ETIKA PROFESI DAN BISNIS SYARIAH “ETIKA KONSUMSI ISLAMI” Kelompok 4 1.Alfina Shinta Dilas Chaniago B Devy Anggraeni Widya PutriB Wulan Suci Indah Sari B Ceptian Kusuma Hadinata B
Pendahuluan Teori etika konsumsi Islami membatasi konsumsi berdasarkan konsep harta dan berbagai jenis konsumsi sesuai dengan prinsip-prinsip syariah Islam demi keberlangsungan dan kesejahteraan itu sendiri. Dalam Islam aktivitas konsumsi telah diatur dalam bingkai syariah, sehingga dapat menuntun seorang muslim agar tidak terjerumus dalam keharaman dan apa yang dikonsumsinya menjadi berkah.
Pengertian Konsumsi Islami Dalam al-Qur’an ajaran tentang konsumsi dapat diambil dari kata kulu dan isyrabu terdapat sebanyak 21 kali. Sedangkan makan dan minumlah (kullu wasyrabu) sebanyak enam kali. Jumlah ayat mengenai ajaran konsumsi, belum termasuk derivasi dari akar kata akala dansyaraba selain fi’il amar di atas sejumlah 27 kali.
Para fuqaha menjadikan konsumsi hal-hal yang baik ke dalam empat tingkatan. – Wajib mengkonsumsi sesuatu yang dapat menghindarkan diri dari kebinasaan dan tidak mengkonsumsi kada ini – padahal mampu – yang berdampak pada dosa – Sunnah, yaitu mengkonsumsi yang lebih dari kadar yang meng- hindarkan diri dari kebinasaan dan menjadikan seseorang muslim mampu shalat dengan berdiri dan mudah berpuasa. – Mubah yaitu mengkonsumsi sesuatu yang lebih dari yang sunnah sampai batas kenyang. – Konsumsi yang melebihi batas kenyang, yang dalam hal ini terdapat dua, pendapat ada yang mengatakan makruh yang satunya mengatakan haram.
konsumsi Islam akan menjauhkan seseorang dari sifat egois (ananiyah), sehingga seorang muslim akan menafkahkan hartanya untuk kerabat terdekat (sebaik- baiknya infak), fakir miskin dan orang-orang yang membutuhkan dalam rangka mendekatkan diri kepada pencipta- nya.
Prinsip Dasar Konsumsi Islami 1.Prinsip syariah, 2.Prinsip kuantitas 3.Prinsip prioritas 4.Prinsip sosial 5.Prinsip lingkungan 6.Tidak meniru atau mengikuti perbuatan konsumsi yang tidak men- cerminkan etika konsumsi Islami seperti suka menjamu dengan tujuan bersenang- senang atau memamerkan kemewahan dan menghambur-hamburkan harta.
Etika Konsumsi Islami etika Islam berarti seseorang ketika mengkonsumsi barang-barang atau rezeki harus dengan cara yang halal dan baik. Artinya, per-buatan yang baik dalam mencari barang-barang atau rezeki baik untuk dikonsumsi mau pun diproduksi adalah bentuk ketaatan terhadap Allah SWT., sebagaimana disebutkan dalam Al- Qur’an: “Wahai umat manusia, makanlah apa yang ada di bumi, dengan cara yang sah dan baik”, (QS. Al-Baqarah, 2: 268).
– Salah satu ciri dalam etika Islam adalah bahwa ia tidak hanya mengubah nilai- nilai dan kebiasaan-kebiasaan masyarakat tetapi juga menyajikan kerangka legislatif yang perlu untuk mendukung dan memperkuat tujuan-tujuan ini dan menghindari penyalahgunaannya. Ciri khas Islam ini juga memiliki daya aplikatif-nya terhadap kasus orang yang terlibat dalam pemborosan atau tabzir.
etika konsumsi Islami (Arif Pujiyono, 2006: 201), dapat diklasifikasikan menjadi beberapa aspek berikut ini: 1.Jenis barang yang dikonsumsi adalah barang yang baik dan halal (halalan thayyiban) 2.Proses, artinya dalam prosesnya telah memenuhi kaidah syariah