Risalandi Nugroho Santoso (155020036) Industri pendukung By : Nori Lovita Sari (155020004) Ika Desti Pratiwi (155020017) Ismawati (155020035) Risalandi Nugroho Santoso (155020036)
Sasaran : MEMAHAMI INDUSTRI PENDUKUNG MENDAPATKAN GAMBARAN PELAKSANAAN ELEMEN TEKNIS INDUSTRI PENDUKUNG MAMPU MENERAPKAN PRINSIP INDUSTRI PENDUKUNG INDUSTRI PENDUKUNG Industri pendukung merupakan kegiatan industri yang menghasilkan produk-produk pendukung diluar proses manufaktur. Meliputi a.l : GLP (Good Laboratory Practice) GDP (Good Distribution Practice) GRP (Good Retailing Practice) GPP (Good Pharmacy Practice)
Sumber : Pengawasan Obat dan Makanan. (BPOM.RI).2014
GLP Definisi : Aturan atau prosedur dan praktek di laboratorium yang cukup untuk menjamin mutu dan intensitas data analitik yang dikeluarkan oleh laboratorium tersebut. Peranan : penunjang /fasilitator untuk memperoleh data analitik yang valid dan mampu untuk mengambil keputusan akan aman tidaknya suatu produk, sehingga mampu melindungi masyarakat dari produk yang membahayakan kesehatan. Tujuan : penuntun bagi personal laboratorium untuk merencanakan suatu pengujian secara hati-hati dan bekerja sedemikian rupa sehingga seluruh proses dapat terdokumentasi secara tepat, lengkap, serta dapat direkonstruksi secara rinci bila diperlukan. Sumber : Pedoman GLP.DepKes RI. 2008
12 Ruang Lingkup GLP 1. Organisasi Laboratorium 2. Personel 3. Peralatan 4. Media atau reagensia 5. Baku pembanding 6. Metode Pengujian 7. Penanganan Contoh 8. Pelaksanaan Pengujian 9. Pelaporan hasil pengujian 10. Keamanan laboratorium 11. Bangunan dan lingkungan laboratorium 12. Pengawasan dan penilaian Sumber : Pedoman GLP.DepKes RI. 2008
GDP (Good Distribution Practice)/CDOB CDOB adalah cara distribusi/penyaluran obat dan/atau bahan obat yang bertujuan memastikan mutu sepanjang jalur distribusi/penyaluran sesuai persyaratan dan tujuan penggunaannya. Ruang Lingkup : obat dan bahan obat Sumber : BPOM RI NOMOR HK.03.1.34.11.12.7542 TAHUN 2012
Prinsip GDP/CDOB Prinsip-prinsip Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) berlaku untuk aspek pengadaan, penyimpanan, penyaluran termasuk pengembalian obat dan/atau bahan obat dalam rantai distribusi. Semua pihak yang terlibat dalam distribusi obat dan/atau bahan obat bertanggungjawab untuk memastikan mutu obat dan/atau bahan obat dan mempertahankan integritas rantai distribusi selama proses distribusi. Prinsip-prinsip CDOB berlaku juga untuk obat donasi, baku pembanding dan obat uji klinis. Semua pihak yang terlibat dalam proses distribusi harus menerapkan prinsip kehati-hatian (due diligence) dengan mematuhi prinsip CDOB, misalnya dalam prosedur yang terkait dengan kemampuan telusur dan identifikasi risiko. Harus ada kerja sama antara semua pihak termasuk pemerintah, bea dan cukai, lembaga penegak hukum, pihak yang berwenang, industri farmasi, fasilitas distribusi dan pihak yang bertanggung jawab untuk penyediaan obat, memastikan mutu dan keamanan obat serta mencegah paparan obat palsu terhadap pasien. Sumber : BPOM RI NOMOR HK.03.1.34.11.12.7542 TAHUN 2012
GRP (Good Retail Practices) Penerapan prinsip-prinsip good practices pada penanganan produk yang dipasarkan secara retail guna menjaga kualitas dan keamanan produk. Mencakup pengemasan (re-pack), penanganan, penyimpanan, pelabelan, display, sanitasi / kebersihan tempat, kebersihan personal, dan sebagainya
Prinsip GRP mengatur cara penempatan produk dalam lemari gerai dan rak penyimpanan agar tidak terjadi pencemaran silang; mengendalikan stok penerimaan dan penjualan; mengatur rotasi stok produk sesuai dengan masa kedaluwarsanya dan mengendalikan kondisi lingkungan penyimpanan produk khususnya yang berkaitan dengan suhu, kelembaban, dan tekanan udara. Sumber : PP RI No.28 Pasal 8 2004
GPP/ CPFB Good Pharmacy Practice atau yang sering disingkat GPP adalah cara untuk melaksanakan pelayanan kefarmasian yang baik secara komprehensif, berupa panduan yang berisi sejumlah standar bagi para Apoteker dalam menjalankan praktik profesinya di sarana pelayanan kefarmasian. Sumber : IAI 2011
Mengapa Diperlukan Gpp/Cpfb ? PASIEN SEBAGAI KONSUMEN DENGAN KEKHUSUSAN BERDASARKAN UNDANG UNDANG BERHAK UNTUK MEMPEROLEH PELAYANAN KESEHATAN OLEH TENAGA PROFESI KESEHATAN YANG BERLISENSI DAN YANG MEMPUNYAI LIABILITI KEAHLIAN , KEWENANGAN PROFESI DAN DIJAMIN SECARA HUKUM. PENGGUNAAN FARMAKOTERAPI MELALUI APOTEKER UNTUK SEORANG PASIEN, ADALAH PELAYANAN JASA YANG DIBERIKAN/ DILAKUKAN OLEH APOTEKER BERDASARKAN ILMU PENGETAHUAN KEFARMASIAN, KEWENANGAN PROFESI DAN DIAKUI SECARA HUKUM. SEBAGAI “PRODUK JASA” PROFESI PELAYANAN YANG DIBERIKAN APOTEKER HARUS MEMENUHI SYARAT DAN STANDARD YANG MENJAMIN KEBENARAN PENGGUNAAN FARMAKOTERAPI SESUAI DENGAN TUJUANNYA MELALUI PROSES CPFB.
Syarat CPFB Adapun Cara Pelayanan Kefarmasian yang Baik (CPFB) hendaknya memenuhi persyaratan : Apoteker mengutamakan seluruh aktifitasnya ditujukan bagi kesejahteraan pasien. lnti aktivltas apoteker adalah penyediaan obat dan produk kesehatan lainnya untuk menjamin khasiat, kualitas dan keamanannya, penyediaan dan pemberian informasi yang memadai dan saran untuk pasien dan pemantauan terapi obat. Seluruh aktifitas merupakan kesatuan bagian dari kontribusi apoteker yang berupa promosi peresepan rasional dan ekonomis serta penggunaan obat yang tepat. Sasaran setiap unsur pelayanan terdefinisi dengan jelas, cocok bagi pasien, terkomunikasi dengan efektif bagi semua pihak yang terlibat Sumber : IAI 2011
Ruang Lingkup CPFB : Aktivitas yang berhubungan dengan promosi kesehatan, pencegahan penyakit dan pencapaian tujuan kesehatan. Aktivitas yang berhubungan dengan pengelolaan dan penggunaan sediaan farmasi dan alat kesehatan dalam pelayanan resep. Aktivitas yang berhubungan dengan pengelolaan dan penggunaan sediaan farmasi dan alat kesehatan dalam swamedikasi (self medication). Aktivitas yang berhubungan dengan peningkatan penggunaan obat yang rasional Sumber : IAI 2011
Thank You…