Hubungan Peradaban Awal Masyarakat Indonesia dengan Kebudayaan Bacson-Hoabinh, Dongson, dan Sahuynh Kelompok 2 : Asiifa Sabina Athalia Silalahi Badhranugraha Adhikarapandita Chandra Willyanto Dhiya Salma Elvina Gabriela Enrico Abelard
Kebudayaan Bacson-Hoabinh Kebudayaan Bacson-Hoabinh diperkirakan berasal dari tahun 10.000 SM-4000 SM, kira-kira tahun 7000 SM. Kebudayaan ini berlangsung pada kala Holosen. Awalnya masyarakat Bacson-Hoabinh hanya menggunakan alat dari gerabah yang sederhana berupa serpihan-serpihan batu tetapi pada tahun 600 SM mengalami perubahan dalam bentuk batu-batu yang menyerupai kapak yang berfungsi sebagai alat pemotong. Ciri khas alat-alat batu kebudayaan Bacson-Hoabinh adalah penyerpihan pada satu atau dua sisi permukaan batu kali yang berukuran ± 1 kepalan dan seringkali seluruh tepiannya menjadi bagian yang tajam. Hasil penyerpihannya itu menunjukkan berbagai bentuk seperti lonjong, segi empat, segitiga dan beberapa di antaranya ada yang mempunyai bentuk berpinggang.
Lanjutan . . . Alat-alat dari tulang dan sisa-sisa tulang belulang manusia dikuburkan dalam posisi terlipat serta ditaburi zat warna merah. Kebudayaan Bacson-Hoabinh ini diperkirakan berkembang pada zaman Mesolitikum. Pusat kebudayaan zaman Mesolitikum di Asia berada di dua tempat yaitu di Bacson dan Hoabinh. Kedua tempat tersebut berada di wilayah Tonkin di Indocina (Vietnam). Istilah Bacson Hoabinh pertama kali digunakan oleh arkeolog Prancis yang bernama Madeleine Colani pada tahun 1920- an. Nama tersebut untuk menunjukkan tempat pembuatan alat-alat batu yang khas dengan ciri dipangkas pada satu atau dua sisi permukaannya.
Bukti Peninggalan Kebudayaan Bacson-Hoabinh Perkakas dan Peralatan Hidup Pebbles, jenis kapak genggam Mesolitikum yang sering juga disebut kapak Sumatra karena banyak ditemukan di Sumatra Kapak Pendek (Hache court) yang mempunyai bentuk bulat dan panjang Batu Gilingan (pipisan) berfungsi melembutkan benda (menggiling). Misalnya, untuk pewarnaan untuk berhias pada saat upacara kegaamaan. Batu gilingan yang besar berfungsi untuk menghaluskan makanan Kapak Proto-Neolitikum yang sudah agak halus buatannya Pecahan tembikar dan barang-barang dari logam hasil budaya akhir zaman praaksara.
Lanjutan . . . Kesenian Lukisan pada kapak berupa garis sejajar dan lukisan mata yang ditrmukan di kjokkenmodinger. Lukisan mirip babi hutan yang banyak ditemukan di gua-gua wilayah leang-leang
Kebudayaan Dongson Kebudayaan Đông Sơn adalah kebudayaan zaman Perunggu yang berkembang di Lembah Sông Hồng, Vietnam. Kebudayaan ini juga berkembang di Asia Tenggara, termasuk di Nusantara dari sekitar 1000 SM sampai 1 SM. Kebudayaan Dongson mulai berkembang di Indochina pada masa peralihan dari periode Mesolitik dan Neolitik yang kemudian periode Megalitik. Pengaruh kebudayaan Dongson ini juga berkembang menuju Nusantara yang kemudian dikenal sebagai masa kebudayaan Perunggu
Penyebaran Kebudayaan Dongson: Kebudayaan Dongson yang berkembang di situs Dongson, ternyata juga ditemukan karya-karya budaya yang diinspirasikan oleh kebudayaan tersebut di bagian selatan Semenanjung Indochina (Samrong, Battambang di Kamboja) hingga Semenanjung Melayu (Sungai Tembeling di Pahang dan Klang di Selangor) hingga Nusantara (Indonesia). dengan pola hidup nomaden, bermata pencaharian berburu manusia ini menghasilkan budaya paleolithikum kemudian terjadilah migrasi melanesoid dari teluk tonkin
Kesenian : Benda-benda arkeologi dari Dongson sangat beraneka ragam, karena mendapat berbagai macam pengaruh dan aliran. Karya yang terkenal adalah nekara besar diantaranya nekara Ngoc-lu yang kini disimpan di Museum Hanoi, serta patung-patung perunggu yang sering ditemukan di makam-makam pada tahapan terakhir masa Dongson.
Kebudayaan Sahuynh Sahuynh merupakan sebuah nama yang merujuk pada sebuah situs arkeologis gerabah (tembikar) di Vietnam. Kebudayaan Sahuynh merupakan sebuah tempat yang letaknya di pantai kira-kira 140 km ke arah selatan kota kecil Taurane. Tempat ini merupakan pusat gerabah terpenting di daratan Asia Tenggara. Tradisi sahuynh diperkirakan berkisar 600M sampai 200M. Gerabah banyak ditemukan di situs-situs arkeologi Indonesia. Penyabaran kerajinan gerabah masa prasejarah dapat dibagi menjadi beberapa kelompok sebagai berikut
Situs Kelapa Dua Situs Kelapa Dua terletak di Sungai Ciliwung. Gerabah yang ditemukan di Kelapa Dua kondisinya sangat buruk. Hal ini diperkirakan karena pembuatannya masih sederhana dan kesamaan tanah yang cukup tinggi. Penelitian di situs Kelapa Dua dilakukan pada tahun 1967 sampai 1972 oleh para arkeologi. Dalam penelitian ini ditemukan pecahan-pecahan gerabah, beliung batu persegi, dan serpih-serpih batu.
Situs buni Di Situs Buni juga ditemukan benda-benda arkeologi yang berasal dari zaman neolithikum, paleometalik, hingga masa kerajaan Hindu pertama di Jawa Barat. Artefak zaman neolititikum memiliki ciri khas ukiran berupa anyaman keranjang dan duri ikan. Sedangkan tembikar yang berasal dari masa perundagian atau paleometalik memiliki bentuk yang lebih spesifik seperti cawan, periuk, kendi, tutup serta bandul jala, perhiasan, dan sebagainya. Setelah diteliti, diketahui bahwa Situs Buni bukan merupakan situs sejarah kecil melainkan suatu kompleks kebudayaan yang cukup luas dengan cakupan sepanjang pantai utara Pulau Jawa. Karena itulah Situs Buni juga disebut Kompleks Kebudayaan Buni. Berbagai temuan yang ada menunjukan bahwa pusat kebudayaan tersebut telah berkambang sejak tahun 2000 SM.
Situs pejaten SItus arkeologi pejaten terletak di tepi Kali Ciliwung. Beberapa penelitian telah dilakukan di situs ini dari tahun 1971 sampai tahun 1979.Situs Pejaten merupakan situs pemukiman dengan kegiatan perbengkelan logam dari masa perundagian (paleometalik).Pejaten sebagai permukiman karena di situ ditemukan cawan berkaki, periuk, dan kendi. Benda-benda dari gerabah itu seperti peralatan rumah tangga yang dipakai sehari-hari. Sedangkan bukti Pejaten merupakan kampung perajin logam adalah penemuan perkakas dan perhiasan dari masa perundagian—babakan terakhir dari zaman prasejarah—seperti berbagai kapak batu neolitik, kapak perunggu, cincin dan gelang perunggu. Juga ada batu asah, batu-batu yang belum selesai menjadi kapak, tulang, lelehan perunggu, dan arang yang diduga merupakan bahan bakar untuk melelehkan perunggu.
Situs anyer Situs anyer berada di tepi pantai selat sunda, yaitu desa anyar, kabupaten pandeglang, jawa barat. Situs anyer merupakan situs penguburan primer dengan ditemukannya tempayan-tempayan kubur berisi tulang belulang manusia dan tembikar yang juga digunakan sebagai bekal kubur. Penguburan dalam tempayan dilakukan dengan cara menempatkan orang yang telah meninggal dalam posisi jongkok (squatting position). Tempayan yang dihasilakan di Anyer adalah tempayan bulat, periuk berkarinasi serta kendi berleher dan berkaki. Selain tempayan, bentuk tembikar lainnya adalah periuk, kendi, dan cawan. Cawaqn yang ditemukan di situs Anyaer ini memiliki kaki (sebagai pendupaan) dan kendi berleher panjang tanpa cerat. Umumnya tembikar dari situs anyer adalah tembikar polos dan hanya beberapa diantaranya adalah motif kuku, garis silang, dan jala.
Situs Gilimanuk Situs gilimanuk terletak di desa Gilimanuk, Kecamatan Melaya, Kabupaten Jembrana, Provinsi Bali. Situs Gilamanuk merupakan situs Nekropolis yaitu situs penguburan yang letaknya dekat dengan pemukiman. Sistem penguburan yang digunakan adalah penguburan sekunder yang dilakukan dengan menempatkan tulang belulang manusia pada suatu wadah, yaitu tempayan. Bentuk tembikar Gilimanuk terdiri dari cawan, periuk, kendi, tempayan, piring dan tutup periuk. Periuk merupakan jenis tembikar yang paling banyak ditemukan yang terbagi dalam 2 tipe, yaitu periuk berbentuk bulat dan periuk berkarinasi. Sama halnya dengan periuk, tembikar jenis mangkuk yang memiliki 2 tipe, yaitu mangkuk berbentuk bulat dengan dasar yang datar, dan bagiandasar yang memiliki kaki