Agar Labuhan Angin Tak Angin-anginan ALANGKAH senangnya ketika pagi ini saya benar-benar akan bisa mendarat di Kota Sibolga. Inilah untuk pertama kalinya dalam hidup saya akan melihat kota yang menurut teman-teman saya sangat indah dengan pemandangan samudera India yang biru. Jabatan saya yang baru sebagai Direktur Utama PLN yang membuat saya harus datang ke Sibolga. Sejak dulu saya sangat ingin ke Sibolga tapi selalu saja terhambat kesibukan. Bahkan ketika teman-teman saya mendirikan surat kabar Metro Tapanuli di Sibolga ini pun saya tidak bisa datang di hari peresmiannya. Bahkan sampai surat kabar ini berumur enam tahun dan sampai saya sudah melepaskan jabatan Chairman di grup media ini, saya tidak juga sempat melihat Sibolga. Pagi ini saya mendarat di Sibolga dengan dua tujuan. Pertama, saya mendampingi rombongan Komisi 7 DPR-RI yang dipimpin tokoh Sumut Effendi Simbolon yang akan melihat PLTU Labuhan Angin. Kedua, sebagai Dirut PLN saya memang harus melihat PLTU yang lokasinya terindah di seluruh Indonesia tapi prestasinya belum menggembirakan itu. Sejak menjabat Dirut PLN sejak lebih dua bulan lalu, saya memang terus mengikuti perkembangan PLTU Labuhan Angin. Saya kaget ketika melihat angka-angka laporan harian PLTU ini. Pembangkit yang mestinya bisa memproduksi listrik 2 x 115 MW, hanya bisa menghasilkan kurang dari 50 MW. Saya sangat terusik oleh kenyataan ini. Berbagai penyebab diinventarisasi. Hampir tiap hari saya menelepon pimpinan PLTU ini untuk berdiskusi dan mencari jalan keluar. Ketika saya mendapat laporan bahwa mesin pembangkit ini kurang baik, saya agak meragukan. Tidak mungkin ada mesin yang dibuat khusus agar hasilnya kurang baik. Tidak mungkin ada mesin yang karena untuk Sibolga maka sengaja dibuat sekedarnya saja. Apalagi pembangkit ini merupakan perwujudan dari dipulihkannya kerjasama ekonomi antara Indonesia-Tiongkok. Inilah proyek yang dananya diberikan oleh Tiongkok. Inilah proyek yang jadi simbul penting dari dimulainya babak baru hubungan ekonomi Indonesia-Tiongkok. Di samping berdiskusi dengan pimpinan PLTU Labuhan Angin, saya juga memanggil kontraktor PLTU itu. Yakni perusahaan dari Tiongkok. Saya diskusikan dengan dia mengapa PLTU Labuhan Angin ini angin-anginan. Saya sungguh kaget ketika pimpinan perusahaan itu membawa sejumlah foto: foto batu yang jumlahnya luar biasa banyaknya. Batu apakah itu? “Ini batu yang keluar dari boiler,” ujarnya dalam bahasa Mandarin. Dengan foto itu dia ingin menunjukkan bahwa sebenarnya tidak ada masalah dengan mesinnya. Dia ingin memperlihatkan bahwa mesin itu rusah karena banyaknya batu yang tercampur dengan batubara. Akibatnya batu-batu itulah yang menghantam boiler tiap hari secara terus-menerus. Saya pura-pura membantah bahwa penyebab angin-anginnya PLTU Labuhan Angin karena batu-batu itu. Tapi dalam hati saya tidak bisa menolak alasan itu. Saya tidak mau mempersoalkan masa lalu. Saya mengatakan padanya bahwa saya akan berusaha keras untuk mengontrol batubara yang dikirim ke Labuhan Angin. Tapi saya juga minta agar kontraktor tersebut menangani kerusakan-kerusakan yang telah terjadi. Dengan resiko ada pada dirinnya. Saya lantas minta dikirimi foto-foto stok batubara yang ada. Teman-teman Labuhan Angin mengirimkannya. Bukan main. Foto tumpukan batubara itu tidak ada bedanya dengan tumpukan lumpur. Pantas kalau PLTU ini batuk-batuk terus. Dia harus menelan makanan yang sebenarnya tidak bisa dia telan. Memang ada kelemahan lain yang mendasar. Di samping kualitas batubara yang tidak cocok, prasarana PLTU ini juga kurang tepat. Atap gudang batubaranya kurang lebar. Akibatnya, di musim hujan seperti sekarang ini, sangat sengsara. Batubara yang kandungan ash (debu) nya sangat tinggi itu kena hujan. Jadilah lumpur! Itulah yang menyebabkan batubara tidak bisa mengalir lancar ke dalam boiler. Juga tidak bisa dikabar dengan sempurna. Dengan modal foto kiriman teman-teman Labuhan Angin itu, kami memutuskan mengganti pemasok batubara untuk Sibolga. Kami tidak mau lagi batubara seperti itu. Tapi proses penggantian pemasok ini perlu waktu. Baru minggu lalu batubara yang lebih baik, dari Kalimantan, bisa tiba di Labuhan Angin. Dengan batubara inilah teman-teman Labuhan Angin akan tahu persis di manakah persoalan sebenarnya. Kalau persoalannya pada mesin, tentu dengan pergantian batubara tidak akan ada bedanya. Tapi kalau memang persoalannya di batubara, maka begitu PLTU diberi makan batubara yang baru, tentu akan lebih baik. “Malam ini sudah bisa menghasilkan 90 MW!” lapor Ikuten Sinulingga, GM Pembangkitan Sumut, dalam laporannya via SMS kepada saya pekan lalu. “Sudah naik lebih dari 100%,” tambahnya. Maka hari ini, ketika Komisi VII DPR RI tiba di Sibolga, kondisi PLTU ini sudah jauh lebih baik. Saya memang berjanji kepada Komisi VII untuk memperhatikan sungguh-sungguh PLTU ini. Sebab peranan PLTU ini dalam sistem kelistrikan Sumut sangat vital. Komisi VII selalu mempersoalkan kondisi PLTU Labuhan Angin ini ketika mengadakan rapat-rapat dengar pendapat dengan PLN. Kini diketahuilah dengan pasti bahwa kualitas batubara memegang peranan penting dalam meningkatkan kinerja PLTU Labuhan Angin. Tapi persoalan belum selesai. Bagian-bagian tertentu dari PLTU ini sudah terlanjur “babak belur” kena hajar batu-batu yang menyelundup atau diselundupkan ke dalam batubara selama lebih dari setahun ini. Maka pada saat yang tepat nanti, PLTU ini harus dipaksa berhenti secara bergantian selama dua bulan. Untuk diadakan perbaikan. Program ini direncanakan dilakukan bulan Mei nanti. Yakni setelah listrik dari Asahan I sudah mengalir ke para konsumen. Kami sangat menginginkan agar krisis listrik di Sumut yang sudah berlangsung selama empat tahun dan sudah teratasi seminggu yang lalu itu bisa berlangsung seterusnya. Minggu lalu adalah tonggak penting teratasinya krisis listrik di Sumut. Bahkan beberapa hari terakhir Sumut sudah bisa “mensedekahkan” listriknya sebanyak 50 MW ke Riau. Untung, Komisi VII baru bisa ke Sibolga hari ini. Kalau saja wakil-wakil rakyat itu ke Sibolga bulan lalu pasti raut wajah mereka akan sangat bermuram durja! Bukan saja mengapa terjadi krisis listrik, tapi sampai bulan lalu saya pun belum tahu bagaimana harus mengatasinya! Dahlan Iskan CEO PLN