THE HISTORY OF MIDWIFERY By: Nura Suciati Fauzia, S.ST.
BIDAN?... Menurut Klinkert (1892) kata “bidan” berasal dari bahasa Sansekerta. Dalam bahasa tersebut terdapat kata “widwan” yang berarti “cakap”, “membidani” yang berarti mengadakan sedekah bagi seorang penolong bersalin yang minta diri setelah bayi berumur 40 hari. Berasal dari bahasa Latin: Obsto Obstetric artinya mendampingi.
1. The Birth Of Midwife
PELOPOR DALAM PERKEMBANGAN KEBIDANAN Bapak Pengobatan Menaruh perhatian terhdap kebidanan/keperawatan dan pengobatan Wanita yang bersalin dan nifas mendapatkan pertolongan dan pelayanan yang selayaknya Hyppocrates (460–370 SM) dari Yunani Bapak Kebidanan Berpendapat bahwa seorang ibu yang telah melahirkan tidak takut akan hantu atau setan dan menjauhkan ketahyulan Soranus (98–138 SM) dari Efesus/Turki
Midwifery Care From Time To Time Zaman Dahulu Dukun; mengobati penderita dengan cara membaca mantra, menyajikan korban, melakukan pantangan, bertapa untuk mendapatkan ilham. Perawatan Kebidanan Kehamilan; diperiksa oleh dukun bayi & diberi nasehat tentang pantangan (makanan, pakaian, tidak boleh keluar malam, duduk dimuka pintu) melakukan kenduri pada kehamilan 3 dan 7 bulan.
Persalinan : dilakukan duduk diatas tikar Persalinan : dilakukan duduk diatas tikar. Dukun menunggu sambil mengurut perut ibu menarik anak diciprat air supaya menangis tali pusat dipotong dgn bambu, diolesi dgn kunyit sbagai desinfektan (bnyk baca mantra) Cara lama dalam persalinan : bila akan bersalin disuruh jongkok, duduk ditengah lapangan, kemudian ditakuti terkejut bayi lahir, dengan cara berdiri & pinggang diurut lahir, dianggap aktivitas bayi dinyayikan lagu bayi lahir. Nifas : dimandikan dukun dengan bunga2, diberi jamu untuk perdarahan & laktasi
Motasar di Mumbai, India kehidupan serba minim begitu mudah dijumpai Motasar di Mumbai, India kehidupan serba minim begitu mudah dijumpai. Problema itu cukup ironis di tengah kemajuan zaman yang begitu pesat. Seorang fotografer wanita bernama Gauri Grill menyajikan gambaran ketertinggalan itu melalui jepretan kameranya. Atas karyanya itu Gauri pun berhasil memenangkan anugerah foto jurnalis Grange Prize pada 2011.
Perempuan tua itu bernama Late Kumbhi Daayi Perempuan tua itu bernama Late Kumbhi Daayi. Kalau di Indonesia dikenal sebagai dukun beranak. Tak seperti bidan atau dokter, Late melakukan pekerjaannya sendirian tanpa bantuan asisten.
Tahun 1850, kursus Bidan I dan ditutup tahun 1873 Praktek kebidanan modern di Indonesia oleh dokter-dokter Belanda tahun 1850 dibuka kursus bidan yang pertama sampai dengann 1873 Tahun 1850, kursus Bidan I dan ditutup tahun 1873 Tahun 1879, mulai pendidikan Bidan Tahun 1950, didirikan BKIA yang dipimpin oleh Bidan dengan kegiatan ANC, PNC, pemeriksaan/pengawasan bayi dan balita, KB, dan pelatihan dukun bayi Pelita 1 (1969-1974), dibuka Puskesmas berkembang pada pelita II (1974-1979), Pelita III (1 April 1979 – 31 Maret 1984), Pelita IV (1 April 1984 – 31 Maret 1989), Pelita V (1 April 1989 – 31 Maret 1994), Pelita VI (1 April 1994 – 31 Maret 1999) Sejak dulu sampai sekarang yang memegang peranan yaitu dukun bayi REPELITA atau Rencana Pembangunan Lima Tahun adalah satuan perencanaan yang dibuat oleh pemerintah orde baru di Indonesia. Pelita berlangsung dari Pelita I-Pelita VI. Tujuan Pelita I : Untuk meningkatkan taraf hidup rakyat dan sekaligus meletakkan dasar-dasar bagi pembangunan dalam tahap berikutnya. Sasaran yang hendak di capai pada masa ini adalah pangan, sandang, perumahan, sarana dan prasarana, mensejahterakan rakyat, dan memperluas lapangan kerja . Pelita II berhasil meningkatkan pertumbuhan ekonomi rata-rata penduduk 7% setahun. Pelita III lebih menekankan pada Trilogi Pembangunan yang bertujuan terciptanya masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Arah dan kebijaksanaan ekonominya adalah pembangunan pada segala bidang. Selain swasembada pangan, pada Pelita IV juga dilakukan Program KB dan Rumah untuk keluarga. Pada Pelita V ini, lebih menitik beratkan pada sektor pertanian dan industri untuk memantapakan swasembada pangan dan meningkatkan produksi pertanian lainnya serta menghasilkan barang ekspor.
Depkes upaya untuk penurunan AKI & AKP sebagai salah satu program proiritas dalam pembangunan dalam pembngunan kesehatan dengan pelayanan kebidanan yang berkualitas sedikit mungkin dengan masyarakat tahun 1990-1991 menempatkan bidan-bidan di desa terpencil. Pelayanan kebidanan diarahkan 3T Pelayanan berkualitas yang berorentasi pada klien Mampu menjangkau kalangan yang selama ini sulit dijangkau. Biaya pelayanan & rujukan terjangkau oleh masyarakat Keberhasilan pembangunan kesehatan diwarnai dengan tingginya AKI & AKP
Penyebab utama AKI adalah perdarahan (40-60%), infeksi (20-30%), toxsemia (20-30%), lain-lain (5%) resiko tinggi Melatarbelakangi AKI, dikenal dengan 3 terlambat Terlambat mengenali tanda bahaya & pengambilan keputusan Terlambat mencapai fasilitas Terlambat mendapat pertolongan adekuat
1, Keluarga Berencana Konseling dan pelayanan keluarga berencana harus tersedia pada semua pasangan dan individu. Pelayanan keluarga berencana harus menyediakan informasi dan konseling yang lengkap dan juga pilihan metode kontrasepsi yang memadai, termasuk kontrasepsi emergensi, dan pelayanan ini harus merupakan bagian dari program kompherensif pelayanan kesehatan reproduksi. Program keluarga berencana memiliki peranan dalam menurunkan risiko kematian ibu melalui pencegahan kehamilan, penundaan usia kehamilan serta menjarangkan kehamilan. 2. Asuhan Antenatal Dalam masa kehamilan, petugas kesehatan harus memberikan pendidikan pada ibu hamil tentang cara menjaga diri agar tetap sehat dalam masa tersebut, membantuperempuan hamil serta keluarganya untuk persiapan kehamilan bayi, meningkatkan kesadaran mereka tentang kemungkinan adanya risiko tinggi atau terjadinya komplikasi dalam kehamilan/persalinan dan cara mengenali komplikasi tersebut secara dini. Petugas kesehatan diharapkan mampu mengidentifikasi dan melakukan penanganan risiko tinggi/komplikasi secara dini serta meningkatkan status kesehatan perempuan hamil. 3. Persalinan Bersih dan Aman Dalam persalinan, pererempuan harus ditolong oleh tenaga kesehatan profesional yang memahami cara menolong persalianan yang bersih dan aman. Tenaga kesehatan juga harus mampu mengenali secara dini gejala dan tanda komplikasi persalinan serta mampu melakukan penatalaksanaan dasar terhadap gejala dan tanda tersebut. Selain itu, mereka juga harus siap untuk melakukan rujukan komplikasi persalinan yang tidak bisa diatasinya ke tingkat pelayanan yang lebih mampu. 4. Pelayanan obstetri esesial Pelayanan obstetri esensial bagi ibu yang mengalami kehamilan risiko tinggi atau komplikasi diupayakan agar berada dalam jangkauan setiap ibu hamil. Pelayanan obstetri esensial meliputi kemampuan fasilitas pelayanan kesehatan untuk melakukan tindakan dalam mengatasi risiko tinggi dan komplikasi kehamilan dan persalinan.
dokter militer Belanda, dr. Willem Bosch
1851 Dibuka pendidikan bidan bagi wanita pribumi di Batavia oleh dokter militer Belanda, dr. W. Bosch 1902 Dibuka kembali pendidikan bidan untuk pribumi di Rumah Sakit Militer Batavia 1904 Pendidikan bidan dibuka di Makassar. Lulusan tersebut harus bersedia ditempatkan dimana saja, menolong masyarakat tidak/kurang mampu secara cuma-cuma
1922 Lulusan mendapat tunjangan pemerintah ± 15-25 Gulden/bulan lalu naik menjadi 40 Gulden/bulan 1911-1912 Dimulai pendidikan keperawatan terencana di CBZ (Centrale Burgerlijke Ziekeninrichting) di Semarang dan Batavia Calon diterima dari HIS (Hollandsche Indische School) (SD 7 tahun), ditempuh dalam 4 tahun, awalnya hanya menerima siswa pria
Centrale Burgerlijke Ziekeninrichting
Centrale Burgerlijke Ziekeninrichting
RSU Kariyadi
1914 ~ Diterima siswa wanita pertama kali, yang lulus dapat meneruskan pendidikan kebidanan selama 2 tahun 1935-1938 ~ Pemerintah Kolonial Belanda mulai mendidik bidan lulusan MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs) setingkat SLTP bagian B ~ Bersamaan dibuka sekolah bidan di RSB Budi Kemuliaan, RSB Palang Dua, dan RSB Mardi Waluyo di Semarang ~ Keluar peraturan untuk bedakan lulusan bidan berdasarkan latar belakang pendidikan ~ Bidan dengan pendidikan Mulo & kebidanan 3 tahun disebut bidan kelas satu (Vroedvrouweerste class)
Bidan dari lulusan perawat (mantri) disebut bidan kelas dua (Vroedvrouweerste tweede class), beda kelas ketentuan gaji pokok dan tunjangan. Jaman penjajahan Jepang didirikan sekolah perawat/sekolah bidan dengan nama dan dasar yang berbeda tetapi persyaratan mirip dengan jaman penjajahan belanda, peserta kurang minat, mendaftar terpaksa, tidak ada alternatif pendidikan lain
1950-1953 Dibuka sekolah bidan lulusan dari SMP, batas usia minimal 17 tahun, lama pendidikan 3 tahun Kebutuhan tenaga penolong persalinan dibuka pendidikan pembantu bidan Penjenang Kesehatan E (PK/E), lanjut hingga 1976 dan setelahnya ditutup. Peserta lulusan SMP plus 2 tahun kebidanan dasar, banyak yang lanjut ke pendidikan Bidan (2 tahun). 1953–1965 Dibuka Kursus Tambahan Bidan (KTB) di Yogyakarta, lamanya 7-12 minggu, tahun 1960 KTB pindah ke Jakarta dan tutup tahun 1967. Tujuan KTB: mengenalkan perkembangan program KIA dan yankesmas, sebelum bidan mulai tugas di BKIA.
1954 Dibuka pend. guru bidan bersamaan dengan guru perawat dan perawat kesmas di Bandung, awalnya berlangsung 1 tahun, lalu 2 tahun dan terakhir berkembang 3 tahun 1972 Dilebur menjadi SGP (Sekolah Guru Perawat), menerima calon dari sekolah perawat dan sekolah bidan 1970 Dibuka pendk. Bidan yang terima dari SGP ditambah 2 tahun pend. Bidan disebut Sekolah Pendidikan Lanjut Jurusan Kebidanan (SPLJK), tetapi tidak merata disemua propinsi
1974 Mengingat jenis tenaga kes. Menengah & bawah sangat banyak (24 kategori), Depkes menyederhanakan Pend. tenkes. non sarjana Sekolah bidan ditutup & dibuka SPK, tujuan adanya tenaga multi purpose di lapangan yang salah satu tugasnya menolong persalinan, karena beda falsafah & kurikulum terutama berkaitan dengan kemampuan bidan, tujuan tidak tercapai. 1981 Untuk tingkatkan kemampuan SPK dalam yan. KIA termasuk kebidanan, dibuka D I KIA, pendk. Berlangsung 1 tahun & tidak dilakukan oleh semua institusi
Tidak ada pendidikan bidan 1975-1984 Tidak ada pendidikan bidan 1985 dibuka lagi Program Pend. Bidan dari lulusan SPR & SPK, saat itu dibutuhkan bidan yang memiliki kewenangan untuk meningkatkan yan. KIA & KB, lama pend. 1 tahun, lulusan dikembalikan ke institusi pengirim 1989 Dibuka crash program pend. Bidan secara nasional yang perbolehkan lulusan SPK langsung masuk pendidikan bidan, dikenal sebagai Program Pendidikan Bidan A (PBB/A), lama pend.
1 tahun lulusan ditempatkan didesa dengan tujuan memberikan yankes terutama terhadap ibu & anak didaerah pedesaan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan keluarga dan turunkan AKI & anak
Kenyataan lulusan tidak miliki pengetahuan & ketrampilan sebagai bidan profesional, karena lama pendidikan singkat, jumlah peserta terlalu besar sehingga kesempatan untuk praktik klinik kebidanan sangat kurang 1993 Dibuka PPB/B dengan peserta lulusan Akper, lama pend. 1 tahun. Tujuan program untuk persiapkan tenaga pengajar bidan pada program PBB/A. Dari hasil penelitian dianggap tidak kompeten karena lama pendidikan singkat, hanya berlangsung 2 tahun (1995-1996) Lulusan SPK tidak cukup penuhi kebutuhan bidan desa, al. Irian jaya dan Kalteng, dibuat progran cepat pend. Bidan (PPB/C) dengan latar SMP ditambah pend. 3 tahun yang diselenggarakan di 11 propinsi (Aceh, Bengkulu, Lampung dan Riau, Kalbar, Kaltim, Kalsel, NTT, Maluku dan Irja, hanya untuk kebutuhan mendesak, berlangsung sampai 1997, kecuali di Irja
1994 Bidan desa merupakan PTT, kontrak 3 tahun, diperpanjang 2X3 tahun lagi Penempatan ini menyebabkan orientasi sebagi tenkes berubah. Bidan harus disiapkan sebaik-baiknya tidak hanya kemampuan profesional bidan tapi juga kemampuan komunikasi, konseling & mampu menggerakkan masy. Desa dalam tingkatkan taraf KIA. PBB A dielenggarakan dengan peserta yang cukup besar, dengan harapan tahun 1996 sebagian desa sudah memiliki bidan
Tahun 1994-1995 pemerintah juga menyelenggarakan uji coba Pendidikan Bidan Jarak Jauh (distance learning) di 3 propinsi (Jabar, Jateng dan Jatim) Diselenggarakan untuk memperluas cakupan upaya peningkatan mutu pelayanan kesehatan Pengaturan penyelenggaraan ini diatur SK Menkes No. 1247/Menkes/SK/XII/1994 DJJ (Diklat Jarak Jauh Bidan) ini ditujukan untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan ketrampilan bidan untuk menurunkan AKI dan AKB
~ Sebetulnya tahun 1994 RS St. Carolus sudah melaksanakan pend ~ Sebetulnya tahun 1994 RS St. Carolus sudah melaksanakan pend. Bidan dari lulusan SMA, lamanya 3½ tahun, tidak berlangsung lama ~ Pada tahun 1994 juga dilaksanakan pelatihan pelayanan kegawatdaruratan maternal dan neonatal ~ Tahun 1995-1998 IBI bekerja sama langsung dengan mather care melakukan pelatihan bidan RS dan bidan Puskesmas serta bidan di Desa di prop. Kalsel ~ Tahun 2000 telah ada pelatihan Asuhan Persalinan Normal yang dikoordinasikan dengan Maternal Neonatal Health (MNH)
Pelatihan life skill S (LSS) dan Asuhan Persalinan Normal (APN) tidak hanya untuk pelayanan tetapi juga guru, dosen-dosen dari akbid Selain pendidikan formal dan pelatihan, untuk meningkatkan kualitas pelayanan kebidanan diadakan seminar dan lokakarya organisasi Dilaksanakan tiap tahun selama 2 kali tahun 1996-2000 dengan biaya dari UNICEF
Untuk penuhi tuntutan profesionalisme Kepmenkes RI no 4118 tahun 1987 dan Kepmendikbud no 009/U/1996, dibuka D III kebidanan dengan institusi AKBID di 6 propinsi menerima calon dari SMA 1996 Tentang pedoman penyusunan kurikulum pendidikan tinggi dan disahkan dengan Kepmenkes RI. No. HK.00.06.2.4.1583 Saat ini kurikulum D III keb telah direvisi mengacu pada Kep. Mendiknas 232 tahun 2000 Tercatat 65 institusi D III keb. (45 DEPKES, 20 swasta) diseluruh Indonesia Sampai tahun 2008 telah tercatat ± 310 institusi D III Keb. 2001
Bulan Mei 2006 UNPAD membuka S2 kebidanan, menerima dari DIV bidan Jumlah institusi banyak ditambah jumlah guru kompeten terbatas, tahun 2000 dibuka Program Pend. Diploma IV Bidan Pendidik yang diselenggarakan di FKUGM, lamanya 2 smt, telah hasilkan 7 angkatan dengan gelar S.SiT Institusi lain penyelenggara D IV seperti UNPAD (2002), USU (2004) dan tempat lain Awalnya program dirancang hasilkan bidan pendidik 1000 lulusan. Hanya dilaksanakan sebagai masa transisi dalam upaya pemenuhan kebutuhan dosen S1 Kebidanan tahn 2008 di UNAIR, Brawijaya dan Unhas juga buka. Bulan Mei 2006 UNPAD membuka S2 kebidanan, menerima dari DIV bidan Pendidikan bidan di Indonesia dapat dikatakan tragis, dibandingkan profesi kesehatan lain, pernah tutup selama 9 tahun (1975-1984) Penting bagi bidan untuk mengetahui sejarah berkembangnya pelayanan dan pendidikan kebidanan karena bidan sebagai tenaga terdepan dan utama dalam pelayanan kesehatan ibu dan bayi. Diberbagai catatan pelayanan wajib mengikuti perkembangan IPTEK dan menambah ilmu pengetahuan melalui pendidikan formal atau pendidikan nonformal dan bidan berhak atas kesempatan untuk meningkatkan diri baik melalui pendidikan maupun pelatihan serta meningkatkan jenjang karir dan jabatan yang sesuai.
AMERIKA SERIKAT Tahun 1955 American College of Nurse Midwifery (ANCM) dibuka Pada tahun 1971 seorang bidan di Tennesche mulai menolong persalinan secara mandiri di sebuah institusi kesehatan Pada tahun 1979 badan pengawasan obat Amerika menyatakan bahwa ibu bersalin yang menerima anastesi dalam dosis tinggi telah melahirkan anak-anak yang mengalami kemunduran perkembangan psikomotor. Hal ini membuat masyarakat tertarik pada proses persalinan alamiah, persalinan dirumah dan memacu peran bidan. Pada era 1980-an, ANCM membuat pedoman alternatif lain dalam pelayanan persalinan dan mengubah pernyataan yang negatif tentang Home Birth.
Pada tahun 1980-an, dibuat legalisasi tentang praktek profesional bidan, hal ini membuat bidan menjadi sebuah profesi dengan lahan praktek yang spesifik dan membutuhkan organisasi yang mengatur profesi tersebut. Saat ini, Amerika Serikat merupakan negara yang menyediakan perawatan maternitas termahal di dunia, tetapi sekaligus merupakan negara industri yang paling buruk dalam hasil perawatan antenatal diantara negara-negara industri lainnya. Bidan menangani 1,1% persalinan di tahun 1980, 5,5% di tahun 1994. Angka sectio secaria menurun dari 25% di tahun 1988 menjadi 21% di tahun 1995. penggunaan forcep menurun dari 5,5% ditahun 1989 menjadi 3,8% ditahun 1994.
AUSTRALIA Kebidanan dan keperawatan di Australia dimulai dengan tradisi dan latihan yang dipelopori oleh Florence Nightingale pada abad ke-19. Pada tahun 1824 kebidanan masih belum dikenal sebagai bagian dari pendidikan medis di Inggris dan Australia. Kebidanan masih banyak didominasi oleh dokter. Pendidikan Bidan yang pertama kali di Australia dimulai pada tahun 1862. Lulusan waktu itu telah dibekali dengan pengetahuan teori dan praktik. Pendidikan diploma kebidanan dimulai pada tahun 1893 dan mulai tahun 1899 hanya bidan yang sekaligus perawat yang telah terlatih yang boleh bekerja di rumah sakit.
Pada tahun 1913 sebanyak 30% persalinan ditolong oleh bidan Pada tahun 1913 sebanyak 30% persalinan ditolong oleh bidan. Meskipun ada peningkatan jumlah dokter yang menangani persalinan antara tahun 1900 sampai 1940, tidak ada penurunan yang berarti pada angka kematian ibu. Bidan terus disalahkan akan hal itu. Kenyataannya, wanita kelas menengah keatas yang ditangani oleh dokter dalam persalinannya mempunyai resiko infeksi yang lebih besar daripada wanita miskin yang ditangani oleh Bidan. Kebidanan di Australia telah mengalami perkembangan yang pesat sejak 10 tahun terakhir.
SELANDIA BARU Pada era 1980-an bidan bekerja sama dengan wanita untuk menegaskan kembali otonomi bidan dan sama-sama sebagai rekanan. Mereka telah membawa kebijakan politik yang diperkuat dengan legalisasi tentang profesionalisasi praktik bidan. Sebagian besar bidan di selandia baru mulai memilih untuk bekerja secara independen dengan tanggungjawab yang penuh pada klien dan asuhannya dalam lingkup yang normal. Lebih dari 10 tahun yang lalu pelayanan maternitas telah berubah secara dramatis.
Saat ini 86% wanita mendapat pelayanan dari bidan dari kehamilan sampai nifas dan asuhan berkelanjutan yang hanya dapat dilaksanakan pada persalinan di rumah. Sekarang disamping dokter, 63% wanita memilih bidan sebagai salah satunya perawat maternitas, dan hal ini terus meningkat. Ada suatu keinginan dari para wanita agar dirinya menjadi pusat dari pelayanan maternitas.
KANADA Selandia baru dan Kanada menerapkan program direct entry selama 3 tahun dalam pendidikan bidan. Sebelumnya, di selandia baru ada perawat kebidanan dimana perawat dapat menambah pendidikannya untuk menjadi seorang bidan sedangkan di Kanada tidak ada. Bagaimanapun kedua negara tersebut yakin bahwa untuk mempersiapkan bidan yang dapat bekerja secara otonom dan dapat memberikan dukungan kepada wanita untuk mengontrol persalinannya sendiri.
Kedua negara tersebut menggunakan dua model pendidikan yaitu pembelajaran teori dan magang. Pembelajarn teori di kelas difokuskan pada teori dasar, yang akan melahirkan bidan-bidan yang dapat mengartikulasikan teorinya sendiri dalam praktik, memanfaatkan penelitian dalam praktik mereka dan berfikir kritis tentang praktik. Dilengkapi dengan belajar magang, dimana mahasiswa bekerja dengan bimbingan dan pengawasan bidan yang berpraktik dalam waktu yang cukup lama. Bidan tersebut memberikan role model yang penting untuk proses pembelajaran. Satu mahasiswa akan bekerja dengan 1 bidan, sehingga mereka tidak akan dikacaukan dengan bermacam – macam model praktik. Mahasiswa bidan juga akan mulai belajar tentang model partnership. Model ini terdiri dari; partnership antara wanita dan mahasiswa bidan, mahasiswa bidan dengan bidan, mahasiswa bidan dengan guru bidan, guru bidan dengan bidan, partnership antara program kebidanan dengan profesi kebidanan, serta program kebidanan dengan wanita.
THANK YOU “Sejarah adalah perjalanan hidup dan kehidupan manusia, dengan belajar sejarah bukan hanya menghargai sejarah, tetapi sejarah bisa menjadi "spion" bagi arah hidup dalam menatap kedepan.”