CURICULUM VITAE Nama : Nanang Sukmana Gelar : Dr, SpPD-KAI Tgl/Lahir : Subang, 3 Agustus 1948 Pendidikan : Dokter Umum : FKUI SpPD : FKUI KAI : PAPDI Jabatan : Anggota PB PERALMUNI
Penatalaksanaan Asma Akut Berat Nanang Sukmana Subbagian Alergi-Imunologi Klinik Bagian Ilmu Penyakit Dalam, FKUI/RSUPN-CM Jakarta
Perjalanan Asma Akut PELAYANAN AKUT PERAWATAN EKSASERBASI RUMAH SAKIT KRONIK KUNJUNGAN KE GAWAT DARURAT KEMATIAN
Asma Akut Berat Mortalitas 1-3 % 77 dari 90 kasus bisa dicegah Faktor-faktor penyebab kematian : Diagnosis tidak tepat Penilaian beratnya asma tidak akurat Pengobatan kurang memadai
Klasifikasi Beratnya Asma Akut
Penatalaksanaan Serangan Asma Akut di Rumah Sakit
Istilah yg sering dijumpai pd penanggulangan asma akut di rumah sakit, yaitu : Hospital Care, waktu yg diperlukan untuk penatalaksanaan asma akut di rumah sakit > 24 jam observasi Observational Stays (Hospital Emergency Care), waktu yg diperlukan untuk penatalaksanaan akut asma < 24 jam
Penilaian Awal Riwayat penyakit, pemeriksaan fisik (auskultasi, retraksi otot bantu napas, frekuensi nadi, frekuensi napas, APE atau FEV1, saturasi O2 dan tes lain sesuai indikasi)
Tatalaksana di Instalasi Gawat Darurat Pemberian oksigen (saturasi > 90%) Inhalasi agonis beta-2 dgn nebulizer, tiap dosis dpt diulang 20 menit untuk 1 jam pertama. Dapat diberikan bersama-sama dgn antikolinergik (ipatropium bromida) pada asma derajat berat Steroid sistemik diberikan bila tidak ada respons terhadap pengobatan dgn nebulasi agonis beta-2/bila pasien telah mendpt steroid oral sebelumnya/pasien termasuk asma akut derajat berat Bolus aminofilin intravena yg dilanjutkan dgn drip dpt diberikan pada pasien dgn serangan asma akut derajat berat
Semua penderita yg masuk Instalasi Gawat Darurat perlu diindentifikasi tanda-tanda risiko tinggi, yaitu : Sedang / baru saja lepas dari pemakaian steroid sistemik Mempunyai riwayat rawat inap dlm waktu 12 bulan terakhir Riwayat intubasi karena asma Mempunyai masalah psikososial atau psikiatri Ketidaktaatan pengobatan asma
Pengaruh kortikosteroid pd proses remodeling secara in vitro : Penurunan proliferasi otot polos Peningkatan / penurunan produksi fibronektin otot polos Penurunan sintesis sitokin otot polos Penurunan ekspresi TGF- fibroblas Peningkatan / penurunan proliferasi fibroblas Penurunan ekspresi gen kolagen fibroblas
Pengaruh kortikosteroid pd proses remodeling secara in vitro : Peningkatan ekspresi SLPI (secretory leukocyte protease inhibitor) oleh sel epitel Pengurangan ekspresi adhesi molekul oleh sel endotel, fibroblas & sel epitel Rekonstitusi struktur epitel Penurunan produksi mukus Penurunan ekspresi sitokin & kemokin oleh berbagai sel
Kortikosteroid sistemik dpt diberikan pada : Serangan asma berat Inhalasi agonis beta-2 gagal memberikan perbaikan Serangan masih terjadi meskipun pasien dlm terapi kortikosteroid Serangan asma sebelumnya memerlukan kortikosteroid oral
Penilaian Ulang Pemeriksaan fisik APE Saturasi O2 Tes lain sesuai indikasi
Episode Sedang APE 60-80% dari prediksi Pemeriksaan fisik : gejala sedang, penggunaan otot bantu napas Inhalasi agonis 2 tiap 60 menit Pertimbangan penggunaan kortikosteroid Teruskan terapi selama 1-3 jam untuk melihat kemajuan
Episode Berat APE < 60 dari prediksi Pemeriksaan fisik : gejala berat saat istirahat, retraksi otot bantu napas Riwayat penyakit : pasien risiko tinggi Tidak ada perbaikan setelah terapi awal Inhalasi agonis 2 tiap jam atau terus-menerus inhalasi antikolinergik O2 Kortikosteroid sistemik Pertimbangan penggunaan agonis 2 subkutan, i.m/i.v
Respons Baik Respons menetap 60 menit setelah terapi terakhir Pemeriksaan fisik normal APE > 70% Tidak ada distres
Konsensus memberikan beberapa kriteria untuk pasien masuk rawat inap, yaitu : Respons yg tidak adekuat dlm 1-2 jam terapi Obstruksi berat yg menetap (APE < 40% standar) Riwayat asma berat yg memerlukan perawatan Kelompok risiko tinggi Gejala yg berlangsung lama sebelum ke Unit Gawat Darurat Kesulitan transportasi dari rumah ke Unit Gawat Darurat Kesulitan bila perawatan di rumah
Respons Inkomplit dalam 1-2 jam Riwayat penyakit : pasien risiko tinggi Pemeriksaan fisik : gejala ringan sampai sedang APE > 50% tetapi < 70% Tidak ada perbaikan saturasi O2
Respons Buruk dalam 1 Jam Riwayat penyakit : pasien risiko tinggi Pemeriksaan fisik : gejala berat, mengantuk, kebinggungan APE < 30% PCo2 > 45 mmHg PO2 < 60 mmHg
Bila dgn perawatan pasien mengalami perbaikan, dpt direncanakan berobat jalan dgn kriteris sbb : Bila pemakaian bronkodilator aerosol frekuensinya lebih dari tiap 4 jam Pasien mampu berjalan secara leluasa Pasien tdk terbangun tengah malam/pagi hari & memerlukan inhalasi Pemeriksaan jasmani normal/mendekati normal Nilai APE/KVP1 (kapasitas vital paksa dlm detik pertama) > 70% dari nilai standar setelah terapi agonis beta-2 aerosol Pasien memahami cara pemakaian obat inhaler dgn benar Pasien membuat perjanjian untuk kontrol
Dipulangkan Teruskan trapi inhalasi agonis 2 Pada sebagian besar kasus pertimbangkan pemberian tablet kortikosteroid Edukasi : Memakai obat secara benar Nilai kembali rencana pengobatan Follow-up teratur
Masuk Rumah Sakit Inhalasi agonis 2 inhalasi antikolinergik Kortikosteroid sistemik O2 Pertimbangkan aminofilin intravena Monitor APE, saturasi O2, nadi, teofilin Saturasi O2 > 90% (95% pada anak)
Ada kemajuan Tidak ada kemajuan Dipulangkan Jika APE > 70% dari prediksi & teruskan pengobatan dgn tablet/inhalasi Masuk ICU Jika tidak ada kemajuan dalam 6-12 jam
Masuk ICU Inhalasi agonis 2 inhalasi antikolinergik kortikosteroid intravena Pertimbangan pemberian agonis 2 melalui subkutan, i.m/i.v O2 Pertimbangkan aminofilin intravena Bila memungkinkan dilakukan intubasi dan ventilasi mekanik
Emergency therapy of the asthma exacerbation Asthma patient with severe symptoms Consider causes A. Oxygen B. Monitor C. Obtain Clinical Evaluation A. Beta-2 agonist B. IV Corticosteroid First-Line Therapy Subcutaneous Beta Agonist (Epinephrine or Terbutaline) Second-Line Therapy Methylxanthines (Aminophylline/Theophylline) Third-Line Therapy A
Intubation and Mechanical Ventilation Ipratropium Bromide B. Antibiotics C. Magnesium Sulfate Adjunctive therapy PROCEED FUTHER IN THE SETTING OF PATIENT DETERIORATION DESPITE MAXIMAL MEDICAL THERAPY Intubation and Mechanical Ventilation Intubation and Mechanical Ventilation Considerations Postintubation Therapy Step 1 Therapy : Sedation Step 2 Therapy : IV Ketamine Step 3 Therapy : General inhalation anesthesia (avoid halothane) Step 4 Therapy : Extracorporeal lung assist
TERIMA KASIH
Terapi Awal Inhalasi short acting 2 agonist, biasanya dengan nebulizer, dosis tunggal tiap 20 menit selama 1 jam O2 hingga saturasi O2 > 90% (pada anak 95%) Jika pasien tidak memberikan respons segera atau baru saja meminum tablet, steroid atau bila serangan bertambah berikan kortikosteroid sistemik Pada keadaan serangan, obat sedatif merupakan kontraindikasi