“Sejarah Batik Nusantara dan Batik Mancanegara”
Oleh (XII MIA 3): a. Abrialfatikhatus Intan R. (01) b. Fadilah Salsa N Oleh (XII MIA 3): a. Abrialfatikhatus Intan R. (01) b. Fadilah Salsa N. (12) c. Fitria Wulan (13) d. Kemas Ibnu R. (17) e. M. Rifki Darmawan (21) f. Siti Khalimatus S. (33) g. Wilda Devi Septianingsih (35)
Batik (atau kata Batik) berasal dari bahasa Jawa “amba” yang berarti menulis dan “titik”. Kata batik merujuk pada kain dengan corak yang dihasilkan oleh bahan “malam” (wax) yang diaplikasikan ke atas kain, sehingga menahan masuknya bahan pewarna (dye), atau dalam bahasa Inggrisnya “wax-resist dyeing”. Batik adalah kerajinan yang memiliki nilai seni tinggi dan telah menjadi bagian dari budaya Indonesia (khususnya Jawa) sejak lama. Perempuan-perempuan Jawa di masa lampau menjadikan keterampilan mereka dalam membatik sebagai mata pencaharian, sehingga di masa lalu pekerjaan membatik adalah pekerjaan eksklusif perempuan sampai ditemukannya “Batik Cap” yang memungkinkan masuknya laki-laki ke dalam bidang ini. Ada beberapa pengecualian bagi fenomena ini, yaitu batik pesisir yang memiliki garis maskulin seperti yang bisa dilihat pada corak “Mega Mendung”, di mana di beberapa daerah pesisir pekerjaan membatik adalah lazim bagi kaum lelaki.
Sejarah Perkembangan Batik Ditinjau dari perkembangan, batik telah mulai dikenal sejak jaman Majapahit dan masa penyebaran Islam. Batik pada mulanya hanya dibuat terbatas oleh kalangan keraton. Batik dikenakan oleh raja dan keluarga serta pengikutnya. Oleh para pengikutnya inilah kemudian batik dibawa keluar keraton dan berkembang di masyarakat hingga saat ini. Berdasarkan sejarahnya, periode perkembangannya batik dapat dikelompokkan sebagai berikut : Jaman kerajaan Majapahit Jaman penyebaran Islam Batik Solo dan Yogyakarta Batik di wilayah lainnya
Jaman Kerajaan Majapahit Berdasarkan sejarah perkembangannya, batik telah berkembang sejak jaman Majapahit. Mojokerto merupakan pusat kerajaan Majapahit dimana batik telah dikenal pada saat itu. Tulung Agung merupakan kota di Jawa Timur yang juga tercatat dalam sejarah perbatikan. Pada waktu itu, Tulung Agung masih berupa rawa-rawa yang dikenal dengan nama Bonorowo, dikuasai oleh Adipati Kalang yang tidak mau tunduk kepada Kerajaan Majapahit hingga terjadilah aksi polisionil yang dilancarkan oleh Majapahit. Adipati Kalang tewas dalam pertempuran di sekitar desa Kalangbret dan Tulung Agung berhasil dikuasai oleh Majapahit. Kemudian banyak tentara yang tinggal di wilayah Bonorowo (Tulung Agung) dengan membawa budaya batik. Merekalah yang mengembangkan batik. Dalam perkembangannya, batik Mojokerto dan Tulung Agung banyak dipengaruhi oleh batik Yogyakarta. Hal ini terjadi karena pada waktu clash tentara kolonial Belanda dengan pasukan Pangeran Diponegoro, sebagian dari pasukan Kyai Mojo mengundurkan diri ke arah timur di daerah Majan. Oleh karena itu, ciri khas batik Kalangbret dari Mojokerto hampir sama dengan batik Yogyakarta, yaitu dasarnya putih dan warna coraknya coklat muda dan biru tua.
Jaman Penyebaran Islam Batoro Katong seorang Raden keturunan kerajaan Majapahit membawa ajaran Islam ke Ponorogo, Jawa Timur. Dalam perkembangan Islam di Ponorogo terdapat sebuah pesantren yang berada di daerah Tegalsari yang diasuh Kyai Hasan Basri. Kyai Hasan Basri adalah menantu raja Kraton Solo. Batik yang kala itu masih terbatas dalam lingkungan kraton akhirnya membawa batik keluar dari kraton dan berkembang di Ponorogo. Pesantren Tegalsari mendidik anak didiknya untuk menguasai bidang-bidang kepamongan dan agama. Daerah perbatikan lama yang dapat dilihat sekarang adalah daerah Kauman yaitu Kepatihan Wetan meluas ke desa Ronowijoyo, Mangunsuman, Kertosari, Setono, Cokromenggalan, Kadipaten, Nologaten, Bangunsari, Cekok, Banyudono dan Ngunut.
Batik Solo dan Yogyakarta Batik di daerah Yogyakarta dikenal sejak jaman Kerajaan Mataram ke-I pada masa raja Panembahan Senopati. Plered merupakan desa pembatikan pertama. Proses pembuatan batik pada masa itu masih terbatas dalam lingkungan keluarga kraton dan dikerjakan oleh wanita-wanita pengiring ratu. Pada saat upacara resmi kerajaan, keluarga kraton memakai pakaian kombinasi batik dan lurik. Melihat pakaian yang dikenakan keluarga kraton, rakyat tertarik dan meniru sehingga akhirnya batikan keluar dari tembok kraton dan meluas di kalangan rakyat biasa.Ketika masa penjajahan Belanda, dimana sering terjadi peperangan yang menyebabkan keluarga kerajaan yang mengungsi dan menetap di daerah-daerah lain seperti Banyumas, Pekalongan, dan ke daerah timur Ponorogo, Tulung Agung dan sebagainya maka membuat batik semakin dikenal di kalangan luas.
Batik di Wilayah Lainnya Perkembangan batik di Banyumas berpusat di daerah Sokaraja. Pada tahun 1830 setelah perang Diponegoro, batik dibawa oleh pengikut-pengikut Pangeran Diponegoro yang sebagian besar menetap di daerah Banyumas. Batik Banyumas dikenal dengan motif dan warna khusus dan dikenal dengan batik Banyumas. Selain ke Banyumas, pengikut Pangeran Diponegoro juga ada yang menetap di Pekalongan dan mengembangkan batik di daerah Buawaran, Pekajangan dan Wonopringgo. Selain di daerah Jawa Tengah, batik juga berkembang di Jawa Barat. Hal ini terjadi karena masyarakat dari Jawa Tengah merantau ke kota seperti Ciamis dan Tasikmalaya. Daerah pembatikan di Tasikmalaya adalah Wurug, Sukapura, Mangunraja dan Manonjaya. Di daerah Cirebon batik mulai berkembang dari keraton dan mempunyai ciri khas tersendiri.
Sejarah Batik Yogyakarta Perjalanan “Batik Yogya” tidak bisa lepas dari perjanjian Giyanti 1755. Begitu Mataram terbelah dua, dan Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat berdiri, busana Mataram diangkut dari Surakarta ke Ngayogyakarta maka Sri Susuhunan Pakubuwono II merancang busana baru dan pakaian adat Kraton Surakarta berbeda dengan busana Yogya. Di desa Giyanti, perundingan itu berlangsung. Yang hasilnya antara lain , Daerah atau Wilayah Mataram dibagi dua, satu bagian dibawah kekuasaan Sri Paduka Susuhunan PB II di Surakarta Hadiningrat , sebagian lagi dibawah kekuasaan Kanjeng Pangeran Mangkubumi yang setelah dinobatkan sebagai raja bergelarNgersa Dalem Sampeyan Dalem Ingkang Sinuhun Kangjeng Sultan Hamengku Buwana Senopati ing Ngalaga Ngabdul Rachman Sayidin Panatagama Kalifatullah ingkang jumeneng kaping I,yang kemudian kratonnya dinamakanNgayogyakarta Hadiningrat. Semua pusaka dan benda-benda keraton juga dibagi dua. Busana Mataraman dibawa ke Yogyakarta , karena Kangjeng Pangeran Mangkubumi yang berkehendak melestarikannya. Oleh karena itu Surakarta dibawah kekuasaan Sri Paduka Susuhunan PB III merancang tata busana baru dan berhasil membuat Busana Adat Keraton Surakarta seperti yang kita lihat sampai sekarang ini.
Sejarah Batik Yogyakarta Ciri khas batik gaya Yogyakarta , ada dua macam latar atau warna dasar kain. Putih dan Hitam. Sementara warna batik bisa putih (warna kain mori) , biru tua kehitaman dan coklat soga. Sered atau pinggiran kain, putih, diusahakan tidak sampai pecah sehingga kemasukan soga, baik kain berlatar hitam maupun putih. Ragam hiasnya pertama Geometris : garis miring lerek atau lereng , garis silang atau ceplok dan kawung , serta anyaman dan limaran.Ragam hias yang bersifat kedua non-geometris semen , lung- lungan dan boketan.Ragam hias yang bersifat simbolis erat hubungannya dengan falsafah Hindu – Jawa ( Ny.Nian S Jumena ) antara lain : Sawat Melambangkan mahkota atau penguasa tinggi , Meru melambangkan gunung atau tanah ( bumi ) , Naga melambangkan air , Burung melambangkan angin atau dunia atas , Lidah api melambangkan nyala atau geni.Sejak pertama sudah ada kain larangan. Setiap Sultan yang bertahta berhak membuat peraturan baru atau larangan-larangan. Terakhir, Sri Paduka Sultan HB VIII membuat peraturan baru ( revisi ) berjudul Pranatan dalem bab namanipun peangangge keprabon ing Nagari Ngayogyakarta Hadiningrat, yang dimuat dalam Rijksblad van Djokjakarta No 19. th 1927, Yang dimaksud pangangge keprabon ( busana keprabon ) adalah : kuluk ( wangkidan ), dodot / kampuh serta bebet prajuritan, bebet nyamping (kain panjang ) , celana sarta glisire ( celana cindhe , beludru , sutra , katun dan gelisirnya ), payung atau songsong.
Motif Batik Yogyakarta dan Filosofinya Berkembangnya batik sebagai sebuah trend fashion di berbagai kalangan, baik itu tua muda, hingga beragam profesi & latar belakang ekonomi, semakin meluweskan munculnya motif batik modern. Salah satu yang sering mendapat sorotan adalah motif batik dari kota Yogyakarta atau Jogjakarta. Batik Jogja atau Batik Yogya pada dasarnya merupakan batik yang memiliki corak batik dengan dasar putih.
Batik Yogyakarta
Sejarah Batik Sidoarjo Keberadaan batik di Sidoarjo ini tak lepas dari peran seorang lelaki legendaris bernama Mbah Mulyadi. Dialah yang menyebarkan ketrampilan batik di Sidoarjo. Mbah Mulyadi ini adalah keturunan raja Kediri yang lari ke Sidoarjo untuk menghindari kejaran penjajah Belanda. Agar terhindar dari kejaran Belanda, Mbah Mulyadi menyamar sebagai pedagang. Mbah Mulyadi ini adalah seorang ulama besar yang mendirikan masjid Al-Abror, cikal bakal ibukota Sidoarjo. Karena memiliki ketrampilan membatik, Mbah Mulyadi kemudian mengajarkan kepada orang-orang sehingga terbentuklah sebuah komunitas. Dari semula hanya belajar membatik, Mbah Mulyadi juga memberikan syiar Islam. Dari sinilah seni batik kemudian berkembang ke daerah-daerah lain di Sidoarjo. Setidaknya, ada tiga motif batik khas Sidoarjo, yakni beras utah, kembang bayem, dan kebun tebu. Beras Utah ini terkait dengan melimpahnya bahan pangan terutama padi yang ada di Sidoarjo. Sehingga, dengan penduduk Sidoarjo yang relative kecil waktu itu, kelebihan beras tersebut tentu akan dilimpahkan ke daerah lain. Sedangkan motif Kebun Tebu ini terkait dengan Sidoarjo yang dulunya dikenal sebagai penghasil gula terbesar. Sehingga, tentu banyak pula kebun-kebun tebu yang menjadi bahan baku gula. Saat ini, situs-situs yang menunjukkan Sidoarjo sebagai penghasil gula masih ada. Sementara, motif Kembang Bayem ini terkait dengan banyaknya sayuran bayam di daerah pedesaan Sidoarjo. Tanaman tersebut sangat mudah dijumpai di sekitar rumah penduduk, baik yang ditanam maupun yang tumbuh liar.
Sejarah Batik Sidoarjo Sebenarnya, dari segi warna, batik khas Sidoarjo tidak begitu mencolok dan cenderung berwarna gelap (cokelat) dan motifnya tidak ada yang memakai binatang. Namun, karena konsumen kebanyakan masyarakat Madura, maka pengrajin batik Sidoarjo pun mengikuti permintaan tersebut. Sehingga, muncullah warna-warna mencolok seperti merah, biru, hitam dan sebagainya. Karena itulah, Sidoarjo juga terkenal dengan batik motif Madura. Pengrajin batik di Kabupaten Sidoarjo memang tidak telalu banyak, namun telah ada pada ratusan tahun yang lalu, batik batik ini di buat secara turun temurun, oleh pengrajin batik hingga sekarang terkenal dengan kampung batik. Ada juga yang namanya batik Kenongo. Secara umum, ciri khas batik-batik Sidoarjo adalah warna yang dominan seperti merah, biru dan hijau dengan warna yang sangat kuat (terang). Batik -batik ini masih dikerjakan secara traditional (batik Tulis) dengan pewarnaan alami
Batik Sidoarjo
Sejarah Batik Cirebon Sejarah timbulnya motif megamendung berdasarkan buku dan literatur yang ada selalu mengarah pada sejarah kedatangan bangsa China ke wilayah Cirebon. Hal ini tidak mengherankan karena pelabuhan Muara Jati di Cirebon merupakan tempat persinggahan para pendatang dari dalam dan luar negeri. Tercatat jelas dalam sejarah, bahwa Sunan Gunung Jati yang menyebarkan agama Islam di wilayah Cirebon pada abad ke-16, menikahi Ratu Ong Tien dari China. Beberapa benda seni yang dibawa dari China seperti keramik, piring dan kain berhiaskan bentuk awan. Dalam faham Taoisme, bentuk awan melambangkan dunia atas. Bentuk awan merupakan gambaran dunia luas, bebas dan mempunyai makna transidental (Ketuhanan). Konsep mengenai awan juga berpengaruh di dunia kesenirupaan Islam pada abad ke-16, yang digunakan kaum Sufi untuk ungkapan dunia besar atau alam bebas.
Sejarah Batik Cirebon Pernikahan Sunan Gunung Jati dengan Ratu Ong Tien menjadi pintu gerbang masuknya budaya dan tradisi China ke keraton Cirebon. Para pembatik keraton menuangkan budaya dan tradisi China ke dalam motif batik yang mereka buat, tetapi dengan sentuhan khas Cirebon, jadi ada perbedaan antara motif megamendung dari China dan yang dari Cirebon. Misalnya, pada motif megamendung China, garis awan berupa bulatan atau lingkaran, sedangkan yang dari Cirebon, garis awan cenderung lonjong, lancip dan segitiga. Sejarah batik di Cirebon juga terkait dengan perkembangan gerakan tarekat yang konon berpusat di Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Membatik pada awalnya dikerjakan oleh anggota tarekat yang mengabdi di keraton sebagai sumber ekonomi untuk membiayai kelompok tarekat tersebut. Para pengikut tarekat tinggal di desa Trusmi dan sekitarnya. Desa ini terletak kira-kira 4 km dari Cirebon menuju ke arah barat daya atau menuju ke arah Bandung. Oleh karena itu, sampai sekarng batik Cirebon identik dengan batik Trusmi.
Filosofi Batik Megamendung Motif Megamendung yang digunakan oleh masyarakat Cirebon sebagai motif dasar batik sudah tidak asing lagi bagi masyarakat Indonesia pecinta batik, begitupula bagi masyarakat pecinta batik di luar negeri. Bukti ketenaran motif Megamendung berasal dari kota Cirebon pernah dijadikan sebagai cover sebuah buku batik terbitan luar negeri yang berjudul Batik Design karya Pepin Van Roojen bangsaBelanda.Sejarah timbulnya motif Megamendung yang diadopsi oleh masyarakat Cirebon yang diambil dari berbagai macam buku dan literature selalu mengarah pada sejarah kedatangan bangsa China yang datang ke wilayah Cirebon. Tercatat dengan jelas dalam sejarah bahwa Sunan Gunungjati menikahi Ratu Ong Tien dari negeri China. Beberapa benda seni yang dibawa dari negeri China diantaranya adalah keramik, piring, kain yang berhiasan bentuk awan. Bentuk aan dalam beragam budaya melambangkan dunia atas bilamana diambil dari faham Taoisme. Bentuk awan merupakan gambaran dunia luas, bebas dan mempunyai makna transidental (Ketuhanan). Konsep mengenai awan ini juga berpengaruh pada dunia kesenirupaan Islam pada abad 16 yang digunakan oleh kaum Sufi untuk ungkapan dunia besar atau alam bebas.
Batik Megamendung
Sejarah Batik Madura Madura tidak hanya sekadar dikenal dengan kegiatan karapan sapinya namun anda juga harus mengetahui keindahan yang penuh warna yaitu batik madura yang memiliki esensi seni bercita rasa unggul. Batik Madura merupakan salah satu warisan budaya Indonesia yang kini mulai banyak digandrungi oleh masyarakat Indonesia karena ragam motif yang dimiliki batik madura.Sejarah batik Madura tidak terlepas dari peran kerajaan Pamelingan di Pamekasan, Madura. Kerajaan Pamelingan memiliki keraton bernama mandilaras yang menjadi pusat pemerintahan pada saat itu di bawah kendali Pangeran Ronggosukowati. Dalam sejarahnya, batik Madura berkembang pada masa abad ke-16 hingga abad ke-17 masehi. Ketika terjadi peperangan di Pamekasan Madura antara Raden Azhar (Kiai Penghulu Bagandan) melawan Ke’ Lesap (putera Madura keturunan Cakraningrat I) tersiar kabar bahwa Raden Azhar mengenakan pakaian kebesarannya menggunakan model baju batik motif parang atau motif batik leres dalam istilah bahasa madura. Dalam sejarah mengatakan bahwa Raden Azhar adalah seorang ulama yang juga sebagai penasihat spriritual Adipati Pamekasan yaitu Raden Ismail (Adipati Arya Adikara IV).Salah satu tokoh yang dianggap penting dan paling berjasa memperkenalkan batik ke wilayah Madura yaitu seorang Adipati Sumenep, Arya Wiraraja yang memiliki kedekatan dengan Raden Wijaya dari kerajaan Majapahit.
Sejarah Batik Madura Dalam banyak referensi dikatakan bahwa motif batik leres merupakan motif batik dengan menonjolkan garis melintang simetris. Motif batik madura cenderung menyajikan warna yang berani seperti warna biru, kuning, merah dan hijau daun. Warna yang dihasilkan pada kain terbuat dari bahan pewarna alami soga alam, seperti mengkudu dan tingi digunakan sebagai pewarna merah. Sedangkan Daun tarum digunakan untuk pewarna biru, serta kulit mundu yang ditambah tawas untuk memberikan efek warna hijau pada kain batik. Proses perendaman kain dilakukan untuk menentukan tingkat terang dan gelapnya warna yang dihasilkan, lama perendaman kain batik biasanya antara 1-3 bulan. Selain untuk menentukan gelap terang kain juga bertujuan untuk membuat warna kain tersebut lebih tahan lama.Goresan canting dan gerak tangan yang tercipta pada sehelai kain batik melibatkan perasaan dan pikiran-nya. Ragam motif batik madura diambil dari motif binatang, tumbuhan, juga motif kombinasi yang merupakan kreasi para pembatiknya. Batik Madura memiliki 2 jenis motif batik,yaitu motif batik pesisiran yang mempunyai motif dan warna yang cenderung berani, di sisi lain batik pedalaman cenderung bergaya klasik dengan ornamen utama warna gelap.Salah satu ciri khas lain yang dimiliki batik madura adalah munculnya garis-garis dominan yang tersaji dalam satu desain batiknya. Setiap desain batik madura memiliki cerita dan filosofi unik untuk merepresentasikan kehidupan sehari-hari masyarakat madura.
Batik Madura
Sejarah Batik Bali Di Bali, industri kerajinan batik dimulai sekitar dekade 1970-an. Industri tersebut dipelopori antara lain oleh Pande Ketut Krisna dari Banjar Tegeha, Desa Batubulan, Sukawati Gianyar, dengan teknik tenun-cap menggunakan alat tenun manual yang dikenal dengan sebutan Alat Tenun Bukan Mesin Kerapnya orang Bali mengenakan batik untuk berupa cara sebagai bahan kain maupun udeng (ikat kepala), mendorong industri batik di pulau ini terus berkembang dang maju. Kini di Bali telah tumbuh puluhan industri Batik yang menampilkan corak-corak khas Bali, juga corak-corak perpaduan Bali dengan luar Bali seperti Bali-Papua, Bali-Pekalongan, dan lain-lain.Kesenian batik adalah kesenian gambar di atas kain untuk pakaian yang menjadi salah satu kebudayaan keluaga raja-raja Indonesia zaman dulu. Awalnya batik dikerjakan hanya terbatas dalam kraton saja dan hasilnya untuk pakaian raja dan keluarga serta para pengikutnya. Oleh karena banyak dari pengikut raja yang tinggal diluar kraton, maka kesenian batik ini dibawa oleh mereka keluar kraton dan dikerjakan ditempatnya masing-masing.Lama-lama kesenian batik ini ditiru oleh rakyat terdekat dan selanjutnya meluas menjadi pekerjaan kaum wanita dalam rumah tangganya untuk mengisi waktu senggang. Selanjutnya, batik yang tadinya hanya pakaian keluarga kraton, kemudian menjadi pakaian rakyat yang digemari, baik wanita maupun pria. Bahan kain putih yang dipergunakan waktu itu adalah hasil tenunan sendiri.Sedang bahan-bahan pewarna yang dipakai tediri dari tumbuh-tumbuhan asli Indonesia yang dibuat sendiri antara lain dari: pohon mengkudu, tinggi, soga, nila, dan bahan sodanya dibuat dari soda abu, serta garamnya dibuat dari tanahlumpur.Bali memiliki berbagai macam design, motif dan corak asli. Banyak desain batik khas Bali telah lahir yang biasanya dipadukan dengan motif batik yang ada dari berbagai wilayah di Tanah Air dan pengaruh motif China.
Batik Bali
Sejarah Batik Pekalongan Batik Pekalongan berasal dari daerah Pekalongan Jawa Tengah, dimana batik yang mempunyai corak yang khas dan beraneka warna atau kaya warna sekarang sudah menjadi pekerjaan utama atau nafas hidup penduduk pekalongan. Bisa kita katakan bahwa batik ini sudah mendunia dan menjadi salah satu warisan budayaIndonesia.Menurut sejarah Batik Pekalongan mulai muncul sejak jaman kerajaan Mataram sekitar tahun 1800 an, walaupun itu tidak pasti kemunculannya. Karena pada jaman kerajaan Mataram ada beberapa bangsa luar seperti Bangsa Cina yang datang sehingga corak baju batik Pekalongan banyak dipengaruhi oleh kebudayaan bangsa-bangsa tersebut.Karena Batik Pekalongan banyak dikerjakan dirumah-rumah maka maka sebagian besar penduduk pekalongan sudah mempunyai mata pencaharian sendiri sehingga kemakmuran terjadi. Dan mereka mengerjakan Batik pekalongan tersebut sebagian besar secara tradisional tapi ada pula yang memakai tehnologi bagi yang bermodal besar, kalaupun mereka yang hanya bermodal kecil namun mereka tetap berkarya di rumah-rumah.Seiring dengan berkembangnya jaman, Batik Pekalongan juga berkembang sangat pesat dan terkenal sampai sekarang sehingga Pekalongan disebut Kota Batik dimana ada macam-macam batik lainnya yang berasal dari daerah lain (pula misalnya Batik Yogya, Batik Solo, Batik Madura dan lain-lain). Perkembangannya tersebut juga mempengaruhi corak dan warna yang disesuaikan dengan peminat baju batik Pekalongan. Tapi Batik Pekalongan tetap menggunakan cat atau pewarna alami. Diantaranya yaitu batik sarimbit tulis tapi ada juga batik cap. Yang kebanyakan sekarang dikerjakan oleh industry kecil dan menengah.
Batik Pekalongan
Sejarah Batik Afrika Di Afrika, teknik seperti batik dikenal oleh Suku Yoruba di Nigeria, serta Suku Soninke dan Wolof di Senegal. Teknik membatik yang paling maju dapat ditemukan di Nigeria,dimana orang-orang Yoruba membuat kain Adire. Ada 2 metode pewarnaan dengan lilih yang digunakan. Adire elesoyang memakai teknik ikat serta jahit dan adire eleko yang memakai teknik gumpalan pati. Gumpalan ini biasanya terbuat dari tepung tapioka,beras,tawas atau tembaga sulfat yang dididihkan bersama sehingga menghasilkan gumpalan tebal dan halus. Suku Yoruba di Afrika Barat menggunakan gumpalan pati ini sebagai lapisan pelindung warna,sementara masyarakat Senegal menggunakan gumpalan beras. Selain itu salah satu perintis batik ,Nelson Mandela. Dinamai begitu karena masyarakat Afrika Selatan mengenal batik dari Nelson Mandela, yang ternyata sangat menyukai dan sering kali memakai batik dari Indonesia! Hal tersebut bukan menjadi rahasia, karena di Museum Apartheid pun ada keterangan yang menyatakan kalau Indonesia pernah menghadiahkan batik pada Mandela. Cerita lainnya adalah Belanda yang pernah memproduksi massal batik kemudian dijual ke kolonial di Afrika Barat.
Sejarah Batik Afrika Adire eleso yang memakai teknik ikat serta jahit dan adire eleko yang memakai teknik gumpalan pati. Gumpalan ini biasanya terbuat dari tepung tapioka,beras,tawas atau tembaga sulfat yang dididihkan bersama sehingga menghasilkan gumpalan tebal dan halus. Suku Yoruba di Afrika Barat menggunakan gumpalan pati ini sebagai lapisan pelindung warna,sementara masyarakat Senegal menggunakan gumpalan beras. Gumpalan-gumpalan ini digunakan dalam dua cara yang berbeda. Sketsa digambar dengan stensil logam tipis yang fleksibel atau perangkat yang terbuat dari kayu. Alat ini memungkinkan terbentuknya pola berulang yang akurat. Pekerjaan ini biasanya dilakukan oleh kaum pria. Proses selanjutnya dilakukan oleh kaum perempuan,yaitu kain tradisional akan didesain lebih lanjut dengan menggunakan peralatan sederhana seperti bulu,tongkat tipis,sepotong tulang halus atau logam dan alat sisir dari kayu. Madiba's Shirt (batik) ini tidak diproduksi dengan mutu yang baik, mereka membuatnya dengan cara cap atau sablon, dengan motif yang disesuaikan dengan kultur setempat. Cara penjualannya pun seperti tidak layak, karena banyak digantung-gantung di pagar, sehingga kurang menarik perhatian wisatawan.
Batik Afrika
Sejarah Batik Belanda Pada waktu zaman penjajan Belanda, warga keturunan Belanda banyak yang tertarik dengan batik Batik Indonesia. Mereka membuat motif sendiri yang disukai bangsa Eropa. Motifnya berupa bunga-bunga Eropa, seperti tulip dan motif tokoh-tokoh cerita dongeng terkenal di sana.Ada yang bermotif Hansel n Gretell. cinderella, snow white dll. Batik Indo-Eropa di Indonesia dikenal sebagai Batik Belanda, adalah gaya Batik terutama oleh wanita Indo-Eropa (Indo's) adalah dikembangkan untuk perempuan perempuan Eropa di Hindia Belanda antara 1840 dan 1940. Wanita yang telah memulai gaya Carolina Josephina Franqemont , dia asal Indonesia campuran Eropa. Mereka berhasil pertama di Indonesia yang kaya warna batik harus dilakukan dengan pewarna sayuran. Gambar khas di Indo-Eropa sarung batik adalah karangan bunga, ilustrasi dongeng Eropa dan ilustrasi dari wallpaper Eropa. Wanita Indo-Eropa adalah yang pertama untuk menjadi batik diproduksi industri dan dengan demikian penyebaran batik ke daerah lain dan dipromosikan yang pertama untuk gaya batik modern dikembangkan.
Batik Belanda
Sejarah Batik Thailand Seperti Indonesia, Thailand juga memiliki batik. Biasanya corak dan warna batik negeri gajah putih ini terkesan cerah dan berwarna-warni. Inspirasinya ada yang mengambil motif hewani dan nabati. Memang batik berasal dari Indonesia, namun akhirnya banyak menginspirasi negara-negara lain untuk membuat bati khas negeri sendiri. Terdapat beberapa teknik dalam melukis batik. Secara umum proses pembuatan batik melalui 3 tahapan yaitu pewarnaan, pemberian bahan lilin pada kain dan pelepasan lilin dari kain. Motif yang paling mudah dan umumnya diajarkan pada mereka yang beru pertama kali mencoba adalah motif bunga. Apinan Tovankasame, yang mendirikan Baan Batik, telah lama memiliki kecintaan terhadap seni yang satu ini. Beliau aslinya adalah orang asli Bangkok, dan akhirnya pindah ke Phuket karena mengajarkan seni melukis batik pada warga lokal dan wisatawan yang ingin mencoba.
Batik Thailand
Sejarah Batik Malaysia Sejarah batik Malaysia dimulai pada abad ke 18 saat Batik Minah Pelangi mendirikan perusahaan Batik di Trengganu. Pada tahun 1911 Haji Che Su bin Haji Ishak mendirikan perusahaan Batik di kawasan Lorong Gajah Mati, Kota Baru - Kelantan. Pada jaman dahulu, masyarakat Melayu menggunakan kentang sebagai alat cap pembuat batik, tetapi saat ini kain batik telah dibuat dengan alat-alat modern. Di Melayu (Pulau Sumatra dan Malaysia), suatu motif batik yang disebut Batik Pelangi yang telah diperkenalkan sejak tahun 1770-an. Pada saat itu teknik pembuatan batik hanyalah menggunakan teknik ikat dan celup dan dikenali sebagai Batik Pelangi. Pada saat itu kain diimport dari Thailand jenis ‘Kain Pereir’ sementara itu pewarna dibuat sendiri dengan menggunakan pewarna buah dan kulit kayu. Warna kain batik pelangi hanyalah Biru dan hitam saja. Pada tahun 1922 Haji Che Su telah mulai membuat batik yang menggunakan blok kayu (tehnik batik cap). Pada tahun 1926 pewarna kimia dari Eropa telah membawa perkembangan batik Malaysia dan mulai banyak digunakan. Aneka corak batik awalnya dipengaruhi oleh corak batik Indonesia disertai dengan nama batik yang dikomersialkan.
Batik Malaysia
Sejarah Batik China Pada ratusan tahun lalu orang-orang China banyak bermukim di Pulau Jawa seperti Indramayu, Cirebon, Pekalongan, Lasem, dan Tuban lalu berbaur dengan penduduk asli. Bahkan mereka melakukan perkawinan budaya dan melahirkan keturunan yang disebut peranakan. Etnis China di Indonesia tetap membawa adat-istiadat, agama dan budaya tanah leluhur mereka dengan diselaraskan dengan budaya setempat. Misalnya, mereka berpakaian mengikuti cara berpakaian penduduk setempat. Wanita menggunakan sarung batik kemudian pria memakai celana dari bahan batik. Kemudian akhirnya timbullah akulturasi budaya yang menyebabkan munculnya kreasi batik-batik dengan ragam hias yang berasal dari budaya China. Biasanya batik ini disebut Batik Pecinan atau biasa juga disebut dengan Batik Pecinan. Pola Batik China atau Pecinan lebih rumit dan halus dengan menampilkan pola-pola dengan ragam hias satwa mitos China, seperti naga, burung phoenix (burung hong), kura-kura, kilin (anjing berkepala singa), serta dewa dan dewi Kong Hu Chu. Kemudian Batik Pecinan berkembang memiliki ragam hias buketan atau bunga-bunga karena dipengaruhi dari pola Batik Belanda. Namun pada perkembangannya saat ini, Batik China menunjukkan pola-pola yang lebih beragam, contohnya pola-pola dengan pengaruh ragam hias Batik Keraton. Sarung-sarung batik yang mereka gunakan polanya mirip dengan hiasan pada keramik China, seperti banji yang melambangkan kebahagian ataupun kelelawar yang melambangkan nasib baik. Selain dijadikan untuk bahan pakaian, batik yang dihasilkan orang China atau peranakan, mereka gunakan juga sebagai perlengkapan keagamaan, seperti kain altar (tok-wi) dan taplak meja (mu-kli).Maka dari itu penting sekali untuk lebih meningkatkan kesadaran kita terhadap akulturasi budaya China dan Indonesia. Sebab ini merupakan aset bangsa yang perlu dilestarikan dan dipelajari untuk generasi mendatang.
Batik China