10 PERUBAHAN PENDIDIKAN UNTUK PENINGKATAN SDM
BEBERAPA TAWARAN TENTANG PARADIGMA PENDIDIKAN PENDIDIKAN SEBAGAI PROSES PEMBELENGGUAN ATAU PROSES PEMBEBASAN PENDIDIKAN SEBAGAI PROSES PEMBODOHAN ATAU PROSES PENCERDASAN PENDIDIKAN SEBAGAI PROSES PERAMPASAN HAK ANAK ATAU JUSTRU MENJUNJUNG TINGGI HAK ANAK PENDIDIKAN MENGHASILKAN TINDAK KEKERASAN ATAU MENGHASILKAN TINDAK PERDAMAIAN PENDIDIKAN HANYA TERJADI DI SEKOLAH ATAU BISA TERJADI DIMANA-MANA
LANJUTAN PENDIDIKAN SEBAGAI PROSES PENGEBIRIAN POTENSI MANUSIA ATAU PEMBERDAYAAN POTENSI MANUSIA PENDIDIKAN UNTUK MEMECAH WAWASAN MANUSIA ATAU MENYATUKAN WAWASAN MANUSIA PENDIDIKAN SEBAGAI WAHANA DISINTEGRASI ATAU JUSTRU WAHANA MEMPERSATUKAN BANGSA PENDIDIKAN MENGHASILKAN MANUSIA OTORITER ATAU MANUSIA DEMOKRATIS PENDIDIKAN MENGHASILKAN MANUSIA APATIS TERHADAP LINGKUNGAN ATAU RESPONSIF DAN PEDULI TERHADAP LINGKUNGAN
PENDIDIKAN SEBAGAI PROSES PEMBEBASAN Pendidikan masaih terkesan membelenggu, adanya praktik sentralisasi dan uniformitas serta sistem pendidikan dengan konsep delivery system (sistem penyampaian/ pemberitaan), menyebabkan terjadinya pendidikan mengalir dari atas ke bawah (top down), yang kurang memperhatikan hak-hak anak secara demokratis serta kurangnya pemberian kesempatan untuk melakukan rekayasa dalam aktivitas pendidikan.
LANJUTAN Sistem pendidikan yang membelenggu ini pada gilirannya menghasilkan manusia stereotip penurut, tidak kreatif, bahkan memiliki ketergantungan tinggi. Sistem pendidikan ini membuat manusia tidak mandiri, menjadi beban sosial dan bahkan tidak memiliki jati diri. Pendidikan ini dapat dikatakan sebagai sistem pendidikan tertutup, yang kurang memberikan kebebasan dan pengalaman kepada peserta didik untuk berkreasi
PENDIDIKAN SEBAGAI PROSES PENCERDASAN Pendidikan masih dirasakan sebagi proses pembodohan baik di lingkungan sekolah maupun dalam kehidupan masyarakat. Pemutarbalikan fakta yang dilegitimasi melalui lembaga-lembaga formal adalah contoh pembodohan masyarakat yang paling riil. Pembodohan di sekolah terjadi dari praktik terjadi dari praktik instruksional yang sama, yakni dengan interaksi verbal vertikal
PENDIDIKAN MENJUNJUNG TINGGI HAK-HAK ANAK Dalam dunia pendidikan hak-hak anak terkesan dirampas, hal ini disebabkan masyarakat menjadikan sekolah sebagai panggung pentas, bukan sebagai tempat latihan maupun laboratorium belajar. Pembelajaran di sekolah diharapkan oleh orang tua siswa untuk memperoleh ranking atas, sehingga anak diharuskan mendapat nilai yang baik.
LANJUTAN Anak harus naik ke panggung pentas dengan nilai terbaik, tetapi tidak untuk belajar dengan baik. Oleh karena itu, sistem ranking di sekolah memacu masyarakat untuk memperoleh persepsi yang salah tentang pendidikan di sekolah
PENDIDIKAN MENGHASILKAN TINDAK PERDAMAIAN Maraknya tawuran pelajar merupakan bukti bahwa pendidikan menghasilkan tindak kekerasan. Konflik tidak berusaha dipecahkan secara damai dan kreatif, namun sebaliknya dengan kekerasan. Konflik antara guru-siswa juga sering mencuat, memberikan gambaran bahwa konflik belum dapat diselesaikan secara damai.
LANJUTAN Hal ini merefleksikan pengalaman mereka baik di dalam keluarga, sekolah maupun masyarakat. Kemasan seni pertunjukan (sinetron, dll) terkesan menonjolkan kekerasan dalam setiap penyelesaian konflik Dalam kehidupan keluarga, konflik suami, isteri, orang tuan, dan anak mengesankan kekerasan dalam cara penyelesaiannya.
LANJUTAN Kejujuran sering menjadi sumber kemarahan sehingga menipu lebih selamat daripada jujur Anak yang belum memahami suatu pelajaran, seringkali dikatakan sebagai anak yang bodoh (menjadi penyebab anak kehilangan jati diri) Padahal pendidikan adalah proses pemberdayaan, yang diharapkan dapat memberdayakan peserta didik menjadi manusia yang cerdas, manusia berilmu dan berpengetahuan, serta terdidik
PENDIDIKAN ANAK BERWAWASAN INTEGRATIF Secara realita, matapelajaran masih terkesan terkotak-kotak. Kurikulum belum mampu menjadikan anak memiliki wawasan integratif, yaitu manusia terdidik yang berilmu dan berpengetahuan sekaligus beriman
PENDIDIKAN MEMBANGUN WATAK PERSATUAN Pendidikan belum menghasilkan manusia yang mampu hidup dalam perbedaan. Setiap perbedaan dalam masyarakat dapat menjadi pemicu konflik, yang pemecahannya dilakukan secara kekerasan Belajar dengan pendekatan kelompok memiliki peranan penting. Saat ini pendekatan belajar masih didominasi dengan belajar tekstual yang tidak mampu membangun kesadaran, sikap dan tindakan
LANJUTAN Pelajaran sejarah yang semestinya mampu dimanfaatkan sebagai alat pendekatan mengenal karakteristik bangsa masih terfokus menjadi pelajaran hapalan Pelajaran geografi yang semestinya mampu membangun kesadaran dalam memahami karakteristik tanah air, juga masih menjadi bahan hapalan Proses pembelajaran dan bahan pelajaran belum mampu membangun sikap dan kesadaran persatuan
PENDIDIKAN MENGHASILKAN MANUSIA DEMOKRATIS Pendidikan masih terkesan otoriter, baik manajemen, interaksi, proses, kedudukan maupun substansinya. Pejabat pendidikan, seakan-akan telah memiliki modal ”benar dalam segala hal, sehingga berhak mengoreksi, memberi petunjuk, berhak menyalahkan bawahan, dll. Pengawasan melekat (waskat) menjadikan atasan otoriter, padahal justru informasi dari bawahan umumnya membawa kebenaran
LANJUTAN Transaksi pendidikan masih satu arah dan vertikal. Sumber informasi masih didominasi oleh guru. Pembelajaran jarang didudukkan sebagai sumber informasi alternatif sehingga menyebabkan tidak terjadi interaksi horizontal. Pengalaman demokratis belum diperoleh dalam pembelajaran, masih dipahami secara tekstual. Dalam praktik, kedudukan substansi, dan proses pembelajaran masih berorientasi vertikal, yakni dari atas ke bawah
PENDIDIKAN MENGHASILKAN MANUSIA PEDULI LINGKUNGAN Sikap otoriter dalam sistem pendidikan, menciptakan manusia patuh, namun disisi lain berakibat anak menjadi pemberontak, kemudian yang disalahkan adalah budi pekerti. Anak menjadi tidak terangsang untuk peduli lingkungan, karena sumber pendidikan satu-satunya adalah teks. Pengalaman anak yang beragam dan sangat berharga, jarang dimanfaatkan sebagai sumber belajar
LANJUTAN Evaluasi keberhasilan juga oleh ditentukan oleh ukuran tekstual, bukan konseptual, sehingga anak dijadikan sebagai korban untuk kurikulum, bukan kurikulum untuk anak.
PENDIDIKAN BUKAN SATU- SATUNYA INSTRUMEN PENDIDIKAN Undang-Undang No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pada dasarnya merupakan undang-undang pendidikan sekolah, bukan sistem pendidikan nasional. Hal ini disebabkan undang-undang tersebut hanya mengatur sistem pendidikan di sekolah, mulai dari taman kanak-kanak hingga perguruan tinggi, yang akibatnya sekolah menjadi gudang tuntutan semua muatan pendidikan, sampai akhirnya menjadi rancu.
Semoga Sukses