Undang-Undang Perbankan Syariah, Regulasi & Penerapannya Direktorat Perbankan Syariah Jl. MH. Thamrin No. 2, Jakarta 10110 Email: dpbs@bi.go.id; http://www.bi.go.id Kantor Bank Indonesia ,Yogyakarta Jln P. Senopati No.4-6, Yogyakarta 1
PROSES PENYUSUNAN UU PERBANKAN SYARIAH Merupakan usulan dari Komisi XI DPR RI (hak inisiatif) Proses penyusunan sudah dimulai sejak: Tahun 2002 yaitu BI melakukan kajian dan hasilnya berupa Naskah Akademis; Tahun 2003 Naskah Akademis disampaikan kepada DPR RI & Pemerintah untuk dijadikan pertimbangan penyusunan RUU; Penyusunan Draft RUU oleh DPR RI dimulai sejak tahun 2005; Pembahasan Draft RUU oleh Pemerintah (Depkeu, Depag, Depkumham) dimulai sejak Februari 2007 s/d Juni 2008.
STRUKTUR UU Terdiri dari: 13 Bab dan 70 Pasal, meliputi: Bab 1 Ketentuan Umum Bab 2 Asas, Tujuan dan Fungsi Bab 3 Perizinan, Bentuk Badan Hukum, Anggaran Dasar, dan Kepemilikan Bab 4 Jenis dan Kegiatan Usaha, Kelayakan Penyaluran Dana, dan Larangan Bagi Bank Syariah dan UUS Bab 5 Pemegang Saham Pengendali, Dewan Komisaris, Dewan Pengawas Syariah, Direksi, dan Tenaga Kerja Asing Bab 6 Tata Kelola, Prinsip Kehati-hatian, dan Pengelolaan Risiko Perbankan Syariah Bab 7 Rahasia Bank Bab 8 Pembinaan dan Pengawasan Bab 9 Penyelesaian Sengketa Bab 10 Sanksi Administratif Bab 11 Ketentuan Denda Bab 12 Ketentuan Peralihan Bab 13 Ketentuan Penutup
DEFINISI Ketentuan Umum, Pasal 1, angka 9 BPRS = Bank Pembiayaan Rakyat Syariah Ketentuan Umum, Pasal 1, angka 25 Definisi Pembiayaan adalah penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berupa: transaksi bagi hasil dalam bentuk mudharabah dan musyarakah; transaksi sewa menyewa dalam bentuk ijarah atau sewa beli (ijarah muntahiya bittamlik); transaksi jual beli dalam bentuk murabahah, salam dan istishna’; transaksi pinjam meminjam dalam bentuk qardh; transaksi sewa menyewa jasa dalam bentuk ijarah untuk transaksi multijasa berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara BS/UUS dan pihak lain yang dibiayai/menerima fasilitas dana dan wajib dikembalikan setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan ujrah, tanpa imbalan, atau bagi hasil.
AZAS PERBANKAN SYARIAH Perbankan Syariah dalam melakukan kegiatan usahanya berasaskan Prinsip Syariah, demokrasi ekonomi, dan prinsip kehati-hatian.(Pasal 2) Kegiatan usaha yang berasaskan Prinsip Syariah, antara lain, adalah kegiatan usaha yang tidak mengandung unsur Riba, Maisir, Gharar, Haram, Dzalim. Yang dimaksud dengan “demokrasi ekonomi” adalah kegiatan ekonomi syariah yang mengandung nilai keadilan, kebersamaan, pemerataan, dan kemanfaatan. Yang dimaksud dengan “prinsip kehati-hatian” adalah pedoman pengelolaan Bank yang wajib dianut guna mewujudkan perbankan yang sehat, kuat dan efisien sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
TUJUAN PERBANKAN SYARIAH Perbankan Syariah bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan keadilan, kebersamaan, dan pemerataan kesejahteraan rakyat.(Pasal 3) Dalam mencapai tujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional, Perbankan Syariah tetap berpegang pada Prinsip Syariah secara menyeluruh (kaffah) dan konsisten (istiqamah).
FUNGSI SOSIAL BANK SYARIAH Pasal 4 Bank Syariah & UUS dapat menjalankan fungsi sosial sebagai lembaga Baitul Mal yaitu menerima zakat, infaq, sedekah, hibah atau dana sosial lainnya (a.l. denda terhadap nasabah/ta’zir) dan menyalurkannya kepada organisasi pengelola zakat. Bank Syariah & UUS dapat menghimpun dana sosial dari wakaf uang dan menyalurkannya kepada pengelola wakaf (nazhir) sesuai kehendak pemberi wakaf (wakif).
PERIZINAN BANK SYARIAH UU Perbankan Syariah, Pasal 5 UU No.10 Th 1998, Pasal 16 UU Perbankan Syariah, Pasal 5 Setiap pihak yg melakukan kegiatan menghimpun dana masyarakat berupa simpanan, wajib terlebih dahulu memperoleh izin usaha sebagai BU/BPR dari BI. Setiap pihak yg akan melakukan kegiatan usaha BS/UUS wajib terlebih dahulu memperoleh izin usaha sebagai BS/UUS dari BI. Pasal 22 Setiap pihak dilarang melakukan kegiatan penghimpunan dana dalam bentuk simpanan atau investasi berdasarkan prinsip syariah tanpa izin terlebih dahulu dari BI, kecuali diatur dalam UU lain.
UUS dapat menjadi BUS tersendiri setelah mendapat izin dari BI. SPIN OFF Pasal 16, ayat (1) UUS dapat menjadi BUS tersendiri setelah mendapat izin dari BI. Pasal 17, ayat (2) Dalam hal terjadi penggabungan atau peleburan BS dengan Bank lainnya,Bank hasil penggabungan atau peleburan tersebut wajib menjadi BS.
UU Perbankan Syariah, Pasal 21 KEGIATAN USAHA BPRS UU No. 7/1992 dan UU No.10/1998, Pasal 13 UU Perbankan Syariah, Pasal 21 Menghimpun dana masyarakat dalam bentuk simpanan berupa deposito berjangka, tabungan dan/atau bentuk lainnya yg dipersamakan dengan itu. Menghimpun dana masyarakat dalam bentuk simpanan berupa tabungan atau yg dipersamakan dengan itu berdasarkan akad wadi’ah atau akad lain yg tidak bertentangan dengan prinsip syariah; dan investasi berupa deposito atau tabungan atau bentuk lainnya yg dipersamakan dengan itu berdasarkan akad mudharabah atau akad lain yg tidak bertentangan dengan prinsip syariah. Memberikan kredit. Menyalurkan dana kepada masyarakat dalam bentuk: pembiayaan bagi hasil (mudharabah/musyarakah), pembiayaan untuk transaksi jual beli (murabahah, salam, istishna’), pinjaman (qardh), pembiayaan sewa menyewa (ijarah) atau sewa beli (Ijarah MBT), dan pengambilalihan utang (hawalah). Menyediakan pembiayaan dan penempatan dana berdasarkan prinsip syariah sesuai ketentuan yg ditetapkan BI. Menempatkan dana pada BS lain dalam bentuk titipan berdasarkan akad wadi’ah atau investasi berdasarkan akad mudharabah dan/atau akad lain yg tdk bertentangan dengan prinsip syariah. Menempatkan dana dalam SBI, deposito berjangka, sertifikat deposito dan/atau tabungan pada bank lain. Memindahkan uang, baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan nasabah melalui rekening BPRS yg ada di BUS, BUK dan UUS. Menyediakan produk atau melakukan kegiatan usaha BS lainnya sesuai dengan prinsip syariah berdasarkan persetujuan BI.
KEGIATAN USAHA BPRS YANG DILARANG UU Perbankan Syariah, Pasal 25 UU No. 7/1992, Pasal 14 UU Perbankan Syariah, Pasal 25 Melakukan kegiatan usaha yang bertentangan dengan prinsip syariah Menerima simpanan berupa giro dan ikut serta dalam lalu lintas pembayaran. Melakukan kegiatan usaha dalam valuta asing. Melakukan kegiatan usaha dalam valuta asing, kecuali penukaran uang asing dengan izin BI. Melakukan penyertaan modal. Melakukan penyertaan modal, kecuali pada lembaga yang dibentuk untuk menanggulangi kesulitan likuiditas BPRS. Melakukan usaha perasuransian. Melakukan usaha perasuransian, kecuali sebagai agen pemasaran produk asuransi syariah. Melakukan usaha lain diluar kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 Melakukan usaha lain diluar kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21.
KOMITE PERBANKAN SYARIAH Pasal 26, ayat (4) dan (5) Dalam rangka penyusunan Peraturan Bank Indonesia (PBI), BI membentuk Komite Perbankan Syariah (KPS). Penjelasan: Komite Perbankan Syariah beranggotakan unsur-unsur dari BI, Departemen Agama dan unsur masyarakat dengan komposisi berimbang, memiliki keahlian di bidang syariah dan berjumlah paling banyak 11 orang. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembentukan, keanggotaan dan tugas Komite Perbankan Syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur dengan PBI.
DEWAN PENGAWAS SYARIAH Pasal 32, ayat (1), (2), (3) dan (4) Dewan Pengawas Syariah (DPS) wajib dibentuk di BS dan BUK yang memiliki UUS; DPS diangkat oleh RUPS atas rekomendasi MUI; DPS bertugas memberikan nasihat dan saran kepada direksi serta mengawasi kegiatan Bank agar sesuai dengan prinsip syariah; Ketentuan lebih lanjut mengenai pembentukan DPS diatur dengan PBI, yang sekurang-kurangnya meliputi: Ruang lingkup, tugas dan fungsi DPS Jumlah anggota DPS Masa kerja Komposisi keahlian Maksimal jabatan rangkap Pelaporan DPS
TAMBAHAN WEWENANG DALAM PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Pasal 52, ayat (3) Dalam rangka pelaksanaan tugas pengawasan, BI berwenang: Memeriksa dan mengambil data/dokumen dari setiap tempat yang terkait dengan Bank; Memeriksa dan mengambil data/dokumen dan keterangan dari setiap pihak yang menurut penilaian BI memiliki pengaruh terhadap Bank; dan Memerintahkan Bank melakukan pemblokiran rekening tertentu, baik rekening simpanan maupun rekening pembiayaan.
PENYELESAIAN SENGKETA Pasal 55, ayat (1) dan (2) Penyelesaian sengketa Perbankan Syariah dilakukan oleh pengadilan dalam lingkungan Peradilan Agama; Dalam hal para pihak telah memperjanjikan penyelesaian sengketa selain Peradilan Agama, penyelesaian sengketa dilakukan sesuai dengan isi Akad. Penjelasan Yang dimaksud dengan “penyelesaian sengketa dilakukan sesuai dengan isi Akad” adalah upaya sebagai berikut: Musyawarah; mediasi perbankan; Badan Arbitrase Syariah Nasional (Basyarnas) atau lembaga arbitrase lain; Melalui pengadilan di lingkungan Peradilan Umum.
JANGKA WAKTU PENYESUAIAN KETENTUAN PERALIHAN JANGKA WAKTU PENYESUAIAN Pasal 67, ayat (1) dan (2) Bank Syariah/UUS yang telah memiliki izin usaha pada saat UU ini mulai berlaku dinyatakan telah memperoleh izin usaha berdasarkan UU ini. Bank Syariah/UUS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menyesuaikan dengan ketentuan dalam UU ini paling lama 1 tahun sejak mulai berlakunya UU ini.
KETENTUAN PERALIHAN SPIN OFF WAJIB Pasal 68, ayat (1) dan (2) Dalam hal BUK memiliki UUS yang nilai asetnya telah mencapai paling sedikit 50% dari total nilai aset bank induknya atau 15 tahun sejak berlakunya UU ini, maka BUK dimaksud wajib melakukan pemisahan UUS tersebut menjadi BUS. Ketentuan lebih lanjut mengenai pemisahan dan sanksi bagi BUK yang tidak melakukan pemisahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan PBI.
Pengembangan dan Regulasi Perbankan Syariah
Arah Pengembangan dan Regulasi Perbankan Syariah Memastikan kepatuhan terhadap prinsip syariah dalam operasi bank syariah (sharia compliance): fatwa DSN, international sharia standards Menerapkan prinsip kehati-hatian (prudential regulation): CAR, BMPK, risk management dan GCG. Meningkatkan daya saing dan efisiensi : pengembangan SDM, pemanfaatan IT, service excellent. Mewujudkan stabilitas lembaga keuangan dan memberikan kemanfaatan yang sebesar-besarnya bagi masyarakat. Akibat karakteristik operasional yang tidak bisa lepas dengan sektor riil: Tidak ada tekanan terhadap inflasi dan nilai tukar Relatif tidak terpengaruh kenaikan tingkat bunga Lebih concern terhadap golongan ekonomi lemah melalui dana sosial
Mencapai & Memelihara Kestabilan Nilai Rupiah Tugas Bank Indonesia Amanat dari UU No7/1992 yang diubah oleh UU No.10/1998 tentang Perbankan , UU No.21/2008 tentang Perbankan Syariah, serta UU No.23/1999 yang diubah dengan UU No. 3/2004 tentang Bank Indonesia. Mengatur & Mengawasi Bank Mencapai & Memelihara Kestabilan Nilai Rupiah Mengatur & Menjaga Kelancaran Sistem Pembayaran Menetapkan & Melaksanakan Kebijakan Moneter
Pengawasan Ketentuan Syariah Dalam Perbankan Syariah Indonesia BANK INDONESIA Dewan Syariah Nasional (MUI) Bank Syariah Dewan Pengawas Syariah Produk Bank Syariah
TERIMA KASIH 22