Menjadi Manusia yang Baik
Etika kewajiban Etika keutamaan Superoratory act Orang kudus dan pahlawan
Etika Kewajiban Etika kewajiban mempelajari prinsip- prinsip dan aturan-aturan moral yang berlaku untuk perbuatan kita Jika terjadi konflik antara dua prinsip moral yang tidak dapat dipenuhi sekaligus, etika ini mencoba menentukan yang mana harus diberi prioritas Etika kewajiban menilai benar salahnya kelakuan kita dengan berpegang pada norma dan prinsip moral saja
Etika Keutamaan Etika keutamaan mempunyai orientasi yang lain Etika ini tidak begitu menyoroti perbuatan satu demi satu, apakah sesuai atau tidak dengan norma moral, tapi lebih memfokuskan pada manusia itu sendiri Etika ini mempelajari keutamaan (virtue), artinya sifat yang dimiliki manusia
Etika Keutamaan dan Etika Kewajiban Etika keutamaan mengarahkan fokus perhatiannya pada being manusia Etika kewajiban menekankan doing manusia Etika keutamaan ingin menjawab pertanyaan: What kind of person should I be? (Saya harus menjadi orang yang bagaimana?) Etika kewajiban memiliki pertanyaan pokok, yaitu What should I do? (Saya harus melakukan apa?)
Saling melengkapi Etika kewajiban dan etika keutamaan saling melengkapi Etika kewajiban membutuhkan etika keutamaan dan, sebaliknya, etika keutamaan membutuhkan etika kewajiban Di bidang moral, usaha untuk mengikuti prinsip dan aturan tertentu kurang efisien, kalau tidak disertai suatu sikap tentang manusia untuk hidup menurut prinsip dan aturan moral itu Masih ada alasan lain mengapa etika kewajiban membutuhkan etika keutamaan Jika kita menaati prinsip dan norma moral, kita belum tentu menjadi manusia yang sungguh-sungguh baik secara moral Berpegang pada norma moral memang merupakan syarat bagi perilaku yang baik Akan tetapi, membatasi diri pada norma saja belum cukup untuk dapat disebut sebagai seorang yang baik dalam arti sepenuhnya Etika keutamaan langsung bertujuan membuat manusia menjadi seperti pohon yang baik, sehingga tidak bisa lain perbuatannya akan baik juga
Etika keutamaan saja adalah buta Di sisi lain etika keutamaan membutuhkan juga etika kewajiban Etika keutamaan saja adalah buta, jika tidak dipimpin oleh norma atau prinsip Prinsip moral dan keutamaan moral tidak terlepas satu sama lain Sulit untuk mencari prinsip yang sesuai dengan keutamaan seperti kerendahan hati, umpamanya Rupanya ada lebih banyak keutamaan daripada prinsip moral Secara umum timbul kesan bahwa dalam pembahasan kedua jenis etika ini belum tercapai keseimbangan yang memuaskan Etika keutamaan seringkali masih bersifat tambahan saja, sedangkan etika kewajiban tetap dianggap bagian pokok
Keutamaan dan watak moral (1) Keutamaan adalah disposisi watak yang diperoleh seseorang dan memungkinkan dia untuk bertingkah laku baik secara moral Keutamaan adalah suatu disposisi, artinya suatu kecenderungan tetap Tidak berarti keutamaan tidak bisa hilang, tapi hal itu tidak mudah terjadi Keutamaan adalah sifat watak yang ditandai stabilitas Keutamaan adalah sifat baik yang mendarahdaging pada seseorang, tapi bukan sembarang sifat baik adalah keutamaan juga Keutamaan mempunyai hubungan eksklusif dengan moral Keutamaan bagi kita sama saja dengan keutamaan moral
Keutamaan dan watak moral (2) Keutamaan berkaitan dengan kehendak Keutamaan adalah disposisi yang membuat kehendak tetap cenderung ke arah tertentu Keutamaan diperoleh melalui jalan yang membiasakan diri dan karena itu merupakan hasil latihan Keutamaan tidak dimiliki manusia sejak lahir Pada masa anak, seorang manusia belum berkeutamaan
Keutamaan dan watak moral (3) Keutamaan perlu dibedakan juga dari ketrampilan Ketrampilan hanya memungkinkan orang untuk melakukan jenis perbuatan tertentu, sedangkan keutamaan tidak terbatas pada satu jenis perbuatan saja Baik ketrampilan maupun keutamaan berciri korektif: keduanya membantu untuk mengatasi suatu kesulitan awal Proses memperoleh keutamaan jauh lebih kompleks, sama kompleksnya dengan seluruh proses pendidikan
Keutamaan dan watak moral (4) Dalam hal melakukan kesalahan, keutamaan dan ketrampilan memiliki keadaan yang terbalik Jika orang yang memiliki ketrampilan membuat kesalahan, ia tidak akan kehilangan ketrampilannya, seandainya ia membuat kesalahan itu secara sengaja Sedangkan membuat kesalahan dengan tidak sengaja, justru mengakibatkan ia kehilangan klaim untuk menyebut diri orang yang berketrampilan Jika seseorang yang baik hati secara sengaja berbuat jahat pada orang lain, ia tidak lagi dapat dikatakan memiliki keutamaan kebaikan hati Sedangkan jika tanpa disadari ia mengatakan sesuatu yang menyinggung perasaan orang lain, dengan itu ia belum kehilangan kualitasnya sebagai orang yang berkeutamaan
Keutamaan dan Keburukan Dalam bahasa Inggris keutamaan disebut virtue (Latin: virtus) dan untuk lawannya digunakan istilah vice (keburukan, Latin: vitium) Sebagai lawan keutamaan, keburukan pun adalah disposisi watak yang diperoleh seseorang dan memungkinkan dia bertingkah laku secara moral Perbedaannya adalah keburukan tidak diperoleh dengan “melawan arus”, sebaliknya, keburukan terbentuk dengan mengikuti “arus” spontan
Terikat secara historis atau kultural Di samping keutamaan yang berlaku untuk segala zaman dan tempat, banyak keutamaan terikat secara historis atau kultural tertentu dan karena itu bisa berubah kedudukannya akibat perubahan sejarah atau kultural Dua keutamaan pokok: kebaikan hati dan keadilan (Frankena) Arthur Schopenhauer (1788-1860): kebijaksanaan, keberanian, pengendalian diri, dan keadilan → tradisi ini sudah berakar kuat sejak Plato (428-348 SM) dan Aristoteles (384-322 SM) Pada Abad Pertengahan, tradisi ini dilanjutkan Thomas Aquinas (1225-1274) yang menambahkan tiga keutamaan: iman kepercayaan, pengharapan, dan cinta kasih Aristoteles→kebijaksanaan bukan keutamaan moral, melainkan keutamaan intelektual
Keutamaan dan Ethos Keutamaan membuat manusia menjadi baik secara pribadi Keutamaan selalu merupakan ciri individual Ada karakteristik yang membuat kelompok menjadi baik dalam arti moral justru sebagai kelompok, yakni ethos Ethos: characteristic spirit of community, people or system Ethos suatu profesi sebagian besar tecermin dalam Kode Etik untuk profesi yang bersangkutan
Tiga kategori perbuatan dalam perspektif etika Teori-teori etika biasanya membedakan tiga kategori perbuatan: Ada perbuatan yang merupakan kewajiban begitu saja dan harus dilaksanakan (misal: mengatakan yang benar, menghormati privacy, dsb.) Ada perbuatan yang dilarang secara moral dan tidak boleh dilakukan (misal: tidak boleh berbohong, ingkar janji, membunuh, dsb.) Ada perbuatan yang dapat diizinkan dari sudut moral, dalam arti tidak dilarang dan tidak diwajibkan (misal: menonton televisi, rekreasi, dsb.)
Supererogatory acts Ada jenis perbuatan lain, yakni perbuatan yang melampaui kewajiban seseorang tapi dinilai sangat terpuji jika dilakukan, sedangkan tidak ada orang yang akan dicela jika tidak melakukannya Dalam etika, tindakan ini disebut super-erogatoris (supererogatory acts), yakni perbuatan yang melakukan lebih daripada yang dituntut Sehingga, dari situ muncul sosok yang dianggap kudus atau pahlawan karena pihak yang bersangkutan memiliki kualitas moral yang sangat tinggi Kudus dalam arti etis, terlepas dari konotasi religius Pahlawan dalam pengertian tanpa maksud moral apapun Namun, kudus dan pahlawan bisa dinilai dari moral
Orang Kudus dan Pahlawan (1) Kita menyebut seseorang kudus jika ia melakukan kewajibannya dalam keadaan di mana kebanyakan orang tidak akan melakukan kewajiban mereka karena terbawa oleh keinginan tak teratur atau kepentingan diri Misal: orang tertentu selalu jujur walaupun serng tergiur oleh kesempatan melakukan korupsi dengan gampang sekali Seseorang disebut pahlawan jika ia melakukan kewajibannya dalam keadaan di mana kebanyakan orang tidak akan melakukan kewajiban mereka karena terpengaruh oleh teror, ketakutan atau kecenderungan alamiah untuk mempertahankan hidupnya Misal: seorang prajurit di medan perang tetap tinggal di posnya dan tidak melarikan diri meskipun ia menghadapi bahaya maut
Orang Kudus dan Pahlawan (2) Paralelisme antara orang kudus dan pahlawan adalah dua hal yang berbeda: Yang ditentang oleh orang kudus dan pahlawan adalah dua hal yang berbeda Orang kudus menentang keinginan dan kepentingan diri bila melakukan kewajiban, sedangkan pahlawan menentang ketakutan dan kecenderungan alamiah untuk mempertahankan hidupnya 2. Orang kudus menjalankan pertentangan itu selama periode waktu yang panjang ; sedangkan seseorang bisa menjadi pahlawan dengan menentang ketakutan dalam satu peristiwa saja
Orang Kudus dan Pahlawan (3) Kita menyebut seseorang kudus jika ia melakukan kewajibannya dalam keadaan di mana kebanyakan orang tidak akan melakukannya, bukan karena disiplin diri yang luar biasa melainkan dengan mudah dan tanpa usaha khusus → ia melakukan kewajibannya karena keutamaan Godaan terhadap uang, misalnya, bukan menjadi godaan lagi karena ia sudah biasa berlaku jujur Seseorang bisa disebut sebagai pahlawan jika ia melakukan kewajibannya dengan mengatasi ketakutan dalam keadaan di mana kebanyakan orang akan melarikan diri, bukan karena disiplin yang luar biasa melainkan karena ia memiliki keutamaan keberanian Ia sudah memiliki disposisi tetap untuk menghadapi bahaya dengan mudah dan tanpa usaha khusus
Orang Kudus dan Pahlawan (4) Kita menyebut seseorang kudus atau pahlawan jika ia melakukan lebih daripada yang diwajibkan Gelar “kudus” atau “pahlawan” terutama dipakai sebagai gelar etis untuk menunjukkan orang yang menurut pandangan umum melampaui batas-batas kewajibannya Supererogatory acts sebagai perbuatan-erbuatan moral yang paling berharga Ada dua catatan penting: Tidak dimaksudkan perbuatan-perbuatan yang dilakukan karena dorongan alamiah, misal: ibu yang tanpa berpikir jauh masuk rumah yang terbakar untuk menyelamatkan anaknya Orang kudus atau pahlawan etis sesudah perbuatannya menegaskan, misal: “saya hanya melakukan yang harus saya lakukan” atau “saya hanya melakukan kewajiban saya” Kata “harus” dan “kewajiban” dipakai dalam arti tidak sebenarnya
Catatan Tambahan (1): Manakah keutamaan-keutamaan itu? baik hati terus terang bernalar ksatria bersahabat percaya diri belas kasih murah hati penguasaan diri sadar jujur disiplin diri suka kerja sama terampil mandiri berani adil bijaksana santun setia berkepedulian tunduk ugahari toleransi
Catatan Tambahan (2): Berani Menurut Aristoteles, keutamaan-keutamaan merupakan titik tengah yang berdiri di antara dua ekstrem Suatu keutamaan merupakan “titik tengah yang dirujuk oleh dua cela: yang satu kelebihan (excess) dan yang lain kekurangan (deficiency)” Berani merupakan titik tengah dari dua ekstrem antara pengecut dan nekad Pengecut melarikan diri dari segala bahaya, sementara yang nekad menaruh risiko yang terlalu besar
Catatan Tambahan (3): Murah hati Kemurahan hati merupakan kesediaan untuk menggunakan kekayaannya guna menolong yang lain Aristoteles mengatakan bahwa seperti keberanian, kemurahan hati juga merupakan titik tengah antara dua ekstrem, karena berdiri di antara kikir dan boros Orang yang kikir memberi terlalu sedikit, orang boros memberi terlalu banyak
Catatan Tambahan (4): Jujur Orang yang jujur pertama-tama adalah orang yang tidak berbohong Tetapi apakah ini cukup? Berkenaan dengan kejujuran, kita dapat membedakan dua pandangan menyangkut persoalan ini: Bahwa seseorang yang jujur tidakpernah berbohong; dan Bahwa seseorang yang jujur tak pernah berbohong kecuali dalam kesempatan- kesempatan yang amat jarang, ketika ada alasan yang memaksanya mengapa dia harus melakukan hal itu
Catatan Tambahan (5): Setia kepada keluarga dan teman-teman Kita tidak memperlakukan keluarga dan teman- teman kita sebagaimana kita memperlakukan orang asing Kita terikat kepada mereka dengan cinta dan afeksi, dan kita melakukan sesuatu untuk mereka, apa yang kita lakukan terhadap sembarang orang Aristoteles: “Tak seorang pun akan memilih hidup tanpa teman, bahkan kalau pun ia memiliki kekayaan-kekayaan yang lain” Jikalau kita membutuhkan teman, maka kita membutuhkan tidak kurang dari karakter yang membuat kita mampu menjadi seorang teman Yang dekat pada puncak dalam daftar itu adalah kesetiaan