Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan RI EVALUASI ANGGARAN KESEHATAN (PELAKSANAAN PROGRAM DEKONSENTRASI DAN DAK BIDANG KESEHATAN TAHUN 2018) Ibu Menteri Kesehatan Yang Terhormat, Bapak Ibu Eselon I di lingkungan Kementerian Kesehatan dan Bapak Ibu Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Yang saya hormati Dan para hadirin yang saya muliakan. Berikut saya akan sampaikan Evaluasi Anggaran Kesehatan khususnya terkait pelaksanaan program Dekonsentrasi dan DAK Bidang Kesehatan 2018. Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan RI Tangerang, 11 Februari 2019
ANGGARAN KESEHATAN SEBAGAI MANDATORY BUDGET MENURUT UU 36 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN Pembiayaan kesehatan bertujuan untuk pembiayaan kesehatan yang berkesinambungan dengan jumlah yang mencukupi, teralokasi secara adil dan termanfaatkan secara berhasil guna dan berdaya guna untuk menjamin terselenggarannya pembangunan kesehatan agar meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya (Pasal 170) . Besaran alokasi anggaran Kesehatan Pemerintah minimal 5% APBN & 10% APBD diluar Gaji (Pasal 171). Minimal 2/3-nya untuk pelayanan publik terutama utk (Penduduk Miskin, Usila & Anak Terlantar) (Pasal 172) Dalam Undang-undang Kesehatan, pembiayaan kesehatan bertujuan untuk pembiayaan kesehatan yang berkesinambungan dengan jumlah yang mencukupi, teralokasi secara adil dan termanfaatkan secara berhasil guna dan berdaya guna untuk menjamin terselenggaranya pembangunan kesehatan agar meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Sumber pembiayaan kesehatan berasal dari Pemerintah, Pemerintah Daerah, Masyarakat, Swasta dan sumber lain. Besaran alokasi anggaran kesehatan pemerintah 5% dari APBN dan 10% dari APBD diluar gaji, dimana pemanfaatannya minimal dua per tiganya untuk pelayanan public terutama untuk penduduk miskin, usila & anak terlantar.
TREN ANGGARAN KESEHATAN TERHADAP APBN TH 2014 S.D 2019 Proporsi Anggaran Kesehatan naik 1,7% dari semula 3,3% pada tahun 2014 menjadi 5% pada tahun 2016 dan tetap dijaga proporsinya 5 % dari APBN hingga tahun 2019. Proporsi Anggaran Kemenkes & DAK Kesehatan terhadap APBN naik 0,7% pada periode tahun 2014 s.d 2019. Namun proporsi anggaran Kemenkes terhadap APBN menurun 0,3% pada periode 2014 s.d 2019. Sejak tahun 2016, anggaran kesehatan telah dipenuhi 5% dari APBN dan terus dijaga proporsinya hingga tahun anggaran 2019 ini. Komponen anggaran kesehatan tersebut meliputi : anggaran di Kementerian/Lembaga termasuk Kemenkes, BPOM, dan BKKBN, anggaran penyertaan modal pemerintah di BPPJS, anggaran kesehatan pada Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara (BA BUN), anggaran kesehatan di dalam anggaran Otonomi Khusus (Otsus) serta anggaran transfer ke daerah melalui DAK Kesehatan dan BOK. Komponen anggaran DAK konsisten naik, kurang lebih 3 triliun per tahun dari mulai tahun 2015 s.d 2019, sementara alokasi anggaran Kemenkes menurun 0,3% dari APBN apabila dibandingkan pada 2014 dan 2019. * Pagu Harian Berdasarkan SMART DJA Per 29 Jan 2019 Pukul 20.00 WIB
BENCHMARKING BELANJA KESEHATAN PUBLIK NASIONAL TERHADAP GROSS DOMESTIC PRODUCT (GDP) Belanja kesehatan publik nasional terhadap GDP meningkat 0,3% dari semula 1,1% menjadi 1,4% dalam periode 2014 s.d 2016. Pada 5 tahun periode sebelumnya proporsi berkisar 1,1%, namun demikian masih relatif rendah dibandingkan negara-negara lain. Dalam konteks Belanja Kesehatan Publik, dimana didefinisikan sebagai belanja kesehatan oleh pemerintah pusat dan daerah, termasuk asuransi kesehatan (PBI) dan hibah. Peningkatan aggaran kesehatan juga tercermin dalam tren Belanja Kesehatan Publik Nasional Indonesia. Belanja Kesehatan Publik Nasional Indonesia mengalami peningkatan 0,3% dari semula 1,1% pada tahun 2014 menjadi 1,4% pada 2016. Peningkatan itu cukup bermakna apabila dibandingkan dengan periode 5 tahun sebelumnya pada tahun 2008 s.d 2013, Belanja Kesehatan Publik Nasional Indonesia stagnan pada kisaran 1,1%. Namun demikian, peningkatan proporsi Belanja Kesehatan Publik Nasional Indonesia tersebut masih relatif rendah dibandingkan dengan negara-negara lain. Dilingkup negara ASEAN Indonesia sedikit diatas Myamar dan Laos. Sumber : World Bank-Health Sector Public Expenditure Review Phase 3, 2018
BENCHMARKING TOTAL HEALTH EXPENDITURE (THE) vs HEALTY LIFE EXPECTANCY AT BIRTHS (HALE) Secara empirik, peningkatan Total Health Expenditure per Capita akan meningkatkan Umur Harapan Hidup Sehat (Healthy Life Expentancy at Births/HALE) . Dibanding dengan negara-negara yang berpenghasilan relatif sama, Indonesia kurang dalam Belanja Kesehatan. Selain itu underperforms (kurang menghasilkan) jika dibanding Vietnam & Srilanka. Bapak Ibu yang saya hormati, Secara international empiris, peningkatan Total Health Expenditure per Capita akan meningkatkan Umur Harapan Hidup Sehat (Healthy Life Expentancy at Births/HALE) . Diantara negara-negara ASEAN, Indonesia kurang dalam Belanja Kesehatan, hal ini nampak jika dibanding Thailand dan Malaysia . Namun disisi lain, Indonesia juga underperforms (kurang menghasilkan) jika dibanding Vietnam & Srilanka. Indonesia berpeluang dapat meningkatkan capaian outcome kesehatannya apabila kualitas belanjanya ditingkatkan. Indonesia berpeluang dapat meningkatkan outcome kesehatannya apabila kualitas belanjanya ditingkatkan. Sumber : World Bank-Health Sector Public Expenditure Review Phase 3, 2018
OUTCOMES KESEHATAN vs GROSS NATIONAL INCOME (GNI) Gambaran empiris korelasi negatif AKI per 100.000 kelahiran hidup dengan Gross National Income (GNI) per capita. Semakin tinggi GNI per capita semakin turun AKI-nya. Posisi AKI per 100.000 kelahiran hidup terhadap GNI per Capita Indonesia masih on the track. Dalam konteks kaitan antara outcome dengan Gross National Income (GNI) Percapita atau Pendapatan Nasional Bruto Per Kapita, internasional empiris menunjukkan adanya korelasi negatif antara AKI per 100.000 kelahiran hidup dengan Gross National Income (GNI) per capita. Dimana Semakin tinggi GNI per capita semakin turun AKI-nya. Posisi AKI per 100.000 kelahiran hidup terhadap GNI per Capita Indonesia masih on the track. Sumber : World Bank-Health Sector Public Expenditure Review Phase 3, 2018
OUTCOMES KESEHATAN vs GROSS NATIONAL INCOME (GNI) Secara empiris juga ditunjukkan adanya hubungan antara GNI per Capita dengan penurunan stunting dimana semakin tinggi GNI per Capita semakin rendah prevalensi stuntingnya. Prevalensi stunting di Indonesia mengalami penurunan dari 37,2% berdasarkan Riskesdas 2013 menjadi 30.8% pada Riskesdas 2018. Kinerja Indonesia dalam hal pencegahan stunting lebih baik dari Laos dengan prevalensi stunting (44%) dan India (39%) dan Filipina (33%) Semakin tinggi GNI per Capita semakin rendah prevalensi stuntingnya. Kinerja Indonesia dalam hal pencegahan stunting lebih baik dari Laos dengan prevalensi stunting (44%) dan India (39%) dan Filipina (33%) Sumber : World Bank-Health Sector Public Expenditure Review Phase 3, 2018
PEMANFAATAN ANGGARAN KEMENKES TAHUN 2018 Kementerian Kesehatan TAHUN 2018 Rp 59,09 T (Termasuk PBI Rp. 25,50 T) RUTIN: Rp 7,50 T 12,70% Pegawai 5,94 T 79,20 % Operasional perkantoran 1.22 T 16,27 % Pemeliharaan gedung dan sarpras kantor 0,34 T 4,53% PEMBANGUNAN PEMBANGUNAN NON FISIK: Rp 48,46 T 82,01% PBI/Bansos 25,50 T 52,62 % Makanan Tambahan Untuk Masyarakat 0,89 T 1,83 % Obat/Vaksin 4,63 T 9,56 % BMHP dan Oprs RS/balai kesehatan 10,07 T 20,78 % Pendidikan & pelatihan 1.08 T 2,23 % Pencegahan dan pengendalian penyakit 1,62 T 3,34 % Sosialisasi/workshop/diseminasi/pertemuan teknis/sosialisasi/koordinasi/Akreditasi RS/Puskesmas dan SPA/Telemedicine 1.00 T 2.06 % Promkes (preventif-promotive) 0,37 T 0,77 % Pembangunan Non Fisik Lainnya (Riskesnas,penelitian, Kes.Haji, dll) 3,30 T 6,81 % Berikut kami sampaikan pemanfaatan Anggaran Kementerian Kesehatan Tahun 2018 : Total Alokasi Anggaran Kemenkes 2018 sebesar Rp 59,09 T dimanfaatkan untuk : Belanja Rutin Sebesar 12,7% atau sebesar Rp 7,5 Triliun yang diperuntukkan untuk belanja pegawai, operasional kantor dan pemeliharaan dan sarana prasarana kantor, Pembangunan Non Fisik sebesar 82,01% atau Rp 48,46 Triliun yang diperuntukkan antara lain untuk iuran PBI, pengadaan PMT, Pengadaan Obat dan Vaksin, BMHP dan Operasional RS/UPT, Diklat, Kegiatan terkait Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, Sosialisasi, Workshop, Diseminasi, pertemuan teknis, sosialisasi, koordinasi, akreditasi RS/PKM, dll Pembangunan Fisik sebesar 5,29% atau Rp 3,13 Triliun untuk gedung pelayanan kesehatan, alkes, mobil ambulan, dll Pemanfaatan Anggaran Kemenkes sudah sesuai dengan peruntukkannya karena sebagain digunakan untuk pembangunan kesehatan khususnya non fisik. PEMBANGUNAN FISIK: Rp 3,13 T 5,29% Gedung Pelayanan Kesehatan 0,99 T 31,63 % Alat Kesehatan 0.64 T 20,45 % Mobil Ambulan, motor penyuluh dan Belanja Modal Lainnya 1,50 T 47,92 %
TREN SERAPAN ANGGARAN KEMENKES TA 2016 s.d 2018 Tren penyerapan anggaran kurang maksimal pada semua kewenangan Perlu optimalisasi kualitas pemanfaatan anggaran Kemenkes. Tren Serapan Anggaran Kemenkes Tahun 2016 s.d 2018 pada semua kewenangan berkisar antara 58,7% s.d 95 %. Secara rata-rata serapannya sekitar 85% pada periode itu. Gambaran Tren penyerapan anggaran kurang maksimal pada semua jenis kewenangan, khususnya relatif lebih rendah pada dekonsentrasi. Gambaran ini menunjukkan perlunya upaya optimalisasi program dan kegiatan sehingga kualitas pemanfaatan anggaran Kemenkes menjadi lebih baik. Sumber : SMART DJA, per 25 Des 2018 9
TREN REALISASI ANGGARAN DEKONSENTRASI PER PROVINSI TA 2016-2018 Gambaran Tren Serapan Anggaran Dekon dari tahun 2016 s.d 2018, menunjukkan adanya pola serapan konsisten rendah dibawah rata-rata nasional khususnya pada Prov. Jabar, DIY, Jatim, Sumbar, Kalbar, Kalsel, Maluku, Papua, Papua Barat, Sulbar dan Kaltara. Beberapa penyebabnya antara lain ; keterbatasan & kurangnya kapasitas SDM, terlambatnya penetapan SK KPA, Sekuen kegiatan yang berjenjang dari pusat, melaksanakan APBD lebih dulu karena kinerja Kadis dinilai Gubernur dari pelaksanaan APBD, ketidakselarasan antara prioritas daerah dengan menu dekon, dll. Namun demikian dari hasil evaluasi juga menunjukkan adanya kecenderungan untuk memperbanyak jenis dan frekwensi kegiatan dekon sementara jumlah penerima manfaatnya terbatas. Hal ini berimplikasi kepada 1) jenis dan frekwensi banyak sehingga sasaran yang tercakup terbatas (hanya 26% s.d 55% sasaran) dan 2) Tidak mampu dilaksanakan karena kehabisan jumlah OH (Orang Hari). Untuk itu pola ekstensifikasi penerima manfaat melalui peningkatan cakupan program diperlukan untuk penyerapan & percepatan capaian program. Terdapat pola serapan konsisten rendah dibawah rata-rata nasional (Prov. Jabar, DIY, Jatim, Sumbar, Maluku dan Kaltara) Kecenderungan memperbanyak jenis dan frekwensi kegiatan sehingga sasaran yang tercakup terbatas (26% s.d 55%) & tidak mampu laksana Ekstensifikasi penerima manfaat untuk penyerapan & peningkatan capaian program. Sumber : SMART DJA, per 25 Des. 2018
REALISASI ANGGARAN DEKONSENTRASI PER PROVINSI PER PROGRAM TA 2018 Penyerapan sangat rendah untuk Program JKN di Maluku & Papua Barat & untuk program Kesmas di Aceh. Penyerapan dibawah rata-rata Nasional di sebagai besar propinsi pada Program JKN dan Kesmas. Penyerapan sangat rendah untuk Program JKN di Maluku & Papua Barat & untuk program Kesmas di Aceh. Penyerapan dibawah rata-rata Nasional di sebagai besar propinsi pada Program JKN dan Kesmas. Sumber : SMART DJA, per 25 Des. 2018
SERAPAN DEKON versus CAPAIAN INDIKATOR PEMERIKSAAN KEHAMILAN (K4) Tren Serapan Anggaran versus Terdapat beberapa pola serapan anggaran dekon versus capaian indikator (K4) : Serapan relatif rendah tetapi capaian indikator tinggi (DIY, DKI, Jawa Barat, Jawa Timur, Kalsel) Serapan relatif rendah capaian indikator juga rendah (Papua, Maluku, Papua Barat, Sulbar, Kalbar, Aceh, Riau, Babel, Kaltim, Sumbar) Serapan relatif tinggi capaian indikator juga tinggi (Bali, Jawa Tengah, NTB, Kep. Riau, Lampung, Banten) Serapan relatif tinggi tetapi capaian indikator relatif rendah (Gorontalo, Sultra, Malut, Sulteng, Kalteng, Sulut, Sulsel, NTT, Sumsel, Sumut, Jambi, Kaltara, Bengkulu) Terdapat beberapa pola serapan anggaran dekon versus capaian indikator (K4) : Serapan relatif rendah tetapi capaian indikator tinggi (DIY, DKI, Jawa Barat, Jawa Timur, Kalsel) Serapan relatif rendah capaian indikator juga rendah (Papua, Maluku, Papua Barat, Sulbar, Kalbar, Aceh, Riau, Babel, Kaltim, Sumbar) Serapan relatif tinggi capaian indikator juga tinggi (Bali, Jawa Tengah, NTB, Kep. Riau, Lampung, Banten) Serapan relatif tinggi tetapi capaian indikator relatif rendah (Gorontalo, Sultra, Malut, Sulteng, Kalteng, Sulut, Sulsel, NTT, Sumsel, Sumut, Jambi, Kaltara, Bengkulu)
TREN ANGGARAN DAK BIDANG KESEHATAN vs INDEKS KESIAPAN LAYANAN KESEHATAN Tren anggaran DAK meningkat terus dari 3,356 T pada tahun 2015 menjadi 26,007 T pada tahun 2018 terdiri atas DAK Fisik & DAK Non Fisik Tren anggaran DAK yang terus meningkat namun pemanfaatannya belum optimal dimana ditunnjukkan dengan rata-rata serapan 2018 masih dibawah 90%. Tren anggaran DAK meningkat terus dari 3,356 T pada tahun 2015 menjadi 26,007 T pada tahun 2018 terdiri atas DAK Fisik & DAK Non Fisik Gambaran serapan DAK Kesehatan pada SubBidang Fisik Reguler masih belum optimal Sumber : World Bank-Health Sector Public Expenditure Review Phase 3, 2018
TINDAK LANJUT Dari analisis cakupan sasaran kegiatan Dekon seperti orientasi, pelatihan, sosialisasi baru berkisar 26% s.d 55% dari sasaran, maka untuk kegiatan Dekon perlu optimalisasi pemanfaatan anggaran yang diarahkan untuk perluasan cakupan sasaran. Peningkatan kualitas belanja sehingga semakin efektif dan efisien untuk meningkatkan Value for Money melalui pembelajaran yang baik (best practices) antara lain melalui peningkatan sinkronisasi, kolaborasi dan integrasi lintas program, lintas sektor serta antara pusat dan daerah. Peningkatan alokasi DAK perlu diiringi dengan optimalisasi pemanfaatan hasil sehingga semakin mendukung pembangunan kesehatan di daerah. Hambatan administratif dalam penyerapan anggaran DAK agar diantisipasi dan dicarikan solusinya dimasing-masing daerah. Sebagai tindak lanjut, saya mengajak kita semua, seluruh jajaran kesehatan baik di pusat dan di daerah untuk ; Mengarahkan pemanfataan anggaran untuk memperluas cakupan. Dari hasil analisis cakupan sasaran kegiatan dekon seperti orientasi, pelatihan dan sosialisasi baru sekitar 26% s.d 55% dari sasaran yang bisa dicakup melalui pelaksanaaan kegiatan dengan anggaran yang ada, maka oleh karenanya optimalisasi pemanfaatan anggaran diarahkan untuk perluasan cakupan sasaran. Mari kita tingkatkan kualitas belanja kesehatan. Anggaran yang ada kita manfaatkan sebaik-baiknya sehingga semakin efektif dan efisien, dengan demikian dapat meningkatkan Value for Money anggaran kesehatan melalui pembelajaran yang baik (best practices) antara lain melalui peningkatan sinkronisasi, kolaborasi dan integrasi lintas program, lintas sektor serta antara pusat dan daerah. Peningkatan alokasi DAK perlu diiringi dengan optimalisasi pemanfaatan hasil sehingga semakin mendukung pembangunan kesehatan di daerah. Hambatan administratif dalam penyerapan anggaran DAK agar diantisipasi dan dicarikan solusinya dimasing-masing daerah.