LEMBAGA PEMERIKSA HALAL DAN KAJIAN HALAL THAYYIBAN MUHAMMADIYAH Disampaikan oleh: Ir. H.M. Nadratuzzaman Hosen, Ph. D Pada Kegiatan Rakornas Bidang Akademik dan Riset PTMA UM Banjarmasin, 31 Agustus-2 September 2018
SEJARAH TERBENTUKNYA LPH KHT MUHAMMADIYAH 1 2011 Majelis Ekonomi dan Kiwirausahaan (MEK) PP Muhammadiyah merintis berdirinya Lembaga Sertifikasi Halal Muhammadiyah karena waktu itu belum ada Undang Undang yang mengaturnya dan sudah berdiri dua Lembaga Sertifikat Halal yaitu MUI dan NU. 2014 2 18 Desember 2014 di Universitas Muhammadiyah Malang dilakukan Workshop Lembaga Pemeriksa Halal sebagai bentuk respon terhadap lahirnya UU Jaminan Produk Halal. 3 2016 1 November 2016 - MEK mengadakan Seminar Nasional tentang UU Jaminan Produk Halal dan selanjutnya diadakan Musyawarah Pimpinan Perguruan Tinggi Muhammadiyah dengan Pimpinan Pusat (PP)Muhammadiyah yang menghasilkan usulan pendirian Lembaga Pemeriksa dan Kajian Halal Muhammadiyah di Tingkat PP Muhammadiyah yang didukung oleh Halal Centre yang berada di PT Muhammadiyah dan sumberdaya manusia warga Muhammadiyah. Lembaga ini diharapkan didukung oleh MEK dan Majelis Pendidikan Tinggi dan Litbang PP Muhammadiyah. 2018 4 12 April 2018, PP Muhammadiyah mengeluarkan Surat Keputusan PP Muhammadiyah no 88/KEP/I.0/D/2018 tentang Pembentukan dan Pengangkatan Pengurus Lembaga Pemeriksa Halal dan Kajian Halal Thayyiban. Pengurus terdiri dari Dewan Pembina, Dewan Pengawas Syariah. Komite Ahli, Direksi dan Komite Auditor. Tugas utama dari SK tersebut memproses legalitas LPH-KHT sesuai peraturan yang berlaku.
UU. No. 33 Tahun 2014 Sebelum dikeluarkannya UU No 33 tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (UU JPH), Majelis Ulama Indonesia (MUI) menerbitkan sertifikat halal berdasarkan kesepakatan Menteri Agama, Menteri Kesehatan dan Ketua MUI. Sejak tahun 1989 sampai dengan sekarang, MUI mengeluarkan sertifikat halal tanpa memaksa produsen untuk mendapatkan sertifikat halal, karena bersifat sukarela (voluntary). Adanya sertifikasi halal yang dilakukan oleh MUI bermakna bahwa sertifikat halal itu merupakan fatwa tertulis terhadap status kehalalan suatu produk.
Bab I (KETENTUAN UMUM) PASAL 4 Pada pasal 4 UU JPH dinyatakan bahwa “Produk yang masuk, beredar dan diperdagangkan di wilayah Indonesia wajib bersertifikat halal”. Produk yang wajib adalah barang dan/atau jasa yang terkait dengan makanan, minuman, obat, kosmetik, produk kimiawi, produk biologi, produk rekayasa genetik, serta barang gunaan yang dipakai, digunakan, atau dimanfaatkan oleh masyarakat.
PASAL 5 Bab II (PENYELENGGARA JAMINAN PRODUK HALAL, Bag. I Umum ) Pemerintah bertanggung jawab dalam menyelenggarakan JPH. Penyelenggaraan JPH sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Menteri. Untuk melaksanakan penyelenggaraan JPH sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dibentuk BPJPH yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri. Dalam hal diperlukan, BPJPH dapat membentuk perwakilan di daerah. Ketentuan mengenai tugas, fungsi, dan susunan organisasi BPJPH diatur dalam Peraturan Presiden.
B. VISI LPH-KHT Muhammadiyah LPH-KHT diharapkan dapat membantu UMKM warga Muhammadiyah untuk mendapatkan sertifikat halal dari BPJPH Kemenag. Untuk itu harus ada pendampingan dari Halal Centre PTM, MEK di tingkat wilayah dan daerah dan PTM secara keseluruhan. Mulai Oktober 2019, semua UMKM harus bersertifikat Halal. Untuk mendapatkan sertifikat halal, UMKM banyak sekali menghadapi kesulitan untuk itu diperlukan kerjasama berbagai pihak, khususnya melalui kajian halal untuk membantu UMKM.
Potensi Sertifikasi Halal di Indonesia Dari potensi yang besar disamping, sampai tahun 2017 LPPOM MUI baru mensertifikasi 440.238 produk dari 40.946 perusahaan. Oleh karenanya, terbuka peluang sebagai Lembaga Pemeriksa Halal sesuai kewajiban sertifikasi halal pada Oktober 2019 nanti khususnya bagi Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Berdasarkan data LP-POM MUI mayoritas perusahaan yang mengajukan sertifikasi halal adalah perusahaan besar dan menengah karena perusahaan harus membayar biaya sertifikasi yang nilainya bervariasi dari Rp 1 juta sampai Rp 6 juta. Belum UMKM yang jumlahnya lebih dari 1,6 juta dimana sebagiannya adalah milik warga Muhammadiyah tersebut harus juga disertifikasi. Oleh karenanya,sesuai denganSurat Keputusan Pimpinan Pusat Muhammadiyah Nomor 88/KEP/10/D/2018 tanggal 12 April 2018 dibentuk Lembaga Pemeriksa Halal dan Kajian Halal Thayyiban (LPH-KHT) Muhammadiyah beserta kepengurusannya. Potensi Sertifikasi Halal di Indonesia 1.619.897 industri makanan dan minuman (BPS, 2015) 1.614.149 Industri mikro kecil (BPS, 2015)
Dalam rangka mendukung wajib sertifikasi halal sesuai UU JPH khususnya bagi produk UMKM, diperlukan LPH yang beroperasi secara efisien sehingga bisa menawarkan biaya sertifikasi yang terjangkau UMKM. Karena, apabila LPH dan tenaga auditor dibuat terpusat maka akan membuat biaya mobilisasi auditor untuk melakukan pemeriksaan halal menjadi sangat mahal sedangkan apabila LPH dipecah di beberapa area maka akan membuat kompleksitas dan biaya akreditasi tinggi.
Organisasi LPH-KHT bertumpu pada PTM seluruh Indonesia khususnya yang memiliki Halal Centre. Lab Halal dan Auditor Halal mutlak harus disediakan oleh PTM bila ingin LPH-KHT ini menjadi lembaga yang terakreditasi oleh BPJPH Kemenag, BSN maupun KAN. Oleh karena itu, Raker ini harus bersepakat dan memutuskan mekanisme kerja antara LPH-KHT dengan PTM. C. ORGANISASI
D. MASALAH DAN TANTANGAN Persyaratan LPH (Pasal 13) memiliki kantor sendiri dan perlengkapannya; memiliki akreditasi dari BPJPH; memiliki Auditor Halal paling sedikit 3 (tiga) orang; memiliki laboratorium atau kesepakatan kerja sama dengan lembaga lain yang memiliki laboratorium. Kantor yang representatif Laboratorium Halal yang telah terakreditasi KAN Auditor yang telah diakui oleh BPJPH
E. PROGRAM JANGKA PENDEK JANGKA PANJANG bagaimana secepatnya LPH-KHT dapat diakreditasi oleh BPJPH dan memantapkan kerjasama dengan PTM. JANGKA PANJANG Bagaimana LPH-KHT menjadi lembaga sertifikasi untuk ISO, HCCAP. Food safety dan SNI sehingga kita bisa melakukan pemeriksa halal sekaligus mensertifikasi.
F. KERJASAMA DAN SINERGI DENGAN PTM Pokok pokok kerjasama dengan PTM agar diputuskan di Raker ini sehingga LPH-KHT dapat bekerja dengan cepat karena didukung oleh PTM di seluruh Indonesia.
Pengembangan Sistem Sertifikasi Halal Berbasis PTM (Gambar 1)
Sebagaimana Gambar 1., LPH-KHT akan dibentuk terpusat di PP Muhammadiyah namun di dalam operasinya akan bekerjasama dengan PTM di daerah yang memiliki kompetensi untuk melakukan pembinaan maupun sertifikasi halal produk industri khususnya produk UMKM. Dengan demikian maka Penanganan akreditasi bisa efisien dan tidak kompleks begitupun dengan operasionalnya akan efisien karena akan memanfaatkan tenaga auditor yang ada di PTM terdekat dengan industri atau UMKM yang hendak disertifikasi. Namun demikian, untuk mewujudkan LPH-KHT yang efisien dan efektif diperlukan kerjasama dari berbagai pihak terkait seperti Majelis Ekonomi & Kewirausahaan untuk membantu mempromosikan LPH-KHT ke berbagai industri serta memberikan dukungan finansial untuk operasional LPH-KHT, Majelis Pendidikan Tinggi untuk pengembangan Halal Center di berbagai PTM, Majelis Tarjih untuk memastikan skema sertifikasinya sesuai dengan syariat Islam serta Jaringan Saudagar Muhammadiyah untuk mempromosikan LPH-KHT ke UMKM yang dimiliki warga Muhammadiyah.
Terimaksih.