DI BIDANG PERPUSTAKAAN & INFORMASI PROFESIONAL Semua profesi lahir sebagai bagian dari interaksi antara sekelompok orang yang memiliki pengetahuan dan keahlian tertentu dengan masyarakatnya. Perubahan teknologi dan pemanfaatan teknologi di masyarakat hampir selalu menjadi faktor terpenting dari interaksi tersebut; masyarakat selalu memerlukan jasa dan keterampilan orang yang dapat menyelesaikan persoalan-persoalan mereka ketika memanfaatkan teknologi dalam kehidupan sehari-hari. Dalam perkembangannya, pihak pemberi jasa dan keterampilan seringkali mencari legitimasi ke kampus/dunia akademik untuk mempertanggungjawabkan kegiatan mereka. Pihak kampus/akademik lalu menyediakan sarana untuk memberi dasar ilmiah kepada setiap profesi, termasuk sarana mentransfer pengetahuan dari satu generasi profesi ke generasi berikutnya. Pada awal tahun 1970-an, universitas-universitas di Amerika Serikat menambahkan “and information science” ke dalam judul “library science” sehingga menjadi “Library and Information Science” - yang sampai sekarang masih dipakai untuk mengacu kepada sebuah ilmu terapan yang menjawab kebutuhan profesi di bidang perpustakaan dan informasi. Patut digarisbawahi, akademisi (dan kemudian juga ilmuwan) Ilmu Perpustakaan adalah yang pertama kali menggunakan kata “informasi” di judul ilmu mereka, dan sampai sekarang tetap mempertahankannya. Ilmu Informasi (information science) sampai sekarang belum menemukan bentuk formalnya dan masih terus dibicarakan, bahkan semakin meluas. Ada tiga hal penting yang mendasari mengapa kata “informasi” ditambahkan ke kata “perpustakaan”, yaitu : (a) komputer saat itu sudah mulai merasuk ke dalam proses komunikasi pribadi, organisasi, maupun masyarakat, (b) karakter media dan perilaku penggunaan media berbantuan komputer menghasilkan pola yang berbeda, (c) diperlukan pengetahuan dan keterampilan baru bagi pustakawan untuk berperan dalam “masyarakat baru” itu. Dari segi ini maka penambahan kata “informasi” merupakan antisipasi yang akurat dari kelompok akademisi/ilmuwan terhadap kebutuhan profesi, namun sekaligus mengundang debat berkepanjangan tentang ontologi dan epistemologi. Perdebatan tersebut berada di luar lingkup pembahasan di presentasi ini. DI BIDANG PERPUSTAKAAN & INFORMASI
RAGAM PROFESI dari Pustaka sampai Informatika KECENDERUNGAN PUSTAKA KECENDERUNGAN INFORMATIKA Guru Pustakawan Spesialis Media Pejabat Pengetahuan ADVOKASI EDUKASI Spesialis Informasi Pustakawan Sekolah Pejabat Informasi Spesialis Subjek Dalam konteks profesi maupun keilmuan, kata “pustaka” (library) mencakup semua bentuk pengetahuan-terekam (recorded knowledge). Kata ini muncul dalam dunia akademik pertama kali di Amerika Serikat tahun 1887 sebagai upaya menyatukan semua pengetahuan dan keterampilan yang menyangkut pengelolaan dan penyediaan pengetahuan-terekam. Hal ini perlu ditegaskan untuk mengantisipasi pertanyaan tentang ada-tidaknya “ilmu arsip” atau “ilmu dokumentasi”, dan sekarang “ilmu informasi”. Sedangkan kata “informatika” muncul setelah komputer digunakan untuk memproses informasi, khususnya dalam mekanisme dan sistem yang bekerja secara otomatis (automatic). Perlu kiranya digarisbawahi bahwa kelahiran informatika pada awalnya tidak mempertimbangkan komputer sebagai bagian dari pengelolaan pengetahuan-terekam. Fungsi-fungsi merekam pengetahuan memang ada di dalam komputer, namun informatika pada awalnya memfokuskan diri pada keseluruhan sistem otomatis dan menganggap bahwa fungsi memori sudah intrinsik. Profesi yang lahir dari ilmu ini pun berkonsentrasi pada aspek teknologi dari otomatisasi dan pengolahan informasi (information processing) daripada pemanfaatannya untuk merekam pengetahuan. Jadi, secara akademik, ilmu perpustakaan dan informasi telah lebih dahulu menentukan domain yang mencakup pemanfaatan teknologi pengolahan informasi untuk merekam pengetahuan serta mengorganisasikan rekaman tersebut bagi pemanfaatan untuk kepentingan pribadi, organisasi, maupun masyarakat. Legitimasi akademik ini diperoleh dari “warisan” (legacy) akademisi maupun praktisi yang selama ini telah mempelajari dan memahami karakteristik pustaka sebagai pengetahuan yang terekam, dan pola pengorganisasiannya dalam berbagai bentuk institusi (perpustakaan, arsip, dan dokumentasi). Kecuali untuk profesi yang “tradisional” seperti pustakawan dan arsiparis, nomenklatur atau penamaan profesi di salindia ini belum tentu serupa dengan yang sesungguhnya terjadi di dunia kerja. Grafis di semata-mata menunjukkan kecenderungan jenis pekerjaan yang terjadi dalam profesi-profesi di bidang perpustakaan & informasi. PUSTAKAWAN Manajer Dokumen MANAJERIAL KOORDINATIF Kurator Data Pustakawan Akademik ARSIPARIS Manajer Rekod Manajer Data TEKNOLOGIS Konvergensi pustaka-informatika “medium is the message” virtuality precedes reality
PROFESIONAL >> empat pendekatan TAKSONOMIS Melihat profesi dari segi persyaratan formalnya Ilmu dan teknologi berkembang jauh lebih pesat daripada profesi FUNGSIONAL Melihat profesi dari fungsinya di masyarakat Masyarakat memiliki kebutuhan semakin beragam PROSES Melihat profesi dari segi proses perkembangannya Proses tidak linear, semakin banyak “percabangan” KRITIS Melihat profesi dari segi hubungan kekuasaan / politik. Demokratisasi dan perkembangan teknologi seringkali kontroversial PROFESIONAL >> empat pendekatan Secara umum profesi selalu dikaitkan dengan syarat dan pembuktian akademik/ilmiah, dan definisi profesi selalu berisi patokan-patokan tentang kelulusan dan keterampilah formal yang baku. Dalam kenyataannya, dunia pekerjaan seringkali membutuhkan pengetahuan dan keterampilan yang tidak diberikan di bangku kuliah. Demikian pula dalam hal fungsi profesi, ada berbagai perkembangan kebutuhan di masyarakat yang menyebabkan sebuah profesi harus memenuhi “permintaan” atau bahkan “tuntutan” masyarakat yang semakin beragam dan berbeda dari apa yang sebelumnya dipelajari di bangku kuliah. Sementara itu, jika kita memahami setiap profesi sebagai sebuah proses pembentukan yang terus menerus, maka jelaslah bahwa profesi-profesi di bidang perpustakaan dalam perkembangannya semakin sering “bersinggungan” dan bahkan mengadopsi pengetahuan serta keterampilan profesi lain; demikian pula sebaliknya. Dalam berbagai kesempatan, tak jarang pula lebih dari satu profesi yang serumpun maupun yang berbeda-beda, bekerja sama untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Perkembangan semua profesi, namun khususnya profesi yang banyak berkaitan dengan pengetahuan dan informasi, tentu saja amat rentan terhadap perubahan sosial-politik. Ini terutama juga terjadi ketika Negara, melalui berbagai aparatnya, menempatkan diri sebagai “pembina” kelompok-kelompok profesional dalam rangka mengarahkan mereka pada kegiatan yang mendukung program-program Pemerintah. Seringkali kemudian muncul persoalan-persoalan menyangkut etika profesi, baik yang berkaitan dengan posisi kaum profesional sebagai kaum yang dianggap “netral”, maupun dengan hubungan antara penyedia jasa dan penggunanya. Ijasah dan kompetensi saja tidaklah cukup. Perlu “berteori sambil praktik” Multi dan Inter-disiplin semakin perlu Pemahaman kebutuhan masyarakat menjadi semakin penting. Perlu kreatif sekaligus responsif.. Persilangan & persaingan antar profesi meningkat. Kemampuan kolaborasi lintas profesi semakin dibutuhkan Profesi menjadi rentan terhadap perubahan sosial-politik. Masalah etika profesi semakin penting
Menuju Otonomi Profesi Otonom – kemampuan mengambil inisiatif dan menyelesaikan tindakan secara mandiri – mengendalikan isi, cara, kecepatan pelaksanaan tugas-kegiatan relatif terbebas dari pihak lain. Strategic autonomy Operational autonomy Kontrak sosial – civil society, demokratisasi Collective mobility + socio-cultural authority + social reform Mengingat perkembangan-perkembangan dalam berbagai profesi, kiranya kita dapat melihat bahwa kecenderungan menuju otonomi profesi atau profesi yang otonom menjadi semakin mutlak. Dalam hal ini kita perlu mengingat ada dua macam otonomi: Strategic Autonomy – termasuk di dalamnya kemerdekaan untuk menetapkan persoalan yang harus diselesaikan dan tujuan-tujuan kegiatan. Operational Autonomy – yang lebih menekankan pada keterampilan dan kepakaran, termasuk di dalamnya kemerdekaan dalam menentukan mekanisme, tata cara, dan ukuran-ukuran keberhasilan dari sebuah kegiatan. Semua profesi juga semakin harus memperhatikan “kontrak sosial”, dan dalam bidang perpustakaan dan informasi hal ini akan erat berkaitan dengan berkembangnya konsep civil society dan demokratisasi. Bidang perpustakaan dan informasi akan semakin erat bersinggungan dengan isu-isu tentang kebebasan akses, literasi politik, dan pendidikan (non-formal) politik. Aliansi-aliansi antar profesi yang serumpun maupun yang lintas bidang akan melahirkan semacam gerakan kolektif, sehingga akhirnya sebuah profesi cenderung tidak sendirian menggerakkan perubahan di dalam masyarakatnya.
Sifat Multidisipliner Ilmu Informasi & Perpustakaan Matematika statistika Telekomunikasi enjinering Sosiologi Sosiologi ilmu Ekonomi sibernetika Ilmu organisasi Teori-teori kebudayaan Politik dan kebijakan publik komunikasi Cenderung teoritis Teori informasi Informetrika dan bibliometrika Information retrieval Sistem informasi Teori kognitif Perilaku informasi Masyarakat informasi Kebijakan informasi Dari segi akademik dan ilmiah, maka sumber-sumber pendukung legitimasi profesi di bidang perpustakaan dan informasi akan semakin beragam dan kompleks. Diagram di atas memperlihatkan bagaimana profesi di bidang perpustakaan menghadirkan berbagai dukungan ilmu yang semakin lama semakin beragam (multidisiplin, interdisiplin) Psikologi Linguistik Ilmu kognisi Cenderung aplikatif Klasifikasi dan Organisasi Informasi Manajemen Institusi Perpustakaan, Dokumentasi, Kearsipan, Rekod, Museum, Komunikasi dan Perilaku Informasi