Toksikologi Industri dan Risk Assessment Oleh : Abdul Rohim Tualeka
KATA PENGANTAR Buku Toksikologi Industri dan Risk Assessment ini membahas tentang bahan beracun serta analisis risikonya. Bagian pertama membahas tentang bahan beracun dalam kajian toksikologi, mulai dari toksin, sifat fisik dan kimia toksin, paparan, jalan masuk kedalam tubuh ( portal d’entry ), absorpsi, distribusi, biotransformasi, eskresi dan efeknya pada tubuh. Pada bagian kedua membahas tentang analisis risikonya yang dimulai dengan konsep tentang risiko, analisis risiko secara kualitatif dan secara kuantitatif disertai dengan contoh soal untuk memudahkan pemahaman tentang analisis risiko.
Toksikologi Industri Bagian Pertama Sumber : Pusat K3 Depnakertrans, 2007
Bab 1 PENDAHULUAN A. Perkembangan awal Pada zaman dahulu masyarakat sudah sadar akan efek toksik. Beberapa diantaranya sebenarnya sengaja dimanfaatkan untuk membunuh atau bunuh diri. Untuk mencegah peracunan, orang senantiasa berusaha menemukan dan mengembangkan upaya pencegahan dan menawarkan racun. Namun, evaluasi yang lebih kritis terhadap usaha ini baru dimulai oleh Maimoindes (1135-1204) dalam bukunya yang terkenal Racun dan Antidotumnya pada tahun 1198. Sumbangan yang lebih penting bagi kemajuan toksikologi terjadi dalam abad ke-16 dan sesudahnya. Paracelsus menyatakan :”Tidak ada zat yang dengan sendirinya bersifat racun. Dosislah yang membuat suatu zat menjadi racun:. Pernyataan-pernyataan ini menjadi dasar bagi konsep “hubungan dosis-respons” dan “indeks terapeutik” yang dikembangkan dikemudian hari.
B. Perkembangan mutakhir Dalam menghadapi perkembangan penduduk, masyarakat modern menuntut perbaikan kondisi kesehatan dan kehidupan, diantaranya gizi, pakaian, tempat tinggal, dan transportasi. Untuk memenuhi tujuan ini, berbagai jenis bahan kimia harus diproduksi dan digunakan, banyak diantaranya dalam jumlah besar. Dalam perkembangan selanjutnya muncullah kasus-kasus keracunan akut dan kronis. Beberapa kasus, antara lain :Kasus keracunan Tri-o-kresil posfat dalam ginger joke di Detroit, Mich. tahun 1930 dengan efek neurotoksisitas dengan julmah kasus 16.000. Kasus smog dari belerang dioksida dan partikel tersuspensi di udara di Inggris tahun 1952 yang terkenal dengan London Smog menyebabkan meningkatnya kematian akibat penyakit jantung dan paru-paru sebanyak 3000 orang. Kasus minamata di Jepang tahun 1950-an akibat keracunan metil merkuri pada ikan yang menyebabkan penyakit neurologik berat menewaskan 200 orang. Saat ini, media massa masih dihiasi dengan kasus keracunan melamin pada susu dan produk-produk biskuit lainnya. Termasuk juga kasus formalin dalam beberapa jenis makanan tertentu.
C. Beberapa tantangan dan keberhasilan Apa yang disebut tumor anilin ditemukan oleh Rehn (1895), seorang ahli bedah Jerman, dalam kandung kencing 3 orang pekerja pabrik anilin. Tetapi, peran anilin dan bahan pewarna anilin baru dipastikan sekitar 40 tahun kemduain, setelah dilakukan banyak penelitian pada hewan coba. Penelitian ini mengakibatkan membaiknya standar kerja dan pengawasan yang lebih ketat terhadap pewarna makanan yang disentesis dari ter batubara. Keracunan timbal yang dulu banyak ditemukan di daerah tertentu di negara-negara industri kini hampir sama sekali hilang. Sukses besar dalam bidang kesehatan masyarakat ini dicapai berkat diterapkannya berbagai upaya pengendalian yang dirancang berdasarkan pengetahuan yang diperoleh dari berbagai penelitian toksikologik terhadap timbal. Di lain pihak, penyebab penyakit aneh lainnya seperti di Jepang, yang dikenal sebagai penyakit itai-itai, tetap tak terpecahkan, meskipun kadmium nampaknya memainkan peran. Penderita penyakit ini tinggal selama bertahun-tahun di daerah sekitar tambang yang tingkat kadmiumnya dalam beras dan udara sangat tinggi. Dasar yang lebih kuat dalam penilaian risiko karsinogen kimia terbentuk dari perkembangan mutakhir dalam penelitian epidemiologik, penelitian jangka panjang pada hewan, uji mutagenesis/ karsinogenesis jangka pendek dan penelitian mekanistik.
D. Definisi 1. Toksikologi Toksikologi adalah suatu ilmu yang mempelajari efek zat-zat yang merugikan organisme hidup dan sistim biologiknya 2. Toskikologi industri Toksikologi industri adalah salah satu cabang ilmu toksikologi yang menaruh perhatian pada pengaruh pemajanan bahan-bahan yang dipakai dari sejak awal sebagai bahan baku, bahan produksi, hasil produksi serta penanganannya terhadap tenaga kerja yang bekerja di unit produksi tersebut.
Gambar : Lapangan pembahasan Toksikologi Industri Sumber : Dr Ang Peng Tiam,2006; PK3,Depnakertrans,2007
E. Peroses pembahasan toksin sampai efek Dalam pembahasan toksikologi, diawali mulai dari pembahasan tentang sifat kimia dari toksin. Setelah itu, dibahas paparan dari toksin tersebut, terkait dengan nilai ambang batas toksin dalam lingkungan kerja. Setelah mengetahui paparan toksin di lingkungan kerja, kemudian dibahas tentang jalan masuk toksin ke dalam tubuh, baik yang melewati kulit, saluran pernafasan dan pencernaan. Pembahasan ini dikaitkan dengan penyerapan toksin ke dalam membran sel, serta efek lokal yang kemungkinan terjadi dalam proses penyerapan tersebut. Setelah membahas tentang absorpsi toksin, dilanjutkan dengan membahas tentang distribusi toksin lewat darah, kemudian penyimpanan/pengikatan toksin dalam jaringan serta biotransformasi toksin. Setelah itu membahas tentang eksresi toksin, interaksi toksin dengan reseptor dan efek toksin terhadap tubuh. Keseluruhan proses itu digambarkan lewat diagram berikut :
POKOK2 BAHASAN TI PERJALANAN TOKSIN SAMPAI EFEK FASE I FASE II FASE III ZAT AKTIF TOKSIN ABSORPSI Siap mem Beri Efek Biologi FASE EKSPOSISI FASE TOKSOKINETIK FASE TOKSODINAMIK ( PAPARAN ) Penyimpanan ZAT AK TIF/ RACUN ABSORPSI, DISTRIBUSI, EKSRESI INTERAKSI TOKSIN DG ORGAN (SEL,ENZIM, TRNSP. O2, DNA/RNA) EFEK Pada Sel, enzim., Transp. O2, DNA/RNA Biotrans formasi Efek lokal
F.Tanda Perlu Detoksifikasi Apakah Anda mengalami hal-hal berikut ini? Berkaitan dengan fungsi hati: • Selulit • Mual setelah mengonsumsi makanan berlemak • Bertambah gemuk di perut atau kelebihan berat badan • Depresi, perubahan suasana hati • Alergi, asma • Sakit kepala • Tekanan darah tinggi • Gangguan menstruasi/timbulnya menopause dini • Gula darah rendah • Sindroma kelelahan kronis • Ketidakseimbangan hormon • Ketidaksuburan • Nyeri di payudara
Berkaitan dengan pencernaan: • Lendir kekuningan di pagi hari • Sembelit • Kembung • Sering buang air besar encer • Susah buang air besar. ( Sumber: Senior, 2008 ) Bila anda mengalami hal-hal tersebut maka perlu mempelajari buku ini.
Bab 2 TOKSIN/ XENOBIOTIK TOKSIN/ RACUN : SUATU ZAT YG DALAM JUMLAH RELATIF KECIL DAPAT MENGGANGGU KESEHATAN XENOBIOTIK : SEBUTAN UNTUK SEMUA BAHAN ASING BAGI TUBUH, MISAL : OBAT, BAHAN KIMIA (CHEMICAL HAZARD )
Chemical Hazards bahan kimia ditemukan disekeliling kita
KLASIFIKAI TOKSIN KIMIA Berdasarkan bentuk fisik Toksin kimia dibedakan menjadi : Bentuk partikel : Titik – titik cairan atau debu – debu yang mempunyai ukuran halus dengan diameter 0,02 – 500 mikron, kecepatan jatuhnya rendah sehingga mempunyai waktu yang cukup lama berada di udara Bukan partikel
Bentuk Partikel Fog ; ( Kabut/ aerosol cair ) Debu (aerosol padat ) : partikel padat yang tersuspensi/ larut dalam media gas, atau partikel padat yang terbentuk oleh kekuatan alami atau mekanis misal pada pekerjaan penghancuran, pengolahan, pelembutan, pengepakan yang cepat, peledakan. Contoh : debu kapas, debu batu, debu asbes dll Fog ; ( Kabut/ aerosol cair ) wujud gabungan antara gas dan partikel cair yang melayang di udara atau partikel – partikel zat cair yang terbentuk karena kondensasi dari fase uap Contoh : uap asam sulfat, uap HCl
Semua bentuk aerosol di atmosfer, padatan dan cairan disebut Partikulat. Seperti debu, abu, asap, jelaga, polen bunga, spora, sel ganggang, dll. Fume/ Odor (partikel logam ) : partikel – partikel padat yang terjadi karena hasil sublimasi atau kondensasi dari bentuk uap atau gas, biasanya sesudah penguapan benda padat yang dipijarkan disertai dengan oksidasi kimiawi sehingga terbentuk seperti ZnO, PbO, MgO Fume MgO partikel Fume ZnO partikel Sumber : Ware G. Kuschner, dkk., 1997
Asap (smoke): partikel – partikel karbon yang ukurannya kurang dari 0,5 mikron, biasanya bercampur dengan senyawa hidrokarbon sebagai hasil pembakaran tidak sempurna dari bahan bakar Contoh : asap generator, asap rokok Mist : suspensi titik cairan sebagai kondensasi dari bentuk uap Contoh : bahan kimia (propoxur ) dari semprotan baygon, cat mengandung Pb dalam pengecatan dengan spraying
Smog : suspensi partikel antara asap (smoke) dan kabut (fog) yang berada di udara secara bersama – sama. Contoh : Smog oleh Ozon Smoke + Fog = Smog
Bukan partikel Gas : suatu bentuk zat ( berupa gas ) yang tidak mempunyai bangun sendiri bisa mengisi seluruh ruangan pada suhu dan tekanan normal Contoh : gas CO, CO2, SO2, O2, N2, NO2 Uap : bentuk zat ( berupa uap padat atau cair ) yang dalam keadaan normal dalam bentuk cair Contoh : Uap hidrokarbon di industri perminyakan di bagian operasi transfer dan loading, uap merkuri elemental ( unsur Hg ), Benzena, CCl4
Toksin Bukan partikel juga dibedakan atas Toksin Non Polar dan Polar a Toksin Bukan partikel juga dibedakan atas Toksin Non Polar dan Polar a. TOKSIN NON POLAR/ LIPOFILIK CONTOH : C6H6 ( BENZENA ), METANA (CH4), ETENA (C2H2), CH3Hg, (C2H5)4Pb, DDT, PCB (Poli Clor Bipenil), O2, CO2, O3, bensin (C8H18), Hg ( material ), minyak tanah b. TOKSIN POLAR Contoh : FENOL (C6H5OH), METANOL (C4H3OH), ETANADIOL (CH2OH-CH2OH), HgCl, PbO, H2O. c. TOKSIN HIDROFIL ( LARUT DALAM AIR ) SO2, H2S, NH3, HCl, Ion Clor, ESTER FENOSULFAT, ASAM HIPURAT Dalam analisa toksisitas toksin terhadap tubuh, ada prinsif yang perlu menjadi pegangan, yaitu : Toksin polar dapat larut atau berikatan dengan pelarut polar, toksin non polar dapat berikatan atau larut dalam pelarut non polar. Sebaliknya, toksin polar tidak bisa larut dalam pelarut non polar, toksin non polar tidak bisa larut dalam pelarut polar. Contoh : bensin dapat larut dalam minyak tanah, tetapi tidak bisa larut dalam air.
Gambar : Benzopirin terdapat dalam rokok dan sate Sumber:www.antirokok.or.id Sumber:Suara Merdeka,3-11-2008 Gambar : Benzopirin terdapat dalam rokok dan sate Gambar : Semburan gas H2S Gambar : Minuman anggur mengandung fenol
Tambahan : a. Ikatan Kovalen Non Polar (tidak berkutub) Ialah ikatan dimana pasangan elektron ikatan (PEI) tertarik sama kuat ke semua atom Contoh : Cl2, H2, O2, F2, CH4 Sumber : Mulyani D.M (2008)
b. Ikatan Kovalen Polar ( berkutub ) Ialah ikatan dimana pasangan elektron ikatan (PEI) tertarik lebih kuat ke salah satu atom Contoh : HF, H2O, NH3 Sumber : Mulyani D.M (2008)
Jadi : Kepolaran suatu ikatan kovalen disebabkan adanya perbedaan keelektronegatifan antara atom-atom yang berikatan Sumber : Mulyani D.M (2008)
KLASIFIKASI MATERIAL TOKSIK Berdasarkan Sifat Fisik Gas ( dimeter partikel < 1 µm ) Debu ( diameter partikel >1 µm - 50µm) Cair
KLASIFIKASI MATERIAL TOKSIK Berdasarkan Toksisitas Ringan (NAB > 0,5 mg/kg BB/ >500 ppm ) Sedang (NAB 0,1 – 0,5 mg/kg BB/ 100 –500 ppm Berat (NAB < 0,1 mg/kg BB / <100ppm)
KLASIFIKASI MATERIAL TOKSIK Berdasarkan LD50 Propilen glikol >15 gr/Kg BB Relatively Harmless Asam Ascorbat 5-15gr/Kg BB Practically non toxic Isopripanol 0,5-5gr/kg BB Slightly Toxic Hidrokinon 50-500 mg/Kg BB Moderately Toxic Timbal arsenat 5-50 mg/Kg BB Highly Toxic Nikotin <1-5 mg/Kg BB Extremely Toxic
KLASIFIKASI MATERIAL TOKSIK Berdasarkan Fisiologi Korosif (Asam Nitrat, A. Perklorat dll) Iritan ( Amoniak, Formalin, HCl dll) Asfiksian ( Asetonitril, CO, Sianida dll ) Pembius ( Metilen Klorida, Metanol, Butanol, Etanol dll ) Karsinogen ( Asbestos, Krom dll )
KLASIFIKASI MATERIAL TOKSIK Penggunaan bahan : solven,aditif makanan dll Target Organ : Hati ( Arsenic, Halothanedll ) Ginjal (Kadmium, Uranium dll) Paru ( Lung Cancer : Asbestos, Chromic Acid, Klorometileter dll Fibrotic Pneumokoniosis : Asbestos, Silika, Batubara/Coal) Sistem Syaraf Pusat ( Benzene, Toluen, Xylene, Aceton, Methyl Mercaptan dll ) Sistem Kardiovaskuler ( Pb, CO, CO2, Kadmium, Nitrogliserin dll ) Saluran Pernafasan ( Amonia, Klor, SO2, NO2, Ozon dll Sistem Reproduksi ( Eter, Kloroform, Merkuri dll ) Sumber : Wikipedia, 2008
INTERAKSI BAHAN KIMIA (INTERACTION OF CHEMICALS) Efek aditif (an additive effect) Efek aditif adalah suatu keadaan dimana efek kombinasi dari dua zat kimia sama dengan jumlah dari masing-masing efek zat kimia (the sum of the effect of each agent given alone) (2+3=5). Sebagai contoh, bila dua macam insektisida (organofosfat) diberikan secara bersamaan, maka efek dari kedua insektisida ini terhadap cholinesterase sifatnya adalah aditif.
Efek Sinergik Suatu keadaan dimana efek gabungan dari dua zat kimia adalah jauh lebih besar (much greater) dari jumlah masing-masing efek zat kimia (2+2=10). Contoh : baik karbon tetraklorida maupun etanol adalah toksik terhadap hati. Bila seseorang pekerja terpapar oleh kedua zat tersebut secara bersamaan, maka keadaan ini akan menimbulkan kerusakan hati yang jauh lebih parah bila dibandingkan dengan efek yang ditimbulkan oleh karbon tetraklorida atau etanol sendiri.
Potensiasi (Potentiation) Suatu keadaan dimana suatu zat (A) tidak memiliki efek toksik terhadap organ atau sistem tertentu, tetapi bilamana zat ini ditambahkan pada zat kimia lain (B), maka keadaan ini akan menyebabkan zat B menjadi lebih toksik (0+2=10). Contoh : Isopropanol adalah tidak toksik terhadap hati, tetapi bila seseorang pekerja terpapar isopropanol dan karbon tetraklorida, maka efek gabungan dari kedua zat ini (terhadap hati) adalah jauh lebih besar dari efek karbon tetraklorida.
Antagonis (Antagonism) Suatu keadaan dimana dua zat kimia bila diberikan secara bersamaan, maka zat kimia yang satu akan mempengaruhi aksi dari zat kimia yang lain (4+6=8; 4+(-4)=0; 4+0=1). Efek antagonis dari zat kimia sering merupakan efek yang diinginkan (desirable effects) dan juga merupakan dasar dari banyak antidotes. Mempunyai 4 tipe utama yaitu functional antagonism; chemical antagonism / inactivation; dispositional antagonism; receptor antagonism.
Functional Antagonism Suatu keadaan dimana dua zat kimia saling mengimbangi (counterbalance) dengan menimbulkan efek yang berlawanan (opposite effects) pada beberapa fungsi fisiologik. Contoh : tekanan darah dapat menurun pada keracunan barbiturat, dan keadaan ini dapat diantagonisir secara efektif oleh vasopressor agent (Norepneprine atau metaraminol) yang diberikan melalui pembuluh darah balik (intravenous).
Chemical Antagonism/Inactivation Suatu keadaan dimana suatu reaksi kimia terjadi antara dua persenyawaan dan menghasilkan produk yang kurang beracun (less toxic product). Contoh : Dimercaprol (BAL = British Anti Lewesite) akan mengikat beberapa ion logam seperti arsen, merkuri dan timah hitam dimana ikatan ini akan mengurangi toksisitas dari logam-logam tersebut. Demikian juga pada antitoksin yang digunakan untuk mengobati berbagai toksin dari binatang.
Dispositional Antagonism Suatu keadaan dimana disposisi zat kimia (absorbsi, biotransformasi, distribusi atau ekskresi) diubah sedemikian rupa sehingga senyawa yang kurang toksik mencapai organ sasaran atau lamanya zat kimia tersebut berada di organ sasaran diperpendek. Contoh : Sirup IPECAC atau Charcoal (Norit) akan mencegah absorbsi zat racun yang masuk ke dalam tubuh, dan osmotic diuretic akan meningkatkan eksresi toxicant.
Receptor Antagonism Suatu keadaan dimana dua zat kimia yang mengadakan ikatan dengan reseptor yang sama dan menimbulkan efek yang kurang toksik bila diberikan secara bersamaan daripada efek masing-masing zat tersebut (4+6=8), atau bila suatu zat kimia menimbulkan efek yang berlawanan dengan zat kimia lain (0+4=1). Receptor antagonism sering pula disebut blockers, konsep ini digunakan untuk mengobati keracunan di rumah sakit..
Bab 3 PAPARAN/ EKSPOSISI/PAJANAN Paparan adalah konsentrasi/kadar toksin di lingkungan Untuk paparan gas/ uap tersebar merata di ruangan kerja, untuk aerosol penyebarannya bervariasi Misal : Kadar NOx di POM bensin 0,4 ppm Kadar debu di terminal 0,52 gr/m3 Paparan toksin di lingkungan kerja perlu diukur/dievaluasi dengan melakukan monitoring lingkungan kerja yaitu membandingkan rata-rata kadar toksikan selama 8 jam dg NAB (Nilai Ambang Batas ).
Mengukur kadar toksin Dust Sampler Gas sampler Direct Reading Gas Detector ( Portable equipment ) Sumber : Pusat K3 Depnakertrans, 2007 9/18/2018
Mis : Hasil pengukuran kadar Etil-amin di PT Mis : Hasil pengukuran kadar Etil-amin di PT.Y selama 8 jam diperoleh data-2 sbb : Jam 07.00 – 08.00 6 ppm 08.00 - 09.00 7 ppm 08.00 - 10.00 25 ppm 10.00 - 11.00 11 ppm 11.00 - 12.00 5 ppm 12.00 - 13.00 6 ppm 13.00 - 14.00 8 ppm 14.00 - 15.00 4 ppm Kadar rata-2 Etil-amin = (6 + 7 + 25 + 11 + 5 + 6 + 8 + 4 + ) : 8 = 9 ppm Berarti:tenaga kerja terpajan Etil-amin di bawah NAB
Walaupun NAB boleh dilampaui dan kadar rata-2nya sama atau dibawah NAB, namun ada satu Batas Pelampauan Maksimum diperkenankan yang besarnya adalah FE ( Faktor Ekskursi ) x NAB Batas Pemajanan Maksimum = FE x NAB Besarnya FE antara 1,25 – 3 tergantung nilai NAB. Seperti terlihat pd daftar berikut : NAB FE 0-1 3 >1 – 10 2 >10-100 1,5 >100 1,25
Namun, kondisi ini tidak diperkenankan karena ada 1 keadaan dalam kurun waktu 8 jam yang kadarnya 25 ppm berarti di atas Batas Pelampauan Maksimum yang diperkenankan. Sedangkan untuk bahan kimia yang mempunyai NAB = 10, Batas Pelampauan yang diperkenankan adalah NAB x FE = 10 x 2 = 20 ppm. Kegunaan NAB bahan kimia : 1. Sebagai dasar untuk perbandingan 2. Pedoman untuk perencanaan proses produksi dan penerapan rekayasa pengendalian dan penanggulangannya 3. Sebagai dasar untuk substitusi
Bab 4 ABSORPSI Absorpsi toksin ialah proses masuknya toksin ke dalam tubuh
JALUR UTAMA ABSORPSI TOKSIN ADALAH LEWAT SALURAN CERNA, INHALASI DAN KULIT ABSORPSI, DISTRIBUSI DAN EKSRESI TOKSIN DALAM TUBUH TERJADI DG ADANYA TRANSPOR/ DIFUSI TOKSIN MELINTASI MEMBRAN SEL. MAKA, PENGETAHUAN TTG SIFAT FISIK-KIMIA MEMBRAN SEL SERTA DIFUSI TOKSIN LEWAT MEMBRAN SEL SANGAT PENTING
MEMBRAN SEL Tambahan : SIFAT KIMIA MEMBRAN SEL MEMBRAN SEL TERDIRI DARI SEBAGIAN BESAR LIPIDA DAN SEBAGIAN KECIL PROTEIN SERTA AIR. PROTEIN DAN AIR BERPORI KOMPOSISI % BERAT KIMIAWI MEMBRAN SEL MEMBRAN PROTEIN LIPID MIELIN SARAF 20 75 ERITROSIT 49 43 HEPATOSIT 54 39 MITOKANDRIA 50 46 (Perbandingan ini sangat penting diketahui untuk membandingkan kadar toksin dalam darah dg dalam organ target ). Contoh : kadar CH3Hg dlm darah dan saraf pusat otak adalah 20 : 75.
SIFAT FISIK MEMBRAN SEL PORI-PORI MEMBRAN SEL DIAMETER ( d ) MEMBRAN SEL : 3,5-4,2 Å ( RATA-RATA 4 Å ) MERUPAKAN SALURAN BERISI AIR DAN DIKELILINGI OLEH RANTAI SAMPING MOLEKUL PROTEIN YG BERSIFAT POLAR KHUSUS SEL GLOMERULUS KAPSULA BOWMAN GINJAL d = 40 Å.
Sumber : 2005,RRE/AB,SITH ITB Gambar : Struktur organisasi badan Gambar : Sel manusia Gambar : Membran sel Gambar : protein dan lipid dalam membrab sel Sumber : 2005,RRE/AB,SITH ITB
DIFUSI TOKSIN DALAM SEL Difusi = Mekanisme transpor toksin melewati lapisan semipermiabel Difusi toksin ke dalam membran sel dengan cara difusi pasif dan difusi aktif 1. Difusi pasif : Proses spontan suatu gerakan toksin dari daerah dengan konsentrasi tinggi ke yang rendah. 2. Difusi aktif : Gerakan toksin dari daerah dengan konsentrasi yang tinggi ke konsentrasi yang rendah karena bantuan energi.
1. Difusi pasif a. Difusi pasif dg melarut dlm lipida membran sel ( khusus toksin non polar ) Toksin non polar mudah menembus lipida membran sel yg bersifat non polar ( lipofilik )
Difusi pasif toksin lipofilik ke dalam membran sel Sumber : 2005,RRE/AB,SITH ITB
Tambahan : Kekuatan menembus membran sel tergantung dari koefisien permeabilitas ( P ) dengan rumus sebagai berikut : K x tetapan P = √BM Ket : K = koefisien partisi tetapan = tetapan asam(ka) atau tetapan basa (kb), Khusus untuk asam/basa BM = Berat Molekul
Koefisien partisi (P) adalah suatu konstanta yang dipergunakan untuk menilai kemampuan partisi (membagi/memisah) dari suatu zat pada dua kompartemen yang berbeda, misal partisi partisi lemak/ air yang memiliki kompartemen lemak dan air. P toksin dalam tubuh yang sering digunakan adalah P kloroform/air. Metode penentuan P kloroform air adalah mencampurkan zat yang akan diketahui P-nya dengan kloroform yang merepresentasikan lemak, dan air dalam jumlah yang sama. Semuanya dicampur dan dibiarkan untuk membentuk lapisan lemak dan air yang dapat dipisahkan. Konsentrasi zat pada kloroform dan air kemudian diukur sehingga koefisien kloroform/air dapat ditentukan, dengan rumus : [X] kloroform P = log [X] air
Ket : [X] = konsentrasi zat X yang akan dicari koefisien partisinya Ket : [X] = konsentrasi zat X yang akan dicari koefisien partisinya. Semakin besar P maka akan semakin larut dalam lemak dan semakin mudah terserap dalam lipida membran sel. Contoh : P untuk senyawa manitol (0,001), Asam asetilsalisilat (2,0), Tiopental (100), maka manitol sulit diserap, asam asetilsalisilat diserap dengan baik, tiopental sangat mudah diserap.
Sumber : Kimia Medisinal, AUP,2005 ITB
Difusi pasif lewat membran sel karena pengaruh cairan di luar sel Difusi pasif lewat membran sel karena pengaruh cairan di luar sel. Misal, pengaruh HCl di asam lambung, pengaruh asam lemak di kulit, pengaruh larutan basa di usus halus. Contoh : 1) Toksin bersifat asam seperti asam benzoat dan fenol Asam-2 ini di dalam lambung yg bersifat asam, yakni HCl (pH 1- 3,5) akan bersifat non ionik ( non polar ) sehingga dpt diserap oleh membran lambung.
2)Toksin bersifat basa seperti amoniak di dalam usus yang bersifat basa ( pH 5-8) akan berubah bentuk menjadi tak terionisasi sehingga dapat diserap oleh membran usus. Tambahan : Asam + Asam Non ionik (non polar) Basa + Basa Non ionik (non polar )
Sumber : 2005,RRE/AB,SITH ITB Gambar : Toksin basa lemah akan mengalami difusi secara pasif ke dalam membran sel usus kecil Sumber : 2005,RRE/AB,SITH ITB
b. Difusi pasif melalui pori (Khusus toksin hidrofil/ polar) Membran sel mempunyai pori dg d ± 4 Å dpt dilewati secara difusi oleh molekul yg : - d < 4Å - Molekul dg jumlah atom C < 3 atau - BM < 150
Sumber : 2005,RRE/AB,SITH ITB Difusi Toksin lewat pori-pori membran sel Gambar : Difusi toksin polar lewat Gambar : Pengangkutan toksin pori-pori membran sel oleh protein sel Sumber : 2005,RRE/AB,SITH ITB