INSTRUMENT STRATEGI MORAL HAZARD PADA BANK SYARIAH DI INDONESIA TERHADAP PRODUK MUDHARABAH
Berdasarkan data bahwa minimnya implementasi produk berbasis bagi hasil, yaitu pembiayaan mudharabah dan musyarakah jika dibandingkan dengan produk lain bank syariah seperti produk murabahah, ijarah, istisna dan qardh. Bukti menunjukkan besarnya kontrak pembiayaan mudharabah per juni 2014 yang tercatat kontrak dan pada juni 2015 mengalami peningkatan yang sangat kecil yaitu kontrak, kontrak ini sangat jauh berbeda jika di bandingkan dengan kontrak pembiayaan murabahah yang pada pada tahun 2015 jumlah kontraknya mencapai kontrak.
FENOMENA : 1.Penyebab dari rendahnya implementasi pembiayaan mudharabah (bagi hasil) pada perbankan syariah adalah karena tingginya risiko dari calon pengelola dana karena moral hazard 2.Karena kurangnya kesiapan sumber daya manusia di perbankan syariah 3.Karena adanya pandangan sinis terhadap perbankan Islam karena dalam penyelenggaraan transaksinya justru bertentangan dengan konsep 4.Karena minimnya pemahaman tentang mekanisme transaksi keuangan syariah dan dipupuk dengan rasa acuh untuk berusaha memahami mekanisme syariah, pada akhirnya akan menghasilkan sebuah simpulan masyarakat bahwa ternyata praktik perbankan syariah tidak berbeda dengan konvensional
TUJUAN : 1.Untuk meminimalisir rendahnya tingkat moral hazard bagi dalam kontrak mudharabah 2.Untuk meningkatkan jumlah minat kintrak mudaharabah bagi investor
METODOLOGI Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif yang berdasarkan pada pendekatan interpretif. Interpretive pardigm merupakan cara pandang yang bertumpuh pada tujuan untuk memahami dan menjelaskan dunia sosial dari kaca mata sumber daya manusia yang terlibat di dalamnya.
KESIMPULAN 1.Dalam setiap pengajuan setiap anggota dituntut adalah nasabah yang dapat dipercaya karena pembiayaan mudharabah adalah pembiayaan yang hanya bersifat kepercayaan, sehingga karakter, watak dan kejujuran adalah modal utama bagi seorang nasabah. 2.Usaha dari si nasabah juga perlu mendapat perhatian khusus, secara syariat usaha yang baru buka juga bisa mendapatkan pembiayaan, tapi untk meminimalisir resiko maka bank memilih usaha yang sudah berkembang karena pendapatan tiap bulan sedikit banyak sudah diketahui, 3.Agaar selalu menjadi bahan pertimbangan tentang 6C (character, capasity, capital, commitmen, dan collateral, constraint), 4.pengawasan atau monitoring sangat diperlukan untuk meminimalisir resiko moral hazard yang timbul dari pembiayaan mudharabah, bank dapat melihat pencatatan laporan keuangan usaha seperti melihat debet dankreditnya (on desk monitoring), arus kas haruslah transparan, sehingga nasabah dituntut untuk jujur karena bank akan selalu mengawasi dan survey langsung ke lokasi (on site monitoring)dan bertanya kepada karyawan usaha nasabah.