PERTANGGUNG JAWABAN KORPORASI DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI Oleh : Prof. Dr. Ketut Mertha, S.H., M.hum. Dr. I B Surya Dharma Jaya, S.H., M.H.
LATAR BELAKANG MASALAH Korupsi merupakan kejahatan yang secara kriminologis dapat dikatakan sebagai kejahatan luar biasa Kualitas korupsi berkaitan erat dengan keterlibatan korporasi sebagai pelaku Konsep pertanggung jawaban korporasi dalam tindak pidana korupsi masih lemah
PERMASALAHAN Pertanggung jawaban korporasi dalam hukum Pidana Pertanggung jawaban korporasi dalam tindak pidana korupsi di Indonesia. Bentuk pertanggung jawaban korporasi dalam upaya meningkatkan penanggulangan tindak pidana korupsi di Indonesia.
KORPORASI UU Tipikor, UU TPPU, UU Narkotika, “Korporasi adalah kumpulan orang dan atau kekayaan yang terorganisasi baik merupakan badan hukum maupun bukan badan hukum”. Secara umum korporasi memiliki lima (5) ciri penting yaitu: merupakan subyek hukum buatan yang memiliki kedudukan yang khusus, memiliki jangka waktu hidup yang tidak terbatas, memperoleh kekuasaan (dari negara untuk melakukan kegiatan bisnis) dimiliki oleh pemegang saham tanggungjawab pemegang saham terhadap kerugian korporasi biasanya sebatas saham yang dimilikinya
TINDAK PIDANA KORUPSI Kamus Umum Bahasa Indonesia menyatakan, “ Korupsi ialah perbuatan yang buruk seperti penggelapan uang, penerimaan uang sogok dan sebagainya Bank Dunia menyatakan korupsi adalah tindakan yang dilakukan oleh penyelenggara negara dan pegawai negeri : korupsi adalah penyalahgunaan wewenang penyeleggara negara untuk meraih keuntungan pribadi atau kelompoknya (the abuse of public office for personal gain). Ibid. Berbagai ketentuan tindak pidana korupsi yang diatur dalam Undang- undang No. 31 tahun 1999 Jo. Undang-undang No. 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (diantaranya , yaitu : kerugian keuangan negara, suap-menyuap, penggelapan dalam jabatan, pemerasan, perbuatan curang, benturan kepentingan dalam pengadaan barang dan jasa, gratifikasi).
PERTANGGUNG JAWABAN PIDANA Pertanggung jawaban pidana Dapat dipersalahkannya seseorang atas perbuatan (melawan hukum/wederrechtelijk) yang dilakukannya, sehingga ia dapat dipertanggung jawabkan pidana (verwijbaarheid). Unsur-unsur kesalahan : Adanya kemampuan bertanggung jawab Adanya hubungan batin antara pelaku dengan perbuatannya (dolus atau culpa) Tidak adanya alasan-alasan penghapus kesalahan (schuld uitsluitingsground
PERKEMBANGAN PERTANGGUNG JAWABAN PIDANA KORPORASI Dalam perkembangannya ada tiga jawaban : 1. Pengurus korporasi yang melakukan kejahatan, mka pengurus korporasi yang bertanggung jawab hanya manusia yang bisa dipertanggung jawabkan secara pidana (liability based on fault) 2. korporasi yang berbuat, pengurus yang bertanggung jawab Korporasi dapat dipertanggung jawabkan, dengan menggunakan nominalistik (atomic) approach : corporation are nothing more than collectivities individuals 3. korporasi yang berbuat, maka korporasi yang bertanggung jawab korporasi dapat dipertanggung jawabkan dengan menggunakan pendekatan yang realistik : korporasi adalah korporasi itu sendiri, bukan kumpulan individu-individu yang ada di dalamnya (they are “living” system in themselves)
TEORI-TEORI PERTANGGUNG JAWABAN PIDANA KORPORASI Vicarious Liability, Identification theory, Strict Liability, dan Realistic theory.
IDENTIFICATION THEORY perbuatan/kesalahan “pejabat senior (senior officer) diidentifikasi sebagai kejahatan korporasi. Teori ini disebut pula teori alter ego/teori organ), dalam arti sempit (di Inggris) hanya pejabat senior yang bisa dipertanggungjawabkan. Siapakah yang dimaksud dengan seorang senior officer yang dapat dipertanggungjawabkan, maka termasuk di dalamnya adalah dewan direktur, direktur pelaksana, pejabat-pejabat tinggi lainnya yang melaksanakan fungsi manajemen dan berbicara serta berbuat untuk perusahaan. Konsep pejabat senior tidak mencakup semua pegawai perusahaan yang bekerja atau melaksanakan petunjuk pejabat tinggi perusahaan
VICARIOUS LIABILITY THEORY Doktrin ini bertolak dari ”respondeat superior” yaitu, a master is liable in certain cases for the wrongful acts of his servants, and a principal for those of his agent”. Doktrin ini juga didasarkan pada “employment principle” yaitu, the servant’s acts is the master’s acts in law”(the delegation principle Jadi guilty maind dari buruh/karyawan dapat dihubungkan ke majikan apabila ada pendelegasian kewenangan dan kewajiban yang relevan (harus ada “a relevan delegation of power and duties”)
STRICT LIABILITY Strict liability (Doktrin pertanggungjawaban pidana yang ketat); Pertanggungjawaban korporasi semata-mata berdasarkan undang- undang, dalam hal ini tidak perlu melihat adanya kesalahan dalam pertanggung jawaban (yang penting unsur-unsur tindak pidana sudah dipenuhi, korporasi sebagai pelaku sudah dapat dituntut). Doktrin ini dipergunakan dalam kasus-kasus pelanggaran izin, pemalsuan makanan atau obat-obatan, tidak melaporkan terjadinya perilaku menyimpang terhadap anak (kasus-kasus ringan biasanya terkait dengan pelanggaran/pengabaian terhadap kesejahteraan/kepentingan publik).
REALISTIC (ORGANIC) THEORY korporasi dapat dipertanggungjawabkan dengan menggunakan pendekatan yang realistik : korporasi adalah korporasi itu sendiri, bukan kumpulan individu-individu yang ada di dalamnya (they are “living” system in themselves). Berdasarkan teori ini sebuah korporasi dipertanggungjawabkan bila perbuatan tersebut dianggap telah terjadi dalam tanggungjawab korporasi, jika satu atau lebih hal terkait yang terjadi : Melakukan perbuatan atau tidak melakukan perbuatan dikaitkan dengan korporasi. Hal ini dilihat dari apa yang dilakukan oleh seseorang yang bekerja untuk korporasi (karyawan kontrak atau menjadi karyawan karena hal lain) tindakan tersebut memberikan keuntungan bagi korporasi terkait bisnisnya tindakan tersebut berhubungan dengan manegemen korporasi (AD/ART korporasi) korporasi seharusnya dapat mengontrol dilakukan atau tidak dilakukan perbuatan tersebut dan dilihat pula apakah perbuatan tersebut berhubungan dengan hal yang telah terjadi.
KELEMAHAN IDENTIFICATION THEORY cakupan dapat dipertanggung jawabkannya korporasi sangat terbatas, karena hanya kesalahan (Means rea) pejabat senior, atau pihak yang paling menentukan dalam korporasi saja yang dapat dipandang sebagai perbuatan korporasi, sehingga korporasi dapat dipertanggung jawabkan dalam hukum pidana. (Too narrow scope) Sangat sulit menentukan satu orang yang bersalah atau sulit menentukan batasan jabatan yang dapat dikatakan sebagai kesalahan korporasi. Kurang tepat menentukan kesalahan untuk korporasi, hanya karena kesalahan yang dilakukan oleh sebagian kecil orang dalam perusahan. Kemungkinan yang terjadi adalah kejahatan oleh korporasi lebih terbuka dilakukan oleh perusahan-perusahan kecil, sedangkan perusahan- perusahan besar sangat sukar untuk dijerat.
KELEMAHAN VICARIOUS LIABILITY harus ada “a relevan delegation of power and duties”, padahal sering kali pegawai bawahan melakukan sesuatu di luar perintah yang menimbulkan kerugian besar. pertanggung jawaban korporasi dalam hal ini hanya dikaitkan dengan pelanggaran-pelanggaran terhadap peraturan-peraturan di luar hukum pidana.
PERTANGGUNG JAWABAN KORPORASI DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI Pasal 20 UU Tipikor. Pasal 20 UU Tipikor menentukan : (1) Dalam hal tindak pidana korupsi dilakukan oleh atau atas nama suatu korporasi, maka tuntutan dan penjatuhan pidana dapat dilakukan terhadap korporasi dan atau pengurusnya. (2) Tindak pidana Korupsi dilakukan oleh korporasi apabila tindak pidana tersebut dilakukan oleh orang-orang baik berdasarkan hubungan kerja maupun berdasarkan hubungan lain, bertindak dalam lingkungan korporasi tersebut baik sendiri maupun bersama-sama.
Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 13 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penanganan Tindak Pidana oleh Korporasi Pasal 3, “Tindak pidana oleh Korporasi merupakan tindak pidana yang dilakukan oleh orang berdasarkan hubungan kerja, atau berdasarkan hubungan lain, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama yang bertindak untuk dan atas nama Korporasi di dalam maupun di luar lingkungan Korporasi”.
Pertanggung jawaban pidana korporasi dalam tindak pidana korupsi masih pada tahap perkembangan kedua, karena masih menggunakan pendekatan nominalistik (atomic) approach : corporation are nothing more than collectivities individuals. Korporasi yang berbuat pengurus yang bertanggung jawab. Hal ini terlihat dari : Pasal 20 (1) UU Tipikor “Dalam hal tindak pidana korupsi dilakukan oleh atau atas nama suatu korporasi, maka tuntutan dan penjatuhan pidana dapat dilakukan terhadap korporasi dan atau pengurusnya”. Putusan Pengadilan Tinggi Banjarmasin atas PT Giri Jaladi Wana dalam perkara korupsi No.04/Pid.Sus/2011/PT/BJM tanggal 10 Agustus 2011. Putusan Mahkamah Agung Nomor: 2330k/Pid.Sus/2013 Terkait Kasus Korupsi Bioremediasi. PT. Green Planet Indonesia yang telah divonis Mahkamah Agung dengan pidana pembayaran uang pengganti
PERTANGGUNG JAWABAN KORPORASI DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI KE DEPAN (IUS CONSTITUENDUM) Memperhatikan bahwa system pertanggung jawaban korporasi yang berdasar pada Identification theory dan Vicarious liability Theory memiliki kelemahan-kelemahan Memperhatikan system pertanggung jawaban korporasi terbaru yang melihat korporasi sebagai korporasi (corporation as corporation) Perkembangan ini telah diikuti di : Inggris terlihat dari diundangkannya Manslaughter and Homicide Act 2007 Belanda adanya putusan MA pada kasus “drijfmest case” Pertanggung jawaban korporasi ke depan hendaknya mengarah pada pendekatan realistic yang akan membuka ruang lebih luas untuk menjerat korporasi yang melakukan tindak pidana korupsi.
MANSLAUGHTER AND HOMICIDE ACT 2007 Section 1 (1) and (3) of CMA : (1) An organization is guilty of manslaughter if the way in which its activities are managed or organized : a. cause a person’s death, and b. amount to a gross breach of relevant duty of care owed by the organization to the deceased. (3) An organization is guilty only if the way in which activities are managed or organized by its senior management is a substantial element in the breach referred to in subsection (1).
Menslaughter and Homicide Act 2007 menunjukkan bahwa harus terjadi pelanggran terhadap prinsip kehati2an (duty of care). Pelanggaran terhadap prinsip kehati2an tersebut adalah karena pengorganisasian atau manajemen dari aktivitas tersebut. Pelanggran terhadap kewajiban yang substansial tersebut berkaitan dengan cara2 dari staff senior dalam manegemen mengurus dan mengorganisasikan aktivitas tersebut. Meninggalnya korban harus berkaitan dengan pelanggaran kewajiban tersebut.
DRIJFMEST CASE Tercemarnya wilayah yang dikuasai oleh korporasi yng dilakukan oleh seseorang yang bukan merupakan pegawai korporasi Korporasi tetap dipertanggung jawabkan telah melanggar ketentuan tentang perlindungan tanah Fakta menunjukkan bahwa kejadian tersebut ada di wilyah tanggung jawab korporasi (within the domein)
Perbuatan diangggap dalam within the domein bilamana jika satu atau lebih hal terkait yang terjadi : berbuat atau tidak berbuat dikaitkan dengan korporasi. Hal ini dilihat dari hal yang dilakukan oleh seseorang yang bekerja untuk korporasi (karyawan kontrak atau karena hal lain) b. tindakan tersebut memberikan keuntungan bagi korporasi terkait bisnisnya c. tindakan tersebut berhubungan dengan manegemen korporasi (AD/ART korporasi) d. korporasi seharusnya dapat mengontrol dilakukan atau tidak dilakukan perbuatan tersebut dan dilihat pula apakah perbuatan tersebut berhubungan dengan hal yang telah terjadi yang mana korporasi menerima prilaku yang sama tersebut
Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 13 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penanganan Tindak Pidana oleh Korporasi Pasal 4 ayat (2) Dalam menjatuhkan pidana terhadap Korporasi, Hakim dapat menilai kesalahan Korporasi sebagaimana ayat (1) antara lain: Korporasi dapat memperoleh keuntungan atau manfaat dari tindak pidana tersebut atau tindak pidana tersebut dilakukan untuk kepentingan Korporasi; Korporasi membiarkan terjadinya tindak pidana; atau Korporasi tidak melakukan langkah-langkah yang diperlukan untuk melakukan pencegahan, mencegah dampak yang lebih besar dan memastikan kepatuhan terhadap ketentuan hukum yang berlaku guna menghindari terjadinya tindak pidana.
PEMIDANAAN TERHADAP KORPORASI DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI Pasal 20 ayat (7) Pidana pokok yang dapat dijatuhkan terhadap korporasi hanya pidana denda, dengan ketentuan maksimum pidana ditambah 1/3 (satu pertiga). Pasal 18 ayat (1) menentukan beberapa jenis sanksi , selain pidana tambahan dalam KUHP, yaitu : perampasan barang bergerak yang berwujud tidak berwujud yang berhubungan dengan korupsi, pembayaran uang pengganti yang jumlahnya sebanyak-banyaknya sama dengan harta benda yang diperoleh dari tindak pidana korupsi,penutupan perusahaan untuk jangka waktu tertentu, pencabutan ijin usaha korporasi.
Pasal 18 Ayat (2)Jika terpidana tidak membayar uang pengganti sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b paling lama dalam waktu 1 (satu) bulan sesudah putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut. Ayat (3).Dalam hal terpidana tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b, maka dipidana dengan pidana penjara yang lamanya tidak melebihi ancaman maksimum dari pidana pokoknya sesuai dengan ketentuan dalam Undang-undang ini dan lamanya pidana tersebut sudah ditentukan dalam putusan pengadilan. Ada persoalan dalam pidana pengganti dari pidana ganti kerugian yang berupa pidana penjara. (Korporasi bukan manusia)
KESIMPULAN Ada tiga sistem pertanggung jawaban pidana korporasi dilihat dari perkembangan teori pertanggung jawabannya, yaitu : liability based on fault (universal delinquere non potes) , korporasi yang berbuat pengurus yang bertanggung jawab (corporation are nothing more than collectivities individuals), korporasi yang berbuat korporasi yang bertanggung jawab (korporasi adalah korporasi itu sendiri, bukan kumpulan individu-individu yang ada di dalamnya /they are “living” system in themselves). Sistem Pertanggung jawaban korporasi dalam tindak pidana korupsi bersandar pada Identification theory (berada pada tahap perkembangan ke dua, yaitu corporation are nothing more than collectivities individuals). Hal ini membuat ruang untuk mempertanggung jawabkan korporasi sangat sempit. Sistem pertanggung jawaban korporasi ke depan hendaknya mengarah pada pendekatan realistic, bahwa korporasi adalah korporasi itu sendiri. Kesimpulan tambahan perlu dilakukan perubahan berkaitan dengan pidana pengganti dari ganti kerugian untuk korporasi
REKOMENDASI Perlu dilakukan revisi (pembaharuan) tentang pertanggung jawaban korporasi dan pemidanaan dalam ketentuan tindak pidana korupsi
TERIMAKASIH