POTENSI Tindak Pidana Korupsi DALAM PENGADAAN BARANG DAN JASA Oleh I WAYAN SUARDI, SH.
RIWAYAT HIDUP NAMA : I WAYAN SUARDI, SH. Tempat/Tgl.Lahir : DENPASAR, 19 SEPTEMBER 1977 JABATAN : KASI PENUNTUTAN BIDANG PIDSUS KEJATI BALI PANGKAT : JAKSA MADYA (IV/a) FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS GAJAH MADA LULUS TAHUN 2001
SECARA UMUM ISTILAH KORUPSI : Berasal dari bahasa latin corruptio, corruption dalam bahasa Inggris dan corruptie dalam bahasa Belanda. Korupsi disamping dipakai untuk menunjuk keadaan atau perbuatan yang busuk, juga disangkutpautkan kepada ketidak jujuran seseorang dalam bidang keuangan. SECARA UMUM ISTILAH KORUPSI : Selama ini mengacu kepada berbagai tindakan gelap dan tidak sah untuk mendapatkan keuntungan pribadi atau kelompok yang dikualifisir sebagai perbuatan melawan Hukum memperkaya diri sendiri , orang lain atau korporasi. Tetapi dalam perkembangan terakhir, dari beragam pengertian korupsi terdapat penekanan, bahwa korupsi adalah penyalahgunaan kekuasaan atau kedudukan publik untuk keuntungan pribadi, orang lain atau korporasi.
PENGERTIAN KORUPSI SECARA YURIDIS, BAIK JENIS MAUPUN UNSURNYA TELAH DIATUR SECARA TEGAS DALAM UU NO. 31 TAHUN 1991 JO. UU NO. 20 TAHUN 2001 TENTANG PEMBERANTASAN KORUPSI Kelompok delik penggelapan. (sebagaimana diatur dalam Pasal 8, 10 huruf a UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi). Kelompok delik yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara (sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 201 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi). 2. Kelompok delik penyuapan, baik aktif ( yang menyuap) maupun pasif (yang disuap) serta gratifikasi. (sebagaimana diatur dalam pasal 5 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 6 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 11, pasal 12 huruf a,b,c, dan d, serta Pasal 12B ayat (1) dan ayat (2) UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi).
Kelompok delik pemerasan dalam jabatan (knevelarij, extortion) Kelompok delik pemerasan dalam jabatan (knevelarij, extortion). (sebagaimana diatur dalam Pasal. 12 huruf e dan huruf f UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi). Kelompok delik pemalsuan. (sebagaimana diatur dalam Pasal 9 UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi). 6. Kelompok delik yang berkaitan dengan pemborongan, leveransie dan rekanan. (sebagaimana diatur dalam Pasal 7 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 12 huruf g dan huruf I UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi).
KERUGIAN NEGARA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ADMINISTRASI NEGARA,HUKUM PERDATA DAN HUKUM PIDANA Kerugian Negara adalah kekurangan uang, surat berharga dan barang, yang nyata dan pasti jumlahnya sebagai akibat perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai. (Pasal 1 butir 22 UU Nomor 1 Tahun 2004 dan Pasal 1 angka 15 UU Nomor 15 Tahun 2006) Kerugian Negara adalah berkurangnya Kekayaan Negara/Kekayaan Daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa uang, surat berharga atau saham, piutang, barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan negara/perusahaan daerah yang disebabkan oleh perbuatan yang melanggar norma. KERUGIAN NEGARA DALAM PERSPEKTIF HUKUM PERDATA KERUGIAN NEGARA DALAM PERSPEKTIF HUKUM PIDANA Kerugian Negara adalah suatu perbuatan yang menyimpang terhadap penggunaan dan pengelolaan keuangan negara sehingga dapat dikualifikasikan sebagai perbuatan merugikan negara atau dapat merugikan negara sebagai tindak pidana korupsi, dengan pemenuhan unsur-unsur : 1. Melawan Hukum / menyalahgunakan kewenangan 2. Menguntungkan diri sendiri, orang lain atau korporasi. 6
Dapat Merugikan Keuangan Negara atau Perekonomian Negara KUALIFIKASI SUATU PERBUATAN SEBAGAI TINDAK PIDANA KORUPSI TERKAIT KEUANGAN NEGARA Pasal 2 UU No.31 Tahun 1999 jo UU No.20 Tahun 2001 Unsur-unsur Setiap Orang Secara Melawan Hukum Melakukan Perbuatan Memperkaya Diri Sendiri atau Orang Lain atau Suatu Korporasi Dapat Merugikan Keuangan Negara atau Perekonomian Negara
KUALIFIKASI SUATU PERBUATAN SEBAGAI TINDAK PIDANA KORUPSI TERKAIT KEUANGAN NEGARA Pengertian setiap orang dalam pasal ini, siapa saja yang dapat dipertanggung jawabkan secara hukum, baik dalam kapasitasnya sebagai pegawai negeri, pihak swasta atau korporasi SETIAP ORANG Korporasi adalah kumpulan orang dan atau kekayaan yang terorganisasi baik merupakan badan hukum maupun bukan badan hukum Pegawai Negeri adalah meliputi: Pegawai negeri sebagaimana Undang Undang tentang Kepegawaian Pegawai negeri sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang Undang Hukum Pidana Orang yang menerima gaji atau upah dari keuangan Negara atau daerah Orang yang menerima gaji atau upah suatu korporasi yang menerima batuan dari keuangan Negara atau daerah Orang yang menerima gaji atau upah dari korporasi lain yang mempergunakan model atau fasilitas dari Negara atau masyarakat
KUALIFIKASI SUATU PERBUATAN SEBAGAI TINDAK PIDANA KORUPSI TERKAIT KEUANGAN NEGARA secara melawan hukum,dalam pengertian formil dan materiil. Dengan perumusan tersebut, pengertian melawan hukum dalam tindak pidana korupsi dapat pula mencakup perbuatan-perbuatan tercela yang menurut perasaan keadilan masyarakat harus dituntut dan dipidana (UU NO.30/1999 jo UU NO.20/2001) Secara Melawan Hukum Bertentangan dengan hukum (Simons) Bertentangan dengan hak / subjectief recht (Noyon Tanpa kewenangan atau tanpa hak, hal ini tidak perlu bertentangan dengan hukum (Hoge Raad) Sifat Melawan Hukum Materiil (Dihapus Berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 003/PUU-IV/2006)
KUALIFIKASI SUATU PERBUATAN SEBAGAI TINDAK PIDANA KORUPSI TERKAIT KEUANGAN NEGARA Subyek hukum dari tindak pidana ini menjadi kaya atau bertambah harta kekayaannya, sedangkan pengertian memperkaya orang lain atau korporasi dapat diartikan sebagai perbuatan subyek hukum menjadikan orang lain atau korporasi menjadi kaya atau bertambah harta (aset) kekayaannya. (penjelasan Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001) Melakukan Perbuatan Memperkaya Diri Sendiri atau Orang Lain atau Suatu Korporasi
Dapat Merugikan Keuangan Negara atau Perekonomian Negara KUALIFIKASI SUATU PERBUATAN SEBAGAI TINDAK PIDANA KORUPSI TERKAIT KEUANGAN NEGARA Kata “dapat” di dalam rumusan Pasal 2 dan Pasal 3 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi ini, tidak dapat ditafsirkan secara sempit, mengingat kata “dapat” padanannya adalah kata “bisa” atau dengan kata lain “potensi”, bukan “mungkin”. Jadi kata “dapat” mengandung adanya suatu kepastian dan terukur, tidak bersifat abstrak. Dapat Merugikan Keuangan Negara atau Perekonomian Negara Kerugian Keuangan Negara adalah suatu perbuatan yang menyimpang terhadap penggunaan dan pengelolaan keuangan negara sehingga dapat dikualifikasikan sebagai perbuatan merugikan negara atau dapat merugikan negara sebagai tindak pidana korupsi, dengan pemenuhan unsur-unsur : 1. Melawan Hukum / menyalahgunakan kewenangan 2. Menguntungkan diri sendiri, orang lain atau korporasi. kehidupan perekonomian yang disusun sebagai usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan, ataupun usaha masyarakat secara mandiri yang didasarkan pada kebijakan Pemerintah, baik di tingkat pusat maupun di daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku bertujuan memberikan manfaat, kemakmuran dan kesejahteraan kepada seluruh rakyat.
KUALIFIKASI SUATU PERBUATAN SEBAGAI TINDAK PIDANA KORUPSI TERKAIT KEUANGAN NEGARA Pasal 3 UU No.31 Tahun 1999 jo UU No.20 Tahun 2001 Unsur-unsur Setiap Orang Menguntungkan Diri Sendiri atau Orang Lain atau Korporasi Menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan Dapat Merugikan Keuangan Negara atau Perekonomian Negara
Menguntungkan Diri Sendiri atau Orang Lain atau Korporasi KUALIFIKASI SUATU PERBUATAN SEBAGAI TINDAK PIDANA KORUPSI TERKAIT KEUANGAN NEGARA menguntungkan diri sendiri adalah menambah harta kekayaan atau harta benda atau dapat juga diartikan telah menikmati hasil-hasil yang diperolehnya dari perbuatan menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan Menguntungkan Diri Sendiri atau Orang Lain atau Korporasi
KUALIFIKASI SUATU PERBUATAN SEBAGAI TINDAK PIDANA KORUPSI TERKAIT KEUANGAN NEGARA Menyalahgunakan kewenangan yang dibebankan oleh atau yang melekat pada jabatan atau kedudukan yang menunjukan kepada “posisi” subyek hukum selaku pegawai negeri di institusi tempat dia bekerja Menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan Menyalahgunakan kesempatan berarti menyalahgunakan peluang atau waktu yang ada yang seharusnya dipergunakan menjalankan kewajibannya sesuai dengan jabatan dan kedudukan yang telah digariskan oleh tujuan pokok dan fungsi institusi Menyalahgunakan sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan berarti menyalahgunakan atribut yang menjadi instrument kewajiban sesuai dengan tujuan pokok dan fungsi institusi
JENIS PENGADAAN BARANG DAN JASA KEPRES 80 a. Barang : benda baik berwujud maupun tidak berwujud, bergerak maupun tidak bergerak, yang dapat diperdagangkan, dipakai, dipergunakan atau dimanfaatkan oleh Pengguna Barang b. Pekerjaan Konstruksi: seluruh pekerjaan yang berhubungan dengan pelaksanaan konstruksi bangunan atau pembuatan wujud fisik lainnya c. Jasa Konsultansi : jasa layanan profesional yang membutuhkan keahlian tertentu diberbagai bidang keilmuan yang mengutamakan adanya olah pikir (brainware) d. Jasa Lainnya : jasa yang membutuhkan kemampuan tertentu yang mengutamakan keterampilan (skillware) dalam suatu sistem tata kelola yang telah dikenal luas di dunia usaha untuk menyelesaikan suatu pekerjaan atau segala pekerjaan dan/atau penyediaan jasa selain Jasa Konsultansi, pelaksanaan Pekerjaan Konstruksi dan pengadaan Barang
Perpres 54 a. Barang : benda baik berwujud maupun tidak berwujud, bergerak maupun tidak bergerak, yang dapat diperdagangkan, dipakai, dipergunakan atau dimanfaatkan oleh Pengguna Barang b. Pekerjaan Konstruksi: seluruh pekerjaan yang berhubungan dengan pelaksanaan konstruksi bangunan atau pembuatan wujud fisik lainnya c. Jasa Konsultansi : jasa layanan profesional yang membutuhkan keahlian tertentu diberbagai bidang keilmuan yang mengutamakan adanya olah pikir (brainware) d. Jasa Lainnya : jasa yang membutuhkan kemampuan tertentu yang mengutamakan keterampilan (skillware) dalam suatu sistem tata kelola yang telah dikenal luas di dunia usaha untuk menyelesaikan suatu pekerjaan atau segala pekerjaan dan/atau penyediaan jasa selain Jasa Konsultansi, pelaksanaan Pekerjaan Konstruksi dan pengadaan Barang
TATA CARA PENGADAAN Pengadaan Barang/Jasa Dengan Swakelola : pengadaan barang/jasa yang direncanakan, dilaksanakan dan diawasi sendiri oleh pemerintah atau pelaksana swakelola. Pengadaan Barang/Jasa Melalui Penyedia Barang/Jasa: pengadaan barang/jasa yang dilaksanakan oleh penyedia barang/jasa. Pengadaan Barang/Jasa Melalui Kerjasama Pemerintah Dengan Badan Usaha : pengadaan barang/jasa yang melalui kerjasama badan usaha (investasi).
TUJUAN PENGADAN BARANG DAN JASA Untuk memperoleh barang atau jasa dengan harga yang jumlah dan mutu sesuai, tepat waktu serta dilaksanakan dengan efektif dan efisien dengan prinsip persaingan sehat, transparan, terbuka, dan perlakuan yang adil bagi semua pihak, sehingga hasilnya dapat dipertanggungjawabkan baik dari segi fisik, keuangan maupun manfaatnya bagi kelancaran tugas Pemerintah dan pelayanan masyarakat
IDENTIFIKASI PENYIMPANGAN DALAM PROSES PENGADAAN BARANG DAN JASA Tahap Perencanaan Pengadaan Penggelembungan rencana pengadaan (mark-up) Rencana pengadaan diarahkan untuk produk atau kontarktor tertentu Tahap Pembentukan Panitia Lelang Panitia bekerja secara tertutup Panitia tidak jujur Panitia memberi keistimewaan pada kelompok tertentu Tahap Prakualifikasi Perusahaan Dokumen tdk memenuhi syarat tapi diluluskan Dokumen mitra kerja asli tapi palsu Dokumen tidak didukung data otentik Evaluasi panitia tidak didukung kriteria yang jelas Tahap Penyusunan Dokumen lelang Spesifikasi teknis dan kriteria ditujukan pada produk atau mitra tertentu Kriteria diberi tambahan tidak perlu Dokumen non-standar Dokumen tidak lengkap
IDENTIFIKASI PENYIMPANGAN DALAM PROSES PENGADAAN BARANG DAN JASA Tahap Penjelasan/Aanwijzing Pre-bid meeting terbatas Informasi dan deskripsi sangat terbatas Masyarakat pemantau dilarang mengikuti Penjelasan kontroversial Penjelasan yang sangat singkat dan peserta dibatasi mengajukan pertanyaan Membuat kesepakatan yang melanggar prosedur Mengubah dokumen pengadaan tanpa addendum dokumen dan pengesahan dari PPK Tahap Pengumuman Lelang Pengumuman semu/palsu Materi yang membingungkan Jangka waktu terlalu singkat Pengumuman tidak lengkap. Tahap Pengambilan Dokumen Lelang Dokumen yang dibagikan tidak sama Waktu pendistribusian informasi terbatas Penyebaran dokumen cacat,tempat tersembunyi Tahap Penyusunan HPS Gambaran Hps ditutup-tutupi Penggelembungan untuk keperluan KKN Hrg dasat tidak standar Penentuan astimasi tidak sesuai aturan
IDENTIFIKASI PENYIMPANGAN DALAM PROSES PENGADAAN BARANG DAN JASA Tahap Penyerahan Penawaran Relokasi penyerahan dokumen penawaran Penerimaan dokumen yang terlambat Penyerahan Dokumen semu untuk menjauhkan rival Ketidaklengkapan dokumen penawaran. Tahap Evaluasi Penawaran Kriteria Evaluasi cacat Penggantian dokumen untuk memenangkan mitra tertentu Pemilihan tempat evaluasi tersembunyi Peserta lelang terpola dalam rangka berkolusi Tahap Pengumuman Calon Pemenang Pengumuman disebarluaskan Pada public terbatas Pengumuman tanggal ditunda Tidak sesuai kaidah pengumuman Tahap Sanggahan Peserta Lelang Tidak seluruh sanggahan ditanggapi Substandi sanggahan tidak ditanggapi Sanggahan proforma untuk menghindari kesan tender diatur
IDENTIFIKASI PENYIMPANGAN DALAM PROSES PENGADAAN BARANG DAN JASA Tahap Penunjukkan Pemenang Lelang Surat penunjukkan tidak lengkap Surat penunjukkan sengaja ditunda pengeluarannya Surat penunjukkan sengaja dikeluarkan terburu-buru Surat penunjukkan tidak sah. Tahap Penandatanganan kontrak Penandatanganan kontrak kolutif secara sistematik Penandatanganan kontrak ditunda-tunda Penandatanganan kontrak tertutup Penandatanganan kontrak tidak sah Tahap Pelaksanaan kontrak Seluruh pelaksanaan pekerjaan dialihkan kepada pihak lain Pengalihan sebagian pekerjaan melalui subkontraktor yang tidak ijin dan sesuai subkontrak Pembayaran tidak sesuai prestasi kerja dan tidak sesuai dengan kontrak Pembayaran tidak dipotong porsi uang muka yang telah dibayar PPK memperpanjang kontrak padahal keterlambatan pekerjaan karna kesalahan dari Penyedia Barang / Jasa PPK tidak memutus kontrak dan tidak memberi sanksi kepada penyedia yang tidak mampu menyelesaikan pekerjaan sesuai jadwal yang ditetapkan dalam kontrak Tahap Penyerahan Barang Jasa Volume tidak cocok Terdapat bagian yang tidak dikerjakan Mutu tidak cocok dengan kualifikasi teknik Contract Change Order Berita acara serah terima hasil kerjaan tidak sesuai dengan fakta dan tidak sesuai dengan kontrak
KESIMPULAN Dilakukannya proses pengadaan barang dan jasa bertujuan untuk memberikan keuntungan yang obyektif antara pengguna jasa/barang dan penyedia jasa/barang; Aturan tentang pengadaan barang dan jasa meskipun sudah dilakukan beberapa kali perubahan namun masih memberikan peluang terjadinya perbuatan curang yang mengarah pada tindak pidana korupsi Perbuatan tindak pidana korupsi dalam proses pengadaan barang dan jasa bukan saja terjadi pada tahap pelaksanaan kontrak namun sudah mulai dari tahap perencanaan
Terjadinya tindak pidana korupsi dalam proses pengadaan barang dan jasa bukan saja dilakukan oleh satu pihak namun melibatkan antara pihak pengguna dan penyedia jasa Celah-celah perbuatan tindak pidana korupsi dalam proses pengadaan barang dan jasa sudah menjadi catatan bagi penegak hukum (khususnya kejaksaan) serta sudah tersedia perangkat hukum untuk menjerat pelakunya.
TERIMA KASIH ATAS PERHATIANNYA DADO