TRAINING FOR TRAINERS KEBANKSENTRALAN MATERI KEBIJAKAN MONETER DI INDONESIA
Tujuan Instruksional Khusus Mampu membandingkan kebijakan moneter sebelum dan sesudah krisis 1997. Mampu menjelaskan kebijakan moneter melalui pendekatan kuantitas dan harga.
OUTLINE Review Konsep dan Teori Moneter Kebijakan Moneter Periode Pra Krisis Ekonomi 1997 Kebijakan Moneter Periode Selama Krisis Ekonomi 1997 Kebijakan Moneter Periode Pasca Krisis Ekonomi 1997 Proses Perumusan Kebijakan Moneter Mekanisme Pengendalian Moneter Paradigma Pengendalian Moneter Baru
Review Konsep dan Teori Moneter Kebijakan Moneter di Indonesia Kebijakan moneter merupakan bagian integral dari kebijakan ekonomi makro Tujuan kebijakan ekonomi makro umumnya adalah mencapai kemakmuran masyarakat (social welfare)
Kerangka Kerja Kebijakan Moneter Instrumen Sasaran Operasional Antara Sasaran Akhir Kerangka Kerja Kebijakan Moneter Kerangka Operasional Kerangka Strategis “Jangkar” Nominal - Nilai tukar Besaran moneter Inflasi (inflation targeting) Output nominal No explicit nominal anchor Penargetan - OPT - sk bunga jk. pd - sk. bunga jk. pj - Inflasi - Fas. Diskonto - uang primer - M1, M2, kredit - Pertumbuhan Ek. - Giro Wajib Min - Imbauan, dll
SEKTOR PEMERINTAH (FISKAL) INTERRELATIONSHIPS AMONG MACROECONOMIC ACCOUNTS SEKTOR RIIL Konsumsi Investasi Ekspor Impor SEKTOR EKSTERNAL Transaksi Berjalan Ekspor Impor Transfer Penghasilan (Income) Transaksi Modal dan Keuangan Investasi Langsung Aliran Keuangan Pemerintah Swasta Cadangan Devisa SEKTOR PEMERINTAH (FISKAL) Anggaran Negara (APBN) Penerimaan, termasuk hibah Pengeluaran Keseimbangan (overall) Pembiayaan Dalam Negeri Luar Negeri SEKTOR MONETER Otoritas Moneter Aktiva Luar Negeri Bersih Aktiva Domestik Bersih Net Claim on Government Bank Umum Uang Primer Uang Beredar
Perbandingan Sistem Operasi Kebijakan Moneter PENDEKATAN SISTEM OPERASI Sasaran Sasaran Pendekatan Harga Instrumen Operasional Akhir Variabel-variabel Informasi Langsung Sk.bunga PUAB Stabilitas harga Tidak langsung Sasaran Sasaran Sasaran Pendekatan Kuantitas Instrumen Operasional Antara Akhir - Langsung - Monetary base - Agregat moneter Stabilitas harga - Tidak langsung seperti: seperti: Pertumbuhan ekonomi Kesempatan kerja . Uang primer/M0 . M1, M2 Keseimbangan NP . Reserve bank . Kredit pbk . Sk.bunga Sumber: Junggun Oh. “Inflation Targeting, Monetary Transmission Mechanism, and Policy Rules in Korea”, Economic Pap er , Vol.2, No.1, March 1999, Bank of Korea (dimodifikasi).
Kerangka Kerja Quantity Targeting Pendekatan kuantitas masih digunakan hingga saat ini Pendekatan harga akan mulai digunakan pertengahan 2005 menuju ITF (Mon-II) ULTIMATE TARGET Inflasi Lapangan Kerja ECONOMIC CAPACITY Y s d MONEY SUPPLY M ACTIVITY DEMAND FOR Investment Consumption Export Import Government MONETARY MANAGEMENT INSTRUMENT 1. OPEN MARKET OPERATION 2. DISCOUNT FACILITY 3. RESERVE REQUIREMENT 4. FOREIGN EXCHANGE INTERVENTION Kerangka Kerja Quantity Targeting Pertumb. Ekonomi Dll
Neraca Otoritas Moneter & Neraca Sistem Moneter
Kebijakan Moneter Periode Pra Krisis Ekonomi 1997 Kondisi Ekonomi Kebijakan Moneter Mata uang Hindia Belanda & Jepang masih digunakan Belum terdapat bentuk bank sentral secara formal UUD 1945 Ps.23: perlunya dibentuk sebuah bank yg disebut Bank Indonesia, yg mengeluarkan & mengatur uang kertas UU nasionalisasi De Javasche Bank 6/12/51 disahkan Dominasi dinamika perkembangan politik terhadap permasalahan ekonomi BNI, BRI sebagai bank sirkulasi ORI yg menggantikan peran uang Hindia Belanda & Jepang ORI ditarik diganti dgn uang De Javasche Bank yg ditunjuk sbg bank sirkulasi De Javasche Bank ditetapkan sebagai bank sentral pada pemerintah RIS Tindakan moneter sanering pada 1950 (Gunting Sjafruddin)
Kebijakan Moneter Periode Pra Krisis Ekonomi 1997 Kondisi Ekonomi Kebijakan Moneter Telah banyak mata uang yang beredar dan berbeda-beda di berbagai wilayah di Indonesia Lahir UU No.11/1953 tentang Pokok Bank Indonesia sbg pengganti Javasche Bank Wet 1922 Pemerintah membangun proyek2 ‘mercu suar’ dan pengeluaran besar untuk militer Jumlah uang beredar berlebihan menyebabkan hyperinflation (+/- 600%) pada pertengahan tahun 1960-an. Bank Indonesia sbg bank sirkulasi menerbitkan mata uang baru, rupiah, sbg satu2nya alat pembayaran yg sah di wilayah negara Indonesia Dibentuk Dewan Moneter tdr dr Menkeu (ketua), Menteri Ekonomi, dan GBI. BI jg sbg bank komersial dgn memberi kredit kpd swasta, pemerintah, yayasan pem., dll. BI sbg agen pembangunan: (1). Cetak uang u/ menutup defisit fiskal (2). Pembiayaan scr lgs dlm keg. ekonomi
Kebijakan Moneter Periode Pra Krisis Ekonomi 1997 - Periode Stabilisasi dan Rehabilitasi Ekonomi - Kondisi Ekonomi Kebijakan Moneter Pemerintah sebelumnya kurang memegang prinsip kehati2an dalam pelaksanaan kebijakan moneter dan fiskal Lahir UU No.13/1968 tentang Bank Sentral Laju inflasi turun drastis hingga di bawah 10% Kegiatan perekonomian nasional secara berangsur2 mulai tertata & mengalami peningkatan. Pengaturan kelembagaan, positif krn kebijakan moneter-fiskal terintegrasi & terkoordinir, tp negatif krn tdk ada check & balance kebijakan2 ekonomi Kebijakan moneter difokuskan pada pengendalian inflasi. Pencetakan uang utk pembiayaan defisit anggaran dihentikan Koordinasi kebijakan fiskal-moneter ditingkatkan shg stabilitas ekonomi cepat pulih Kebijakan moneter dirumuskan oleh Dewan Moneter dan BI melakukan tugas kebijakan moneter sesuai dgn keputusan Dewan Moneter ∆M0 ke NCG dibatasi JUB terkendali
Kebijakan Moneter Periode Pra Krisis Ekonomi 1997 - Periode Pertumbuhan Ekonomi dengan Hasil Minyak - Kebijakan Moneter Kondisi Ekonomi Penerimaan devisa hasil minyak menyebabkan ekspansi jumlah uang primer (M0) shg BI melakukan penyerapan ekspansi moneter dari sisi fiskal tersebut utk meredam tekanan inflasi Kebijakan kredit selektif diluncurkan thn 1974 utk mengendalikan JUB terutama dgn mengatur besarnya ekspansi kredit bank. Pagu kredit individual bank setiap tahun ditentukan oleh BI ∆NFA M0 Kredit dipagu RR diturunkan dr 30% mjd 15% thn 1978 terutama utk mendorong pemberian kredit kpd sektor swasta Awal dekade 70-an ditemukan ladang2 minyak baru secara signifikan shg penerimaan negara meningkat Pengeluaran rutin dan pembangunan oleh pemerintah meningkat shg mendorong kegiatan ekonomi riil Kebijakan kredit selektif membuat sektor perbankan kurang bergairah krn sumber dana yang langka dan penyaluran kredit sangat dibatasi
Kebijakan Moneter Periode Pra Krisis Ekonomi 1997 - Periode Deregulasi, Debirokratisasi, dan Liberalisasi Ekonomi - Kondisi Ekonomi Kebijakan Moneter Awal dekade 80-an harga minyak merosot krn kecenderungan tjdnya resesi dunia. Penerimaan negara utk pembiayaan APBN semakin terbatas. Peran swasta dalam kehidupan ekonomi perlu ditingkatkan. Pakjun 1983 menandai era liberalisasi sektor perbankan dan keuangan. Jml bank, mobilisasi dana, bentuk kredit, jenis pembiayaan, vol. transaksi dan jenis produk keuangan meningkat. Pakto 1988 mendorong kegiatan ekonomi DN dlm menghadapi persaingan global. Scr umum mrp paket penyempurnaan kebijakan di bidang keu., moneter, & perbankan Stl Pakjun 1983, kebijakan moneter langsung melalui selective credit policy diganti dgn kebijakan moneter tidak langsung melalui OPT. SBI diterbitkan thn 1984 sbg instrumen utama OPT ditambah dgn intervensi di pasar uang rupiah (1 s.d. 7 hari). ∆M0 dikendalikan M1& M2 Pakto 1988 menurunkan RR dr 15% mjd 2%, pelonggaran izin pendirian bank shg perbankan tumbuh pesat. RR ↓ ∆M0 M1 & M2
Kebijakan Moneter Periode Pra Krisis Ekonomi 1997 ( L a n j u t a n . . . ) - Periode Deregulasi, Debirokratisasi, dan Liberalisasi Ekonomi - Kondisi Ekonomi Kebijakan Moneter Pengendalian JUB (M1& M2) makin sulit krn operasi & produk perbankan makin beragam (CDs, CPs, promissory notes, ATMs) . Produk pasar modal jg berkembang pesat baik dalam bentuk vol. transaksi maupun SSB yg diperdagangkan. Tjd decoupling (pemisahan) sektor keuangan & sektor riil. Liberalisasi sektor keuangan menyebabkan aliran dana LN khususnya pinjaman LN swasta jgk pendek semakin besar dan pesat. Pinjaman ini tidak dilindungi dr risiko nilai tukar, dimanfaatkan utk proyek jgk panjang & tdk menghasilkan devisa. Besar dan mobilitas aliran dana LN mempersulit pelaksanaan kebijakan moneter oleh BI shg BI melakukan penyerapan likuiditas dlm perekonomian. Hal ini mendorong suku bunga naik. Suku bunga tinggi semakin mendorong aliran modal masuk khususnya dlm bentuk SSB berjangka pendek. Prinsip good corporate governance tdk dijalankan dgn baik shg mjd penyebab utama krisis thn 1997. ∆NFA ∆M0 OPT ∆M0 ↓ ,i ∆NFA
Kebijakan Moneter Periode Selama Krisis Ekonomi 1997 Kondisi Ekonomi Di bawah sistem NT managed floating pd saat itu, kebijakan2 yg diambil adl melakukan intervensi di pasar valas & melebarkan band (rentang) intervensi. Tekanan begitu kuat & cadangan devisa menurun shg sistem NT floating diadopsi. Pemerintah memutuskan ikut program IMF (awal 1998). Bank run & penutupan bank diatasi dgn penyediaan dana talangan oleh pemerintah melalui BI di bawah program penjaminan pemerintah atas seluruh kewajiban bank. Kebijakan suku bunga tinggi untuk menghadapi tekanan inflasi akibat kelebihan likuitas dlm perekonomian. Spekulasi thd Baht menjalar ke Rupiah (contagion effect) shg investor asing menarik dananya scr tiba2. Timbul kepanikan di pasar valas dan tjd aksi borong devisa yg menyebabkan Rupiah merosot tajam dlm wkt singkat. Ini mrp awal dr krisis ekonomi thn 1997. Pemerintah menutup sejumlah bank shg tjd krisis kepercayaan thd bank dan rupiah, tjd bank run. Tjd excess likuiditas, laju inflasi mencapai 77,63% tahun 1998, dan suku bunga SBI 1 bulan mencapai 38,44% pd tahun yg sama.
Kebijakan Moneter Periode Pasca Krisis Ekonomi 1997 Periode 1999 - Sekarang Kondisi Ekonomi Kebijakan Moneter Stl berada di bawah program IMF, NT rupiah masih rentan dan tekanan inflasi masih tinggi. Kebijakan yg diambil scr berangsur2 mampu menstabilkan nilai tukar rupiah dan mengendalikan tekanan inflasi. NT menguat dr rata2 Rp9.316/dolar thn 2002 mjd rata2 Rp8.572/dolar thn 2003. Inflasi turun dr 10,03% thn 2002 mjd 5,06% thn 2003. Suku bunga SBI turun dr 13,02% thn 2002 mjd 7.34% pd Juni 2004. Lahir UU No.23/1999 tentang Bank Indonesia sbg penguatan BI scr kelembagaan sbg bank sentral, dgn fokus mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. BI mrp bank sentral yg independen, namun transparan & accountable. Pengendalian JUB melalui pencapaian sasaran operasional uang primer yg ditetapkan sesuai dgn program yg disepakati antara Pemerintah dan IMF Suku bunga diturunkan stl NT rupiah stabil dan tekanan inflasi terkendali. Tugas pokok BI menurut UU No.23/99 adl (1) menetapkan & melaksanakan kebijakan moneter (2) mengatur & menjaga kelancaran sistem pembayaran (3) mengatur & mengawasi sistem perbankan. Ketiga tugas ini saling terkait dalam upaya mencapai kestabilan rupiah. BI diberi wewenang utk melaksanakan kebijakan NT dan pengelolaan cad. devisa sesuai dgn sistem NT dan sistem devisa yg ditetapkan
Kebijakan Moneter Periode Pasca Krisis Ekonomi 1997 Periode 1999 - Sekarang Kondisi Ekonomi Kebijakan Moneter Tugas pokok yg telah ditetapkan dalam UU, menuntut BI untuk juga responsif terhadap dinamika yg terjadi dalam bidang tugasnya. Terdapat tuntutan untuk melakukan amandemen thd UU No.23/1999 ttg BI sbg upaya untuk menyesuaikan dengan perkembangan kondisi ekonomi, sosial, dan politik. Munculnya paradigma baru kebijakan bank sentral di bidang moneter, perbankan dan sistem pembayaran yaitu Inflation Targeting Framework (ITF), Arsitektur Perbankan Indonesia (API), dan Real Time Gross Settlement (RTGS). Amandemen UU ttg BI dalam UU No.3/2004, dgn pokok2 antara lain: (1) penetapan sasaran inflasi oleh pemerintah stl berkoordinasi dgn BI, (2) pengalihan fungsi pengawasan bank pada 2010, (3) penyediaan Financial Safety Nets, (4) pembentukan Badan Supervisi, (5) Keanggotaan DG: internal/eksternal, dan (6) Aspek2 transparansi, akuntabilitas, dan pertanggungjawaban.
Preferensi Penargetan Uang Primer Dasar Pertimbangan dan Kendala Selama terjadinya krisis diyakini terdapat kecenderungan lepasnya kaitan antara perkembangan sisi moneter-keuangan dengan sektor riil terutama karena runtuhnya sektor perbankan dan ekspansi likuiditas di pasar uang yang luar biasa besarnya karena bank runs (yaitu dalam bentuk BLBI). Dalam kondisi yang serba tidak pasti dan perlunya disiplin yang tinggi dalam pelaksanaan kebijakan moneter seperti ini, M0 merupakan pilihan terbaik sebagai anchor dalam pelaksanaan kebijakan moneter dibandingkan variable suku bunga. Perubahan operasionalisasi pengendalian moneter dari M0 ke suku bunga memerlukan langkah-langkah persiapan baik dari sisi mekanisme transmisinya ke inflasi dan ekonomi riil maupun proses dan instrument mix yang diperlukan dalam mendukung operasi pengendalian moneter di pasar uang. Kendala: M0 tidak dapat sepenuhnya dikendalikan oleh Bank Indonesia. + 70% dari komponen M0 adalah uang kartal yang merupakan kebutuhan masyarakat akan alat pembayaran (pada dasarnya tidak dapat dikendalikan secara langsung oleh Bank Indonesia). Bank Indonesia lebih bertumpu pada pengendalian cadangan/giro bank di Bank Indonesia sebagai sasaran operasional. Sekitar 30% dari M0 sebagian besar merupakan saldo giro bank di Bank Indonesia.
Ilustrasi Teoritis Pelaksanaan Kebijakan Moneter Secara teoritis, merujuk pada: Keberadaan Kurva Phillips : = (y – y*) “trade-off jangka pendek antara inflasi dan pertumbuhan output” Teori Kuantitas Klasik : M.V P.T dan M/P = k. Y Teori Penawaran Uang : Ms = mm. M0 Contoh kasus: […… Ilustrasi sederhana …….] Fungsi jangka panjang permintaan uang (M1): logM1 = konstan + 1.1 logPDBr + 1.0 logIHK + kesalahan Prediksi perkembangan money multiplier (M1/M0) berkisar antara 1.2 – 1.4 Sasaran-sasaran sesuai Program Moneter: Inflasi: 8% Pertumbuhan ekonomi 6% Pertumbuhan M1 : 14.6 % (maka) Pertumbuhan M0 dalam kisaran: 10.4% – 12.2% rata-rata 11.2%
Ilustrasi Teoritis Pelaksanaan Kebijakan Moneter Misalnya terjadi perubahan kondisi ekonomi: Terjadi arus modal masuk (capital inflow) yang cukup besar sebagai akibat cukup menariknya iklim usaha di Indonesia. Capital inflow NFA otoritas moneter uang primer (di atas kisaran atas) NFA sistem moneter uang beredar Kegiatan ekonomi riil kecenderungan overheating - Pertumbuhan M1 14.6%, (Pertumbuhan M0 12.2%) - Pertumbuhan ekonomi 6% - Inflasi 8%, Kebijakan yang diterapkan (alternatif) : kontraksi moneter Pilihan instrumen (alternatif) : - Operasi pasar terbuka (OPT) - Cadangan wajib minimum (RR)
Proses Perumusan Kebijakan Moneter Rapat Dewan Gubernur (RDG) Perumusan kebijakan moneter yang dilakukan oleh Bank Indonesia dilakukan melalui Rapat Dewan Gubernur (RDG). Rapat ini dilakukan satu kali dalam sebulan untuk menetapkan kebijakan umum bidang moneter. Sementara, rapat sejenis juga dilakukan satu kali dalam seminggu untuk mengevaluasi pelaksanaan kebijakan moneter yang telah dilakukan. RDG bulanan dapat dihadiri oleh menteri kabinet atau wakil pemerintah dengan hak bicara tanpa hak suara. Tujuannya adalah untuk mempererat koordinasi kebijakan moneter, kebijakan fiskal, dan kebijakan makro ekonomi lainnya. RDG dapat dikategorikan menurut waktu pelaksanaannya menjadi RDG bulanan awal tahun, RDG triwulanan, RDG bulanan, dan RDG mingguan.
Proses Perumusan Kebijakan Moneter RDG Bulanan Awal Tahun RDG bulanan awal tahun dilakukan untuk mengevaluasi perkembangan ekonomi, moneter, perbankan, dan sistem pembayaran selama satu tahun yang lalu dan prospeknya ke depan. Telaah mengenai prospek ekonomi makro dan moneter ke depan dimaksudkan terutama dilakukan untuk menetapkan arah dan sasaran kebijakan moneter untuk satu tahun ke depan sesuai dengan sasaran inflasi yang ditetapkan. RDG ini jg sekaligus untuk membahas dan mensahkan laporan tertulis yang akan disampaikan kpd DPR dan Pemerintah. Laporan ini memuat: (1) pelaksanaan tugas & wewenang BI thn sebelumnya, (2) rencana kebijakan, penetapan sasaran, dan langkah2 pelaksanaan tugas & wewenang BI utk tahun y.a.d. dgn memperhatikan perkembangan laju inflasi & kondisi ekonomi dan keuangan.
Proses Perumusan Kebijakan Moneter RDG Triwulanan Dilaksanakan awal April, Juli, Oktober, dan Desember. RDG ini dilaksanakan untuk mengevaluasi perkembangan ekonomi, moneter, perbankan, dan sistem pembayaran selama satu triwulan yg lalu dan prospeknya utk periode ke depan. Telaah mengenai prospek ekonomi ke depan terutama dilakukan untuk menentukan apakah sasaran inflasi yang telah ditetapkan masih dalam batas kisaran yang aman, serta untuk menetapkan arah dan sasaran kebijakan moneter untuk satu triwulan ke depan. RDG ini dimaksudkan juga untuk membahas dan mensahkan laporan triwulanan tertulis tentang pelaksanaan tugas dan wewenang BI yg akan disampaikan kpd DPR dan pemerintah.
Proses Perumusan Kebijakan Moneter RDG Bulanan RDG bulanan dilaksanakan dalam rangka mengevaluasi perkembangan inflasi, nilai tukar, moneter, dan perbankan. Lebih diarahkan utk memantau pencapaian target inflasi & arah kebijakan satu bulan berikutnya. Dibahas jg pencapaian target operasional (uang primer & suku bunga) utk diputuskan langkah pengendalian moneter satu bulan yang akan datang, seperti OPT, sterilisasi/intervensi di pasar valas, dan arah suku bunga yg wajar. Keputusan kebijakan moneter dalam RDG bulanan ini disampaikan ke masyarakat melalui siaran pers.
Proses Perumusan Kebijakan Moneter RDG Mingguan RDG mingguan dilaksanakan atas dasar arahan dari RDG bulanan. RDG mingguan dilaksanakan dalam rangka mengevaluasi pelaksanaan pengendalian moneter pada minggu sebelumnya. Arahan pelaksanaan OPT, sterilisasi/intervensi di pasar valas, serta arah suku bunga di minggu mendatang. Keputusan pengendalian moneter dalam bentuk OPT melalui lelang SBI dalam RDG mingguan ini disampaikan ke masyarakat melalui siaran pers.
Proses Perumusan Kebijakan Moneter Laporan-Laporan Laporan tahunan dan triwulanan BI dievaluasi oleh DPR. Laporan ini digunakan sebagai bahan penilaian kinerja Dewan Gubernur dan BI secara keseluruhan. Laporan tahunan ke DPR dalam rangka akuntabilitas, sedangkan laporan tahunan ke pemerintah dalam rangka informasi. Laporan tahunan ke masyarakat melalui media massa dalam rangka informasi, cerminan transparansi, dan pemberitahuan arah kebijakan moneter.
Mekanisme Pengendalian M0 Melalui OPT Dalam melaksanakan kebijakan moneter, Bank Indonesia menggunakan instrumen moneter yang dapat berupa Operasi Pasar Terbuka (OPT), intervensi pasar valas, reserve requirement, ataupun moral suasion. Berdasarkan sasaran M0 yang telah ditetapkan, Bank Indonesia melakukan Operasi Pasar Terbuka (OPT).
Mekanisme Pengendalian M0 Melalui OPT Operasi Pasar Terbuka dilakukan Bank Indonesia dengan tiga cara, yaitu : Melalui lelang SBI Melalui penggunaan FASBI di pasar uang rupiah, dan Melalui sterilisasi/intervensi di pasar valuta asing 1. Lelang SBI Besarnya lelang SBI (mingguan) dimaksudkan untuk mencapai besarnya target uang primer yang ditetapkan. Untuk itu, tiap minggu Bank Indonesia akan memperkirakan perkembangan uang primer dan, dengan membandingkan target yang ditetapkan, menentukan besarnya kelebihan likuiditas pasar uang yang harus diserap. Hal ini dilakukan dengan menghitung berapa SBI yang jatuh tempo, berapa ekspansi/konstraksi dari sisi fiskal (rekening Pemerintah di Bank Indonesia), mutasi cadangan devisa, serta bagaimana kondisi likuiditas di pasar uang.
Mekanisme Pengendalian M0 Melalui OPT Operasi Pasar Terbuka dilakukan Bank Indonesia dengan tiga cara, yaitu : Melalui lelang SBI Melalui penggunaan FASBI di pasar uang rupiah, dan Melalui sterilisasi/intervensi di pasar valuta asing 2. Fasilitas Bank Indonesia Selain lelang SBI mingguan (yaitu tiap hari Rabu), Bank Indonesia juga melakukan kegiatan secara langsung di pasar uang rupiah melalui Fasilitas Bank Indonesia (Fasbi). Hal ini dilakukan secara harian, terutama apabila terjadi perkembangan di luar pehitungan yang dapat menyebabkan tidak tercapainya target uang primer melalui lelang SBI. Caranya antara lain dapat dilakukan dengan secara langsung menawarkan kepada bank-bank untuk menanamkan kelebihan likuiditasnya di Bank Indonesia (berjangka waktu overnight hingga satu minggu) atau dengan cara membeli kembali SBI secara repurchase agreement (repo) di pasar uang antar bank.
Mekanisme Pengendalian M0 Melalui OPT Operasi Pasar Terbuka dilakukan Bank Indonesia dengan tiga cara, yaitu : Melalui lelang SBI Melalui penggunaan FASBI di pasar uang rupiah, dan Melalui sterilisasi/intervensi di pasar valuta asing 3. Sterilisasi/Intervensi Valuta Asing Terutama dilakukan apabila Pemerintah akan membiayai kegiatan suatu proyek (membutuhkan rupiah) dengan cara menggunakan dana valuta asingnya yang disimpan sebagai cadangan devisa di Bank Indonesia. Dengan cara ini, dapat dicapai dua tujuan sekaligus. Pertama, penyerapan kelebihan likuiditas di pasar uang. Kedua, bahwa langkah ini sekaligus dapat membantu upaya untuk menstabilkan perkembangan nilai tukar rupiah di pasar. Intervensi di pasar valuta asing dapat pula dilakukan Bank Indonesia pada waktu sedang terjadi gejolak nilai tukar rupiah di pasar valuta asing
Paradigma Pengendalian Moneter Baru Quantity-based Approach vs Price-based Approach ? Asumsi yang digunakan dalam Pendekatan Kuantitas adalah sbb: Kebijakan dan perkembangan sektor-sektor lain (fiskal, nilai tukar, dan riil) akan berjalan seperti yang ditetapkan. Adanya hubungan yang stabil antara uang beredar (sebagai sasaran antara) dengan kegiatan ekonomi riil (sebagai sasaran akhir) stabilitas fungsional income velocity dan demand for money Adanya hubungan yang stabil antara uang primer (sebagai sasaran operasional) dengan uang beredar (sebagai sasaran antara) stabilitas fungsional angka pengganda uang (money multiplier) Namun, hasil kajian empiris BI menyimpulkan bahwa: Income velocity, demand for money, dan money multiplier cenderung “kurang” stabil. Agregat moneter M1 relatif stabil dibandingkan dengan M2.
Paradigma Pengendalian Moneter Baru Quantity-based Approach vs Price-based Approach ? Penyebab Ketidakstabilan Struktural tersebut adalah karena: Pesatnya perkembangan sektor keuangan dan majunya inovasi produk keuangan yang menyebabkan kegiatan penciptaan uang (money creation) oleh sistem keuangan menjadi berlipat ganda. Terjadinya proses decoupling antara sektor moneter dan sektor riil. Sulitnya mengidentifikasi arah kausalitas antara uang beredar dan kegiatan ekonomi. Adanya kecenderungan kegiatan ekonomi mempengaruhi uang beredar, bukan sebaliknya.
Paradigma Pengendalian Moneter Baru Quantity-based Approach vs Price-based Approach ? Sejalan dengan permasalahan dalam pengendalian moneter dengan menggunakan agregat moneter, paradigma baru yang lebih meyakini “harga” uang, yaitu suku bunga dan nilai tukar, sebagai jalur utama transmisi kebijakan moneter (price targeting) di Indonesia semakin mendapatkan perhatian. Bond (1994) menunjukkan secara empiris bahwa hubungan antara suku bunga dengan laju inflasi jauh lebih kuat dibandingkan dengan hubungan antara uang beredar dengan inflasi. Di sisi lain, dalam ekonomi yang semakin terbuka dengan sistem nilai tukar yang fleksibel, pergerakan nilai tukar rupiah juga dianggap sangat penting dalam mempengaruhi permintaan agregat, pertumbuhan ekonomi, and inflasi. Isu pokok yang sedang dikaji adalah apakah apakah cukup relevan apabila manajemen moneter di Indonesia dibangun atas dasar jalur mekanisme transmisi salah satu/kedua variabel tersebut; ataukah berdasarkan jalur mekanisme transmisi kebijakan moneter yang lain?
Paradigma Pengendalian Moneter Baru Quantity-based Approach vs Price-based Approach ? Sasaran kuantitas uang Sasaran “harga” uang Ms* Kuantitas Uang, M Tingkat Bunga, i M* Md’ Md* Md” i’ i* i” Ms” “ Ms’ M” M’ Target Tingkat Bunga, i* Ms Kuantitas Uang, M Tingkat Bunga, i M* Md’ Md* Md” i’ i* i”
Paradigma Pengendalian Moneter Baru Quantity-based Approach vs Price-based Approach ? Hasil kajian empiris tersebut merupakan pertimbangan utama bagi Bank Indonesia untuk mengubah paradigma pengendalian moneternya dari quantity-based approach menjadi price-based approach. Menurut rencana pada pertengahan tahun 2005 price-based approach akan mulai dilaksanakan. Penerapan price-based approach tidak terlepas dari upaya Bank Indonesia yang akan menerapkan full-fledged inflation targeting framework dalam waktu dekat. Pembahasan mengenai hal ini akan dijelaskan pada Modul Kebijakan Moneter 2.
Questions and Answers