PERMASALAHAN ASI EKSKLUSIF DI INDONESIA Oleh : Emilda AS, SST, MPH
Tak perlu diragukan lagi, air susu ibu (ASI) adalah asupan terbaik untuk bayi. Sayangnya, sampai saat ini, masih sedikit ibu yang memberikan ASI eksklusif selama enam bulan dan dilanjutkan hingga dua tahun dengan makanan pendamping ASI (MPASI) pada anak. Setiap bayi berhak mendapatkan air susu ibu dari ibunya. Terdengar mudah dilakukan, apalagi dengan rasa sayang dan kebahagiaan ibu yang baru melahirkan sang bayi. Data pemantauan status gizi di Indonesia pada 2017 menunjukkan cakupan pemberian ASI secara eksklusif selama 6 bulan pertama oleh ibu kepada bayinya masih sangat rendah yakni 35,7%. Artinya ada sekitar 65% bayi yang tidak mendapatkan ASI secara eksklusif selama 6 bulan pertama lahir. Angka ini masih jauh dari target cakupan ASI eksklusif pada 2019 yang ditetapkan oleh WHO maupun Kementerian Kesehatan yaitu 50%.cakupan pemberian ASI Kementerian Kesehatan yaitu 50%
Kampanye tentang pentingnya pemberian ASI ekslusif selama 6 bulan telah dikumandangkan lama bahkan sejak Pada 2005, WHO menganjurkan pemberian ASI tetap dilakukan sampai bayi berusia 2 tahun. Cakupan pemberian ASI eksklusif yang cenderung fluktuatif atau mengalami kenaikan dan penurunan mendorong banyak pihak untuk mengkaji fenomena ini.pemberian ASI tetap dilakukan
Pengetahuan, sikap, dan motivasi ibu masih menjadi faktor-faktor utama perilaku pemberian ASI eksklusif. Selain itu, dukungan keluarga baik orang tua, mertua, dan suami, serta dukungan tenaga kesehatan masih menjadi faktor eksternal penting dalam pemberian ASI secara eksklusif.
Penyebab Rendahnya Pemberian ASI Eksklusif 1.Belum semua bayi memeroleh IMD Inisiasi Menyusui dini (IMD) adalah proses bayi menyusu segera setelah dilahirkan, di mana bayi dibiarkan mencari puting susu ibunya sendiri (tidak disodorkan ke puting susu). Inisiasi Menyusu Dini akan sangat membantu dalam keberlangsungan pemberian ASI eksklusif (ASI saja) dan lama menyusui. "Tantangan justru datang dari internal yakni tenaga kesehatan yang harus ditingkatkan awareness dan pemahamannya tentang IMD. Dokter, perawat, dan bidan harus harus paham betul tentang hal ini.
2. Jumlah konselor menyusui masih sedikit Secara nasional, jumlah konselor menyusui baru mencapai orang. Jumlah ini masih terlalu kecil dari target yang dibutuhkan sekitar konselor. Ketersediaan konselor menyusui di fasilitas pelayanan kesehatan turut mempengaruhi peningkatan keberhasilan pemberian ASI. Oleh karenanya, Kemkes mengupayakan agar setiap pelayanan kesehatan terutama di Puskesmas dan Rumah Sakit tersedia konselor menyusui untuk membantu para ibu yang memiliki kendala memberikan ASI. "Sering terjadi, produksi ASI bagus tapi si ibu salah atau tidak tahu cara memberikan dan memerah ASI. Di sinilah konselor itu dibutuhkan.
3. Promosi susu formula masih gencar Ini yang akan diatur dalam Peraturan Pemerintah nomor 33 tahun 2012 tentang ASI eksklusif. Kalau diperhatikan, tidak jarang papan Puskesmas malah menggunakan sponsor pabrik susu. Lalu ada kalender cara menghitung tinggi badan yang ada sponsor susu. Banyak produsen susu yang "membantu" Puskesmas untuk misalnya menyelenggarakan program sosial ke masyarakat seperti misalnya sunatan dan penyediaan infrastruktur, padahal kita tahu kegiatan itu tidak lebih adalah sebuah promosi yang tersembunyi. "Yang dilarang sebenarnya promosinya bukan penggunaan susunya. Kalau ada indikasi medis pada bayi, silakan kasih susu formula. Tapi jangan sampai ibu-ibu yang mustinya bisa memberikan asi, tidak jadi memberikan karena faktor-faktor promosi tadi.
4. Belum semua kantor dan fasilitas umum membuat ruang menyusui Dengan hadirnya PP 33/2012 tentang ASI, tempat-tempat umum seperti kantor wajib hukumnya menyediakan tempat untuk menyusui dan memerah susu termasuk pabrik. Hal ini senapas dengan bunyi PP nomor 33 pasal 30 (3) yang mengatakan, pengurus tempat kerja dan penyelenggara tempat sarana umum harus menyediakan fasilitas khusus untuk menyusui dan atau memerah ASI sesuai dengan kondisi kemampuan perusahaan.
5. Mitos Air Susu Tak Cukup Alasan utama ibu tidak konsisten memberikan ASI adalah ketakutan ibu akan kecukupan ASI yang bisa diproduksi. Secara biologis, selama ibu mengonsumsi makanan bergizi, dan selama terdapat rangsangan dari mulut bayi, maka ASI secara otomatis akan terus diproduksi. Namun ada pengaruh psikologis ibu pada produksi ASI sehingga ibu menyusui diupayakan untuk selalu bahagia dan dihindarkan dari emosi negatif.
6. Edukasi, edukasi, edukasi Kandungan ASI yang kaya nutrisi tidak dapat digantikan oleh bahan makanan apapun. Karena itu, perlu penyebaran informasi tentang manfaat ASI eksklusif secara terus menerus dan berulang kepada masyarakat, tidak hanya kepada ibu, baik melalui media massa, tokoh agama maupun masyarakat. Kegiatan pembinaan kesejahteraan keluarga (PKK) dan pos pelayanan terpadu (Posyandu) dapat menjadi peluang untuk meningkatkan pengetahuan tentang ASI ekslusif dan mendukung ibu menyusui untuk memberikan ASI secara ekslusif.