KEBIJAKAN & PROGRAM PENGENDALIAN RABIES DI INDONESIA Dr. I Ketut Diarmita, M.P. DIREKTUR JENDERAL PETERNAKAN & KESEHATAN HEWAN KEMENTERIAN PERTANIAN BALIKPAPAN, 22 APRIL 2019
Penyakit yang mematikan pada golongan mamalia dan hewan berdarah panas Menular melalui gigitan hewan terinfeksi, cemaran liur yang mengandung virus pada luka& mukosa Anjing adalah reservoir virus dan sumber >95% infeksi ke manusia Tidak bisa diobati jika gejala klinis sudah terlihat Dapat dicegah dengan vaksinasi Pada manusia, dapat dicegah dengan VAR dan SAR setelah paparan
Rabies Pada Hewan Sumber: OIE
Peta Sebaran Kasus Rabies Tahun 2019 Pulau Sumbawa Legend Provinsi Bebas Rabies Provinsi Endemik Rabies
TANDA KLINIS PERUBAHAN PERILAKU Takut Cahaya Takut Air Takut Angin Menggigit, Tidak Mengenali/Menuruti Pemilik, Galak/Diam Takut Cahaya Takut Air Takut Angin MATI DALAM WAKTU < 14 HARI
STRATEGI PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN RABIES DI INDONESIA
1. Vaksinasi yang efektif Vaksin yang baik titer antibodi tinggi Dilakukan secara massal/bersamaan Kekebalan yang bertahan lama Kekebalan kelompok Jumlah hewan kebal yang cukup dalam populasi target untuk melindungi hewan yang tidak kebal (misal. untuk menjaga R0 < 1)
Kunci Teknis Keberhasilan Penetapan target HPR Kekebalan kelompok target (cakupan vaksinasi) yang tinggi Semua anjing harus divaksin Anjing luar rumah Anak anjing > 2 minggu Semua wilayah (desa, kecamatan, kabupaten) harus divaksinasi Verifikasi dengan Survey Pasca Vaksinasi >70% anjing luar rumah di semua wilayah Eliminasi tertarget hanya untuk yang sesuai kriteria dan SOP
2. Sosialisasi Dilaksanakan sebelum pelaksanaan vaksinasi Melalui tokoh agama/tokoh masyarakat/ sekolah/kegiatan kemasyarakatan
3. PENGAWASAN LALU LINTAS (SE Direktorat Jenderal Peternakan: TN.540/4041/DKH/0798) Dalam melalulintaskan harus dilengkapi Sertifikat Veteriner yang diterbitkan oleh Otoritas Veteriner Provinsi Sesuai prinsip-prinsip lalu lintas HPR : Dari daerah bebas ke bebas, diperbolehkan Dari daerah bebas ke endemis, diperbolehkan Dari daerah tertular ke daerah bebas, dilarang Dari daerah tertular ke daerah tertular diperbolehkan dengan persyaratan teknis kesehatan hewan Dilakukan vaksinasi sebelum dilalulintaskan dan diuji laboratorium sekurang-kurangnya 3 minggu setelah vaksinasi dengan Hasil Uji Titer antibodi Rabies >/= 0,5 IU 13
4. Kontrol Populasi Manajemen sampah sumber makanan bagi anjing liar Pendataan HPR berpemilik Eliminasi tertarget
5. Surveilans Evaluasi pelaksanaan vaksinasi Update situasi TAKGIT Pengambilan sampel darah Doc: Bvet Bukittinggi Pengambilan sampel otak Doc: Ditkeswan Investigasi Korban Ggitan HPR Doc: Ditkeswan
Tata Laksana Kasus Gigitan Terpadu (TAKGIT) Komunikasi antara Keswan dan Kesmas mengikuti kasus gigitan pada manusia
TAKGIT Penyampaian informasi semua kasus gigitan dan hewan tersangka rabies kepada dokter hewan di Kabupaten Investigasi cepat pada hewan yang menggigit Memastikan kasus gigitan pada manusia mendapatkan post-exposure treatment di rabies center Pengujian laboratorium untuk hewan tersangka rabies dengan uji yang tepat (FAT) diagnosa Pemakaian VAR yang efektif Konfirmasi situasi rabies atas kasus gigitan
Tata Laksana kasus gigitan terpadu Sebuah Contoh Kerjasama dalam penanganan kasus rabies dengan prinsip One Health
Alur kerja respon cepat rabies Sebuah Contoh Kerjasama dalam penanganan kasus rabies dengan prinsip One Health
Strategi Pemberantasan Rabies (Pendekatan tahapan) Gambar. SARE (Stepwise Approach toward Rabies Elimination)
2030 Global Conference Geneva, 10-11 December 2015 Target Bebas Rabies 2020 2030 Global Conference Geneva, 10-11 December 2015
O P T S S
FAKTOR PENTING KEBERHASILAN Komitmen sosial dan politik jangka panjang Keterlibatan masyarakat Vaksinasi berkelanjutan pada populasi rentan dengan cakupan minimal 70% Bukti keberhasilan : memulai dengan yang kecil, kemudian “scale up” Ketersediaan vaksin melalui “bank vaksin” dan strategi lain yang memungkinkan tersedianya VAR dan SAR Vaksinasi menyeluruh mencakup daerah terpencil, pedesaan , dan semua populasi rentan Melakukan penilaian/pengukuran di berbagai tingkat Menjaga petugas terlatih dan termotivasi dalam implementasi
Tanggung Jawab Pelaksanaan Pengendalian Rabies di Wilayah Endemis Strategi Kegiatan APBN APBD Provinsi APBD Kab/ Kota Pusat Dekon BBV/BV Vaksinasi (cakupan minimal 70%) Vaksinasi (Operasional, Pengadaan vaksin dan colar, peralatan dan bahan) + _ Kontrol Populasi Pengadaan (obat, bahan, peralatan, obat humane euthanasia) dan operasional - Surveilans Manajemen Takgit (operasional) Sistem informasi (infolab, sikhnas) Jejaring surveilans pasif Pengambilan/pengiriman/pengujian sampel otak (kasus gigitan) Surveilans Deteksi Penyakit Surveilans untuk post vaksinasi (daerah resiko tinggi) Pengawasan (lalulintas HPR,analisa resiko ) Sosialisasi Pengawasan Lalulintas Cek Poin (pembangunan, fasilitas, operasional, pengambilan dan pengujian sampel HPR) Kandang observasi (kandang, operasional) Sosialisasi, regulasi, koordinasi dan kompetensi
Alokasi Vaksin Rabies Pusat dan Daerah 2017 2018 2019 Alokasi Daerah (Jumlah Provinsi) 26 29 32 Jumlah Vaksin 1.336.700 1.543.700 1.047.800 Stok Pusat 100.000 110.000 Total Vaksin 1.616.700 1.653.700 1.147.800 Jumlah Daerah yang mengajukan vaksin termasuk daerah yang bebas. Vaksin digunakan untuk pencegahan di daerah berisiko tinggi. Kegiatan Vaksinasi yang Massal dan intensif fokus di Provinsi Bali dan Kabupaten Sitaro, Sulawesi Utara (cakupan >70%) Wilayah lain melalukan vaksinasi tertarget sesuai wilayah berisiko dan vaksinasi darurat apabila ada kasus positif
Ketersediaan Vaksin 2019 (TP) No. Provinsi / Kegiatan Volume (Dosis) 1 Aceh 10.000 2 Sumatera Utara 30.000 3 Sumatera Barat 35.000 4 Riau 20.000 5 Jambi 6 Sumatera Selatan 7 Lampung 8 Bengkulu 15.000 9 Bangka Belitung 2.500 10 Banten 1.000 11 DKI Jakarta 5.000 12 Jawa Barat 13 Jawa Tengah 4.800 14 DI. Yogyakarta 1.500
No. Provinsi / Kegiatan Volume (Dosis) 15 Kalimantan Barat 50.000 16 Kalimantan Tengah 10.000 17 Kalimantan Selatan 20.000 18 Kalimantan Timur 15.000 19 Kalimantan Utara 2.000 20 Sulawesi Utara 21 Sulawesi Tengah 22 Sulawesi Selatan 23 Sulawesi Tenggara 24 Sulawesi Barat 25 Gorontalo 26 Bali 550.000 27 Nusa Tenggara Barat 1.000 28 Nusa Tenggara Timur 80.000 29 Maluku 25.000 30 Maluku Utara TOTAL 1.047.800
Melaksanakan kewenangan pemberantasan PHMSZ OTORITAS VETERINER OTOVET NASIONAL OTOVET KEMENTERIAN OTOVET KONSERVASI & SDH OTOVET PERIKANAN OTOVET KEMENTERIAN yang menyelenggarakan fungsi KESWAN OTOVET KESWAN OTOVET KESMAVET OTOVET KARANTINA HEWAN OTOVET PROVINSI OTOVET KAB/KOTA Melaksanakan kewenangan pemberantasan PHMSZ
PENUGASAN PELAYANAN JASA MEDIK VETERINER KEPUTUSAN PENUGASAN Medik dan Paramedik Veteriner Ditetapkan oleh PIMPINAN SATUAN KERJA TENAGA KESEHATAN HEWAN Di Pemerintahan SIP DRH/ SIPP Biaya pelayanan jasa medik veteriner diatur sesuai ketentuan peraturan perundang undangan PRIVATISASI PELAYANAN JASA MEDIK VETERINER
PRIVATISASI PELAYANAN JASA MEDIK VETERINER Biaya pelayanan jasa medik veteriner PERDA Retribusi Pendapatan Daerah Peningkatan PELAYANAN JASA MEDIK VETERINER PRAKTISI MANDIRI Partisipasi pelibatan masyarakat Opsi dalam keadaan dana Pemerintah tidak tersedia
TERIMA KASIH