RAGAM BAHASA
Pengertian Ragam Bahasa Bahasa Indonesia sangat luas wilayah pemakaiannya sehingga mempunyai beragam penutur. Mau tidak mau, kita harus tunduk pada hukum perubahan. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi timbulnya beragam bahasa Indonesia. Salah satu faktor yang mempengaruhi timbulnya sejumlah ragam bahasa ialah faktor sejarah. Perkembangan masyarakat turut pula berpengaruh pada timbulnya sejumlah ragam bahasa. Dengan demikian, ragam bahasa dapat diartikan sebagai variasi bahasa yang timbul karena pemakaian bahasa. Macam-macam ragam bahasa itu tampak pada tabel berikut ini.
TABEL RAGAM BAHASA RAGAM BAHASA BERDASARKAN MEDIA/SARANA LISAN TULISAN SITUASI PEMAKAIANNYA FORMAL NONFORMAL SEMIFORMAL POKOK PERSOALAN ILMU HUKUM NIAGA SASTRA DLL
RAGAM BAHASA LISAN DAN RAGAM BAHASA TULISAN (Dilihat dari Aspek Kebahasaan) RAGAM LISAN LAFAL TATA BAHASA DAN KOSAKATA RAGAM TULISAN EJAAN
Perbedaan Ragam Bahasa Lisan dan Ragam Bahasa Tulis Berdasarkan Tata Bahasa Berdasarkan Bentuk Kata Ragam Bahasa Lisan Nia sedang baca surat kabar. Ari mau nulis surat. Ragam Bahasa Tulis Nia sedang membaca surat kabar. Ari akan menulis surat.
B. Berdasarkan Struktur Kalimat Ragam Bahasa Lisan Mereka tinggal di Menteng. Jalan layang itu untuk mengatasi kemacetan lalu lintas. Ragam Bahasa Tulis Mereka bertempat tinggal di Menteng. Jalan layang itu dibangun untuk mengatasi kemacetan lalu lintas.
Perbedaan Ragam Bahasa Lisan dan Ragam Bahasa Tulis Berdasarkan Kosa kata Ariani bilang kita harus belajar. Kita harus bikin karya tulis. Rasanya masih terlalu pagi buat saya, Pak. Ragam Bahasa Tulis Ariani mengatakan bahwa kita harus belajar. Kita harus membuat karya tulis. Rasanya masih terlalu muda buat saya, Pak.
Catatan: Dalam ragam bahasa lisan, penutur (pembicara) dapat memanfaatkan peragaan (dramatisasi), seperti gerak tangan, air muka, tinggi rendah suara atau tekanan, untuk membantu pemahaman pengungkapan diri (ide, gagasan, pengalaman, sikap, dan rasa), sedangkan dalam ragam bahasa tulis peragaan seperti itu tidak dapat digambarkan atau dilambangkan dengan tulisan. Oleh sebab itu, dalam ragam bahasa tulis dituntut adanya kelengkapan unsur tata bahasa—baik bentuk kata maupun susunan kalimat—ketepatan pilihan kata, dan kebenaran penerapan kaidah ejaan serta pungtuasi (tanda baca) untuk membantu kejelasan pengungkapan diri ke dalam bentuk ragam bahasa tulis.
Ragam Bahasa Berdasarkan Situasi Pemakaiannya Pada tabel ragam bahasa, disebutkan ragam lain, yaitu ragam formal, ragam nonformal, dan ragam semiformal. Ragam ini merupakan pengelompokan bahasa dari sudut situasi pemakaian. Bahasa ragam formal memiliki sifat kemantapan berupa kaidah dan aturan tetap. Akan tetapi, kemantapan itu tidak bersifat kaku. Ragam formal tetap luwes sehingga memungkinkan perubahan di bidang kosakata, peristilahan, serta mengizinkan perkembangan berbagai jenis laras yang diperlukan dalam kehidupan modern.
Pembedaan antara ragam formal, ragam nonformal, dan ragam semiformal dilakukan berdasarkan topik yang sedang dibahas hubungan antarpembicara medium yang digunakan lingkungan atau situasi saat pembicaraan terjadi Ada lima ciri yang dapat dengan mudah digunakan untuk membedakan ragam formal dari ragam nonformal. Ciri-ciri itu ialah penggunaan kata sapaan dan kata ganti pengguaan kata tertentu penggunaan imbuhan penggunaan kata sambung (konjungsi) penggunaan fungsi yang lengkap
a. penggunaan kata sapaan dan kata ganti Penggunaan kata sapaan dan kata ganti merupakan ciri pembeda ragam formal dari ragam nonformal yang sangat menonjol. Kepada yang kita hormati, kita akan cenderung menyapa dengan menggunakan kata bapak, ibu, saudara, dan Anda, atau kita akan menyertakan jabatan, gelar, atau pangkat. Sementara itu, untuk menyapa teman atau rekan sejawat, kita cukup menyebut namanya atau kita menggunakan bahasa daerah. Jika kita menyebut diri kita dalam ragam formal, kita akan menggunakan kata saya atau aku. Dalam ragam nonformal, kita menggunakan kata gue.
b. penggunaan kata tertentu Penggunaan kata tertentu merupakan ciri lain yang sangat menandai perbedaan ragam formal dan ragam nonformal. Dalam ragam nonformal akan sering muncul kata nggak, bakal, gede, bokek, udahan, kegedaan, dan lain-lain. Di samping itu, dalam ragam nonformal sering muncul bentuk penekan, seperti sih, kok, deh, dong, dan lho. Dalam ragam formal, bentuk-bentuk itu tidak akan digunakan.
c. penggunaan imbuhan Penggunaan imbuhan adalah ciri lain. Dalam ragam formal kita harus menggunakan imbuhan secara jelas dan teliti. Hanya pada kalimat perintah, kita dapat menghilangkan imbuhan dalam kata kerjanya (verba). Dalam ragam nonformal, imbuhan sering ditanggalkan. Misalnya: pake untuk memakai nurunin untuk menurunkan
d. penggunaan kata sambung dan kata depan Penggunaan kata sambung (konjungsi) dan kata depan (preposisi) merupakan ciri pembeda lain. Dalam ragam nonformal, acapkali kata sambung dan kata depan dihilangkan. Kadang kala, kenyataan ini mengganggu kejelasan kalimat. Dalam laras jurnalistik, kedua kata ini sering dihilangkan. Hal ini menunjukkan bahwa laras jurnalistik termasuk ragam semiformal.
e. penggunaan kelengkapan fungsi Kelengkapan fungsi berkaitan dengan adanya bagian dalam kalimat yang dihilangkan karena situasi sudah dianggap cukup mendukung pengertian. Dalam kalimat-kalimat yang nonformal, predikat kalimat sering dihilangkan. Hal itu biasanya terjadi saat kiota menjawab pertanyaan orang. Sebenarnya, pembeda lain yang juga muncul adalah intonasi, tetapi tidak disebutkan di atas karena intonasi hanya muncul dalam ragam lisan dan tidak terwujud dalam ragam tulis.
Ragam Bahasa Berdasarkan Pokok Persoalan Setiap orang berhak memilih ragam bahasa yang sesuai dengan pokok persoalan atau bidang keahlian masing-masing. Setiap ragam ini memiliki ciri dan gaya tersendiri, seperti terlihat pada penggunaan kata-katanya. Laras Bahasa Selain ragam, kita juga mengenal laras bahasa. Laras bahasa adalah kesesuaian antara bahasa dan pemakaiannya. Dalam hal ini kita mengenal berbagai laras seperti laras iklan, laras ilmiah, laras lagu, laras komik, laras cerpen, dan laras puisi. Setiap laras dapat disampaikan secara lisan atau tulis, dalam bentuk formal, nonformal, atau semiformal.
Bahasa Indonesia yang Baik dan Benar Moto yang sering didengung-dengungkan oleh pemerintah adalah “Gunakan lah bahasa Indonesia dengan baik dan benar.” Pemahaman atas moto tersebut sering salah kaprah. Banyak orang, terutama masyarakat awam, mengira bahwa moto itu menekankan penggunaan bahasa yang formal. Akibatnya, banyak orang melecehkan atau mengabaikan moto tersebut dan menganggapnya sebagai moto yang tidak fleksibel, moto yang kaku, moto yang tidak menarik; padahal moto itu tidak hanya menekankan penggunaan bahasa formal, tetapi juga penggunaan bahasa yang komunikatif. Pengertian bahasa Indonesia yang baik dan benar harus ditinjau dari dua aspek, yaitu aspek bahasa yang baik dan aspek bahasa yang benar.
A. Bahasa yang Baik Penggunaan bahasa yang baik menekankan aspek komunikatif bahasa. Hal itu berarti bahwa kita harus memperhatikan sasaran bahasa kita. Kita harus memperhatikan kepada siapa kita akan menyampaikan bahasa kita. Oleh sebab itu, unsur usia, pendidikan, pekerjaan, status sosial, lingkungan sosial, dan sudut pandang khalayak sasaran kita tidak boleh kita abaikan. Lebih lanjut lagi, karena berkaitan dengan aspek komunikatif, unsur-unsur komunikatif (yaitu pengirim pesan, isi pesan, media pesan, dan penerima pesan) menjadi penting. Pengirim pesan adalah orang yang akan menyampaikan suatu gagasan (isi pesan) kepada penerima pesan, yaitu pendengar atau pembaca (bergantung pada media pesan yang digunakannya).
B. Bahasa yang Benar Bahasa yang benar berkaitan dengan kaidah, yaitu peraturan bahasa. Berkaitan dengan peraturan bahasa ada empat hal yang harus diperhatikan, yaitu masalah tata bahasa, pilihan kata, tanda baca, dan ejaan. Pengetahuan atas tata bahasa dan pilihan kata harus dimiliki dalam penggunaan ragam bahasa lisan dan tulis. Pengetahuan atas tanda baca dan ejaan harus dimiliki dalam penggunaan ragam bahasa tulis. Tanpa pengetahuan tata bahasa yang memadai, kita akan mengalami kesulitan dalam bermain dengan bahasa. Tanpa perlu menggunakan bahasa formal, kita tetap dapat berbahasa Indonesia dengan baik dan benar.
Berdasarkan uraian di atas, terlihat bahwa berbahasa dengan baik dan benar tidak hanya menekankan kebenaran dalam hal tata bahasa, tetapi juga memperhatikan aspek komunikatif. Bahasa yang komunikatif tidak selalu harus merupakan bahasa formal. Sebaliknya, penggunaan bahasa formal tidak selalu berarti bahwa bahasa itu baik dan benar. Sebaiknya, kita menggunakan ragam bahasa yang serasi dengan sasarannya dan di samping itu mengikuti kaidah bahasa yang benar