RINITIS ALERGI PADA USIA LANJUT Dwi Reno Pawarti Departemen/SMF Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala dan Leher FK Universitas Airlangga – RSUD Dr. Soetomo Surabaya KONAS XVIII PERHATI-KL, PADANG - 2019
Curriculum Vitae Dr. Dwi Reno Pawarti, Sp.THT-KL (K) Foto Dr. Dwi Reno Pawarti, Sp.THT-KL (K) Riwayat Pendidikan : 1986 : Lulus Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga 1998 : Lulus Spesialis THT –KL Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga 2008 : Konsultan Alergi-Imunologi Kelogium THT-KL Riwayat Pekerjaan : 1986 : Dokter Dinas Transfusi darah PMI cabang Surabaya 1987 – 1993 : Dokter umum RSUD Sidoarjo 1998 – 2000 : Dokter Spesialis THT-KL RSUD Kertosonso 2006 – 2010 : Sekretaris Program Studi PPDS I Ilmu Kesehatan THT-KL RSUD Dr. Soetomo – FKUA Surabaya 2010 – 2015 : Ketua Program Studi PPDS I Ilmu Kesehatan THT-KL RSUD Dr. Soetomo – FKUA Surabaya 2000- sekarang : Staf Medis dan Dosen Ilmu Kesehatan THT-KL RSUD Dr. Soetomo – FKUA Surabaya Organization : IDI Cab Surabaya ; Ketua Perhati-KL Cab Jatim Utara ( 2016 – 2022 ), Kodi Alergi- Imunologi THT-KL, Peralmuni Surabaya
Pendahuluan Rinitis alergi: inflamasi pada mukosa hidung yang dimediasi oleh IgE karena adanya paparan alergen Usia lanjut (geriatri) adalah penduduk dengan usia 60 tahun atau lebih Penuaan perubahan fisiologis seiring dengan pertambahan usia mempengaruhi terjadinya rinitis alergi pada usia lanjut Bousquet, et al., 2008; Pinto, Jeswani, Jeswani, 2010; Boedhi-Darmojo, 2011
Pendahuluan Gejalanya serupa dengan gejala rinitis alergi dewasa muda Penanganan biasanya dipersulit dengan penyakit penyerta, polifarmasi, penurunan kondisi fisik, kognitif dan masalah keuangan Pilihan terapi: Kortikosteroid intranasal, antihistamin non-sedasi , antihistamin topikal dan immunoterapi Pinto, Jeswani, 2010
Patofisiologi Rinitis Alergi Osguthorpe, 2012
Usia Lanjut Batasan : 60 tahun atau lebih Pertumbuhan populasi geriatri meningkat pesat di negara berkembang, diperkirakan mencapai 20% populasi total pada tahun 2030 Perubahan anatomi fisiologi hidung, perubahan sistem imun dan mekanisme batuk yang kurang efektif berperan dalam rinitis alergi pada usia lanjut Boedhi-Darmojo, 2011; Cardona, et al., 2011; Pinto, Jeswani, 2011
Usia Lanjut Perubahan anatomi fisiologi hidung terhadap kejadian rinitis alergi pada geriatri: Perubahan struktural Kekentalan mukus Klirens mukosilier Kelembaban dan suhu hidung Aliran udara Pembauan Pinto, Jeswani, 2010
A. Perubahan struktural Melemahnya jaringan fibrosa kartilago Jaringan penyangga hidung berkurang Kolagen dan elastin berkurang Hipoplasia alveolar maksila Kelemahan otot wajah Kelemahan dan fragmentasi kartilago septum Retraksi kolumela Penyempitan kavum nasi Menurunkan aliran udara hidung Buntu hidung Pinto, Jeswani, 2010
B. Kekentalan mukus Penelitian Edelstein prevalensi postnasal drip, pilek, batuk, dan bersin meningkat pada usia tua Atropi epitel mukosa hidung Peningkatan kekentalan mukus Dehidrasi Penurunan klirens mukosilier Postnasal drip, batuk, dan globus Pinto, Jeswani, 2010
C. Klirens mukosilier Penelitian Kirtsreesakul :derajat gejala rinitis alergi sedang-berat secara signifikan berhubungan dengan waktu transpor mukosilier Stasis mukus yang tebal dan kental pada kavum nasi dan nasofaring klirens terhadap alergen dan iritan menurun transpor mukosilier menurun muncul gejala postnasal drip, batuk, dan globus Pinto, Jeswani, 2010
D. Kelembaban dan suhu hidung Suhu dan kelembaban kavum nasi penderita geriatri lebih rendah karena: Kondisi hidung lebih mudah mengalami kekeringan (dryness) Pembuluh darah submukosa kurang paten penurunan kemampuan untuk melembabkan dan menghangatkan udara Pinto, Jeswani, 2010
Peningkatan resistensi hidung E. Aliran udara Calhoun et al. tidak menemukan hubungan yang jelas antara pertambahan usia dengan resistensi hidung Esterogen Menurun seiring dengan pertambahan usia Memodulasi konsentrasi neurotransmiter lokal atau reseptornya Penurunan elastisitas dan kelembutan mukosa hidung Mempengaruhi regulasi vaskular dan sekresi kelenjar Peningkatan resistensi hidung Pinto, Jeswani, 2010
F. Pembauan Kemampuan mendeteksi bau dan membedakan bau menurun seiring dengan proses penuaan Disfungsi olfaktori terjadi akibat inflamasi pada fisura olfaktoria pada penderita rinitis alergi Rinitis memperberat keluhan disfungsi olfaktoria Pinto, Jeswani, 2010
Immunosenescence Senescence: hilangnya kemampuan sel untuk membelah dan berkembang (seiring waktu akan menyebabkan kematian) Immunosenescence: perubahan respon imun yang berhubungan dengan peningkatan usia Terjadi pada respon imun primer dan sekunder Rinitis alergi merupakan penyakit inflamasi mekanisme dan kondisi berubah sesuai dengan perubahan status imunologis yang dipengaruhi oleh usia Setiati, Harimurti, Roosheroe 2006; Busse, Mathur 2010; Mathur, 2010; Pinto, Jeswani, 2010
Involusi kelenjar timus ↑ jumlah sel T memori dibanding sel T naïve Pergeseran profil sitokin Th1 Th2 ↓ respon neutrofil terhadap inflamasi ↓ degranulasi eosinofil saat inflamasi ↓ kemampuan Ab untuk mengikat Ag ↓ jumlah IgE total dan IgE spesifik ↓ sensitisasi alergen Setiati, Harimurti, Roosheroe 2006; Busse, Mathur 2010; Mathur, 2010; Pinto, Jeswani, 2010
Immunosenescence Jenis sel Perubahan-perubahan terkait usia Neutrofil Menurunkan fagositosis Menurunkan produksi ROS Sel NK Peningkatan jumlah Menurunkan sitotoksisitas Sel NKT Penurunan jumlah Penurunan proliferasi Monosit/makrofag Menurunkan sekresi sitokin dan kemokin Menurunkan turunan nitric oxide dan superoxide Eosinofil Penurunan degranulasi Menurunkan produksi superoxide Busse, Mathur 2010
Immunosenescence Jenis sel Perubahan-perubahan terkait usia Sel dendritik Menurunkan fagositosis dan pinositosis Meningkatkan produksi IL-6 dan TNF-α Mengurangi fungsi dan ekspresi TLR Sel T Penurunan respons dan proliferasi Menurunkan ekspresi CD-28 Akumulasi sel T CD8+ CD 28+ Menurunkan keragaman TCR Menurunkan transduksi sinyal Sel B Produksi antibodi berafinitas lemah Meningkatkan ekspansi oligoklonal Menurunkan ekspresi molekul permukaan MHC class II Busse, Mathur 2010
Diagnosis Rinitis Alergi Anamnesis penyakit secara umum Faktor paparan., pencetus, riwayat atopi , riwayat pengobatan, penyakit penyerta Penyulit lain: penurunan kondisi fisik, kognitif, ekonomi Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan hidung luar, hidung dalam Pemeriksaan telinga Pemeriksaan mata Pemeriksaan penunjang Tes alergi berupa skin test Bousquet ,et al, 2008Pinto, Jeswani, 2010
Terapi Terapi Allergen avoidance Farmakoterapi Imunoterapi Antihistamin Kortikosteroid Dekongestan Inhibitor leukotrien Kromolin NaCl isotonis Imunoterapi
Terapi Allergen avoidance Prinsip dalam menangani rinitis alergi Penderita usia lanjut lebih sering terpapar alergen domestik seperti house dust mite dan bulu hewan peliharaan Disarankan pembersihan rumah secara rutin dan menempatkan hewan peliharaan di luar rumah Slavin, 2009; Pinto, Jeswani, 2010
Terapi Farmakoterapi dengan antihistamin Efek samping lebih besar pada SSP penderita usia lanjut Sebaiknya antihistamin generasi kedua, seperti fexofenadine, loratadine, desloratadine, cetirizine atau levocitirizine , karena efek sedatif dan antikolinergik yang minimal Antihistamin topikal : alternatif yang cukup bagus, efeknya lebih baik bila dikombinasi dengan steroid intranasal Pinto, Jeswani, 2010; Criado, et al., 2010; Cardona, et al., 2011
Antihistamin generasi pertama (klasik) bersifat lipofilik berat molekul rendah tidak dikenali oleh P-glycoprotein (PGP) sawar darah otak menembus sawar darah otak efek sedasi mempunyai afinitas terhadap reseptor kolergik, α-adrenergik, dan serotonin efek antikolinergik, antiadrenergik, dan antiserotonin Katzung, 2001; Simons, Akdis, 2008
Antihistamin generasi kedua bersifat lipofobik mempunyai afinitas terhadap PgP pembuluh darah otak lemah dalam menembus sawar darah otak efek sedasi minimal / tidak ada afinitas minimal / tidak berikatan sama sekali dengan reseptor kolinergik, α-adrenergik, dan serotonin Simons, Akdis, 2008; Simons, 2012
Terapi Potential Adverse Effects of H1-Antihistamines H2-receptor Muscarinic receptor α-Adrenergic receptor Serotonin receptor IKr and other cardiac ion channels Prolonged QT intervals, sometimes resulting in ventricular arrhytmias Increased appetite Hypotension, dizziness, and reflex tachycardia Increased dry mouth, urinary retention, and sinus tachycardia Decreased neurotransmission in the central nervous system, increased sedation, decreased cognitive and psychomotor performance, and increased appetite Criado, et al., 2010
Terapi Farmakoterapi dengan kortikosteroid Pilihan terapi untuk rinitis alergi sedang-berat Kortikosteroid intranasal ditoleransi dengan baik pada penderita usia lanjut, meskipun dapat mengakibatkan nasal dryness, dan epistaksis Pinto, Jeswani, 2010
Terapi Farmakoterapi dengan dekongestan Agonis adrenergik α dapat mengurangi udim hidung , mengurangi gejala buntu hidung Mempunyai efek stimulasi susunan saraf pusat Hati-hati pada penderita usia lanjut dengan hipertensi yang tidak terkontrol, penyakit jantung koroner, penyakit serebro vaskuler, dan obstruksi bladder neck Slavin, 2009; Pinto, Jeswani, 2010
Terapi Farmakoterapi dengan inhibitor leukotrien Mengurangi respon inflamasi pada rinitis alergi digunakan bersamaan dengan antihistamin dan steroid intranasal Contohnya montelukast, zafirlukast, zileuton Slavin, 2009; Pinto, Jeswani, 2010
Terapi Farmakoterapi dengan kromolin Menghambat degranulasi sel mast , mencegah pelepasan mediator inflamasi Perlu 2-3 minggu mencapai efek optimal, 3-4 kali sehari Ditoleransi dengan baik pada usia lanjut, interaksi dengan obat lain minimal dan efek samping minimal. Terapi alternatif penderita usia lanjut yang kurang mentoleransi antihistamin dan dekongestan Pinto, Jeswani, 2010
Terapi Farmakoterapi dengan NaCl isotonis Pencucian hidung dengan NaCl isotonis dapat meningkatkan kelembaban mukosa hidung, mengurangi kekentalan mukus, dan mengurangi krusta Slavin, 2006; Cardona, 2011
Terapi lini terakhir, efektif untuk rinitis alergi pada semua usia Imunoterapi Terapi lini terakhir, efektif untuk rinitis alergi pada semua usia Dapat mengurangi gejala, kebutuhan obat, dan perkembangan penyakit Pinto, Jeswani, 2010
Ringkasan Rinitis alergi inflamasi mukosa hidung yang dimediasi oleh IgE akibat paparan alergen Usia lanjut (geriatri) penduduk dengan usia ≥ 60 tahun Prevalensi alergi pada usia tua 5-10% Perubahan anatomi fisiologi hidung, perubahan sistem imun non spesifik berperan dalam rinitis alergi pada geriatri
Ringkasan Terjadi immunosenescence : penurunan respon sel T, ketidakseimbangan rasio Th1/Th2, penurunan produksi sel B dan jumlah total IgE serum Diagnosis : anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang Gejala rinitis alergi pada usia lanjut serupa pada usia muda
Penanganan rinitis alergi pada usia lanjut dipersulit dengan penyakit penyerta, polifarmasi, penurunan kondisi fisik, kognitif dan ekonomi. Avoidance tetap sebagai terapi utama. Kortikosteroid intranasal, antihistamin non-sedasi , inhibitor leukotrien dan immunoterapi pilihan terapi rinitis alergi pada usia lanjut.
Terima kasih