Teori-teori Komunikasi Massa Astrid Priscilla Dion Referensi : Littlejohn,Stephen W & Foss, Karen A. 2005, Theories of Human Communication, 8th edition, USA, Thomson Wadsworth Chapter 10
Bullet theory/Hypodermic needles Media massa dianggap memiliki kekuatan yang luar biasa, sehingga khalayak tidak mampu membendung informasi yang dilancarkannya. Khalayak dianggap pasif, tidak mampu bereaksi apapun kecuali hanya menerima begitu saja semua pesan yang disampaikan media massa. Penggambaran kekuatan media massa yang begitu besar menyebabkan teori media massa awal ini kemudian dijuluki teori peluru atau bullet theory , jarum hipodermis atau teori jarum suntik “hypodermic needles theory”
Teori efek terbatas media massa Teori komunikasi massa yang menekankan pada kekuatan media untuk mengubah perilaku ini pada beberapa dekade berikutnya mulai mendapat beberapa kritikan. Penelitian-penelitian yang dilakukan membuktikan bahwa sesungguhnya media massa memiliki efek yang kecil dalam mengubah perilaku. Hal ini ditunjukkan oleh penelitian dari Carl I. Hovland mengenai efek film pada militer yaitu bahwa proses komunikasi massa hanyalah melakukan transfer informasi pada khalayak dan bukannya mengubah perilaku sehingga perubahan yang terjadi hanyalah sebatas pada kognisi saja. Terbatasnya efek komunikasi massa hanya pada taraf kognisi dan (afeksi) ini menyebabkan teori aliran baru ini disebut sebagai limited effect theory atau teori efek terbatas.
Konsep tentang teori efek terbatas ini dikukuhkan melalui karya Klapper, The Effects of Mass Communication (1960). Klapper menyatakan bahwa proses komunikasi massa tidak langsung menuju pada ditimbulkannya efek tertentu, melainkan melalui beberapa faktor (disebut sebagai mediating factor) Faktor-faktor tersebut merujuk pada proses selektif berpikir manusia yang meliputi persepsi selektif, terpaan selektif dan retensi (penyimpanan/memori) selektif. Ini berarti bahwa media massa memang punya pengaruh, tetapi bukanlah satu-satunya penyebab.
Teori efek moderat media massa Teori efek moderat ini merupakan hasil penelitian tentang komunikasi di tahun tujuh puluhan. Dasar asumsi teori efek moderat ini adalah pertama, model efek terbatas terlalu mengecilkan pengaruh komunikasi massa. Ini berarti bahwa pada situasi tertentu komunikasi massa dapat mempunyai pengaruh yang penting kedua, pengaruh efek terbatas hanya melihat efek media pada tingkat sikap dan pendapat, sedangkan sesungguhnya masih ada variabel lain yang dapat menjadi faktor pengaruh dan dampak dari media massa
Teori spiral kebisuan (spiral of silence) Spiral kebisuan dikembangkan oleh Elizabeth Noelle-Neumann. Teori ini berpendapat bahwa media memiliki efek yang sangat kuat dalam membentuk opini publik. Menurut teori spiral kebisuan, ada tiga karakteristik komunikasi massa yang dapat berpengaruh pada opini publik, yaitu kumulasi (cummulation) atau penimbunan; ubiquitas (ubiquity): keberadaan media yang selalu ada dimana-mana; dan konsonansi (consonance) atau persesuaian antara apa yang disampaikan media massa dengan opini publik
Media massa memainkan peran penting, sebab media berfungsi sebagai sumber informasi, dimana orang mencari distribusi opini publik. Media massa dapat mempengaruhi spiral kebisuan dengan tiga cara, yaitu satu, media membentuk kesan-kesan tertentu tentang opini mana yang dominan; dua, media membentuk kesan-kesan tertentu tentang opini yang sedang naik atau berkembang; dan ketiga, media membentuk kesan tentang opini yang mutlak diperhatikan khalayak tanpa menampilkannya secara khusus. Istilah spiral kebisuan diberikan didasarkan pada logika bahwa semakin tersebar opini yang dominan oleh media massa dalam masyarakat maka semakin senyap pula suara perseorangan yang bertentangan dengan opini mayoritas tersebut
Efek tayangan kekerasan di televisi Catharsis: tayangan kekerasan di media massa dapat digunakan sebagai mekanisme katarsis bagi penonton untuk melampiaskan fantasinya tentang kekerasan sehingga dapat mengurangi perilaku kekerasan yang ada Social learning :tayangan kekerasan dapat dijadikan sebagai model belajar bagi penonton Priming : ketika tayangan kekerasan berlangsung terus menerus dan ditonjolkan , dapat memberikan dampak jangka panjang pada penonton Arousal :membangkitkan perilaku kekerasan dalam diri penonton Desensitization : menjadikan penonton tidak lagi sensitif atau peka terhadap perilaku kekerasan, lama-lama dianggap sebagai hal yang biasa Fear : menimbulkan dampak ketakutan
Cultivation Theory Teori penanaman atau cultivation theory ini berasal dari penelitian Gerbner tentang pola menonton televisi di Amerika Serikat. Penelitian Gerbner menemukan bahwa rata-rata penduduk Amerika Serikat menonton televisi kurang lebih 4-5 jam sehari. Mereka yang menonton lebih dari waktu tersebut disebut sebagai penonton berat atau heavy viewers. Sedangkan mereka yang menonton kurang dari jam tersebut disebut dengan light viewers Efek dari seluruh terpaan pada pesan yang diproduksi inilah yang disebut Gerbner sebagai teori kultivasi (cultivation), dimana televisi mengajarkan pandangan dunia secara umum, peran-peran umum dan nilai-nilai umum.
Penelitian Gerbner berdasarkan perbandingan antara penonton berat dan penonton ringan televisi. Hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan antara penonton ringan dan penonton berat televisi memberikan jawaban yang berbeda atas pertanyaan mengenai realitas yang dilihat di televisi. Dalam penelitian Gerbner ditanyakan pada penonton mengenai bidang pekerjaan apa yang paling banyak terdapat di Amerika Serikat. Ternyata, hasil penelitian menunjukkan bahwa penonton berat mendefinisikan pekerjaan seperti apa yang dilihatnya di televisi, yaitu dengan menjawab bidang pekerjaan yang paling banyak adalah yang berkaitan dengan hukum. Padahal secara faktual bidang pekerjaan yang berkitan dengan hukum tidak lebih dari 1%. Hal ini dapat dimaklumi karena TV menampilkan lebih dari 20% karakter yang berhubungan dengan bidang-bidang hukum.
Agenda Setting Teori agenda setting pertama kali dikemukakan oleh McComb dan Donald L. Shaw dalam Public Opinion Quarterly terbitan tahun 1972 berjudul The Agenda Setting Function of Mass media. Kedua pakar tersebut mengemukakan bahwa “jika media memberikan tekanan pada suatu peristiwa, maka media itu akan mempengaruhi khalayak untuk menganggapnya penting.” Teori ini dilandasi oleh hasil studi mengenai pemilihan Presiden Amerika Serikat tahun 1968.
Teori Agenda Setting menggambarkan besarnya pengaruh media dan kemampuannya untuk “menceritakan” isu-isu apa yang penting. Isu-isu atau individu yang dipilih media untuk dipublikasikan, akhirnya menjadi isu dan individu yang dipikirkan dan dibicarakan oleh khalayak. Disimpulkan bahwa meningkatnya nilai penting suatu topik pada media massa menyebabkan meningkatnya nilai penting topik tersebut pada khalayak. Studi selanjutnya dari McComb dan Shaw menunjukkan bahwa meskipun suratkabar dan televisi sama-sama mempengaruhi agenda politik pada khalayak, ternyata surat kabar pada umumnya lebih efektif dalam menata agenda daripada televisi
Dalam penelitiannya di tahun 1976, McCombs dan Shaw menyatakan bahwa: “Khalayak tidak hanya mempelajari tentang isu-isu publik dan masalah-masalah lain melalui media, mereka juga mempelajari seberapa besar kepentingan untuk mengikat pada isu atau topik dari tekanan media massa pada permasalahan-permasalahan itu. Contohnya, dalam menyatakan apa saja yang dikatakan oleh para kandidat selama kampanye, media massa lah yang menentukan isu-isu yang penting. Dengan kata lain, media massa mengatur “agenda” kampanye itu. Kemampuan untuk mempengaruhi perubahan kognitif antara individu-individu merupakan salah satu dari aspek-aspek terpenting dari kekuatan komunikasi massa”.
Uses and Gratification Teori Uses and Grativifation dikemukakan oleh Katz dan Gurevitch (1959 ) Bukan lagi melihat pada pengaruh media terhadap khalayak, tetapi apa yang dilakukan khalayak terhadap media Konsep ini dibuktikan dengan studi dari Riley & Riley yang menyatakan bahwa anak-anak menggunakan cerita-cerita petualangan di telivisi untuk berkhayal dan bermimpi. Hal ini mengindikasikan bahwa orang menggunakan media massa untuk tujuan-tujuan yang berbeda.
Teori Uses and Gratifications ini pada hakekatnya; Untuk menjelaskan bagaimana individu menggunakan komunikasi massa untuk memenuhi kebutuhannya. Untuk “menjelajahi” motivasi individu dalam penggunaan media. Mengidentifikasikan konsekuensi positif dan negatif bagi individu pada penggunaan media.
Asumsi-asumsi Uses & Gratification Keaktifan dalam mencari atau menggunakan media massa untuk memuaskan kebutuhan individualnya. Khalayak menggunakan media untuk pemenuhan harapan-harapannya. Khalayak aktif menyeleksi media dan isi media untuk memuaskan kebutuhan-kebutuhannya. Penelitian Rubin (1979) menyebutkan ada enam alasan mengapa anak-anak dan orang dewasa menggunakan televisi, yaitu untuk belajar, menghabiskan waktu, sebagai teman, sebagai sarana melupakan atau melarikan diri dari persoalan, sebagai sarana kegembiraan atau hiburan dan untuk bersantai atau rileks. Khalayak tahu dan dapat menyebutkan motivasinya pada penggunaan media massa.