MATERI KULIAH KIMIA DASAR DAFTAR ISI Bab I. Stoikiometri A. Hukum-Hukum Dasar Ilmu Kimia B. Massa Atom Dan Massa Rumus C. Konsep Mol D. Persamaan ReaksiHukum-Hukum.

Slides:



Advertisements
Presentasi serupa
KESETIMBANGAN KIMIA Erni Sulistiana, s.Pd., M.P. KELAS XI SEMESTER 1
Advertisements

TATA NAMA SENYAWA DAN PERSAMAAN REAKSI SEDERHANA
KESETIMBANGAN KIMIA SMA NEGERI 1 BANGKALAN.
TIM DOSEN KIMIA DASAR FTP UB 2012
LAJU REAKSI KONSEP LAJU REAKSI
KESETIMBANGAN KIMIA Indriana Lestari.
Konsep asam basa Indriana Lestari.
Standar kompetensi 3. Memahami kinetika reaksi, kesetimbangan kimia, dan faktor-faktor yang Mempengaruhinya, serta penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.
Pertemuan <<10>> <<LARUTAN>>
ASAM BASA Teori asam basa Arrhenius
KIMIA DASAR II. STOIKIOMETERI.
PRINSIP – PRINSIP KESETIMBANGAN KIMIA
Saron L. Donuata XII B (15) SMK Kehutanan Negeri Makassar ©2014
TERMOKIMIA PENGERTIAN
STOIKIOMETRI STOIKIOMETRI adalah cabang ilmu kimia yang mempelajari
KESETIMBANGAN LARUTAN
Penentuan ΔH reaksi melalui:
Bab 3 Stoikiometri.
STOIKIOMETRI.
ELEKTROKIMIA Kimia SMK
KESETIMBANGAN LARUTAN
KESETIMBANGAN LARUTAN
APLIKASI STOIKIOMETRI
KELAS XII SEMESTER 1 SMKN 7 BANDUNG
?????… …. LARUTAN.
Larutan.
KESETIMBANGAN KIMIA.
KESETIMBANGAN REAKSI Kimia SMK
ELEKTROKIMIA.
KIMIA KESEHATAN KELAS XI SEMESTER 4
Faktor – faktor yang Mempengaruhinya
UJIAN NASIONAL KIMIA SMA/MA UJIAN NASIONAL KIMIA SMA/MA
KESETIMBANGAN KIMIA.
TERMOKIMIA.
Mencari Kc Dalam bejana 1 L dimasukkan 5 mol HI yang terurai menurut reaksi : 2HI (g) H2 (g) + I2 (g) Jika dalam kesetimbangan masih ada 1 mol HI, maka.
KESETIMBANGAN KIMIA.
LARUTAN ELEKTROLIT DAN REAKSI REDOKS
TERMOKIMIA KOMPETENSI MATERI REFERENSI UJI KOMPETENSI BAHAN AJAR KIMIA
Materi Dua : STOIKIOMETRI.
TERMODINAMIKA Termodinamika dalam arti luas adalah pengkajian hubungan kuantitatif antara kalor dan bentuk lain energi, seperti energi yang dikaitkan.
Universitas Wahidm Hasyim Semarang
( Ar, Mr, massa, volume, bil avogadro, pereaksi pembatas)
OLEH TIM DOSEN KIMIA DASAR FTP UB
RINGKASAN MATERI KIMIA
Tim Dosen Pengampu MK Kimia Dasar FTP-UB
STOIKIOMETRI STOIKIOMETRI adalah cabang ilmu kimia yang mempelajari
BAB I STOIKIOMETRI STOIKIOMETRI adalah cabang ilmu kimia yang mempelajari hubungan kuantitatif dari komposisi zat-zat kimia dan reaksi-reaksinya. HUKUM-HUKUM.
BAB LARUTAN.
DASAR-DASAR TEORITIS ANALISIS KUALITATIF.
STOIKIOMETRI KIMIA M. NURISSALAM.
DASAR-DASAR TEORITIS ANALISIS KUALITATIF.
KIMIA ANALISIS SENYAWA APA ? 2. ANALISIS KUANTITATIF
Hukum Dasar kimia Hukum Boyle (1662) P1V1 = P2V2
Nama : Ahmad Aprianto Kelas : XII Animasi
( Ar, Mr, massa, volume, bil avogadro, pereaksi pembatas)
Kimia Dasar STOIKIOMETRI.
KESETIMBANGAN KIMIA.
KELAS XII SEMESTER 2 SMK MUHAMMADIYAH 3 METRO
MATERI KULIAH KIMIA DASAR
Materi Dua : STOIKIOMETRI.
MODUL KIMIA X SEMESTER 1.
KIMIA DASAR MULYAZMI.
Bab 15 Kesetimbangan Kimia.
MATERI KULIAH KIMIA DASAR
STOIKIOMETRI STOIKIOMETRI adalah cabang ilmu kimia yang mempelajari
LARUTAN A. Pendahuluan LARUTAN adalah campuran homogen dua zat atau lebih yang saling melarutkan dan masing-masing zat penyusunnya tidak dapat dibedakan.
TERMOKIMIA MATERI PEMBELAJARAN PERTEMUAN 1. Pendahuluan Termokimia adalah cabang ilmu kimia yang mempelajari panas atau kalor.
Kelarutan (s)  Kelarutan (solubility) adalah jumlah maksimum suatu zat yang dapat larut dalam suatu pelarut.  Satuan kelarutan umumnya dinyatakan dalam.
TERMOKIMIA. PENGERTIAN Termokimia adalah cabang dari ilmu kimia yang mempelajari hubungan antara reaksi dengan panas. HAL-HAL YANG DIPELAJARI Perubahan.
DIANA ANDRIANI MM., MT1 KIMIA DASAR III. TERMOKIMIA.
Transcript presentasi:

MATERI KULIAH KIMIA DASAR DAFTAR ISI Bab I. Stoikiometri A. Hukum-Hukum Dasar Ilmu Kimia B. Massa Atom Dan Massa Rumus C. Konsep Mol D. Persamaan ReaksiHukum-Hukum Dasar Ilmu KimiaMassa Atom Dan Massa RumusKonsep MolPersamaan Reaksi Bab II. Hitungan Kimia Hitungan KimiaHitungan Kimia Bab III. Termokimia A. Reaksi Eksoterm Dan Rekasi Endoterm B. Perubahan Entalpi C. Penentuan Perubahan Entalpi dan Hukum Hess D. Energi-Energi Dan Ikatan KimiaReaksi Eksoterm Dan Rekasi EndotermPerubahan EntalpiPenentuan Perubahan Entalpi dan Hukum HessEnergi-Energi Dan Ikatan Kimia

Bab IV. Sistem Koloid A. Sistem Dispers Dan Jenis Koloid B. Sifat-Sifat Koloid C. Elektroforesis Dan Dialisis D. Pembuatan Koloid Bab V. Kecepatan Reaksi A. Konsentrasi Dan Kecepatan Reaksi B. Orde Reaksi C. Teori Tumbukan Dan Keadaan Transisi D. Tahap Menuju Kecepatan Reaksi E. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kecepatan Reaksi Bab VI. Kesetimbangan Kimia A. Keadaan Kesetimbangan B. Hukum Kesetimbangan C. Pergeseran Kesetimbangan D. Pengaruh Katalisator Terhadap Kesetimbangan Dan Hubungan Antara Harga Kc Dengan Kp E. Kesetimbangan Disosiasi Bab VII. Larutan A. Larutan B. Konsentrasi Larutan Sistem Dispers Dan Jenis KoloidSifat-Sifat KoloidElektroforesis Dan DialisisPembuatan KoloidKonsentrasi Dan Kecepatan ReaksiOrde ReaksiTeori Tumbukan Dan Keadaan TransisiTahap Menuju Kecepatan ReaksiFaktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kecepatan ReaksiKeadaan KesetimbanganHukum KesetimbanganPergeseran KesetimbanganPengaruh Katalisator Terhadap Kesetimbangan Dan Hubungan AntaraHarga Kc Dengan KpKesetimbangan DisosiasiLarutanKonsentrasi LarutanSistem Dispers Dan Jenis KoloidSifat-Sifat KoloidElektroforesis Dan DialisisPembuatan KoloidKonsentrasi Dan Kecepatan ReaksiOrde ReaksiTeori Tumbukan Dan Keadaan TransisiTahap Menuju Kecepatan ReaksiFaktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kecepatan ReaksiKeadaan KesetimbanganHukum KesetimbanganPergeseran KesetimbanganPengaruh Katalisator Terhadap Kesetimbangan Dan Hubungan AntaraHarga Kc Dengan KpKesetimbangan DisosiasiLarutanKonsentrasi Larutan

Bab VIII. Eksponen Hidrogen A. Pendahuluan B. Menyatakan pH Larutan Asam C. Menyatakan pH Larutan Basa D. Larutan Buffer (penyangga) E. Hidrolisis F. Garam Yang Terbentuk Dari Asam Kuat Dan Basa Lemah G. Garam Yang Terbentuk Dari Asam Lemah Dan Basa KuatPendahuluanMenyatakan pH Larutan AsamMenyatakan pH Larutan BasaLarutan Buffer (penyangga)HidrolisisGaram Yang Terbentuk Dari Asam Kuat Dan Basa LemahGaram Yang Terbentuk Dari Asam Lemah Dan Basa Kuat Bab IX. Teori Asam-Basa Dan Stokiometri Larutan A. Teori Asam Basa B. Stokiometri LarutanTeori Asam BasaStokiometri Larutan Bab X. Zat Radioaktif A. Keradioaktifan Alam B. Keradioaktifan Buatan, Rumus Dan RingkasanKeradioaktifan AlamKeradioaktifan Buatan, Rumus Dan Ringkasan Bab XI. Kimia Lingkungan Kimia LingkunganKimia Lingkungan Bab XII. Kimia Terapan Dan Terpakai Kimia Terapan Dan TerpakaiKimia Terapan Dan Terpakai

Bab XIII. Sifat Koligatif Larutan A. Sifat Koligatif Larutan Non Elektrolit B. Penurunan Tekanan Uap jenuh Dan Kenaikkan Titik DidihSifat Koligatif Larutan Non ElektrolitPenurunan Tekanan Uap jenuh Dan Kenaikkan Titik C. Penurunan Titik Beku Dan Tekanan Osmotik D. Sifat Koligatif Larutan ElektrolitPenurunan Titik Beku Dan Tekanan OsmotikSifat Koligatif Larutan Elektrolit Bab XIV. Hasil Kali Kelarutan A. Pengertian Dasar B. Kelarutan C. Mengendapkan ElektrolitPengertian DasarKelarutanMengendapkan Elektrolit Bab XV. Reaksi Redoks Dan Elektrokimia A. Oksidasi - Reduksi B. Konsep Bilangan Oksidasi C. Langkah-Langkah Reaksi Redoks D. Penyetaraan Persamaan Reaksi Redoks E. Elektrokimia F. Sel Volta G. Potensial Elektroda H. Korosi I. Elektrolisis J. Hukum Faraday.Oksidasi - ReduksiKonsep Bilangan OksidasiLangkah-Langkah Reaksi RedoksPenyetaraan Persamaan Reaksi RedoksElektrokimiaSel VoltaPotensial ElektrodaKorosiElektrolisisHukum Faraday

Bab XVI. Struktur Atom A. Pengertian Dasar B. Model Atom C. Bilangan-Bilangan Kuantum D. Konfigurasi ElektronPengertian DasarModel AtomBilangan-Bilangan KuantumKonfigurasi Elektron Bab XVII. Sistem Periodik Unsur-Unsur Sistem Periodik Unsur-UnsurSistem Periodik Unsur-Unsur Bab XVIII. Ikatan Kimia A. Peranan Elektron Dalam Ikatan Kimia B. Ikatan ion = Elektrovalen = Heteropolar C. Ikatan Kovalen = Homopolar D. Ikatan Kovalen Koordinasi = Semipolar E. Ikatan Logam, Hidrogen, Van Der Walls F. Bentuk MolekulPeranan Elektron Dalam Ikatan KimiaIkatan ion = Elektrovalen = HeteropolarIkatan Kovalen = HomopolarIkatan Kovalen Koordinasi = SemipolarIkatan Logam, Hidrogen, Van Der WallsBentuk Molekul

Bab XIX. Hidrokarbon A. Hidrokarbon termasuk senyawa karbon B. Kekhasan atom karbon C. Klasifikasi hidrokarbon D. Alkana E. Isomer alkana F. Tata nama alkana G. Alkena H. Alkuna I. Beberapa hidrokarbon lainHidrokarbon termasuk senyawa karbonKekhasan atom karbonKlasifikasi hidrokarbonAlkanaIsomer alkanaTata nama alkanaAlkenaAlkunaBeberapa hidrokarbon lain Bab XX. Gas Mulia Unsur-Unsur Gas MuliaUnsur-Unsur Gas Mulia Bab XXI. Unsur-Unsur Halogen A. Sifat Halogen B. Sifat Fisika Dan Sifat Kimia Unsur Halogen C. Hidrogen, Klor, Brom Dan IodiumSifat HalogenSifat Fisika Dan Sifat Kimia Unsur HalogenHidrogen, Klor, Brom Dan Iodium Bab XXII. Unsur-Unsur Alkali A. Sifat Golongan Unsur Alkali B. Sifat Fisika Dan Kimia C. Pembuatan Logam AlkaliSifat Golongan Unsur AlkaliSifat Fisika Dan KimiaPembuatan Logam Alkali

Bab XXIII. Unsur-Unsur Alkali Tanah A. Sifat Golongan Unsur Alkali Tanah B. Sifat Fisika Dan Kimia Unsur Alkali Tanah C. Kelarutan Unsur Alkali Tanah D. Pembuatan Logam Alkali Tanah E. Kesadahan.Sifat Golongan Unsur Alkali TanahSifat Fisika Dan Kimia Unsur Alkali TanahKelarutan Unsur Alkali TanahPembuatan Logam Alkali TanahKesadahan Bab XXIV. Unsur-Unsur Periode Ketiga Sifat-Sifat Periodik, Fisika Dan Kimia Sifat-Sifat Periodik, Fisika Dan Kimia Bab XXV. Unsur-Unsur Transisi Periode Keempat A. Pengertian Unsur Transisi B. Sifat Periodik C. Sifat Fisika Dan Kimia D. Sifat Reaksi Dari Senyawa-Senyawa Krom Dan Mangan E. Unsur-Unsur Transisi Dan Ion KompleksPengertian Unsur TransisiSifat PeriodikSifat Fisika Dan KimiaSifat Reaksi Dari Senyawa-Senyawa Krom Dan ManganUnsur-Unsur Transisi Dan Ion Kompleks Bab XXVI. Gas Hidrogen A. Sifat Fisika Dan Kimia B. PembuatanSifat Fisika Dan KimiaPembuatan

BAB I STOIKIOMETRI STOIKIOMETRI adalah cabang ilmu kimia yang mempelajari hubungan kuantitatif dari komposisi zat-zat kimia dan reaksi-reaksinya. HUKUM-HUKUM DASAR ILMU KIMIA 1. HUKUM KEKEKALAN MASSA = HUKUM LAVOISIER "Massa zat-zat sebelum dan sesudah reaksi adalah tetap". Contoh: hidrogen + oksigen hidrogen oksida (4g) (32g) (36g) 2. HUKUM PERBANDINGAN TETAP = HUKUM PROUST "Perbandingan massa unsur-unsur dalam tiap-tiap senyawa adalah tetap"

Contoh: a. Pada senyawa NH3 : massa N : massa H = 1 Ar. N : 3 Ar. H = 1 (14) : 3 (1) = 14 : 3 b. Pada senyawa SO3 : massa S : massa 0 = 1 Ar. S : 3 Ar. O = 1 (32) : 3 (16) = 32 : 48 = 2 : 3 Keuntungan dari hukum Proust: bila diketahui massa suatu senyawa atau massa salah satu unsur yang membentuk senyawa tersebut make massa unsur lainnya dapat diketahui. Contoh: Berapa kadar C dalam 50 gram CaCO3 ? (Ar: C = 12; 0 = 16; Ca=40) Massa C = (Ar C / Mr CaCO3) x massa CaCO3 = 12/100 x 50 gram = 6 gram Kadar C = massa C / massa CaCO3 x 100% = 6/50 x 100 % = 12%

3.HUKUM PERBANDINGAN BERGANDA = HUKUM DALTON "Bila dua buah unsur dapat membentuk dua atau lebih senyawa untuk massa salah satu unsur yang sama banyaknya maka perbandingan massa unsur kedua akan berbanding sebagai bilangan bulat dan sederhana". Contoh: Bila unsur Nitrogen den oksigen disenyawakan dapat terbentuk, NO dimana massa N : 0 = 14 : 16 = 7 : 8 NO 2 dimana massa N : 0 = 14 : 32 = 7 : 16 Untuk massa Nitrogen yang same banyaknya maka perbandingan massa Oksigen pada senyawa NO : NO2 = 8 :16 = 1 : 2 4. HUKUM-HUKUM GAS Untuk gas ideal berlaku persamaan : PV = nRT dimana: P = tekanan gas (atmosfir) V = volume gas (liter) n = mol gas R = tetapan gas universal = lt.atm/mol Kelvin T = suhu mutlak (Kelvin)

Perubahan-perubahan dari P, V dan T dari keadaan 1 ke keadaan 2 dengan kondisi-kondisi tertentu dicerminkan dengan hukum-hukum berikut: a. HUKUM BOYLE Hukum ini diturunkan dari persamaan keadaan gas ideal dengan n1 = n2 dan T1 = T2 ; sehingga diperoleh : P1 V1 = P2 V2 Contoh: Berapa tekanan dari 0 5 mol O2 dengan volume 10 liter jika pada temperatur tersebut 0.5 mol NH3 mempunyai volume 5 liter den tekanan 2 atmosfir ? Jawab: P1 V1 = P2 V2 2.5 = P2. 10  P2 = 1 atmosfir b. HUKUM GAY-LUSSAC "Volume gas-gas yang bereaksi den volume gas-gas hasil reaksi bile diukur pada suhu dan tekanan yang sama, akan berbanding sebagai bilangan bulat den sederhana". Jadi untuk: P1 = P2 dan T1 = T2 berlaku : V1 / V2 = n1 / n2

Contoh: Hitunglah massa dari 10 liter gas nitrogen (N2) jika pada kondisi tersebut 1 liter gas hidrogen (H2) massanya 0.1 g. Diketahui: Ar untuk H = 1 dan N = 14 Jawab: V1/V2 = n1/n2  10/1 = (x/28) / (0.1/2)  x = 14 gram Jadi massa gas nitrogen = 14 gram. c. HUKUM BOYLE-GAY LUSSAC Hukum ini merupakan perluasan hukum terdahulu den diturukan dengan keadaan harga n = n2 sehingga diperoleh persamaan: P1. V1 / T1 = P2. V2 / T2 d. HUKUM AVOGADRO "Pada suhu dan tekanan yang sama, gas-gas yang volumenya sama mengandung jumlah mol yang sama. Dari pernyataan ini ditentukan bahwa pada keadaan STP (0o C 1 atm) 1 mol setiap gas volumenya 22.4 liter volume ini disebut sebagai volume molar gas. Contoh: Berapa volume 8.5 gram amoniak (NH3) pada suhu 27o C dan tekanan 1 atm ? (Ar: H = 1 ; N = 14)

Jawab: 85 g amoniak = 17 mol = 0.5 mol Volume amoniak (STP) = 0.5 x 22.4 = 11.2 liter Berdasarkan persamaan Boyle-Gay Lussac: P1. V1 / T1 = P2. V2 / T2 1 x / 273 = 1 x V2 / ( )  V2 = liter B. MASSA ATOM DAN MASSA RUMUS 1.Massa Atom Relatif (Ar) merupakan perbandingan antara massa 1 atom dengan 1/12 massa 1 atom karbon Massa Molekul Relatif (Mr) merupakan perbandingan antara massa 1 molekul senyawa dengan 1/12 massa 1 atom karbon 12. Massa molekul relatif (Mr) suatu senyawa merupakan penjumlahan dari massa atom unsur-unsur penyusunnya. Contoh: Jika Ar untuk X = 10 dan Y = 50 berapakah Mr senyawa X2Y4 ? Jawab: Mr X2Y4 = 2 x Ar. X + 4 x Ar. Y = (2 x 10) + (4 x 50) = 220

C. KONSEP MOL 1 mol adalah satuan bilangan kimia yang jumlah atom-atomnya atau molekul-molekulnya sebesar bilangan Avogadro dan massanya = M r senyawa itu. Jika bilangan Avogadro = L maka : L = x mol atom = L buah atom, massanya = Ar atom tersebut. 1 mol molekul = L buah molekul massanya = Mr molekul tersehut. Massa 1 mol zat disebut sebagai massa molar zat Contoh: Berapa molekul yang terdapat dalam 20 gram NaOH ? Jawab: Mr NaOH = = 40 mol NaOH = massa / Mr = 20 / 40 = 0.5 mol Banyaknya molekul NaOH = 0.5 L = 0.5 x x 1023 = 3.01 x 1023 molekul.

D. PERSAMAAN REAKSI PERSAMAAN REAKSI MEMPUNYAI SIFAT 1. Jenis unsur-unsur sebelum dan sesudah reaksi selalu sama 2. Jumlah masing-masing atom sebelum dan sesudah reaksi selalu sama 3. Perbandingan koefisien reaksi menyatakan perbandingan mol (khusus yang berwujud gas perbandingan koefisien juga menyatakan perbandingan volume asalkan suhu den tekanannya sama) Contoh: Tentukanlah koefisien reaksi dari HNO3 (aq) + H2S (g)  NO (g) + S (s) + H2O (l) Cara yang termudah untuk menentukan koefisien reaksinya adalah dengan memisalkan koefisiennya masing-masing a, b, c, d dan e sehingga: a HNO3 + b H2S c NO + d S + e H2O Berdasarkan reaksi di atas maka atom N : a = c (sebelum dan sesudah reaksi) atom O : 3a = c + e 3a = a + e e = 2a atom H : a + 2b = 2e = 2(2a) = 4a ; 2b = 3a ; b = 3/2 a atom S : b = d = 3/2 a Maka agar terselesaikan kita ambil sembarang harga misalnya a = 2 berarti: b = d = 3, dan e = 4 sehingga persamaan reaksinya : 2 HNO3 + 3 H2S 2 NO + 3 S + 4 H2O

BAB II HITUNGAN KIMIA Hitungan kimia adalah cara-cara perhitungan yang berorientasi pada hukum-hukum dasar ilmu kimia. Dalam hal ini akan diberikan bermacam-macam contoh soal hitungan kimia beserta pembahasanya. Contoh-contoh soal : 1.Berapa persen kadar kalsium (Ca) dalam kalsium karbonat ? (Ar: C = 12 ; O= 16 ; Ca=40) Jawab : 1 mol CaCO 3, mengandung 1 mol Ca + 1 mol C + 3 mol O Mr CaCO 3 = = 100 Jadi kadar kalsium dalam CaCO3 = 40/100 x 100% = 40% 2. Sebanyak 5.4 gram logam alumunium (Ar = 27) direaksikan dengan asam klorida encer berlebih sesuai reaksi : 2 Al (s) + 6 HCl (aq) 2 AlCl 3 (aq) + 3 H2 (g) Berapa gram aluminium klorida dan berapa liter gas hidrogen yang dihasilkan pada kondisi standar ?

Jawab: Dari persamaan reaksi dapat dinyatakan 2 mol Al x 2 mol AlCl 3 3 mol H2 5.4 gram Al = 5.4/27 = 0.2 mol Jadi: AlCl 3 yang terbentuk = 0.2 x Mr AlCl 3 = 0.2 x = 26.7 gram Volume gas H2 yang dihasilkan (0 o C, 1 atm) = 3/2 x 0.2 x 2 = 0,6 liter 3. Suatu bijih besi mengandung 80% Fe2O3 (Ar: Fe=56; O=16). Oksida ini direduksi dengan gas CO sehingga dihasilkan besi. Berapa ton bijih besi diperlukan untuk membuat 224 ton besi ? Jawab: 1 mol Fe2O3 mengandung 2 mol Fe maka : massa Fe2O3 = ( Mr Fe2O3/2 Ar Fe ) x massa Fe = (160/112) x 224 = 320 ton Jadi bijih besi yang diperlukan = (100 / 80) x 320 ton = 400 ton 4. Untuk menentukan air kristal tembaga sulfat gram garam tersebut dipanaskan sampai semua air kristalnya menguap. Setelah pemanasan massa garam tersebut menjadi gram. Berapa banyak air kristal yang terkandung dalam garam tersebut ?

Jawab : misalkan rumus garamnya adalah CuSO4. xH2O CuSO4. xH2O CuSO4 + xH2O gram CuSO4. xH2O = x mol gram CuSO4 = mol = 1 mol menurut persamaan reaksi di atas dapat dinyatakan bahwa: banyaknya mol CuS04. xH2O = mol CuSO4; sehingga persamaannya 24.95/ ( x) = 1 x = 9 Jadi rumus garamnya adalah CuS04. 9H2O Rumus Empiris dan Rumus Molekul Rumus empiris adalah rumus yang paling sederhana dari suatu senyawa. Rumus ini hanya menyatakan perbandingan jumlah atom-atom yang terdapat dalam molekul. Rumus empiris suatu senyawa dapat ditentukan apabila diketahui salah satu: - massa dan Ar masing-masing unsurnya - % massa dan Ar masing-masing unsurnya - perbandingan massa dan Ar masing-masing unsurnya Rumus molekul: bila rumus empirisnya sudah diketahui dan Mr juga diketahui maka rumus molekulnya dapat ditentukan

Contoh 1: Suatu senyawa C den H mengandung 6 gram C dan 1 gram H. Tentukanlah rumus empiris dan rumus molekul senyawa tersebut bila diketahui Mr nya = 28 ! Jawab: mol C : mol H = 6/12 : 1/1 = 1/2 : 1 = 1 : 2 Jadi rumus empirisnya: (CH2)n Bila Mr senyawa tersebut = 28 maka: 12n + 2n = 28 14n = 28 n = 2 Jadi rumus molekulnya : (CH2)2 = C2H4 Contoh 2: Untuk mengoksidasi 20 ml suatu hidrokarbon (CxHy) dalam keadaan gas diperlukan oksigen sebanyak 100 ml dan dihasilkan CO2 sebanyak 60 ml. Tentukan rumus molekul hidrokarbon tersebut ! Jawab: Persamaan reaksi pembakaran hidrokarbon secara umum CxHy (g) + (x + 1/4 y) O2 (g) x CO2 (g) + 1/2 y H2O (l) Koefisien reaksi menunjukkan perbandingan mol zat-zat yang terlibat dalam reaksi. Menurut Gay Lussac gas-gas pada p, t yang sama, jumlah mol berbanding lurus dengan volumenya

Maka: atau: 1 : 3 = 1 : x  x = 3 1 : 5 = 1 : (x + 1/4y) y = 8 Jadi rumus hidrokarbon tersebut adalah : C3H8 mol CxHy mol O2 : mol CO2 = 1 (x + 1/4y) : x =1 (x + 1/4y) : x 153=1 (x + 1/4y) : x

BAB III TERMOKIMIA A. Reaksi Eksoterm Dan Endoterm 1. Reaksi Eksoterm Pada reaksi eksoterm terjadi perpindahan kalor dari sistem ke lingkungan atau pada reaksi tersebut dikeluarkan panas. Pada reaksi eksoterm harga ΔH = ( - ) Contoh : C(s) + O2(g) CO2(g) kJ ; ΔH = kJ 2.Reaksi Endoterm Pada reaksi endoterm terjadi perpindahan kalor dari lingkungan ke sistem atau pada reaksi tersebut dibutuhkan panas. Pada reaksi endoterm harga ΔH = ( + ) Contoh : CaCO3(s) CaO(s) + CO2(g) kJ ; ΔH = kJ

B. Perubahan Entalpi Entalpi = H = Kalor reaksi pada tekanan tetap = Qp Perubahan entalpi adalah perubahan energi yang menyertai peristiwa perubahan kimia pada tekanan tetap. a. Pemutusan ikatan membutuhkan energi (= endoterm) Contoh: H2 2H - a kJ ; ∆H= +akJ b. Pembentukan ikatan memberikan energi (= eksoterm) Contoh: 2H H2 + a kJ ; ∆H = -a kJ Istilah yang digunakan pada perubahan entalpi : 1.Entalpi Pembentakan Standar (∆Hf ): ∆H untak membentuk 1 mol persenyawaan langsung dari unsur- unsurnya yang diukur pada 298 K dan tekanan 1 atm. Contoh: H2(g) + 1/2 O2(g) H20 (l) ; ∆Hf = kJ 2.Entalpi Penguraian: ∆H dari penguraian 1 mol persenyawaan langsung menjadi unsur- unsurnya (= Kebalikan dari ∆H pembentukan). Contoh: H2O (l) H2(g) + 1/2 O2(g) ; ∆H = kJ

3.Entalpi Pembakaran Standar (∆Hc ): ∆H untuk membakar 1 mol persenyawaan dengan O 2 dari udara yang diukur pada 298 K dan tekanan 1 atm. Contoh: CH 4 (g) + 2O 2 (g) CO 2 (g) + 2H 2 O(l) ; ∆Hc = -802 kJ 4.Entalpi Reaksi: ∆H dari suatu persamaan reaksi di mana zat-zat yang terdapat dalam persamaan reaksi dinyatakan dalam satuan mol dan koefisien-koefisien persamaan reaksi bulat sederhana. Contoh: 2Al + 3H 2 SO 4 Al 2 (SO 4 ) 3 + 3H 2 ; ∆H = kJ 5.Entalpi Netralisasi: ∆H yang dihasilkan (selalu eksoterm) pada reaksi penetralan asam atau basa. Contoh: NaOH(aq) + HCl(aq) NaCl(aq) + H 2 O(l) ; ∆H = kJ/mol

6.Hukum Lavoisier-Laplace "Jumlah kalor yang dilepaskan pada pembentukan 1 mol zat dari unsur-unsurya = jumlah kalor yang diperlukan untuk menguraikan zat tersebut menjadi unsur-unsur pembentuknya." Artinya : Apabila reaksi dibalik maka tanda kalor yang terbentuk juga dibalik dari positif menjadi negatif atau sebaliknya Contoh: N2(g) + 3H2(g) 2NH3(g) ; ∆H = kJ 2NH3(g) N2(g) + 3H2(g) ; ∆H = kJ C. Penentuan Perubahan Entalpi Dan Hukum Hess 1. Penentuan Perubahan Entalpi Untuk menentukan perubahan entalpi pada suatu reaksi kimia biasanya digunakan alat seperti kalorimeter, termometer dan sebagainya yang mungkin lebih sensitif. Perhitungan : ∆H reaksi = ∆ ; ∆Hfo produk - ∆ = ∆Hfo reaktan 2. Hukum Hess "Jumlah panas yang dibutuhkan atau dilepaskan pada suatu reaksi kimia tidak tergantung pada jalannya reaksi tetapi ditentukan oleh keadaan awal dan akhir."

Contoh: + Menurut Hukum Hess : x = y + z D. Energi-Energi Dan Ikatan Kimia Reaksi kimia merupakan proses pemutusan dan pembentukan ikatan. Proses ini selalu disertai perubahan energi. Energi yang dibutuhkan untuk memutuskan ikatan kimia, sehingga membentuk radikal-radikal bebas disebut energi ikatan. Untuk molekul kompleks, energi yang dibutuhkan untuk memecah molekul itu sehingga membentuk atom-atom bebas disebut energi atomisasi. C(s) + O2(g) ∆ CO2(g) ; ∆ H = x kJ ∆ 1 tahap C(s) + 1/2 02(g) ∆ CO(g) ∆ CO(g) ; ∆ H = y kJ ∆ 2 tahap CO(g) + 1/2 O2(g) ∆ CO2(g) ; ∆ H = z kJ ∆ 2 tahap C(s) + O2(g)  CO2(g) ;  H = y + z kJ

Harga energi atomisasi ini merupakan jumlah energi ikatan atom-atom dalam molekul tersebut. Untuk molekul kovalen yang terdiri dari dua atom seperti H2, 02, N2 atau HI yang mempunyai satu ikatan maka energi atomisasi sama dengan energi ikatan Energi atomisasi suatu senyawa dapat ditentukan dengan cara pertolongan entalpi pembentukan senyawa tersebut. Secara matematis hal tersebut dapat dijabarkan dengan persamaan : Contoh: Diketahui : energi ikatan C - H = 414,5 kJ/Mol C = C = 612,4 kJ/mol C - C = 346,9 kJ/mol H - H = 436,8 kJ/mol Ditanya: ∆H reaksi = C2H4(g) + H2(g) C2H6(g) ∆H reaksi = ∆ energi pemutusan ikatan - ∆ energi pembentukan ikatan = ∆ energi ikatan di kiri - ∆ energi ikatan di kanan

Jawab: ∆H reaksi = Jumlah energi pemutusan ikatan - Jumlah energi pembentukan ikatan pembentukan ikatan = (4(C-H) + (C=C) + (H-H)) - (6(C-H) + (C-C)) = ((C=C) + (H-H)) - (2(C-H) + (C-C)) = ( ) - (2 x ) = - 126,7 kJ = (4(C-H) + (C=C) + (H-H)) - (6(C-H) + (C-C)) = ((C=C) + (H-H)) - (2(C-H) + (C-C)) = ( ) - (2 x ) = - 126,7 kJ

BAB IV SISTEM KOLOID A. SISTEM DISPERS DAN SISTEM KOLOID 1.SISTEM DISPERS a. Dispersi kasar (suspensi) : partikel zat yang didispersikan berukuran lebih besar dari 100 nm. b. Dispersi koloid: partikel zat yang didispersikan berukuran antara 1 nm nm. c. Dispersi molekuler (larutan sejati) : partikel zat yang didispersikan berukuran lebih kecil dari 1 nm. Sistem koloid pada hakekatnya terdiri atas dua fase, yaitu fase terdispersi dan medium pendispersi. Zat yang didispersikan disebut fase terdispersi sedangkan medium yang digunakan untuk mendispersikan disebut medium pendispersi. 2. JENIS KOLOID Sistem koloid digolongkan berdasarkan pada jenis fase terdispersi dan medium pendispersinya. - koloid yang mengandung fase terdispersi padat disebut sol. - koloid yang mengandung fase terdispersi cair disebut emulsi. - koloid yang mengandung fase terdispersi gas disebut buih.

B. SIFAT-SIFAT KOLOID Sifat-sifat khas koloid meliputi : 1. Efek Tyndall Efek Tyndall adalah efek penghamburan cahaya oleh partikel koloid Gerak Brown Gerak Brown adalah gerak acak, gerak tidak beraturan dari partikel koloid. Koloid Fe(OH)3 bermuatan Koloid As2S3 bermuatan negatif positif karena permukaannya karena permukaannya menyerap menyerap ion H+ ion S2-

3. Adsorbsi Beberapa partikel koloid mempunyai sifat adsorbsi (penyerapan) terhadap partikel atau ion atau senyawa yang lain. Penyerapan pada permukaan ini disebut adsorbsi (harus dibedakan dari absorbsi yang artinya penyerapan sampai ke bawah permukaan). Contoh : (i) Koloid Fe(OH)3 bermuatan positif karena permukaannya menyerap ion H+. (ii) Koloid As2S3 bermuatan negatit karena permukaannya menyerap ion S2. 4. Koagulasi Koagulasi adalah penggumpalan partikel koloid dan membentuk endapan. Dengan terjadinya koagulasi, berarti zat terdispersi tidak lagi membentuk koloid. Koagulasi dapat terjadi secara fisik seperti pemanasan, pendinginan dan pengadukan atau secara kimia seperti penambahan elektrolit, pencampuran koloid yang berbeda muatan. 5. Koloid Liofil dan Koloid Liofob Koloid ini terjadi pada sol yaitu fase terdispersinya padatan dan medium pendispersinya cairan.

Koloid Liofil:sistem koloid yang affinitas fase terdispersinya besar terhadap medium pendispersinya. Contoh: sol kanji, agar-agar, lem, cat Koloid Liofob:sistem koloid yang affinitas fase terdispersinya kecil terhadap medium pendispersinya. Contoh: sol belerang, sol emas. C. ELEKTROFERISIS DAN DIALISIS 1.ELEKTROFERESIS Elektroferesis adalah peristiwa pergerakan partikel koloid yang bermuatan ke salah satu elektroda. Elektrotoresis dapat digunakan untuk mendeteksi muatan partikel koloid. Jika partikel koloid berkumpul di elektroda positif berarti koloid bermuatan negatif dan jika partikel koloid berkumpul di elektroda negatif berarti koloid bermuatan positif. Prinsip elektroforesis digunakan untuk membersihkan asap dalam suatu industri dengan alat Cottrell. 2. DIALISIS Dialisis adalah proses pemurnian partikel koloid dari muatan-muatan yang menempel pada permukaannya. Pada proses dialisis ini digunakan selaput semipermeabel.

D. PEMBUATAN KOLOID 1. Cara Kondensasi Cara kondensasi termasuk cara kimia. Kondensasi Prinsip : Partikel Molekular > Partikel Koloid Reaksi kimia untuk menghasilkan koloid meliputi : a.Reaksi Redoks 2 H2S(g) + SO2(aq) 3 S(s) + 2 H2O(l) b. Reaksi Hidrolisis FeCl3(aq) + 3 H2O(l) Fe(OH)3(s) + 3 HCl(aq) c.ReaksiSubstitusi 2 H3AsO3(aq) + 3 H2S(g) As2S3(s) + 6 H2O(l) d. Reaksi Penggaraman Beberapa sol garam yang sukar larut seperti AgCl, AgBr, PbI2, BaSO4 dapat membentuk partikel koloid dengan pereaksi yang encer. AgNO3(aq) (encer) + NaCl(aq) (encer) AgCl(s) + NaNO3(aq) (encer)

2.Cara Dispersi Prinsip : Partikel Besar > Partikel Koloid Cara dispersi dapat dilakukan dengan cara mekanik atau cara kimia: a. Cara Mekanik Cara ini dilakukan dari gumpalan partikel yang besar kemudian dihaluskan dengan cara penggerusan atau penggilingan. b. Cara Busur Bredig Cara ini digunakan untak membuat sol-sol logam. c. Cara Peptisasi Cara peptisasi adalah pembuatan koloid dari butir-butir kasar atau dari suatu endapan dengan bantuan suatu zat pemeptisasi (pemecah). Contoh: - Agar-agar dipeptisasi oleh air ; karet oleh bensin. - Endapan NiS dipeptisasi oleh H2S ; endapan Al(OH)3 oleh AlCl3

BAB V KECEPATAN REAKSI A. KONSENTRASI DAN KECEPATAN REAKSI Kecepatan reaksi adalah banyaknya mol/liter suatu zat yang dapat berubah menjadi zat lain dalam setiap satuan waktu. Untuk reaksi: aA + bB mM + nN maka kecepatan reaksinya adalah: 1 (dA) 1 d(B) 1 d(M) 1 d(N) V = = a dt b dt m dt n dt dimana: -1/a. d(A) /dt= rA= kecepatan reaksi zat A = pengurangan konsentrasi zat A per satuan wakru. -1/b. d(B) /dt= rB= kecepatan reaksi zat B = pengurangan konsentrasi zat B per satuan waktu. -1/m. d(M) /dt= rM= kecepatan reaksi zat M = penambahan konsentrasi zat M per satuan waktu. -1/n. d(N) /dt= rN= kecepatan reaksi zat N = penambahan konsentrasi zat N per satuan waktu.

Pada umumnya kecepatan reaksi akan besar bila konsentrasi pereaksi cukup besar. Dengan berkurangnya konsentrasi pereaksi sebagai akibat reaksi, maka akan berkurang pula kecepatannya. Secara umum kecepatan reaksi dapat dirumuskan sebagai berikut: V = k(A) x (B) y dimana: V = kecepatan reaksi k = tetapan laju reaksi x = orde reaksi terhadap zat A y = orde reaksi terhadap zat B (x + y) adalah orde reaksi keseluruhan (A) dan (B) adalah konsentrasi zat pereaksi. B. Orde Reaksi Orde reaksi adalah banyaknya faktor konsentrasi zat reaktan yang mempengaruhi kecepatan reaksi. Penentuan orde reaksi tidak dapat diturunkan dari persamaan reaksi tetapi hanya dapat ditentukan berdasarkan percobaan. Suatu reaksi yang diturunkan secara eksperimen dinyatakan dengan rumus kecepatan reaksi v = k (A) (B) 2

Contoh soal: Dari reaksi 2NO(g) + Br 2 (g) 2NOBr(g) dibuat percobaan dan diperoleh data sebagai berikut: No.(NO) mol/l(Br 2 ) mol/l Kecepatan Reaksi mol / 1 / detik Pertanyaan: a. Tentukan orde reaksinya ! b. Tentukan harga k (tetapan laju reaksi) !

Jawab: aPertama-tama kita misalkan rumus kecepatan reaksinya adalah V = k(NO) x (Br 2 ) y : jadi kita harus mencari nilai x den y. Untuk menentukan nilai x maka kita ambil data dimana konsentrasi terhadap Br2 tidak berubah, yaitu data (1) dan (4). Dari data ini terlihat konsentrasi NO naik 2 kali sedangkan kecepatan reaksinya naik 4 kali maka : 2 x = 4 x = 2 (reaksi orde 2 terhadap NO) Untuk menentukan nilai y maka kita ambil data dimana konsentrasi terhadap NO tidak berubah yaitu data (1) dan (2). Dari data ini terlihat konsentrasi Br 2 naik 2 kali, sedangkan kecepatan reaksinya naik 2 kali, maka : 2 y = 2 y = 1 (reaksi orde 1 terhadap Br 2 ) Jadi rumus kecepatan reaksinya : V = k(NO) 2 (Br 2 ) (reaksi orde 3) bUntuk menentukan nilai k cukup kita ambil salah satu data percobaan saja misalnya data (1), maka: V = k(NO) 2 (Br 2 ) 12 = k(0.1) 2 (0.1) k = 12 x 10 3 mol det -1

C. Teori Tumbukan Dan Teori Keadaan Transisi Teori tumbukan didasarkan atas teori kinetik gas yang mengamati tentang bagaimana suatu reaksi kimia dapat terjadi. Menurut teori tersebut kecepatan reaksi antara dua jenis molekul A dan B sama dengan jumiah tumbukan yang terjadi per satuan waktu antara kedua jenis molekul tersebut. Jumlah tumbukan yang terjadi persatuan waktu sebanding dengan konsentrasi A dan konsentrasi B. Jadi makin besar konsentrasi A dan konsentrasi B akan semakin besar pula jumlah tumbukan yang terjadi. TEORI TUMBUKAN INI TERNYATA MEMILIKI BEBERAPA KELEMAHAN, ANTARA LAIN : -tidak semua tumbukan menghasilkan reaksi sebab ada energi tertentu yang harus dilewati (disebut energi aktivasi = energi pengaktifan) untak dapat menghasilkan reaksi. Reaksi hanya akan terjadi bila energi tumbukannya lebih besar atau sama dengan energi pengaktifan (E a ). -molekul yang lebih rumit struktur ruangnya menghasilkan tumbukan yang tidak sama jumlahnya dibandingkan dengan molekul yang sederhana struktur ruangnya.

Teori tumbukan di atas diperbaiki oleh tcori keadaan transisi atau teori laju reaksi absolut. Dalam teori ini diandaikan bahwa ada suatu keadaan yang harus dilewati oleh molekul-molekul yang bereaksi dalam tujuannya menuju ke keadaan akhir (produk). Keadaan tersebut dinamakan keadaan transisi. Mekanisme reaksi keadaan transisi dapat ditulis sebagai berikut: A + B ; T* --> C + D dimana: - A dan B adalah molekul-molekul pereaksi - T* adalah molekul dalam keadaan transisi - C dan D adalah molekul-molekul hasil reaksi SECARA DIAGRAM KEADAAN TRANSISI INI DAPAT DINYATAKAN SESUAI KURVA BERIKUT

Dari diagram terlibat bahwa energi pengaktifan (Ea) merupakan energi keadaan awal sampai dengan energi keadaan transisi. Hal tersebut berarti bahwa molekul-molekul pereaksi harus memiliki energi paling sedikit sebesar energi pengaktifan (Ea) agar dapat mencapai keadaan transisi (T*) dan kemudian menjadi hasil reaksi (C + D). Catatan : energi pengaktifan (= energi aktivasi) adalah jumlah energi minimum yang dibutuhkan oleh molekul-molekul pereaksi agar dapat melangsungkan reaksi. D. Tahap Menuju Kecepatan Reaksi Dalam suatu reaksi kimia berlangsungnya suatu reaksi dari keadaan semula (awal) sampai keadaan akhir diperkirakan melalui beberapa tahap reaksi. Contoh: 4 HBr(g) + O2(g) 2 H2O(g) + 2 Br2(g) Dari persamaan reaksi di atas terlihat bahwa tiap 1 molekul O2 bereaksi dengan 4 molekul HBr. Suatu reaksi baru dapat berlangsung apabila ada tumbukan yang berhasil antara molekul-molekul yang bereaksi. Tumbukan sekaligus antara 4 molekul HBr dengan 1 molekul O2 kecil sekali kemungkinannya untuk berhasil. Tumbukan yang mungkin berhasil adalah tumbukan antara 2 molekul yaitu 1 molekul HBr dengan 1 molekul O2. Hal ini berarti reaksi di atas harus berlangsung dalam beberapa tahap dan diperkirakan tahap-tahapnya adalah :

Tahap 1:HBr + O 2  HOOBr(lambat) Tahap 2:HBr + HOOBr  2HOBr(cepat) Tahap 3:(HBr + HOBr  H 2 O + Br 2 ) x 2(cepat) HBr + O 2 --> 2H 2 O + 2 Br 2 Dari contoh di atas ternyata secara eksperimen kecepatan berlangsungnya reaksi tersebut ditentukan oleh kecepatan reaksi pembentukan HOOBr yaitu reaksi yang berlangsungnya paling lambat. Rangkaian tahap-tahap reaksi dalam suatu reaksi disebut "mekanisme reaksi" dan kecepatan berlangsungnya reaksi keselurahan ditentukan oleh reaksi yang paling lambat dalam mekanisme reaksi. Oleh karena itu, tahap ini disebut tahap penentu kecepatan reaksi. E. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KECEPATAN REAKSI Beberapa faktor yang mempengaruhi kecepatan reaksi antara lain konsentrasi, sifat zat yang bereaksi, suhu dan katalisator.

1. KONSENTRASI Dari berbagai percobaan menunjukkan bahwa makin besar konsentrasi zat-zat yang bereaksi makin cepat reaksinya berlangsung. Makin besar konsentrasi makin banyak zat-zat yang bereaksi sehingga makinbesar kemungkinan terjadinya tumbukan dengan demikian makin besar pula kemungkinan terjadinya reaksi. 2. SIFAT ZAT YANG BEREAKSI Sifat mudah sukarnya suatu zat bereaksi akan menentukan kecepatan berlangsungnya reaksi. Secara umum dinyatakan bahwa: - Reaksi antara senyawa ion umumnya berlangsung cepat. Hal ini disebabkan oleh adanya gaya tarik menarik antara ion-ion yang muatannya berlawanan. Contoh: Ca 2+ (aq) + CO 3 2+ (aq) CaCO 3 (s) Reaksi ini berlangsung dengan cepat. - Reaksi antara senyawa kovalen umumnya berlangsung lambat. Hal ini disebabkan karena untuk berlangsungnya reaksi tersebut dibutuhkan energi untuk memutuskan ikatan-ikatan kovalen yang terdapat dalam molekul zat yang bereaksi. Contoh: CH 4 (g) + Cl 2 (g) CH 3 Cl(g) + HCl(g) Reaksi ini berjalan lambat reaksinya dapat dipercepat apabila diberi energi misalnya cahaya matahari.

3. SUHU Pada umumnya reaksi akan berlangsung lebih cepat bila suhu dinaikkan. Dengan menaikkan suhu maka energi kinetik molekul-molekul zat yang bereaksi akan bertambah sehingga akan lebih banyak molekul yang memiliki energi sama atau lebih besar dari Ea. Dengan demikian lebih banyak molekul yang dapat mencapai keadaan transisi atau dengan kata lain kecepatan reaksi menjadi lebih besar. Secara matematis hubungan antara nilai tetapan laju reaksi (k) terhadap suhu dinyatakan oleh formulasi ARRHENIUS: k = A. e -E/RT dimana: k : tetapan laju reaksi A : tetapan Arrhenius yang harganya khas untuk setiap reaksi E : energi pengaktifan R : tetapan gas universal = atm/mol o K = joule/mol o K T : suhu reaksi ( o K) 4. KATALISATOR Katalisator adalah zat yang ditambahkan ke dalam suatu reaksi dengan maksud memperbesar kecepatan reaksi. Katalis terkadang ikut terlibat dalam reaksi tetapi tidak mengalami perubahan kimiawi yang permanen, dengan kata lain pada akhir reaksi katalis akan dijumpai kembali dalam bentuk dan jumlah yang sama seperti sebelum reaksi.

Fungsi katalis adalah memperbesar kecepatan reaksinya (mempercepat reaksi) dengan jalan memperkecil energi pengaktifan suatu reaksi dan dibentuknya tahap-tahap reaksi yang baru. Dengan menurunnya energi pengaktifan maka pada suhu yang sama reaksi dapat berlangsung lebih cepat

BAB VI KESETIMBANGAN KIMIA A.Keadaan Kesetimbangan Reaksi yang dapat berlangsung dalam dua arah disebut reaksi dapat balik. Apabila dalam suatu reaksi kimia, kecepatan reaksi ke kanan sama dengan kecepatan reaksi ke kiri maka, reaksi dikatakan dalam keadaan setimbang. Secara umum reaksi kesetimbangan dapat dinyatakan sebagai: A + B C + D ADA DUA MACAM SISTEM KESETIMBANGAN, YAITU : 1. Kesetimbangan dalam sistem homogen a. Kesetimbangan dalam sistem gas-gas Contoh: 2SO 2 (g) + O 2 (g) 2SO 3 (g) b Kesetimbangan dalam sistem larutan-larutan Contoh: NH 4 OH(aq) NH 4 + (aq) + OH - (aq)

2. Kesetimbangan dalam sistem heterogen a.Kesetimbangan dalam sistem padat gas Contoh: CaCO 3 (s) CaO(s) + CO 2 (g) b.Kesetimbangan sistem padat larutan Contoh: BaSO 4 (s) Ba 2 + (aq) + SO 4 2- (aq) c.Kesetimbangan dalam sistem larutan padat gas Contoh: Ca(HCO 3 ) 2 (aq) CaCO 3 (s) + H 2 O(l) + CO 2 (g) B. Hukum Kesetimbangan Hukum Guldberg dan Wange: Dalam keadaan kesetimbangan pada suhu tetap, maka hasil kali konsentrasi zat-zat hasil reaksi dibagi dengan hasil kali konsentrasi pereaksi yang sisa dimana masing-masing konsentrasi itu dipangkatkan dengan koefisien reaksinya adalah tetap. Pernyataan tersebut juga dikenal sebagai hukum kesetimbangan. Untuk reaksi kesetimbangan: a A + b B c C + d D maka: Kc = (C) c x (D) d / (A) a x (B) b Kc adalah konstanta kesetimbangan yang harganya tetap selama suhu tetap.

BEBERAPA HAL YANG HARUS DIPERHATIKAN - Jika zat-zat terdapat dalam kesetimbangan berbentuk padat dan gas yang dimasukkan dalam, persamaan kesetimbangan hanya zat-zat yang berbentuk gas saja sebab konsentrasi zat padat adalah tetap dan nilainya telah terhitung dalam harga Kc itu. Contoh: C(s) + CO 2 (g) 2CO(g) K c = (CO) 2 / (CO 2 ) -Jika kesetimbangan antara zat padat dan larutan yang dimasukkan dalam perhitungan K c hanya konsentrasi zat-zat yang larut saja. Contoh: Zn(s) + Cu 2+ (aq) Zn 2+ (aq) + Cu(s) K c = (Zn 2+ ) / (CO 2+ ) -Untuk kesetimbangan antara zat-zat dalam larutan jika pelarutnya tergolong salah satu reaktan atau hasil reaksinya maka konsentrasi dari pelarut itu tidak dimasukkan dalam perhitungan Kc. Contoh: CH 3 COO - (aq) + H 2 O(l) CH 3 COOH(aq) + OH - (aq) K c = (CH 3 COOH) x (OH - ) / (CH 3 COO - )

Contoh soal: 1. Satu mol AB direaksikan dengan satu mol CD menurut persamaan reaksi: AB(g) + CD(g) AD(g) + BC(g) Setelah kesetimbangan tercapai ternyata 3/4 mol senyawa CD berubah menjadi AD dan BC. Kalau volume ruangan 1 liter, tentukan tetapan kesetimbangan untuk reaksi ini ! Jawab: Perhatikan reaksi kesetimbangan di atas jika ternyata CD berubah (bereaksi) sebanyak 3/4 mol maka AB yang bereaksi juga 3/4 mol (karena koefsiennya sama). Dalam keadaan kesetimbangan: (AD) = (BC) = 3/4 mol/l (AB) sisa = (CD) sisa = 1 - 3/4 = 1/4 n mol/l K c = [(AD) x (BC)]/[(AB) x (CD)] = [(3/4) x (3/4)]/[(1/4) x (1/4)] = 9 2. Jika tetapan kesetimbangan untuk reaksi: A(g) + 2B(g) 4C(g) sama dengan 0.25, maka berapakah besarnya tetapan kesetimbangan bagi reaksi: 2C(g) 1/2A(g) + B(g)

Jawab: - Untuk reaksi pertama: K 1 = (C) 4 /[(A) x (B) 2 ] = Untuk reaksi kedua : K 2 = [(A) 1/2 x (B)]/(C) 2 - Hubungan antara K1 dan K2 dapat dinyatakan sebagai: K 1 = 1 / (K 2 ) 2 K 2 = 2 C.Pergeseran Kesetimbangan Azas Le Chatelier menyatakan: Bila pada sistem kesetimbangan diadakan aksi, maka sistem akan mengadakan reaksi sedemikian rupa sehingga pengaruh aksi itu menjadi sekecil-kecilnya. Perubahan dari keadaan kesetimbangan semula ke keadaan kesetimbangan yang baru akibat adanya aksi atau pengaruh dari luar itu dikenal dengan pergeseran kesetimbangan. Bagi reaksi: A + B C + D KEMUNGKINAN TERJADINYA PERGESERAN a. Dari kiri ke kanan, berarti A bereaksi dengan B memhentuk C dan D, sehingga jumlah mol A dan Bherkurang, sedangkan C dan D bertambah. b.Dari kanan ke kiri, berarti C dan D bereaksi membentuk A dan B. sehingga jumlah mol C dan Dherkurang, sedangkan A dan B bertambah.

FAKTOR-FAKTOR YANG DAPAT MENGGESER LETAK KESETIMBANGAN ADALAH : a. Perubahan konsentrasi salah satu zat b. Perubahan volume atau tekanan c. Perubahan suhu 1. PERUBAHAN KONSENTRASI SALAH SATU ZAT Apabila dalam sistem kesetimbangan homogen, konsentrasi salah satu zat diperbesar, maka kesetimbangan akan bergeser ke arah yang berlawanan dari zat tersebut. Sebaliknya, jika konsentrasi salah satu zat diperkecil, maka kesetimbangan akan bergeser ke pihak zat tersebut. Contoh: 2SO 2 (g) + O 2 (g) 2SO 3 (g) - Bila pada sistem kesetimbangan ini ditambahkan gas SO 2, maka kesetimbangan akan bergeser ke kanan. - Bila pada sistem kesetimbangan ini dikurangi gas O 2, maka kesetimbangan akan bergeser ke kiri. 2. PERUBAHAN VOLUME ATAU TEKANAN Jika dalam suatu sistem kesetimbangan dilakukan aksi yang menyebabkan perubahan volume (bersamaan dengan perubahan tekanan), maka dalam sistem akan mengadakan berupa pergeseran kesetimbangan.

Jika tekanan diperbesar = volume diperkecil, kesetimbangan akan bergeser ke arah jumlah Koefisien Reaksi Kecil. Jika tekanan diperkecil = volume diperbesar, kesetimbangan akan bergeser ke arah jumlah Koefisien reaksi besar. Pada sistem kesetimbangan dimana jumlah koefisien reaksi sebelah kiri = jumlah koefisien sebelah kanan, maka perubahan tekanan/volume tidak menggeser letak kesetimbangan. Contoh : N 2 (g) + 3H 2 (g) 2NH 3 (g) Koefisien reaksi di kanan = 2 Koefisien reaksi di kiri = 4 -Bila pada sistem kesetimbangan tekanan diperbesar (= volume diperkecil), maka kesetimbangan akan bergeser ke kanan. -Bila pada sistem kesetimbangan tekanan diperkecil (= volume diperbesar), maka kesetimbangan akan bergeser ke kiri.

PERUBAHAN SUHU Menurut Van't Hoff: -Bila pada sistem kesetimbangan subu dinaikkan, maka kesetimbangan reaksi akan bergeser ke arah yang membutuhkan kalor (ke arah reaksi endoterm). - Bila pada sistem kesetimbangan suhu diturunkan, maka kesetimbangan reaksi akan bergeser ke arah yang membebaskan kalor (ke arah reaksi eksoterm). Contoh: 2NO(g) + O 2 (g) 2NO 2 (g) ; ΔH = -216 kJ -Jika suhu dinaikkan, maka kesetimbangan akan bergeser ke kiri. -Jika suhu diturunkan, maka kesetimbangan akan bergeser ke kanan.

D. Pengaruh Katalisator Terhadap Kesetimbangan Dan Hubungan Antara Harga Kc Dan Kp PENGARUH KATALISATOR TERHADAP KESETIMBANGAN Fungsi katalisator dalam reaksi kesetimbangan adalah mempercepat tercapainya kesetimbangan dan tidak merubah letak kesetimbangan (harga tetapan kesetimbangan K c tetap), hal ini disebabkan katalisator mempercepat reaksi ke kanan dan ke kiri sama besar. HUBUNGAN ANTARA HARGA K c DENGAN K p Untuk reaksi umum: a A(g) + b B(g) c C(g) + d D(g) Harga tetapan kesetimbangan: K c = [(C) c. (D) d ] / [(A) a. (B) b ] K p = (P C c x P D d ) / (P A a x P B b ) dimana: P A, P B, P C dan P D merupakan tekanan parsial masing- masing gas A, B. C dan D. Secara matematis, hubungan antara K c dan K p dapat diturunkan sebagai: K p = K c (RT) n dimana n adalah selisih (jumlah koefisien gas kanan) dan (jumlah koefisien gas kiri).

Contoh: Jika diketahui reaksi kesetimbangan: CO 2 (g) + C(s) 2CO(g) Pada suhu 300 o C, harga K p = 16. Hitunglah tekanan parsial CO 2, jika tekanan total dalaun ruang 5 atm! Jawab: Misalkan tekanan parsial gas CO = x atm, maka tekanan parsial gas CO 2 = (5 - x) atm. K p = (PCO) 2 / PCO 2 = x 2 / (5 - x) = 16 ; x = 4 Jadi tekanan parsial gas CO2 = (5 - 4) = 1 atm E. Kesetimbangan Disosiasi Disosiasi adalah penguraian suatu zat menjadi beberapa zat lain yang lebih sederhana. Derajat disosiasi adalah perbandingan antara jumlah mol yang terurai dengan jumlah mol mula-mula.

Contoh: 2NH 3 (g) N 2 (g) + 3H 2 (g) besarnya nilai derajat disosiasi (µ): µ = mol NH 3 yang terurai / mol NH 3 mula-mula Harga derajat disosiasi terletak antara 0 dan 1, jika: a = 0 berarti tidak terjadi penguraian a = 1 berarti terjadi penguraian sempurna 0 < µ < 1 berarti disosiasi pada reaksi setimbang (disosiasi sebagian). Contoh: Dalam reaksi disosiasi N 2 O 4 berdasarkan persamaan N 2 O 4 (g) 2NO 2 (g) banyaknya mol N 2 O4 dan NO 2 pada keadaan setimbang adalah sama. Pada keadaan ini berapakah harga derajat disosiasinya ? Jawab: Misalkan mol N 2 O 4 mula-mula = a mol mol N 2 O 4 yang terurai = a mol ; mol N 2 O 4 sisa = a (1 - µ) mol mol NO 2 yang terbentuk = 2 x mol N 2 O 4 yang terurai = 2 a mol Pada keadaan setimbang: mol N 2 O 4 sisa = mol NO 2 yang terbentuk a(1 - µ) = 2a ; 1 - µ = 2 ; µ = 1/3

BAB VII LARUTAN A. Pendahuluan LARUTAN adalah campuran homogen dua zat atau lebih yang saling melarutkan dan masing-masing zat penyusunnya tidak dapat dibedakan lagi secara fisik. Larutan terdiri atas zat terlarut dan pelarut. Berdasarkan daya hantar listriknya (daya ionisasinya), larutan dibedakan dalam dua macam, yaitu larutan elektrolit dan larutan non elektrolit. Larutan elektrolit adalah larutan yang dapat menghantarkan arus listrik. Larutan ini dibedakan atas :

1. ELEKTROLIT KUAT Larutan elektrolit kuat adalah larutan yang mempunyai daya hantar listrik yang kuat, karena zat terlarutnya didalam pelarut (umumnya air), seluruhnya berubah menjadi ion-ion (alpha = 1). Yang tergolong elektrolit kuat adalah: a.Asam-asam kuat, seperti : HCl, HCl0 3, H 2 SO 4, HNO 3 dan lain- lain. b.Basa-basa kuat, yaitu basa-basa golongan alkali dan alkali tanah, seperti: NaOH, KOH, Ca(OH) 2, Ba(OH) 2 dan lain-lain. c.Garam-garam yang mudah larut, seperti: NaCl, KI, Al 2 (SO 4 ) 3 dan lain-lain 2.ELEKTROLIT LEMAH Larutan elektrolit lemah adalah larutan yang daya hantar listriknya lemah dengan harga derajat ionisasi sebesar: O < alpha < 1. Yang tergolong elektrolit lemah: a. Asam-asam lemah, seperti : CH 3 COOH, HCN, H 2 CO 3, H 2 S dan lain-lain b. Basa-basa lemah seperti : NH 4 OH, Ni(OH) 2 dan lain-lain c. Garam-garam yang sukar larut, seperti : AgCl, CaCrO 4, PbI 2 dan lain-lain

Larutan non elektrolit adalah larutan yang tidak dapat menghantarkan arus listrik, karena zat terlarutnya di dalam pelarut tidak dapat menghasilkan ion-ion (tidak mengion). Tergolong ke dalam jenis ini misalnya: - Larutan urea - Larutan sukrosa - Larutan glukosa - Larutan alkohol dan lain-lain B.Konsentrasi Larutan Konsentrasi merupakan cara untuk menyatakan hubungan kuantitatif antara zat terlarut dan pelarut. Menyatakan konsentrasi larutan ada beberapa macam, di antaranya:

1.FRAKSI MOL Fraksi mol adalah perbandingan antara jumiah mol suatu komponen dengan jumlah mol seluruh komponen yang terdapat dalam larutan. Fraksi mol dilambangkan dengan X. Contoh: Suatu larutan terdiri dari 3 mol zat terlarut A den 7 mol zat terlarut B. maka: X A = n A / (n A + n B ) = 3 / (3 + 7) = 0.3 X B = n B /(n A + n B ) = 7 / (3 + 7) = 0.7 * X A + X B = 1 2.PERSEN BERAT Persen berat menyatakan gram berat zat terlarut dalam 100 gram larutan. Contoh: Larutan gula 5% dalam air, artinya: dalam 100 gram larutan terdapat : - gula = 5/100 x 100 = 5 gram - air = = 95 gram

3.MOLALITAS (m) Molalitas menyatakan mol zat terlarut dalam 1000 gram pelarut. Contoh: Hitunglah molalitas 4 gram NaOH (Mr = 40) dalam 500 gram air ! - molalitas NaOH = (4/40) / 500 gram air = (0.1 x 2 mol) / 1000 gram air = 0,2 m 4.MOLARITAS (M) Molaritas menyatakan jumlah mol zat terlarut dalam 1 liter larutan. Contoh: Berapakah molaritas 9.8 gram H 2 SO 4 (Mr= 98) dalam 250 ml larutan ? - molaritas H 2 SO 4 = (9.8/98) mol / 0.25 liter = (0.1 x 4) mol / liter = 0.4 M 5.NORMALITAS (N) Normalitas menyatakan jumlah mol ekivalen zat terlarut dalam 1 liter larutan. Untuk asam, 1 mol ekivalennya sebanding dengan 1 mol ion H +. Untuk basa, 1 mol ekivalennya sebanding dengan 1 mol ion OH -. Antara Normalitas dan Molaritas terdapat hubungan : N = M x valensi

BAB VIII EKSPONEN HIDROGEN A. Pendahuluan Besarnya konsentrasi ion H + dalam larutan disebut derajat keasaman. Untuk menyatakan derajat keasaman suatu larutan dipakai pengertian pH. pH = - log [H + ] Untuk air murni (25 o C): [H + ] = [OH - ] = mol/l pH = - log = 7 Atas dasar pengertian ini, ditentukan: - Jika nilai pH = pOH = 7, maka larutan bersifat netral - Jika nilai pH 7, maka larutan bersifat basa - Pada suhu kamar: pK w = pH + pOH = 14

1.pH Asam Kuat Bagi asam-asam kuat ( = 1), maka menyatakan nilai pH larutannya dapat dihitung langsung dari konsentrasi asamnya (dengan melihat valensinya). Contoh: 1. Hitunglah pH dari 100 ml larutan 0.01 M HCl ! Jawab: HCl(aq) H + (aq) + Cl - (aq) [H + ] = [HCl] = 0.01 = M pH = - log = 2 2. Hitunglah pH dari 2 liter larutan 0.1 mol asam sulfat ! Jawab: H 2 SO 4 (aq) 2 H + (aq) + SO 4 2- (aq) [H + ] = 2[H 2 SO 4 ] = 2 x 0.1 mol/2.0 liter = 2 x 0.05 = M pH = - log = 1 B. Menyatakan pH Larutan Asam Untuk menyatakan nilai pH suatu larutan asam, maka yang paling awal harus ditentukan (dibedakan) antara asam kuat dengan asam lemah.

2.pH Asam Lemah Bagi asam-asam lemah, karena harga derajat ionisasinya 1 (0 < φ < 1) maka besarnya konsentrasi ion H + tidak dapat dinyatakan secara langsung dari konsentrasi asamnya (seperti halnya asam kuat). Langkah awal yang harus ditempuh adalah menghitung besarnya [H + ] dengan rumus [H + ] = C a. K a ) dimana: C a = konsentrasi asam lemah K a = tetapan ionisasi asam lemah Contoh: Hitunglah pH dari mol CH 3 COOH dalam 250 ml larutannya, jika diketahui Ka = Jawab: Ca = mol/0.025 liter = 0.1 M = M [H + ] = C a. K a ) = = M pH = -log = 3

1. pH Basa Kuat Untuk menentukan pH basa-basa kuat (= 1), maka terlebih dahulu dihitung nilai pOH larutan dari konsentrasi basanya. Contoh: a. Tentukan pH dari 100 ml larutan KOH 0.1 M ! b. Hitunglah pH dari 500 ml larutan Ca(OH) M ! Jawab: a. KOH(aq) K + (aq) + (aq) [] = [KOH] = 0.1 = M pOH = - log = 1 pH = 14 - pOH = = 13 b. Ca(OH) 2 (aq) Ca 2+ (aq) + 2 (aq) [OH -1 ] = 2[Ca(OH) 2 ] = 2 x 0.01 = M pOH = - log = 2 - log 2 pH = 14 - pOH = 14 - (2 - log 2) = 12 + log 2 C. Menyatakan pH Larutan Basa Prinsip penentuan pH suatu larutan basa sama dengan penentuan pH larutam asam, yaitu dibedakan untuk basa kuat dan basa lemah.

[] =  C b. K b ) 2. pH Basa Lemah Bagi basa-basa lemah, karena harga derajat ionisasinya 1, maka untuk menyatakan konsentrasi ion OH- digunakan rumus: [OH - ] = C b. K b ) dimana: C b = konsentrasi basa lemah K b = tetapan ionisasi basa lemah Contoh: Hitunglah pH dari 100 ml M larutan NH 4 OH, jika diketahui tetapan ionisasinya = ! Jawab: [OH - ] = C b. K b ) = = M pOH = - log = 4 pH = 14 - pOH = = 10

a.Campuran asam lemah dengan garam dari asam lemah tersebut. Contoh: - CH 3 COOH dengan CH 3 COONa - H 3 PO 4 dengan NaH 2 PO 4 b.Campuran basa lemah dengan garam dari basa lemah tersebut. Contoh: - NH 4 OH dengan NH 4 Cl D.Larutan Buffer Larutan buffer adalah: Sifat larutan buffer: - pH larutan tidak berubah jika diencerkan. - pH larutan tidak berubah jika ditambahkan ke dalamnya sedikit asam atau basa.

1. Untuk larutan buffer yang terdiri atas campuran asam lemah dengan garamnya (larutannya akan selalu mempunyai pH < 7) digunakan rumus: [H + ] = K a. C a /C g pH = pK a + log C a /C g dimana: C a = konsentrasi asam lemah C g = konsentrasi garamnya K a = tetapan ionisasi asam lemah Contoh: Hitunglah pH larutan yang terdiri atas campuran 0.01 mol asam asetat dengan 0.1 mol natrium Asetat dalam 1 1iter larutan ! K a bagi asam asetat = Jawab: C a = 0.01 mol/liter = M C g = 0.10 mol/liter = M pH= pK a + log C g /C a = -log log -1 /log -2 = = 6 CARA MENGHITUNG LARUTAN BUFFER

2. Untuk larutan buffer yang terdiri atas campuran basa lemah dengan garamnya (larutannya akan selalu mempunyai pH > 7), digunakan rumus: [OH - ] = K b. C b /C g pOH = pK b + log C g /C b dimana: C b = konsentrasi base lemah, C g = konsentrasi garamnya K b = tetapan ionisasi basa lemah Contoh: Hitunglah pH campuran 1 liter larutan yang terdiri atas 0.2 mol NH 4 OH dengan 0.1 mol HCl ! (K b = 10-5) Jawab: NH 4 OH(aq) + HCl(aq) NH 4 Cl(aq) + H 2 O(l) mol NH 4 OH yang bereaksi = mol HCl yang tersedia = 0.1 mol mol NH 4 OH sisa = = 0.1 mol mol NH 4 Cl yang terbentuk = mol NH40H yang bereaksi = 0.1 mol Karena basa lemahnya bersisa dan terbentuk garam (NH 4 Cl) maka campurannya akan membentuk larutan buffer. C b (sisa) = 0.1 mol/liter = M, C g (yang terbentuk) = 0.1 mol/liter = M pOH = pK b + log C g /C b = -log log /10 -1 = 5 + log 1 = 5 pH = 14 - p0H = = 9

1.Garam yang terbentuk dari reaksi asam kuat dengan basa kuat (misalnya NaCl, K 2 SO 4 dan lain-lain) tidak mengalami hidrolisis. Untuk jenis garam yang demikian nilai pH = 7 (bersifat netral). 2.Garam yang terbentuk dari reaksi asam kuat dengan basa lemah (misalnya NH 4 Cl, AgNO 3 dan lain-lain) hanya kationnya yang terhidrolisis (mengalami hidrolisis parsial). Untuk jenis garam yang demikian nilai pH < 7 (bersifat asam). 3.Garam yang terbentuk dari reaksi asam lemah dengan basa kuat (misalnya CH 3 COOK, NaCN dan lain-lain) hanya anionnya yang terhidrolisis (mengalami hidrolisis parsial). Untuk jenis garam yang demikian nilai pH > 7 (bersifat basa). 4.Garam yang terbentuk dari reaksi asam lemah dengan basa lemah (misalnya CH 3 COONH 4, Al 2 S 3 dan lain-lain) mengalami hidrolisis total (sempurna). Untuk jenis garam yang demikian nilai pH-nya tergantung harga K a den K b. E. Hidrolisis Hidrolisis adalah terurainya garam dalam air yang menghasilkan asam atau basa. ADA EMPAT JENIS GARAM, YAITU :

[H + ] = K h. C g K h = K w /K b pH = 1/2 (pK W - pK b - log C g ) pH= 1/2 (pK w - pK b - log C g ) = 1/2 (-log log log ) = 1/2 ( ) = 1/2 x 10 = 5 F. Garam Yang Terbentuk Dari Asam Kuat Dan Basa Lemah Karena untuk jenis ini garamnya selalu bersifat asam (pH < 7) digunakan persamaan: dimana : K h = konstanta hidrolisis Jika kita ingin mencari nilai pH-nya secara langsung, dipergunakan persamaan: Contoh: Hitunglah pH dari 100 ml larutan 0.1 M NH 4 Cl ! (Kb = ) Jawab: NH 4 Cl adalah garam yang bersifat asam, sehingga pH-nya kita hitung secara langsung.

G.Garam Yang Terbentuk Dari Asam Lemah Dan Basa Lemah Untuk jenis garam ini larutannya selalu bersifat basa (pH > 7), dan dalam perhitungan digunakan persamaan: [OH - ] = K h. C g dimana: K h = K w /K a K h = konstanta hidrolisis Jika kita ingin mencari nilai pH-nya secara langsung, dipergunakan persamaan: pH = 1/2 (pK w + pK a + log C g ) Contoh: Hitunglah pH larutan dari 100 ml 0.02 M NaOH dengan 100 ml 0.02 M asam asetat ! (K a = ). Jawab:

NaOH + CH 3 COOH CH 3 COONa + H 2 O - mol NaOH = 100/1000 x 0.02 = mol - mol CH 3 COOH = 100/1000 x 0.02 = mol Karena mol basa yang direaksikannya sama dengan mol asam yang direaksikan, maka tidak ada yang tersisa, yang ada hanya mol garam (CH 3 COONa) yang terbentuk. -mol CH 3 COONa = mol (lihat reaksi) - C g = mol/200 ml = mol/0.2 liter = 0.01 M = M - Nilai pH-nya akan bersifat basa (karena garamnya terbentuk dari asam lemah dengan basa kuat), besarnya: pH = 1/2 (pK w + pK a + log C g ) = 1/2 ( log ) = 1/2 (19 - 2) = 8.5

BAB IX TEORI ASAM BASA DAN STOKIOMETRI LARUTAN A.Teori Asam Basa 1.MENURUT ARRHENIUS Asam ialah senyawa yang dalam larutannya dapat menghasilkan ion H +. Basa ialah senyawa yang dalam larutannya dapat menghasilkan ion OH -. Contoh: 1) HCl(aq) H + (aq) + Cl - (aq) 2) NaOH(aq) Na + (aq) + OH - (aq) 2.MENURUT BRONSTED-LOWRY Asam ialah proton donor, sedangkan basa adalah proton akseptor.

Contoh: 1) HAc(aq) + H 2 O(l) H 3 O+(aq) + Ac - (aq) asam-1 basa-2 asam-2 basa-1 HAc dengan Ac - merupakan pasangan asam-basa konyugasi. H 3 O+ dengan H 2 O merupakan pasangan asam-basa konyugasi. 2) H 2 O(l) + NH 3 (aq) NH 4 + (aq) + OH - (aq) asam-1 basa-2 asam-2 basa-1 H 2 O dengan OH - merupakan pasangan asam-basa konyugasi. NH 4 + dengan NH 3 merupakan pasangan asam-basa konyugasi. Pada contoh di atas terlihat bahwa air dapat bersifat sebagai asam (proton donor) dan sebagai basa (proton akseptor). Zat atau ion atau spesi seperti ini bersifat ampiprotik (amfoter).

B.Stokiometri Larutan Pada stoikiometri larutan, di antara zat-zat yang terlibat reaksi, sebagian atau seluruhnya berada dalam bentuk larutan. 1. Stoikiometri dengan Hitungan Kimia Sederhana Soal-soal yang menyangkut bagian ini dapat diselesaikan dengan cara hitungan kimia sederhana yang menyangkut hubungan kuantitas antara suatu komponen dengan komponen lain dalam suatu reaksi. Langkah-langkah yang perlu dilakukan adalah: a. menulis persamann reaksi b. menyetarakan koefisien reaksi c. memahami bahwa perbandingan koefisien reaksi menyatakan perbandingan mol Karena zat yang terlibat dalam reaksi berada dalam bentuk larutan, maka mol larutan dapat dinyatakan sebagai:

n = V. M dimana: n = jumlah mol V = volume (liter) M = molaritas larutan Contoh: Hitunglah volume larutan 0.05 M HCl yang diperlukan untuk melarutkan 2.4 gram logam magnesium (Ar = 24). Jawab: Mg(s) + 2HCl(aq) MgCl 2 (aq) + H 2 (g) 24 gram Mg = 2.4/24 = 0.1 mol mol HCl = 2 x mol Mg = 0.2 mol volume HCl = n/M = 0.2/0.25 = 0.8 liter

2. Titrasi Titrasi adalah cara penetapan kadar suatu larutan dengan menggunakan larutan standar yang sudah diketahui konsentrasinya. Motode ini banyak dilakukan di laboratorium. Beberapa jenis titrasi, yaitu: a. titrasi asam-basa b. titrasi redoks c. titrasi pengendapan Contoh: 1. Untuk menetralkan 50 mL larutan NaOH diperlukan 20 mL larutan 0.25 M HCl. Tentukan kemolaran larutan NaOH ! Jawab: NaOH(aq) + HCl(aq) NaCl(aq) + H 2 O(l) mol HCl = 20 x 0.25 = 5 m mol Berdasarkan koefisien reaksi di atas. mol NaOH = mol HCl = 5 m mol M = n/V = 5 m mol/50mL = 0.1 M

2. Sebanyak 0.56 gram kalsium oksida tak murni dilarutkan ke dalam air. Larutan ini tepat dapat dinetralkan dengan 20 mL larutan 0.30 M HCl. Tentukan kemurnian kalsium oksida (Ar: O=16; Ca=56)! Jawab: CaO(s) + H 2 O(l) Ca(OH) 2 (aq) Ca(OH) 2 (aq) + 2 HCl(aq) CaCl 2 (aq) + 2 H 2 O(l) mol HCl = 20 x 0.30 = 6 m mol mol Ca(OH) 2 = mol CaO = 1/2 x mol HCl = 1/2 x 6 = 3 m mol massa CaO = 3 x 56 = 168 mg = gram Kadar kemurnian CaO = 0.168/0.56 x 100% = 30%

BAB X ZAT RADIOAKTIF A.Keradioaktifan Alam Definisi : Bagian dari ilmu kimia yang mempelajari unsur-unsur yang bersifat radiokatif MACAMNYA : KERADIOAKTIFAN ALAM - Terjadi secara spontan Misalnya: U Th He

1.Jenis peluruhan a. Radiasi Alfa - terdiri dari inti 2 4 He - merupakan partikel yang massif - kecepatan 0.1 C - di udara hanya berjalan beberapa cm sebelum menumbuk molekul udara b. Radiasi Beta - terdiri dari elektron -1 0 e atau -1 0 beta - terjadi karena perubahan neutron 0 1 n 1 1 p e - di udara kering bergerak sejauh 300 cm c. Radiasi Gamma - merupakan radiasi elektromagnetik yang berenergi tinggi - berasal dari inti - merupakan gejala spontan dari isotop radioaktif d. Emisi Positron - terdiri dari partikel yang bermuatan positif dan hampir sama dengan elektron - terjadi dari proton yang berubah menjadi neutron 1 1 p 0 1 n e e. Emisi Neutron - tidak menghasilkan isotop unsur lain

2.Kestabilan inti -Pada umumnya unsur dengan nomor atom lebih besar dari 83 adalah radioaktif. - Kestabilan inti dipengaruhi oleh perbandingan antara neutron dan proton di dalam inti. * isotop dengan n/p di atas pita kestabilan menjadi stabil dengan memancarkan partikel beta. * isotop dengan n/p di bawah pita kestabilan menjadi stabil dengan menangkap elektron. * emisi positron terjadi pada inti ringan. * penangkapan elektron terjadi pada inti berat.

3.Deret keradioaktifan Deret radioaktif ialah suatu kumpulan unsur-unsur hasil peluruhan suatu radioaktif yang berakhir dengan terbentuknya unsur yang stabil. a. Deret Uranium-Radium Dimulai dengan U dan berakhir dengan Pb b. Deret Thorium Dimulai oleh peluruhan Th dan berakhir dengan Pb c. Deret Aktinium Dimulai dengan peluruhan U dan berakhir dengan Pb d. Deret Neptunium Dimulai dengan peluruhan Np dan berakhir dengan Bi

B. Keradioaktifan Buatan, Rumus Dan Ringkasan KERADIOAKTIFAN BUATAN Perubahan inti yang terjadi karena ditembak oleh partikel. Prinsip penembakan: Jumlah nomor atom sebelum penembakan = jumlah nomor atom setelah penembakan. Jumlah nomor massa sebelum penembakan = jumlah nomor massa setelah penembakan. Misalnya: 7 14 N He 8 17 O p k = (2.3/t) log (N o /N t ) k = 0.693/t 1/2 t = t 1/2. log N o /N t RUMUS k = tetapan laju peluruhan t = waktu peluruhan N o = jumlah bahan radioaktif mula- mula N t = jumlah bahan radioaktif pada saat t t 1/2 = waktu paruh

RINGKASAN : 1. Kestabilan inti: umumnya suatu isotop dikatakan tidak stabil bila: a. n/p > (1-1.6) b. e > 83 e = elektron n = neutron p = proton 2.Peluruhan radioaktif: a. N t = N o. e -1 b log N o /N t = k. t c. k. t 1/2 = d. (1/2) n = N t /N o e. t 1/2 x n = t N o = jumiah zat radioaktif mula-mula (sebelum meluruh) N t = jumiah zat radioaktif sisa (setelah meluruh) k = tetapan peluruhan t = waktu peluruhan t 1/2 = waktu paruh n = faktor peluruhan

Contoh: 1.Suatu unsur radioaktif mempunyai waktu paruh 4 jam. Dari sejumlah No unsur tersebut setelah 1 hari berapa yang masih tersisa ? Jawab: t 1/2 = 4 jam ; t = 1 hari = 24 jam t 1/2 x n = t n = t/t 1/2 = 24/4 = 6 (1/2) n = N t /N o (1/2) 6 = N t /N o N t = 1/64 N o gram suatu zat radioaktif setelah disimpan selama 72 tahun ternyata masih tersisa sebanyak 6.25 gram. Berapakah waktu paruh unsur radioaktif tersebut ? Jawab: N o = 400 gram N t = 6.25 gram t = 72 tahun (1/2) n = N t /N o = 6.25/400 = 1/64 = (1/2) 6 n = 6 (n adalah faktor peluruhan) t = t 1/2 x n t 1/2 = t/n = 72/6 = 12 tahun

BAB XI KIMIA LINGKUNGAN DEFINISI Bagian dari ilmu kimia yang mempelajari pengaruh dari bahan kimia terhadap lingkungan. KETENTUAN Kimia lingkungan mempelajari zat-zat kimia yang penggunaannya dapat menguntungkan dibidang kemajuan teknologi tetapi hasil- hasil sampingannya merugikan, serta cara pencegahannya. MACAMNYA 1. Pencemaran udara 2. Pencemaran air 3. Pencemaran tanah

1. Pencemaran udara a.Karbon monoksida (CO) - tidak berwarna dan tidak barbau - bersifat racun karena dapat berikatan dengan hemoglobin CO + Hb COHb - kemampuan Hb untuk mengikat CO jauh lebih besar dan O 2, akibatnya darah kurang berfungsi sebagai pengangkut 0 2 b.b.Belerangdioksida (SO 2 ) - berasal dari: gunung api, industri pulp dengan proses sulfit dan hasil pembakaran bahan bakar yang mengandung belerang (S) - warna gas : coklat - bersifat racun bagi pernafasan karena dapat mengeringkan udara c.Oksida nitrogen (NO dan NO 2 ) - pada pembakaran nitrogen, pembakaran bahan industri dan kendaraan bermotor - di lingkungan yang lembab, oksida nitrogen dapat membentuk asam nitrat yang bersifat korosif d.Senyawa karbon - dengan adanya penggunaan dari beberapa senyawa karbon di bidang pertanian, kesehatan dan peternakan, misalnya kelompok organoklor - organoklor tersebut: insektisida, fungisida dan herbisida

2.Pencemaran air a.Menurunnya pH air memperbesar sifat korosi air pada Fe dan dapat mengakibatkan terganggunya kehidupan organisme air. b.Kenaikan suhu air mengakibatkan kelarutan O 2 berkurang. c.Adanya pembusukan zat-zat organik yang mengubah warna, bau dan rasa air. Syarat air sehat: - tidak berbau dan berasa - harga DO tinggi dan BOD rendah 3.Pencemaran tanah - Adanya bahan-bahan sintetik yang tidak dapat dihancurkan oleh mikroorganisme seperti plastik. - Adanya buangan kimia yang dapat merusak tanah.

4.Dampak polusi JENIS POLUTAN D A M P A K CORacun sebab afinitasnya terhadap Hb besar NOPeningkatan radiasi ultra violet sebab NO menurunkan kadar O 3 (filter ultra violet) Freons d a NO 2 Racun paru MinyakIkan mati sebab BOD naik Limbah industri Ikan mati sebab BOD naik PestisidaRacun sebab pestisida adalah organoklor PupukTumbuhan mati kering sebab terjadi plasmolisis cairan sel

BAB XII KIMIA TERAPAN DAN TERPAKAI DEFINISI Bagian dari ilmu kimia yang mempelajari reaksi-reaksi kimia yang dapat dimanfaatkan dalam proses industri untuk mengolah bahan asal menjadi bahan jadi atau bahan setengah jadi. A. Sabun 1. PENGERTIAN Garam dari asam lemak dengan KOH/NaOH 2. JENIS