koordinasi, Pelaporan dan Pembiayaan). Misalnya: - keterlibatan masyarakat dalam mencapai kesehatan bagi semua. - tingkat desentralisasi pengambilan keputusan, pengembangan dan penetapan suatu proses managerial bagi pembangunan kesehatan nasional atau pembangunan daerah. - wanita hamil yang memeriksakan kehamilannya (K1-K4) - penduduk yang tidak merokok dan tidak minum minuman keras.

INDONESIA SEHAT 2010 (Lanjutan-17) Indikator Output: Misalnya: Cakupan: - cakupan pelayanan kesehatan dasar. - cakupan pelayanan rujukan Status kesehatan: - status gizi dan perkembangan psikososial anak-2 - angka kematian bayi, anak, umur harapan hidup waktu lahir, - angka kematian ibu.

DESENTRALISASI  OTONOMI DAERAH Dalam rangka pelaksanaan desentralisasi menuju Otonomi Daerah di bidang Kesehatan, SIKNAS memegang peran penting maka perlu ditetapkan Kebijakan dan Strategi yang tepat, oleh karenanya: SIKNAS Keputusan no: 468/MENKES-KESOS/ SK/V/ 2001 perlu diubah untuk ditetapkan kembali.

SISTEM INFORMASI KESEHATAN NASIONAL (SIKNAS) (Keputusan Menkes No: 511/MENKES/SK/V/2002) Kebijakan dan Strategi Pengembangan Sistem Informasi Kesehatan Nasional atas dasar pertimbangan: SIKNAS memegang peran penting maka perlu ditetap-kan Kebijakan dan Strategi yang tepat: SK Menteri Kesehatan: Dr. Achmad Sujudi) Mei 24 2002 memutuskan: Pertama: … dst. Kedua: … dst. Ketiga: Koordinasi penyelenggaraan SIKNAS dilaksanakan oleh Pusat Data dan Informasi Depkes. Keempat: … dst. Kelima: … dst. Keenam: … dst.

SIKNAS Depkes telah dikembangkan sejak SP2TP SINAS (Lanjutan-1) SIKNAS Depkes telah dikembangkan sejak SP2TP awal tahun 1970an, yang semakin ditingkatkan dengan dibentuknya Pusat Data Kesehatan pada tahun 1984. Pengembangannya masih menghadapi hambatan yang klasik  menimbulkan masalah klasik pula: kurang akurat, kurang sesuai kebutuhan dan kurang cepatnya data/informasi disajikan.

Menyongsong Indonesia Sehat 2010: SINAS (Lanjutan-2) Menyongsong Indonesia Sehat 2010: Dalam 10 tahun mendatang, selain krisis ekonomi yang diharap bisa mulai membaik, ada dua perubahan yang dihadapi bangsa Indonesia: (1) awal 2001: Otonomi Daerah, terbitnya 2 UU: UU No.22, 1999 dan UU No. 25 1999. tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah. (2) Dimulai pada tahun 2003 tentang free-trade antar negara ASEAN (AFTA).

SIKNAS (Lanjutan-3) BAB II: OTONOMI DAREAH & REFORMASI KESEHATAN: SIKNAS yang bersifat umum tidak dapat diterapkan begitu saja di Daerah-daerah.  Daerah Provinsi harus merumuskan dan melaksanakan SIK Provinsinya yang mengacu ke SIKNAS  agar upaya penyediaan pelayanan dan pembiayaan kesehatan digerakkan ke arah terwujudnya lingkungan sehat, perilaku hidup bersih dan sehat, serta pelayanan kesehatan yang bermutu dan terjangkau untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Sesuai UU terkait: di Provinsi hanya ada Dinas Kes. Provinsi (penggabungan Kanwil Depkes dan Dinkes Kabupaten/Kota). UPT Depkes diserahkan ke Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota. Puskemas tetap milik daerah.

SIKNAS (Lanjutan-4) UU 23 mengamanatkan: Bahwa Sistem Kesehatan diselenggarakan oleh Mayarakat (Swasta) bersama Pemerintah. Peran Masyarakat bahkan makin lama makin besar, sehingga Pemerintah cukup malaksanakan pembinaan dan pengawasan saja. Agar SKN dapat bergerak maka setiap penyelenggara harus bergerak pula, yakni melaksanakan Manajemen Kesehatan yang efektif, efisien dan strategis dalam mendukung pencapaian Visi Pembangunan Kesehatan setempat  SIK dikembangkan untuk mendukung Manajemen Kesehatan  setiap penyelenggara Sistem Kesehatan harus memiliki SIK yang akan menyatu menjadi SIKNAS (= sistem informasi yang dibangun dari kesatuan Sistem-2 Informasi dari para Penyelenggara SKN)

BAB III ANALISIS SITUASI SIKNAS untuk mendukung desentralisasi bidang kesehatan guna mencapai Indonesia Sehat 2010. KELEMAHAN yang ada: 1. Sistem Informasi Kesehatan masih terfragmentasi. a. S.I. Puskemas b. S.I. Rumah Sakit c. S. Surveilans Terpadu d. S. Kewaspadaan Pangan dan Gizi e. S. Informasi Obat f. S, I. SDM Kes. (Kepegawaian, Pendidikan, Diklat, dan Tenaga Kesehatan). g. S.I. IPTEK Kes./Jaringan Litbang Kes.

ANALISIS SITUASI (Lanjutan-1) 2. Sebagian besar Daerah belum memiliki kemampuan memadai. 3. Pemanfaatan Data dan Informasi oleh manajemen belum optimal 4. Pemanfaatan Data dan Informasi Kesehatan oleh masyarakat kurang dikembangkan. 5. Pemanfaatan Teknologi Telematika belum optimal 6. Dana untuk pengembangan Sistem Informasi Kesehatan terbatas. 7. Kurangnya Tenaga Purna-Waktu untuk SIK. (Khususnya di daerah: pengelola data/informasi umum merangkap pekerjaan lain).

ANALISIS SITUASI (Lanutan-2) B. TANTANGAN Yang Mungkin MUNCUL Berasal dari dua perubahan besar: 1. Tantangan dari Otonomi Daerah Daerah yang sibuk hanya mengerjakan urusannya sendiri bisa merugikan SIKNAS yang sangat diperlukan sebagai tolok ukur standard nasional, standard benchmarking yang universal (informasi pemanfaatan obat, pengendalian penyakit menular, pendayagunaannya tenaga kesehatan).

ANALISIS SITUASI (Lanjutan -3) 2. Tantangan globalisasi: Pertukaran manusia, barang, investasi, tenaga kerja, IPTEK, dan lain-lain  bisa menimbulkan dampak negatif di bidang kesehatan. Di antaranya: a. Masuk dan menularnya penyakit, gangguan kesehatan lain-2, napza dan perilaku menyimpang. b. Masuknya investasi dan teknologi kesehatan yang cenderung bisa meningkatkan biaya kesehatan. c. Masuk dan beredarnya napza secara gelap untuk tujuan penyalahgunaan. d. Masuk tenaga kesehatan asing.

ANALISIS SITUASI (Lanjutan -4) KONDISI POSITIF atau KEMAMPUAN 1. Infrastruktur Kesehatan sudah Cukup Memadai 2. Telah berkembang berbagai SIK 3. Muncul beberapa inisiatif di berbagai tempat 4. Telematika telah berkembang dengan pesat. Peluang yang Ada 1. Kebijakan Otonomi daerah 2. Kebijakan Perampingan Struktur dan Pengkayaan Fungsi 3. Kebijakan Pemandirian UPT Kesehatan.

ANALISIS SITUASI (lanjutan-5) E. Isu Strategis 1. Intergrasi SIK-2 yang ada 2. Penyederhanaan dan integrasi pencatatan dan pelaporan ada. 3. Peningkatan kemampuan Daerah dalam Pengembangan SIK. 4. Pengembangan SD (penerapan, pemeliharaan tek- nologi informatika, pengembangan t. pengelola SIK 5. Pengembangan pel. Data & Informasi baik untuk para manajer maupun untuk masyarakat.

BAB IV VISI, MISI dan KEBIJAKAN PENGEMBANGAN SIKNAS Pengembangan SIKNAS untuk mendukung pencapaian Indonesia Sehat 2010 yang memerlukan dukungan informasi yang dapat diandalkan (reliable). Visi dipopularkan dengan motto: INFORMASI KESEHATAN ANDAL 2010 (Reliable Health Information 2010).

BAB IV (Lanjutan-1) Misi dari pengembangan SIKNAS adalah mengembangkan: 1. pengelolaan data yang meliputi pengumpulan, penyimpanan, pengelolaan dan analisis data 2. pengemasan data dan informasi dalam bentuk Bank Data, Profil Kesehatan, dan Kemasan-2 informasi khusus. 3. jaringan kerjasama (kemitraan) dalam pengelolaan data dan informasi kesehatan. 4. pendayagunaan data dan informasi kesehatan.

VISI, MISI dan KEBIJAKAN PENGEMBANGAN SIKNAS (Lanjutan-2) Rambu-2 dalam koridor kebijakan adalah: 1. SIKNAS dikembangkan dalam kerangka desentralisasi untuk mewujudkan Otonomi Daerah di bidang kesehatan guna mencapai Indonesia Sehat 2010. 2. SIKNAS bukan sistem yang berdiri sendiri, melainkan merupakan bagian Sistem Kesehatan  SK Pusat = bagian SIKNAS.

VISI, MISI dan KEBIJAKAN PENGEMBANGAN SIKNAS (Lanjutan-3) 3. SIKNAS dibangun dari himpunan atau jaringan Sistem-Sistem Informasi Kesehatan Provinsi dan SIK Provinsi merupakan himpunan atau jaringan SIK Kabupaten/ Kota. Di setiap tingkat, SIK juga merupakan jaringan yang memiliki Pusat Jaringan dan Anggota- anggota Jaringan.

4. Pusat Jaringan SIK Kabupaten/Kota adalah Dinkes. Kabupaten/kota 4. Pusat Jaringan SIK Kabupaten/Kota adalah Dinkes Kabupaten/kota. Jaringan anggotanya: (1) Puskesmas, (2) RSUD, (3) Institusi Pendidikan tenaga kesehatan, (4) Gudang Perbekalan Farmasi, (5) Unit-2 Lintas Sektoral (BKKBN, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, Kantor Depag, Dinas Sosial, dan lain-lain), (6) RS Swasta, (7) Sarana Kes. Swasta lain, (8) Organissi Profesi (9) Lembaga Swadaya Masyarakat, (10) lain-2.

VISI, MISI dan KEBIJAKAN PENGEMBANGAN SIKNAS (Lanjutan-4) 5. Dinkes Provinsi adalah pusat Jaringan untuk SIK Provinsi, memiliki 15 jenis kelompok anggota jaringan. 6. Pusat Data dan Informasi Depkes adalah Pusat Jaringan SIKNAS, memiliki 10 jenis kelompok anggota jaringan. 7. SIKNAS yang efektif harus dapat menyediakan data dan informasi yang mendukung proses pengambilan keputusan baik di setiap tingkat. SIK di setiap tingkat harus sesuai dengan struktur Manajemen kesehatan yang berlaku di tingkat/unit tersebut.

Pengembangan SIK di setiap tingkat harus Pengembangan SIK di setiap tingkat harus dilandaskan kebutuhan informasi yang mendukung upaya penting Forum-2 Kejasama  mencapai Indonesia, Provinsi, Kabupaten, Kota Sehat (Critical Success factors) 9. Aliran data dari tingkat bawah ke atas berbentuk kerucut  perlu ditentukan himpunan data minimal (minimal data set) yang harus mengalir dari Kabupaten. Kota ke Provinsi dan seterusnya ke Pusat  perlu ada sistem/mekanisme pencatatan dan pemanfaatan bersama data dan informasi yang sesuai (perlu uniformitas/kodefikasi sebutan item data yang diperlukan).

VISI, MISI dan KEBIJAKAN PENGEMBANGAN SIKNAS (Lanjutan-5) 10. Pengembangan surveilans penyakit dan gangguan- gangguan kesehatan lain harus dilakukan dengan koordinasi Pusat Jaringan. 11. Bila diperlukan dapat dikembangkan pencatatan dan pelaporan program-2 kesehatan khusus (Contoh: pemberantasan malaria, TB, pengembangan JPKM dll) harus juga dilakukan dengan koordinasi Pusat. Perlu pengembangan pencatatan & pelaporan SD dan administrasi Kesehatan (Keuangan, tenaga, peralatan/perbekalan, dan sarana) juga harus dikoordinaskikan dengan Pusat Jaringan.

VISI, MISI dan KEBIJAKAN PENGEMBANGAN SIKNAS (Lanjutan-6) 13. Perlu dilaksanakan berbagai cara lain unuk pengumpulan data  melalui sensus, survei dll.  terutama diselenggarakan di tingkat Pusat, tanpa menutup kemungkinan penyelenggaraannya di tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota, juga dengan koordinasikan Pusat Jaringan. 14. Perlu kerjasama lintas sektor untuk mengupayakan terselenggaranya Registrasi Vital di seluruh wilayah Indonesia, yang sangat dibtutuhkan bagi Statistik Vital Kesehatan, ini menjadi kewajiban dari Pusat Jaringan SIKNAS.

VISI, MISI dan KEBIJAKAN PENGEMBANGAN SIKNAS (Lanjutan-7) SIK harus menyimpan data yang diperlukan oleh tingkat/unit bersangkutan dalam bentuk Bank Data Kesehatan, yang secara berkala, paling sedikit setahun sekali, ke bentuk Profil kesehatan. Dan secara sewaktu-waktu sesuai kebutuhan, ke dalam bentuk kemasan-kemasan informasi khusus. Pada saatnya, Bank Data Kesehatan dan lain-2 juga harus dapat diakses oleh mereka yang membutuhkan melalui interaksi komputer secara online. Akses ini harus tetap memperhatikan prinsip-2 kerahasiaan yang berlaku di bidang kesehatan dan kedokteran.

VISI, MISI dan KEBIJAKAN PENGEMBANGAN SIKNAS (Lanjutan-8) 16. Profil Kesehatan diarahkan sebagai sarana untuk memantau dan mengevaluasi pencapaian Indonesia, Provinsi, Kabupaten/Kota Sehat. Dalam rangka desentralisasi kesehatan, Profil Kesehatan diarahkan sebagai sarana perbandingan (benchmarking) antara satu daerah dengan daerah lain. Selain itu, bersama dengan Bank Data Kesehatan Profil Kesehatan juga diarahkan sebagai sarana penyedia data dan informasi untuk perencanaan, pengambilan keputusan dan manajemen kesehatan. Semua data & informasi terutama dalam bentuk kemasan-2 khusus juga diperuntukkan bagi pihak-2 yang berkepentingan (stakeholders) dan masyarakat umum.

VISI, MISI dan KEBIJAKAN PENGEMBANGAN SIKNAS (Lanjutan-9) 17. SIKNAS adalah sistem informasi yang berhubungan dengan sistem-2 informais lain baik nasional maupun internasional dalam rangka kerjasama yang saling menguntungkan. Kerjasama diatur sedemikian rupa sehingga tidak mengabaikan kepentingan bangsa yang lebih luas dan rahasia-2 negara. 18. Pengembangan SIKNAS dilaksanakan secara bertahap sesuai dengan kemampuan dan dengan mendayagunakan kemajuan-2 teknologis informasi. 19. Pengembangan SIKNAS dilakukan dengan pengembangan SD dan infrastruktur informatika, dengan mengutamakan pengembangan SDM.

VISI, MISI dan KEBIJAKAN PENGEMBANGAN SIKNAS (Lanjutan-10) 20. Pengembangan SDM pengelola data dan informasi kesehatan dilaksanakan secara terpadu dengan pengembangan SDM kesehatan pada umumnya serta diarahkan untuk meningkatkan profesional- isme dan kesejateraan. (Rincian keterangan dapat dibaca di Kebijakan dan Strategi Pengembnagan Sistem Informasi Kesehatan Nasional (SIKNAS). Keputusan Menteri Kesehatan RI No: 511/MENKES/SK/V/2002, Depkes RI, Jakarta 2002). Menteri Kesehatan: Dr. Achmad Sujudi)

BAB V STRATEGI PENGEMBANGAN SISTEM INFORMASI KESEHATAN NASIONAL 1. Integrasi sistem-sistem informasi kesehatan yang ada. 2. Penyelenggaraan pengumpulan dan pemanfaatan bersama (sharing) data dan informasi terintegrasi. 3. Fasilitas pengembangan Sistem Informasi Kesehatan (SIK) daerah. 4. Pengembangan pelayanan data dan informasi untuk manajemen. 5. Pengembangan pelayanan data dan infromasi untuk masyarakat. 6. Pengembangan teknololgi dan sumber daya informasi.

BAB VI PENUTUP Dalam era Otonomi Daerah, inisiatif dan kreativitas Daerah memang akan sangat menentukan keberhasilan pembangunan di Daerah tersebut. Demikian pula halnya dalam pengembangan SIK di daerah. Oleh karena itu, kerjasama yang erat antara Daerah-2 dengan Depkes mutlak untuk dikembangkan dan dipelihara. Apa lagi bila disadari hakikat dari SIKNAS sebagai agregat dari semua SIKDA (Sistem Informasi Kesehatan Daerah).

Sesi Diskusi 2 SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL (SJSN) Dikutip oleh Dr. Mayang Anggraini Naga MIK-FIKES U-IEU 2009

5 PROGRAM SJSN Jaminan Kesehatan (JK) Jaminan manfaat pelayanan medik yang kom-prehensip, efektif dan efisien dengan menerapkan prinsip-prinsip kendali mutu dan kendali biaya Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) Jaminan manfaat pelayanan kesehatan dan santunan uang tunai bagi pekerja yang mengalami kecelakaan kerja atau menderita penyakit akibat kerja

5 PROGRAM SJSN (Lanjutan-1) 3. Jaminan Hari Tua (JHT) Jaminan manfaat pada beberapa tahun menjelang masa pensiun, menderita kecacatan total tetap, atau meninggal dunia. Jaminan Pensiun (JP) Jaminan manfaat untuk mempertahankan kehidupan yang layak setelah menjalani penurunan atau kehilangan pendapatan karena memasuki masa pensiun atau mengalami cacat total tetap

5 PROGRAM SJSN (Lanjutan-2) Jaminan Kematian (JK) Jaminan manfaat memberi kompensasi finansial kepada ahli waris ketika peserta meninggal dunia. Manfaat yang diberikan berupa uang tunai. [N-4/M-15/A-16], Suara Pembaruan, Selasa, tanggal 1-9-2009)

5 PROGRAM SJSN (Lanjutan-3) PESERO – PROGRAM – PESERTA Jamsostek JK, JKK, Pengusaha dan tenaga JHT,JKM kerja swasta yang mela- kukan pekerjaan di dalam hubungan kerja. Taspen JP, JHT, PNS, janda dan duda JKM PNS, pejabat negara Asabri JP, JHT, TNI, Polri, janda dan JKM duda TNI/Polri

5 PROGRAM SJSN (Lanjutan-4) PESERO – PROGRAM – PESERTA Askes JK PNS, Pensiunan PNS, TNI/Polri, veteran, perintis kemerdekaan beserta keluarga. Disebut bahwa para ahli berpendapat: SJSN meski UU-nya telah disahkan hampir 5 tahun lalu belum dilaksanakan pemerintah dengan serius. Bukti: belum ada tindak lanjut amanat UU 40/2004, antara lain membuat UU tentang BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial), peraturan pelaksanaan UU, dan peraturan presiden.

5 PROGRAM SJSN (Lanjutan-5). Pendapat Laksono Trisnantoro 5 PROGRAM SJSN (Lanjutan-5) Pendapat Laksono Trisnantoro (Guru besar FK-UGM): Sampai tahun 2009, UU SJSN seperti diambangkan. Hal ini terjadi karena pemangku kebijkan tidak memiliki pendapat yang sama Ada kesan SJSN sebagai midnight laws yang disahkan pada hari terakhir masa kerja mantan Presiden Megawati Soekarnoputri. Kenyataan yang membuat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono seperti tidak bersemangat menindaklanjutinya. Sampai tahun 2009 belum ada peraturan pelaksnaannya, sehingga dapat pelaksanaan UU SJSN macet

Pendapat Laksono Trisnantoro (Guru besar FK-UGM): (Lanjutan-6) UU ini sulit dijalankan karena cakupannya terlampau luas. Hendaknya komponen jaminan kesehatan dipisahkan dari UU tersebut, sehingga pelaksanaannya akan lebih ringan dan dapat dikelola seluruh pihak yang terlibat. Kendala lain mewujudkan SISN adalah: tidak ada kemauan politik dari pemerintah, para dokter tidak mendukung, ketidakmampuan teknis sistem kesehatan untuk menyelenggarakan SJSN, dan masyarakat tidak memahami isinya, sehingga tidak ada tekanan untuk secepatnya melaksanakan program tersebut.

5 PROGRAM SJSN (Lanjutan-6). Pendapat Kauzar Bailusy, 5 PROGRAM SJSN (Lanjutan-6) Pendapat Kauzar Bailusy, (Sisiolog UN HAS Makassar): Belum jelasnya pembentukan BPJS dan tindak lanjut UU SJSN membuktikan ketidak seriusan pemerintah mengurus rakyat miskin. Ada kecenderungan pemerintah dan DPR selama inI tidak serius mengurus regulasi yang banyak bersentuhan dengan kehidupan rakyat banyak, termasuk UU SJSN. “Ketika ada pembahasan RUU Pengelolaan Hutan atau Mineral, di mana ditengarai ada kepentingan finansial yang menguntungkan segelintir orang, biasanya malah cepat, sementara RUU lain yang menyangkut rakyat banyak, umumnya terbengkalai”.

(Lanjutan- 7) Pendapat Charles Mesang (Anggota Komisi VIII DPR RI): UU SJSN tidak bisa diterapkan karena adanya ego sektoral dan tumpang tindih tugas di internal pemerintah. “UU SJSN itu baru lima tahun tidak bisa diterapkan, ada UU yang selama 20 tahun tidak bisa diterapkan”. Diharap para pejabat pemerintah dan BUMN yang terkait dengan SJSN menghilangkan ego sektoral, sehingga pemberian jaminan sosial bagi seluruh rakyat bisa segera terwujud. dan semua UU di masa pendatang tidak perlu ditindak-lanjuti dengan PP agar bisa langsung dilaksanakan. “Seringkali terjadi hambatan dalam pembuatan PP sehingga UU tidak bisa dioperasionalkan, tegasnya.

SJSN Kementerian BUMN menjadi Sandungan Belum disepakatinya peralihan status 4 (empat) perusahaan pesero: - Jamsostek, - Taspen, - Asabri dan - Askes, yang beorientasi profit untuk melebur menjadi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) (menurut Sukamto, Asisten Deputi Urusan Jaminan Sosial Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat) [E-7/M-17/DMF/N-4] (SUARA PEMBARUAN, Rabu, 2 September, 2009)

SJSN, Kementerian BUMN menjadi Sandungan (Lanjutan-1) Kementerian BUMN belum mau melepas keempat BUMN itu menjadi anggota BPJS, mengingat status badan tersebut kelak adalah wali amanat = semua penghasilan yang diperoleh BPJS hanya untuk kepentingan BPJS dan tidak disetor ke kementerian BUMN. Keempat perusahaan itu sudah setuju masuk ke BPJS, namun belum ada lampu hijau dari Kementerian BUMN  proses pengalihan satus hukumnya terhambat

SJSN, Kementerian BUMN menjadi Sandungan (Lanjutan-2) Amandemen UU SJSN Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) mengusulkan amandemen UU SJSN, sehingga waktu pembentukan BPJS bisa diundur dua tahun lagi. “Target pengesahan UU BPJS 19 Oktober 2009 tidak mungkin terkejar. Jadi, DJSN mengusulkan pembentukan badan itu diundur paling lama dua tahun lagi” kata Sukamto.

SJSN, Kementerian BUMN menjadi Sandungan (Lanjutan-3) Menurut Bachtiar Chamsyah (Menteri Sosial, di Padang, Rabu 2/9-2009) menyatakan: Salah satu kendala adalah perusahaan persero yang berkaitan dengan jaminan sosial tetap mau berdiri sendiri dan tidak mau dilebur. “UU SJSN ini tidak akan berjalan sepanjang perusahaan-perusahaan itu tidak mau dilebur”

SJSN, Kementerian BUMN menjadi Sandungan (Lanjutan-4) Belum diimplementasikannya SJSN bukan karena pemerintah tidak serius, tetapi karena belum ada peraturan pelaksanaannya. “Saya kira perlu ada kajian yang mendalam lagi, karena sebelumnya yang dimaksud dalam UU SJSN, semua lembaga yang menyangkut jaminan sosial kekuatan asetnya berada di satu lembaga, tetapi tidak berhasil”

SJSN, Kementerian BUMN menjadi Sandungan (Lanjutan-5) Sjafii Ahmad, Ketua DJSN, mengatakan: Pihaknya telah mengajukan tiga alternatif untuk mengatasi kemacetan pelaksanaan UU SJSN, yakni: Pertama: jika dimungkinkan, dibentuk UU BPJS tahun ini (2009) juga dan RUU-nya telah disampaikan ke Depkumham. Kedua: jika UU BPJS tidak bisa dibentuk, diusulkan amendemen Pasal 52 UU 40/2004 untuk menunda pembentukan BPJS hingga dua tahun ke depan. Ketiga: DJSN mengusulkan pemerintah menerbitkan Perppu jika sampai batas waktu UU BPJS tak juga dibentuk

SJSN, Kementerian BUMN menjadi Sandungan (Lanjutan-6) Chazali Situmorang, anggota DJSN: Pihaknya sudah mengajukan surat kepada Presiden Yudhoyono melalui Menko Kesra, meminta Presiden menerbitkan Perppu untuk mengamendemen Pasal 52 UU 40/2004.

Saling bertahan Secara terpisah: Wicipto Setiadi (Direktur Harmonisasi Undang-Undang Departemen Hukum dan HAM, (Depkumham): RUU tentang BPJS sulit untuk diselesaikan hingga tanggat waktu 19 Oktober 2009. Pasalnya, sampai saat ini empat perusahaan persero terkait BPJS, saling bertahan, sehingga persoalannya makin kompleks. Padahal, mereka diharapkan mau duduk bersama membeicarakan tindak lanjut amanat UU SJSN.

Saling bertahan (Lanjutan-1) Depkumham menginginkan UU yang terbaik, komprehensif, dan tidak menimbulkan persoalan hukum di kemudian hari. Dengan tidak berjalannya pembahasan tersebut, Depkumham terpaksa mengembalikan draf RUU ke Menko Kesra. “Kami tidak mau dituding sebagai penghalang RUU BPJS, makanya kami kembalikan ke Menko Kesra untuk diperbaiki lagi.”

Saling bertahan (Lanjutan-2) Hasbulla Thabrany (FKM, UI) mengatakan: UU BPJS memang kontroversal. Ada pejabat yang menilai UU BPJS tak perlu dan tak ada yang memandang BPJS sebagai BUMN khusus. Kontroversi ini tak akan tuntas, kecuali Presiden segera membuat keputusan. “Banyak pejabat tidak tahu bahwa Amerika Serikat melaksanakan jaminan sosial ketika pendapatan per kapitanya sekitar US 600 dollar dan Korea Selatan masih di bawah US 500 dollar. Pendapatan per kapita kita sudah lebih dari US 2.000 dollar,namun masih juga berkilah belum siap.”

Saling bertahan (Lanjutan-3) Yang jelas, kritik Hasbulla Thabrany lanjutnya: Para pejabat di: - Sekretariat Negara, - Sekretariat Kabinet, lima departemen, dan - kantor MenkoKesra, belum mempunyai komitmen menjalankan UU SJSN. “Lima tahun rakyat dirugikan karena tertundanya jaminan yang menjadi hak mereka”