B. Kewenangan/Kompetensi Pengadilan Dalam hukum acara perdata, dikenal dua macam kompetensi atau kewenangan mengadili dari pengadilan atau hakim, yaitu : Kewenangan Mutlak (Kompetensi Absolut). Kewenangan Nisbi (Kompetensi Relatif)
Ad.1. Kompetensi Absolut Kompetensi absolut yaitu kewenangan badan peradilan dalam memeriksa dan mengadili jenis perkara tertentu yang secara mutlak tidak dapat diperiksa dan diadili oeh badan peradilan lain. Dengan demikian kompetensi absolut ini menjawab pertanyaan, badan peradilan apa yang berwenang untuk mengadili perkara tsb, apakah badan peradilan umum atau badan peradilan agama. Misalnya, perkara perceraian orang Islam, maka yang berwenang mengadili secara mutlak adalah peradilan agama. Kalau diajukan ke peradilan umum (PN), maka PN harus menyatakan tidak berwenang tanpa harus dilakukan eksepsi.
Ad.2. Kompetensi Relatif. Kompetensi Relatif yaitu mengatur tentang pembagian kekuasaan mengadili suatu perkara tertentu antar pengadilan yang sejenis berdasarkan wilayah hukumnya. Misalnya, apakah yang berwenang mengadili suatu perkara PN Padang atau PN Pariaman. Jadi kompetensi relatif adalah untuk menjawab pertanyaan, PN mana yang berwenang mengadili suatu perkara tertentu, misalnya : seorang tggt tinggal di Lubuk Alung, maka pggt harus mengajukan gugatan ke PN Pariaman karena secara relatif yang berwenang ialah PN Pariaman.
C. Kompetensi Relatif(Wewenang Nisbi) atau tempat pengajuan gugatan Ke Pengadilan Negeri manakah gugatan atau tuntutan hak itu harus diajukan? Mengenai pertanyaan ini menyangkut pembagian kekuasaan kehakiman (distribusi kekuasaan kehakiman) secara relatif. Kewenangan ini berkaitan dengan wilayah hukum suatu pengadilan.
Kompetensi relatif ini diatur dalam Psl 118 HIR / 142 RBg Kompetensi relatif ini diatur dalam Psl 118 HIR / 142 RBg. Sebenarnya pasal-pasal ini mengatur dua hal, yaitu : Tentang kewenangan relatif / kompetensi relatif Tentang tempat mengajuan gugatan atau kemana gugatan itu diajukan Menurut Psl 118 HIR / 142 RBg, : “Pada asasnya gugatan harus diajukan ke PN tempat tinggal tggt”
Sebagai asas ditentukan bahwa PN di tempat tggt tinggal (alamat tggt) yang wenang memeriksa gugatan atau tuntutan hak. Asas ini dikenal dengan “actor sequitur forum rei” (Psl 118 ayat 1 HIR / 142 ayat 1 RBg). Jadi gugatan harus diajukan ke PN di tempat tggt tinggal. Kalau pggt tinggal di Padang, sedangkan tggt tinggal di Medan, maka gugatan diajukan ke PN Medan
Alasannya ialah ……. Tidaklah layak apabila tggt harus menghadap ke PN di tempat pggt tinggal. Tggt tidak dapat dipaksa untuk menghadap ke PN di tempat pggt tinggal, hanya karena ia digugat oleh pggt yang belum tentu terbukti kebenaran gugatannya. Di samping itu, bukanlah kemauan tggt bahwa ia digugat oleh pggt. Juga belum tentu gugatan pggt itu dikabulkan oleh pengadilan.
Oleh karena itu …… Tggt haruslah dihormati dan diakui hak-haknya selama belum terbukti kebenaran gugatan pggt, sehingga tidak dapat dipaksa berkorban untuk kepentingan pihak pggt, yang belum tentu tinggal satu kota dengan tggt, dengan menghadap ke PN di tempat pggt tinggal. Tggt haruslah dianggap pihak yang benar selama belum terbukti sebaliknya.
Tempat Pengajuan Gugatan. Sbg pengecualian asas actor sequitur forum rei, sbg asas pokok, dimana gugatan harus diajukan ke PN dimana tggt tinggal, Psl 118 HIR / 142 RBg juga mengatur tempat pengajuan gugatan, yaitu: Apabila tempat tinggal tggt tidak diketahui, maka gugatan diajukan ke PN di tempat tggt sebenarnya tinggal atau tempat tinggal terakhir.
Apabila tggt terdiri dari dua orang atau lebih dan mereka tinggal pada tempat yang berbeda, maka gugatan diajukan ke PN dimana salah seorang tggt bertempat tinggal. Apabila yang digugat itu terdiri dari orang-orang yang berutang di satu pihak dan orang-orang sbg penjamin di pihak lain, maka gugatan diajukan ke PN dimana pihak yang berutang bertempat tinggal
Apabila tempat tinggal atau tempat kediaman tggt tidak diketahui, maka gugatan diajukan ke PN di tempat tinggal pggt. Apabila gugatan itu mengenai benda tetap, maka gugatan diajukan ke PN di mana benda tetap berlokasi.
Apabila kedua belah pihak (pggt dan tggt) memilih tempat tinggal tertentu atau domisili hukum yang disebutkan dalam perjanjian, maka gugatan diajukan ke PN dimana tempat tinggal atau domisili hukum yang dipilih tsb. Hak ini merupakan hak istimewa yang diberikan kepada pggt sebab apabila pihak pggt mau mengajukan ke PN di tempat tinggal tggt, ini dibolehkan
Selain yang ditentukan dalam Psl 118 HIR / 142 RBg, juga terdapat pengecualian : Pengecualian itu yang diatur dlm KUHPer, Rv, UU Perkawinan, dsb, meliputi : Apabila dalam hal tggt tidak cakap, maka gugatan diajukan ke PN tempat tinggal orang tuanya / walinya / pengampunya. Apabila tggt itu PNS, gugatan diajukan ke PN dimana ia bekerja.
Kalau tggt itu seorang buruh yang menginap di tempat tinggal majikannya, maka gugatan diajukan ke PN di tempat tinggal majikannya. Dalam hal kepailitan, gugatan diajukan ke PN (sekarang Pengadilan Niaga) yang menyatakan pailit. Gugatan perceraian bagi yang non muslim, diajukan ke PN yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman tggt.
D. Pemeriksaan Perkara Perdata di Pengadilan Batas Kuliah 3-4-2012 Meliputi atas : Tindakan-tindakan yang mendahului pemeriksaan di muka persidangan atau pengadilan. Tindakan-tindakan Selama Persidangan.
Ad.1. Tindakan-tindakan ………… Setelah pggt mengajukan gugatannya dan dicatat dalam registrasi pada Kepaniteraan PN serta telah melunasi biaya perkara, maka ia tinggal menunggu pemberitahuan hari sidang. Menurut Psl 121 ayat 4 HIR, gugatan tidak akan didaftar sebelum biaya perkara dibayar kepada Panitera PN.
Setelah gugatan didaftar dan diserahkan ke Ketua PN, untuk menetapkan majelis hakim yang memeriksanya, kmd gugatan diserahkan kepada majelis hakim yang memeriksanya. Ketua majelis hakim menetapkan hari sidang thd perkara itu dan sekaligus menyuruh panggil ke dua belah pihak yang berperkara agar menghadap ke PN pada hari sidang yang telah ditetapkan.
Pemanggilan thd tggt dilakukan oleh juru sita yang menyerahkan surat panggilan beserta salinan surat gugatan itu kpd tggt pribadi di tempat tinggalnya. Menurut Psl 122 HIR / 146 RBg bahwa batas antara hari sidang dgn surat panggilan, waktunya tidak boleh kurang dari tiga hari kerja.
Apabila si tggt tidak ditemukan di rumahnya, maka surat panggilan diserahkan kepada kepala desa atau lurahnya. Kalau si tggt telah meninggal dunia, maka surat panggilan itu disampaikan kepada ahli warisnya dan jika ahli warisnya tidak diketahui, surat panggilan dpt disampaikan kpd Kepala Desa / Lurah tempat tinggal terakhir dari tggt yang meninggal itu.
Setelah juru sita melakukan pemanggilan, ia harus menyerahkan risalah panggilan kepada hakim yang memeriksa perkara itu yang merupakan bukti bahwa tggt telah dipanggil secara patut.
Ad. 2. Tindakan-tindakan Selama Persidangan Setelah majelis hakim menetapkan hari sidang dan para pihak telah dipanggil secara patut, maka majelis hakim akan membuka persidangan pada hari yang telah ditetapkan.
Putusan Gugur Menurut Psl 124 HIR, si pggt yang mengajukan gugatan tidak datang menghadap untuk memenuhi panggilan PN pada hari sidang yang telah ditetapkan dan telah dipanggil secara patut, tidak pula mengirimkan wakilnya untuk memenuhi panggilan itu, sedangkan tggt hadir, maka hakim menjatuhkan putusan, “gugatannya dinyatakan gugur” dan pggt dihukum untuk membayar biaya perkara.
Untuk memutuskan gugur gugatan pggt, isi gugatan tidak perlu diperiksa, sehingga putusan gugur itu tidak mengenai isi dari pada gugatan. Dengan dinyatakan gugur, maka selesai perkara, namun pggt diberi kesempatan untuk mengajukan gugatannya sekali lagi setelah membayar biaya perkara terlebih dahulu.
Verstek (Putusan di luar hadirnya tggt) Psl 125 HIR menegaskan bahwa apabila tggt yang tidak datang pada hari sidang yang telah ditentukan dan tidak pula mengirimkan wakilnya, juga telah dipanggil secara patut, sedangkan pggt hadir, maka gugatan pggt diterima oleh hakim dengan putusan diluar hadirnya tggt (putusan verstek), kecuali kalau gugatan itu nyata-nyata melawan hak dan tidak beralasan.
Tetapi Psl 126 HIR memberikan suatu kelonggaran bahwa dalam hal pada sidang pertama salah satu pihak tidak hadir, baik pggt maupun tggt, maka sebelum hakim menjatuhkan putusan, hakim dapat memerintahkan sekali lagi supaya pihak yang tidak datang pada sidang pertama dipanggil sekali lagi untuk menghadap ke PN pada hari sidang yang telah ditentukan. Apabila pada sidang kedua, pihak yang tidak datang pada sidang pertama, masih tidak datang, barulah hakim menjatuhkan putusan. Inilah yang dilakukan dalam praktek.
Verzet (Perlawanan oleh Tggt) Apabila gugatan pggt dikabulkan dengan putusan verstek (putusan di luar hadirnya tggt), maka putusannya diberitahukan kepada tggt dan dijelaskan bahwa tggt berhak mengajukan “perlawanan” (verzet) terhadap putusan verstek itu kepada hakim yang menjatuhkan putusan verstek itu. (Psl 125 ayat 3)
Verzet dapat diajukan dalam waktu 14 hari sesudah pemberitahuan putusan verstek kepada tggt pribadi. Apabila pemberitahuan itu tidak disampaikan kepada tggt pribadi, maka verzet dapat diajukan sampai hari ke 8 setelah teguran untuk melaksanakan putusan (aan manning), atau Apabila tggt tidak datang menghadap untuk ditegur, verzet dapat diajukan sampai hari ke 8 setelah putusan verstek dijalankan (Psl 129 ayat 2 HIR, 153 ayat 2 RBg)
Tuntutan perlawanan (verzet) terhadap ptusan verstek diajukan dan diperiksa seperti perkara contradictoir yaitu apabila kedua belah pihak hadir di persidangan pada hari sidang yang ditetapkan. Dalam acara perlawanan (verzet), yang mengajukan perlawanan (pelawan, opposant) tetap kedudukannya sbg tggt dalam perkara yang diputus dengan verstek, sedang terlawan (geopposeerde) tetap sbg pggt.
Apabila verzet diterima oleh PN, maka pelaksanaan putusan verstek terhenti. Dalam pemeriksaan verzet (verzetsprocedure), oleh karena kedudukan para pihak tetap, maka pihak pggt-lah (terlawan) yang harus mulai dengan pembuktian.
Kalau dalam acara verzet pggt tidak datang, maka perkara diperiksa secara contradictoir sedangkan kalau tggt yang tidak hadir, maka untuk kedua kalinya dijatuhkan putusan verstek, tuntutan verzet atau perlawanan tidak diterima (NO = niet ontvankelijke verklaard), Psl 129 ayat 5 HIR / 153 ayat 6 RBg.