Analisis Rangkaian Listrik Sudaryatno Sudirham Analisis Rangkaian Listrik Di Kawasan s
Analisis Rangkaian Listrik Jilid 2 Kuliah Terbuka ppsx beranimasi tersedia di www.ee-cafe.org Buku-e Analisis Rangkaian Listrik Jilid 2 tersedia di www.buku-e.lipi.go.id dan www.ee-cafe.org
Pengantar Kita telah melihat bahwa analisis di kawasan fasor lebih sederhana dibandingkan dengan analisis di kawasan waktu karena tidak melibatkan persamaan diferensial melainkan persamaan-persamaan aljabar biasa. Akan tetapi analisis tersebut terbatas hanya untuk sinyal sinus dalam keadaan mantap. Berikut ini kita akan mempelajari analisis rangkaian di kawasan s, yang dapat kita terapkan pada rangkaian dengan sinyal sinus maupun bukan sinus, keadaan mantap maupun keadaan peralihan.
Isi Kuliah: Transformasi Laplace Analisis Menggunakan Transformasi Laplace Fungsi Jaringan Tanggapan Frekuensi Rangkaian Orde-1 Tanggapan Frekuensi Rangkaian Orde-2
Transformasi Laplace
Pada langkah awal kita akan berusaha memahami transformasi Laplace beserta sifat-sifatnya. Melalui transformasi Laplace ini, berbagai bentuk gelombang sinyal di kawasan waktu yang dinyatakan sebagai fungsi t, dapat ditransformasikan ke kawasan s menjadi fungsi s. Jika sinyal diyatakan sebagai fungsi s, maka pernyataan elemen rangkaian pun harus disesuaikan dan penyesuaian ini membawa kita pada konsep impedansi di kawasan s. Perhitungan rangkaian akan memberikan kepada kita hasil yang juga merupakan fungsi s. Jika kita perlu mengetahui hasil perhitungan dalam fungsi t kita dapat mencari transformasi balik dari pernyataan bentuk gelombang sinyal dari kawasan s ke kawasan t.
s adalah peubah kompleks: s = + j Transformasi Laplace Dalam pelajaran Analisis Rangkaian di kawasan fasor, kita melakukan transformasi fungsi sinus (fungsi t) ke dalam bentuk fasor melalui relasi Euler. Dalam pelajaran Analisis di Kawasan s, kita akan melakukan transformasi pernyataan fungsi dari kawasan t ke kawasan s melalui Transformasi Laplace, yang secara matematis didefinisikan sebagai suatu integral Fungsi waktu s adalah peubah kompleks: s = + j Batas bawah integrasi adalah nol yang berarti bahwa kita hanya meninjau sinyal-sinyal kausal
Kita lihat sekarang Transformasi Laplace Sebelum membahas Taransformasi Laplace lebih lanjut, kita akan mencoba memahami proses apa yang terjadi dalam transformasi ini. Kita lihat bentuk yang ada di dalam tanda integral, yaitu Fungsi waktu Eksponensial kompleks Meredam f(t) jika > 0 bentuk sinusoidal Jadi perkalian f(t) dengan faktor eksponensial kompleks menjadikan f(t) berbentuk sinusoidal teredam. Sehingga integral dari 0 sampai mempunyai nilai limit, dan bukan bernilai tak hingga. Kita lihat sekarang Transformasi Laplace
(1) anak tangga, (2) eksponensial, dan (3) sinusoidal Bentuk gelombang sinyal yang kita hadapi dalam rangkaian listrik tersusun dari tiga bentuk gelombang dasar yaitu: (1) anak tangga, (2) eksponensial, dan (3) sinusoidal (1) (2) (3) sinus teredam Jadi semua bentuk gelombang yang kita temui dalam rangkaian listrik, setelah dikalikan dengan est dan kemudian diintegrasi dari 0 sampai akan kita peroleh F(s) yang memiliki nilai limit.
Posisi pole diberi tanda X Contoh: Jika f(t) adalah fungsi tetapan f(t) = Au(t) Dalam contoh fungsi anak tangga ini, walaupun integrasi memiliki nilai limit, namun teramati bahwa ada nilai s yang memberikan nilai khusus pada F(s) yaitu s = 0. Pada nilai s ini F(s) menjadi tak menentu dan nilai s yang membuat F(s) tak menentu ini disebut pole. s adalah besaran kompleks. Posisi pole di bidang kompleks dalam contoh ini dapat kita gambarkan sebagai berikut. Re Im X f(t) Au(t) t Posisi pole diberi tanda X
Contoh: f(t) = Aetu(t) Jika f(t) adalah fungsi exponensial Ae-at u(t) Untuk s = , nilai F(s) menjadi tak tentu. s = ini adalah pole Re Im X Penggambaran pada bidang kompleks: Posisi Pole diberi tanda X
Contoh: Jika f(t) adalah fungsi cosinus f(t) = Acost u(t) relasi Euler: t f(t) Acost u(t) Untuk s = 0, nilai F(s) menjadi nol. Nilai s ini disebut zero Re Im X O Untuk s2 = 2, atau nilai F(s) menjadi tak tentu. Nilai s ini merupakan pole Penggambaran pada bidang kompleks Zero diberi tanda O Pole diberi tanda X
Salah satu sifat Transformasi Laplace yang sangat penting adalah Sifat Unik Sifat ini dapat dinyatakan sebagai berikut: Jika f(t) mempunyai transformasi Laplace F(s) maka transformasi balik dari F(s) adalah f(t). Sifat ini memudahkan kita untuk mencari F(s) dari suatu fungsi f(t) dan sebaliknya mencari fungsi f(t) dari dari suatu fungsi F(s) dengan menggunakan tabel transformasi Laplace. Mencari fungsi f(t) dari suatu fungsi F(s) disebut mencari transformasi balik dari F(s). Tabel berikut ini memuat pasangan fungsi f(t) dan fungsi F(s). Walaupun hanya memuat beberapa pasangan, namun untuk keperluan kita, tabel ini sudah dianggap cukup.
Tabel Transformasi Laplace ramp teredam : [ t eat ] u(t) ramp : [ t ] u(t) sinus tergeser : [sin (t + )] u(t) cosinus tergeser : [cos (t + )] u(t) sinus teredam : [eatsin t] u(t) cosinus teredam : [eatcos t] u(t) sinus : [sin t] u(t) cosinus : [cos t] u(t) eksponensial : [eat]u(t) anak tangga : u(t) 1 impuls : (t) Pernyataan Sinyal di Kawasan s L[f(t)] = F(s) Pernyataan Sinyal di Kawasan t f(t)
Sifat-Sifat Transformasi Laplace
Sifat ini dapat dinyatakan sebagai berikut: Sifat Unik Sifat ini dapat dinyatakan sebagai berikut: Jika f(t) mempunyai transformasi Laplace F(s) maka transformasi balik dari F(s) adalah f(t). Dengan kata lain Jika pernyataan di kawasan s suatu bentuk gelombang v(t) adalah V(s), maka pernyataan di kawasan t suatu bentuk gelombang V(s) adalah v(t).
Sifat Linier Karena transformasi Laplace adalah sebuah integral, maka ia bersifat linier. Transformasi Laplace dari jumlah beberapa fungsi t adalah jumlah dari transformasi masing-masing fungsi. Bukti: Jika maka transformasi Laplace-nya adalah dengan F1(s) dan F2(s) adalah transformasi Laplace dari f1(t) dan f2(t).
Fungsi yang merupakan integrasi suatu fungsi t Jika , maka transformasi Laplacenya adalah Bukti: Misalkan maka bernilai nol untuk t = karena est = 0 pada t , bernilai nol untuk t = 0 karena integral yang di dalam tanda kurung akan bernilai nol (intervalnya nol).
Fungsi yang merupakan diferensiasi suatu fungsi Jika maka transformasi Laplacenya adalah Bukti: Misalkan maka bernilai nol untuk t = karena est = 0 untuk t bernilai f(0) untuk t = 0. Ini adalah nilai f1(t) pada t = 0
Translasi di Kawasan t Translasi di Kawasan s Jika transformasi Laplace dari f(t) adalah F(s), maka transformasi Laplace dari f(ta)u(ta) untuk a > 0 adalah easF(s). Translasi di Kawasan s Jika transformasi Laplace dari f(t) adalah F(s) , maka transformasi Laplace dari etf(t) adalah F(s + ).
Pen-skalaan (scaling) Jika transformasi Laplace dari f(t) adalah F(s) , maka untuk a > 0 transformasi dari f(at) adalah Nilai Awal dan Nilai Akhir
Tabel Sifat-Sifat Transformasi Laplace konvolusi : nilai akhir : nilai awal : penskalaan : translasi di s : translasi di t: A1F1(s) + A2 F2(s) linier : A1 f1(t) + A2 f2(t) diferensiasi : integrasi : linier : A1 f1(t) + A2 f2(t) Pernyataan F(s) =L[f(t)] Pernyataan f(t)
Transformasi Laplace Diagram pole – zero Transformasi Balik
Mencari Transformasi Laplace CONTOH: Carilah transformasi Laplace dari bentuk gelombang berikut: Penyelesaian: a) Dari tabel transformasi Laplace: f(t) = [cos t] u(t) b) Dari tabel transformasi Laplace: f(t) = [sin t] u(t) c) Dari tabel transformasi Laplace: f(t) = [eat]u(t)
Mencari Diagram pole-zero CONTOH: Gambarkan diagram pole-zero dari Re Im 1 a). Fungsi ini mempunyai pole di s = 1 tanpa zero tertentu. b). Fungsi ini mempunyai zero di s = 2 Sedangkan pole dapat dicari dari Re Im +j1,8 2 j1,8 Re Im c). Fungsi ini tidak mempunyai zero tertentu sedangkan pole terletak di titik asal, s = 0 + j0.
Mencari Transformasi Balik Transformasi balik adalah mencari f(t) dari suatu F(s) yang diketahui. Jika F(s) yang ingin dicari transformasi baliknya ada dalam tabel transformasi Laplace yang kita punyai, pekerjaan kita cukup mudah. Akan tetapi pada umumnya F(s) berupa rasio polinomial yang bentuknya tidak sesederhana dan tidak selalu ada pasangannya seperti dalam tabel. Untuk mengatasi hal itu, F(s) kita uraikan menjadi suatu penjumlahan dari bentuk-bentuk yang ada dalam tabel, sehingga kita akan memperoleh f(t) sebagai jumlah dari transformasi balik setiap uraian. Hal ini dimungkinkan oleh sifat linier dari transformasi Laplace
Bentuk Umum F(s) Bentuk umum fungsi s adalah Dalam bentuk umum ini jumlah pole lebih besar dari jumlah zero, Jadi indeks n > m Jika F(s) memiliki pole yang semuanya berbeda, pi pj untuk i j , dikatakan bahwa F(s) mempunyai pole sederhana. Jika ada pole yang berupa bilangan kompleks kita katakan bahwa F(s) mempunyai pole kompleks. Jika ada pole-pole yang bernilai sama kita katakan bahwa F(s) mempunyai pole ganda.
Fungsi Dengan Pole Sederhana Apabila F(s) hanya mempunyai pole sederhana, maka ia dapat diuraikan sebagai berikut F(s) merupakan kombinasi linier dari beberapa fungsi sederhana. k1, k2,…..kn di sebut residu. Jika semua residu sudah dapat ditentukan, maka Bagaimana cara menentukan residu ?
Cara menentukan residu: Jika kita kalikan kedua ruas dengan (s p1), faktor (s p1) hilang dari ruas kiri, dan ruas kanan menjadi k1 ditambah suku-suku lain yang semuanya mengandung faktor (s p1). Jika kemudian kita substitusikan s = p1 maka semua suku di ruas kanan bernilai nol kecuali k1 Dengan demikian kita peroleh k1 k2 diperoleh dengan mengakalikan kedua ruas dengan (s p2) kemudian substitusikan s = p2 , dst.
CONTOH: Carilah f(t) dari fungsi transformasi berikut.
CONTOH: Carilah f(t) dari fungsi transformasi berikut.
CONTOH: Carilah f(t) dari fungsi transformasi berikut. masukkan s = 0 masukkan s = 1 masukkan s = 4
Fungsi Dengan Pole Kompleks Dalam formulasi gejala fisika, fungsi F(s) merupakan rasio polinomial dengan koefisien riil. Jika F(s) mempunyai pole kompleks yang berbentuk p = + j, maka ia juga harus mempunyai pole lain yang berbentuk p* = j; sebab jika tidak maka koefisien polinomial tersebut tidak akan riil. Jadi untuk sinyal yang secara fisik kita temui, pole kompleks dari F(s) haruslah terjadi secara berpasangan konjugat. Oleh karena itu uraian F(s) harus mengandung dua suku yang berbentuk Residu k dan k* juga merupakan residu konjugat sebab F(s) adalah fungsi rasional dengan koefisien rasional. Residu ini dapat kita cari dengan cara yang sama seperti mencari residu pada uraian fungsi dengan pole sederhana.
Transformasi balik dari dua suku dengan pole kompleks adalah
Memberikan pole sederhana di s = 0 CONTOH: Carilah transformasi balik dari Memberikan pole sederhana di s = 0 memberi pole kompleks
Fungsi Dengan Pole Ganda Pada kondisi tertentu, F(s) dapat mempunyai pole ganda. Penguraian F(s) yang demikian ini dilakukan dengan “memecah” faktor yang mengandung pole ganda dengan tujuan untuk mendapatkan bentuk fungsi dengan pole sederhana yang dapat diuraikan seperti contoh sebelumnya. pole ganda Uraikan menjadi: pole sederhana
Maka: sehingga:
CONTOH: Tentukan transformasi balik dari fungsi:
Analisis Rangkaian Listrik Menggunakan Transformasi Laplace
Hubungan Tegangan-Arus Elemen di Kawasan s Kita mengetahui hubungan tergangan-arus di kawasan waktu pada elemen-elemen R, L, dan C adalah Dengan melihat tabel sifat-sifat transformasi Laplace, kita akan memperoleh hubungan tegangan-arus elemen-elemen di kawasan s sebagai berikut:
Kondisi awal adalah kondisi elemen sesaat sebelum peninjauan. Resistor: Induktor: Kapasitor: Kondisi awal Kondisi awal adalah kondisi elemen sesaat sebelum peninjauan.
Konsep Impedansi di Kawasan s Impedansi di kawasan s adalah rasio tegangan terhadap arus di kawasan s dengan kondisi awal nol Dengan konsep impedansi ini maka hubungan tegangan-arus untuk resistor, induktor, dan kapasitor menjadi sederhana. Admitansi, adalah Y = 1/Z
Representasi Elemen di Kawasan s Elemen R, L, dan C di kawasan s, jika harus memperhitungkan adanya simpanan energi awal pada elemen, dapat dinyatakan dengan meggunakan sumber tegangan atau sumber arus. Representasi dengan Menggunakan Sumber Tegangan R IR (s) + VR(s) + sL LiL(0) VL (s) IL (s) + VC (s) IC (s) Kondisi awal
Jika simpanan energi awal adalah nol, maka sumber tegangan tidak perlu digambarkan. Jika Kondisi awal = 0 R IR (s) + VR(s) sL + VL (s) IL (s) + VC (s) IC (s)
Representasi dengan Menggunakan Sumber Arus IR (s) + VR(s) IL (s) + VL (s) sL CvC(0) IC (s) + VC (s) Kondisi awal Jika Kondisi awal = 0 R IR (s) + VR(s) sL + VL (s) IL (s) + VC (s) IC (s)
Transformasi Rangkaian Representasi elemen dapat kita gunakan untuk mentransformasi rangkaian ke kawasan s. Dalam melakukan transformasi rangkaian perlu kita perhatikan juga apakah rangkaian yang kita transformasikan mengandung simpanan energi awal atau tidak. Jika tidak ada simpanan energi awal, maka sumber tegangan ataupun sumber arus pada representasi elemen tidak perlu kita gambarkan.
Kondisi awal akan nol jika rangkaiannnya adalah sepeti berikut CONTOH: Saklar S pada rangkaian berikut telah lama ada di posisi 1. Pada t = 0 saklar dipindahkan ke posisi 2 sehingga rangkaian RLC seri terhubung ke sumber tegangan 2e3t V. Transformasikan rangkaian ke kawasan s untuk t > 0. 1/2 F 1 H 3 2e3t V + vC S 1 2 8 V s 3 + VC(s) Transfor- masi arus awal induktor = 0 Saklar S telah lama ada di posisi 1 dan sumber 8 V membuat rangkaian memiliki kondisi awal, yaitu vC0 = 8 V dan iL0 = 0 tegangan kapasitor tegangan awal kapasitor = 8/s Kondisi awal akan nol jika rangkaiannnya adalah sepeti berikut
tegangan awal kapasitor = 0 1 1/2 F 1 H 3 2e3t V + vC S 2 s 3 + VC(s) Transfor- masi arus awal induktor = 0 Saklar S telah lama ada di posisi 1 dan tak ada sumber tegangan, maka kondisi awal = 0 vC0 = 0 V dan iL0 = 0 tegangan kapasitor tegangan awal kapasitor = 0
Hukum Kirchhoff Hukum arus Kirchhoff (HAK) dan hukum tegangan Kirchhoff (HTK) berlaku di kawasan s HAK di Kawasan t : HAK di Kawasan s HTK di Kawasan t : HTK di Kawasan s
Kaidah-Kaidah Rangkaian Pembagi Tegangan dan Pembagi Arus CONTOH: Carilah VC(s) pada rangkaian impedansi seri RLC berikut ini s 3 + VC (s) Vin (s)
Inilah tanggapan rangkaian RLC seri dengan R = 3 , L = 1H, C = 0,5 F + VC (s) Vin (s) Misalkan Vin(s) = 10/s Inilah tanggapan rangkaian RLC seri dengan R = 3 , L = 1H, C = 0,5 F dan sinyal masukan anak tangga dengan amplitudo 10 V.
Teorema Rangkaian Prinsip Proporsionalitas X(s) Y(s) Ks Hubungan linier antara masukan dan keluaran CONTOH: sL R + 1/sC Vin (s)
Prinsip Superposisi Keluaran rangkaian yang mempunyai beberapa masukan adalah jumlah keluaran dari setiap masukan sendainya masukan-masukan itu bekerja sendiri-sendiri Ks Yo(s) X1(s) X2(s) Ks1 Y1(s) = Ks1X1(s) X1(s) Ks2 Y2(s) = Ks2X2(s) X2(s)
Teorema Thévenin dan Norton Tegangan Thévenin Arus Norton Impedansi Thévenin CONTOH: Carilah rangkaian ekivalen Thevenin dari rangkaian impedansi berikut ini. + B E A N R + B E A N ZT
Metoda Metoda Analisis Metoda Unit Output CONTOH: Dengan menggunakan metoda unit output, carilah V2(s) pada rangkaian impedansi di bawah ini sL R 1/sC I1(s) + V2(s) IC (s) IR (s) IL (s)
Metoda Superposisi CONTOH: Dengan menggunakan metoda superposisi, carilah tegangan induktor vo(t) pada rangkaian berikut ini. + R sL Vo + Bsint Au(t) R L vo + R sL Vo1 R sL + Vo2
Metoda Reduksi Rangkaian CONTOH: Dengan menggunakan metoda reduksi rangkaian carilah tegangan induktor vo(t) pada rangkaian berikut ini + R sL Vo R sL + Vo R/2 sL + Vo R/2 sL + Vo
Metoda Rangkaian Ekivalen Thévenin CONTOH: Cari tegangan induktor dengan menggunakan rangkaian ekivalen Thévenin. + R sL Vo + R + ZT sL Vo VT
Metoda Tegangan Simpul CONTOH: Cari tegangan induktor dengan menggunakan metoda tegangan simpul. + R sL Vo
Metoda Arus Mesh CONTOH: Pada rangkaian berikut ini tidak terdapat simpanan energi awal. Gunakan metoda arus mesh untuk menghitung i(t) + 10k 10mH 1F 10 u(t) i(t) + 104 0.01s I(s) IA IB
Fungsi Jaringan
Bahasan kita berikut ini adalah mengenai Fungsi Jaringan Fungsi Jaringan merupakan fungsi s yang merupakan karakteristik rangkaian dalam menghadapi adanya suatu masukan ataupun memberikan relasi antara masukan dan keluaran. Bahasan akan mencakup Pengertian Dan Macam Fungsi Jaringan. Peran Fungsi Alih. Hubungan Bertingkat Kaidah Rantai
Pengertian dan Macam Fungsi Jaringan Prinsip proporsionalitas berlaku di kawasan s. Faktor proporsionalitas yang menghubungkan keluaran dan masukan berupa fungsi rasional dalam s dan disebut fungsi jaringan (network function). Definisi ini mengandung dua pembatasan, yaitu kondisi awal harus nol dan sistem hanya mempunyai satu masukan
Fungsi jaringan yang sering kita hadapi ada dua bentuk, yaitu fungsi masukan (driving-point function) dan fungsi alih (transfer function) Fungsi masukan adalah perbandingan antara tanggapan di suatu gerbang (port) dengan masukan di gerbang yang sama. Fungsi alih adalah perbandingan antara tanggapan di suatu gerbang dengan masukan pada gerbang yang berbeda.
Fungsi Masukan impedansi masukan admitansi masukan Fungsi Alih
CONTOH: Carilah impedansi masukan yang dilihat oleh sumber pada rangkaian-rangkaian berikut ini a). R + Vs(s) Is(s) b).
Carilah fungsi alih rangkaian-rangkaian berikut CONTOH: Carilah fungsi alih rangkaian-rangkaian berikut a). R + Vin(s) Vo(s) Iin(s) b). Io(s)
Tentukan impedansi masukan dan fungsi alih rangkaian di bawah ini CONTOH: Tentukan impedansi masukan dan fungsi alih rangkaian di bawah ini R1 R2 L C + vin vo R1 R2 Ls 1/Cs + Vin(s) Vo (s) Transformasi ke kawasan s
Tentukan impedansi masukan dan fungsi alih rangkaian di samping ini CONTOH: + R2 vin vo R1 C1 C2 Tentukan impedansi masukan dan fungsi alih rangkaian di samping ini Transformasi rangkaian ke kawasan s + R2 Vin(s) Vo(s) R1 1/C1s 1/C2s
CONTOH: Fungsi alih : Persamaan tegangan untuk simpul A: 1M 1F vx A + vs vx + vo 106 106/s Vx A + Vx + Vo(s) Vs(s) Persamaan tegangan untuk simpul A: Fungsi alih :
Fungsi alih T(s) akan memberikan Peran Fungsi Alih Dengan pengertian fungsi alih, keluaran dari suatu rangkaian di kawasan s dapat dituliskan sebagai T(s) pada umumnya berbentuk rasio polinom Rasio polinom ini dapat dituliskan: Fungsi alih T(s) akan memberikan zero di z1 …. zm pole di p1 …. pn .
Pole dan zero dapat mempunyai nilai riil ataupun kompleks konjugat karena koefisien dari b(s) dan a(s) adalah riil. Sementara itu sinyal masukan X(s) juga mungkin mengandung zero dan pole sendiri. Oleh karena itu sinyal keluaran Y(s) akan mengandung pole dan zero yang dapat berasal dari T(s) ataupun X(s). Pole dan zero yang berasal dari T(s) disebut pole alami dan zero alami, karena mereka ditentukan semata-mata oleh parameter rangkaian dan bukan oleh sinyal masukan; Pole dan zero yang berasal dari X(s) disebut pole paksa dan zero paksa karena mereka ditentukan oleh fungsi pemaksa (masukan).
CONTOH: Fungsi alih : Pole dan zero adalah : 106 106/s Vx A + Vx + Vo(s) Vs(s) CONTOH: Jika vin = cos2t u(t) , carilah pole dan zero sinyal keluaran Vo(s) untuk = 0,5 Fungsi alih : Pole dan zero adalah :
Rangkaian Dengan Masukan Sinyal Impuls Impuls dinyatakan dengan x(t) = (t). Pernyataan sinyal ini di kawasan s adalah X(s) = 1 Vo(s) yang diperoleh dengan X(s) = 1 ini disebut H(s) agar tidak rancu dengan T(s). Karena X(s) = 1 tidak memberikan pole paksa, maka H(s) hanya akan mengandung pole alami. Keluaran di kawasan t, vo(t) = h(t), diperoleh dengan transformasi balik H(s). Bentuk gelombang h(t) terkait dengan pole yang dikandung oleh H(s). Pole riil akan memberikan komponen eksponensial pada h(t); pole kompleks konjugat (dengan bagian riil negatif ) akan memberikan komponen sinus teredam pada h(t). Pole-pole yang lain akan memberikan bentuk-bentuk h(t) tertentu yang akan kita lihat melalui contoh berikut.
CONTOH: 106 106/s Vx A + Vx + Vo(s) Vs(s) Jika sinyal masukan pada rangkaian dalam contoh-3.5 adalah vin = (t) , carilah pole dan zero sinyal keluaran untuk nilai = 0,5 ; 1 ; 2 ; 3 ; 4, 5. Dengan masukan vin = (t) berarti Vin(s) = 1, maka keluaran rangkaian adalah :
Contoh ini memperlihatkan bagaimana fungsi alih menentukan bentuk gelombang sinyal keluaran melalui pole-pole yang dikandungnya. Berbagai macam pole tersebut akan memberikan h(t) dengan perilaku sebagai berikut. = 0,5 : dua pole riil negatif tidak sama besar; sinyal keluaran sangat teredam. = 1 : dua pole riil negatif sama besar ; sinyal keluaran teredam kritis. = 2 : dua pole kompleks konjugat dengan bagian riil negatif ; sinyal keluaran kurang teredam, berbentuk sinus teredam. = 3 : dua pole imaginer; sinyal keluaran berupa sinus tidak teredam. = 4 : dua pole kompleks konjugat dengan bagian riil positif ; sinyal keluaran tidak teredam, berbentuk sinus dengan amplitudo makin besar. = 5 : dua pole riil posistif sama besar; sinyal keluaran eksponensial dengan eksponen positif; sinyal makin besar dengan berjalannya t.
Posisi pole dan bentuk gelombang keluaran
Rangkaian Dengan Masukan Sinyal Anak Tangga Transformasi sinyal masukan yang berbentuk gelombang anak tangga x(t) = u(t) adalah X(s) = 1/s. Jika fungsi alih adalah T(s) maka sinyal keluaran adalah Tanggapan terhadap sinyal anak tangga ini dapat kita sebut Karena H(s) hanya mengandung pole alami, maka dengan melihat bentuk G(s) kita segera mengetahui bahwa tanggapan terhadap sinyal anak tangga di kawasan s akan mengandung satu pole paksa disamping pole-pole alami. Pole paksa ini terletak di s = 0 + j0 (lihat gambar)
CONTOH: Jika = 2 dan sinyal masukan berupa sinyal anak tangga, carilah pole dan zero sinyal keluaran dalam rangkaian contoh-3.7, Dengan = 2 fungsi alihnya adalah Dengan sinyal masukan X(s) = 1/s , tanggapan rangkaian adalah Dari sini kita peroleh :
Dua Rangkaian dihubungkan Hubungan Bertingkat CONTOH: R1 + Vin 1/Cs Vo R2 Ls + Vo Vin dan Dua Rangkaian dihubungkan R1 + Vin 1/Cs R2 Ls Vo
Diagram blok rangkaian ini menjadi : Fungsi alih dari rangkaian yang diperoleh dengan menghubungkan kedua rangkaian secara bertingkat tidak serta merta merupakan perkalian fungsi alih masing-masing. Hal ini disebabkan terjadinya pembebanan rangkaian pertama oleh rangkaian kedua pada waktu mereka dihubungkan. Untuk mengatasi hal ini kita dapat menambahkan rangkaian penyangga di antara kedua rangkaian sehingga rangkaian menjadi seperti di bawah ini. R1 + Vin 1/Cs R2 Ls Vo Diagram blok rangkaian ini menjadi : Vo(s) Vin(s) TV1 1 Vo1
Kaidah Rantai Jika suatu tahap tidak membebani tahap sebelumnya berlaku kaidah rantai . T1(s) Y1(s) T2(s) Y(s) X(s) Oleh karena itu agar kaidah rantai dapat digunakan, impedansi masukan harus diusahakan sebesar mungkin, yang dalam contoh diatas dicapai dengan menambahkan rangkaian penyangga. Dengan cara demikian maka hubungan masukan-keluaran total dari seluruh rangkaian dapat dengan mudah diperoleh jika hubungan masukan-keluaran masing-masing bagian diketahui.
Tanggapan Frekuensi
Persoalan tanggapan rangkaian terhadap perubahan nilai frekuensi atau tanggapan rangkaian terhadap sinyal yang tersusun dari banyak frekuensi timbul karena impedansi satu macam rangkaian mempunyai nilai yang berbeda untuk frekuensi yang berbeda Kita akan membahas tanggapan frekuensi dari rangkaian orde-1 dan orde-2
Rangkaian Orde-1
Tanggapan Rangkaian Terhadap Sinyal Sinus Keadaan Mantap Dalam analisis rangkaian di kawasan s kita lihat bahwa pernyataan di kawasan s dari sinyal di kawasan waktu adalah Jika T(s) adalah fungsi alih dari suatu rangkaian, maka tanggapan rangkaian tersebut adalah
Tanggapan rangkaian ini dapat kita tuliskan memberikan pole alami memberikan pole paksa Tanggapan rangkaian ini dapat kita tuliskan komponen mantap yang kita manfaatkan komponen transien yang biasanya berlangsung hanya beberapa detik Dengan menghilangkan komponen transien kita peroleh tanggapan mantap di kawasan s yaitu
Nilai k persamaan ini dapat kita cari dari Ini adalah suatu pernyataan kompleks yang dapat ditulis sehingga
Tanggapan keadaan mantap rangkaian di kawasan s menjadi Dari tabel transformasi Laplace kita lihat Jika f(t) = eat maka Oleh karena itu tanggapan mantap di kawasan t menjadi
Persamaan tanggapan di kawasan waktu ini menunjukkan bahwa rangkaian yang mempunyai fungsi alih T(s) dan mendapat masukan sinyal sinus, akan memberikan tanggapan yang: berbentuk sinus juga, tanpa perubahan frekuensi amplitudo sinyal berubah dengan faktor |T(j)| sudut fasa sinyal berubah sebesar sudut dari T(j), yaitu . Jadi, walaupun frekuensi sinyal keluaran sama dengan frekuensi sinyal masukan tetapi amplitudo maupun sudut fasanya berubah dan perubahan ini tergantung dari frekuensi
Transformasi rangkaian ke kawasan s CONTOH: Carilah sinyal keluaran keadaan mantap dari rangkaian di samping ini jika masukannya adalah vs = 102cos(50t + 60o) V. Penyelesaian: Transformasi rangkaian ke kawasan s Fungsi alih rangkaian ini Karena = 50 , maka Jadi keluaran keadaan mantap:
Pernyataan Tanggapan Frekuensi Fungsi Gain dan Fungsi Fasa Faktor pengubah amplitudo, yaitu |T(j)| disebut fungsi gain Pengubah fasa disebut fungsi fasa dan kita tuliskan sebagai () Baik fungsi gain maupun fungsi fasa merupakan fungsi frekuensi Jadi kedua fungsi tersebut menunjukkan bagaimana amplitudo dan sudut fasa sinyal sinus dari tanggapan rangkaian berubah terhadap perubahan frekuensi atau dengan singkat disebut sebagai tanggapan frekuensi
CONTOH: Selidikilah perubahan gain dan sudut fasa terhadap perubahan frekuensi dari rangkaian orde pertama di samping ini Penyelesaian: Berikut ini kita gambarkan perubahan gain dan perubahan sudut fasa
Perhatikan bahwa sumbu frekuensi dibuat dalam skala logaritmik Gain Pada frekuensi rendah terdapat gain tinggi yang relatif konstan; pada frekuensi tinggi, gain menurun dengan cepat Perhatikan bahwa sumbu frekuensi dibuat dalam skala logaritmik [o] Pada frekuensi rendah sudut fasa tidak terlalu berubah tetapi kemudian cepat menurun mulai suatu frekuensi tertentu
Gain Gain passband stopband C Gain tinggi di daerah frekuensi rendah pada contoh ini menunjukkan bahwa sinyal yang berfrekuensi rendah mengalami perubahan amplitudo dengan faktor tinggi 0.5/2 Gain rendah di frekuensi tinggi menunjukkan bahwa sinyal yang berfrekuensi tinggi mengalami perubahan amplitudo dengan faktor rendah Nilai frekuensi yang menjadi batas antara passband dan stopband disebut frekuensi cutoff , C. Daerah frekuensi dimana terjadi gain tinggi disebut passband sedangkan daerah frekuensi dimana terjadi gain rendah disebut stopband Nilai frekuensi cutoff biasanya diambil nilai frekuensi dimana gain menurun dengan faktor 1/2 dari gain maksimum pada passband.
satu passband satu stopband Dalam contoh di atas, rangkaian mempunyai satu passband yaitu dari frekuensi = 1 sampai frekuensi cuttoff C , dan satu stopband yaitu mulai dari frekuensi cutoff ke atas Dengan kata lain rangkaian ini mempunyai passband di daerah frekuensi rendah saja sehingga disebut low-pass gain. Kebalikan dari low-pass gain adalah high-pass gain, yaitu jika passband berada hanya di daerah frekuensi tinggi saja seperti pada contoh berikut ini
CONTOH: Selidikilah tanggapan frekuensi rangkaian di samping ini Penyelesaian: Fungsi alih rangkaian adalah 0.5/2 C Gain stopband passband [o]
Pernyataan gain dalam dB dapat bernilai nol, positif, atau negatif Decibel Gain biasanya dinyatakan dalam decibel (disingkat dB) yang didefinisikan sebagai Pernyataan gain dalam dB dapat bernilai nol, positif, atau negatif Gain dalam dB akan nol jika |T(j)| bernilai satu, yang berarti sinyal tidak diperkuat ataupun diperlemah; jadi gain 0 dB berarti amplitudo sinyal keluaran sama dengan sinyal masukan. Gain dalam dB akan positif jika |T(j)| >1, yang berarti sinyal diperkuat. Gain akan bernilai negatif jika |T(j)| < 1, yang berarti sinyal diperlemah.
Frekuensi cutoff adalah frekuensi dimana gain telah turun 1/2 = 0 Frekuensi cutoff adalah frekuensi dimana gain telah turun 1/2 = 0.707 kali nilai gain maksimum dalam passband. Jadi pada frekuensi cutoff, nilai gain adalah Dengan demikian dapat kita katakan bahwa frekuensi cutoff adalah frekuensi di mana gain telah turun sebanyak 3 dB
CONTOH: Berapa dB-kah nilai gain sinyal yang diperkuat K kali , jika K = 1; 2 ; 2 ; 10; 30; 100; 1000 ? Dan berapa nilai gain jika terjadi pelemahan dimana K = 1/2 ; 1/2 ; 1/10; 1/30; 1/100; 1/1000 ? Penyelesaian: Untuk sinyal yang diperkuat K kali, Penguatan Pelemahan
Kurva Gain Dalam Decibel Kurva gain dibuat dengan absis (frekuensi) dalam skala logaritmik; jika gain dinyatakan dalam dB yang juga merupakan bilangan logaritmik sebagaimana didefinisikan, maka kurva gain akan berbentuk garis-garis lurus Low-pass gain. Dengan menggunakan satuan dB, kurva low-pass gain pada contoh sebelumnya adalah seperti terlihat pada ganbar di samping ini. Gain hampir konstan 6 dB di daerah frekuensi rendah, sedangkan di daerah frekuensi tinggi gain menurun dengan kemiringan yang hampir konstan pula. Gain [dB] 6 C 9
High-pass gain. Dalam skala dB, high-pass gain pada contoh sebelumnya adalah seperti terlihat pada ganbar di bawah ini. Gain hampir konstan 6 dB di daerah frekuensi tinggi sedangkan di daerah frekuensi rendah gain meningkat dengan kemiringan yang hampir konstan pula Gain [dB] 6 C 9 Band-pass gain. Apabila gain meningkat di daerah frekuensi rendah dengan kemiringan yang hampir konstan, dan menurun di daerah frekuensi tinggi dengan kemiringan yang hampir konstan pula, sedangkan gain tinggi berada di antara dua frekuensi cutoff kita memiliki karakteristik band-pass gain. Gain [dB] 3 C Frekuensi cutoff pada band-pass gain ada dua; selang antara kedua frekuensi cutoff disebut bandwidth (lebar pita)
Selidikilah perubahan gain dari rangkaian orde-2 di samping ini. Band-pass gain kita peroleh pada rangkaian orde-2 yang akan kita pelajari lebih lanjut. Walaupun demikian kita akan melihat rangkaian orde-2 berikut ini sebagai contoh CONTOH: + Vo(s) Vin(s) 1100 s 105/s Selidikilah perubahan gain dari rangkaian orde-2 di samping ini. Gain belum dinyatakan dalam dB. Penyelesaian:
Apabila kurva gain dibuat dalam dB, kurva yang akan diperoleh adalah 1 1/2 passband stopband Apabila kurva gain dibuat dalam dB, kurva yang akan diperoleh adalah Gain [dB] 3 C
Karakteristik gain seperti ini disebut band-stop gain. CONTOH: Selidikilah perubahan gain dari rangkaian orde kedua di samping ini. Gain belum dinyatakan dalam dB. Penyelesaian: passband stopband 0.7 1.4 1 100 10000 1000000 1/2 Gain Kurva ini menunjukkan bahwa ada satu stopband pada antara 100 10000 dan dua passband masing-masing di daerah frekuensi rendah dan tinggi Karakteristik gain seperti ini disebut band-stop gain.
Bode Plot Kita lihat Low-Pass Gain Bentuk fungsi alih rangkaian orde pertama dengan karakteristik low-pass gain adalah: Tentang tetapan K kita memahaminya sebagai berikut: K yang bernilai positif kita fahami sebagai K dengan sudut K = 0o K yang bernilai negatif kita fahami sebagai K dengan sudut K = 180o Tentang pole dari suatu fungsi alih, kita ingat diagram posisi pole seperti di samping ini: Jika rangkaian yang kita tinjau adalah rangkaian stabil maka ia harus memiliki pole dengan bagian riil negatif karena hanya pole yang demikian ini yang dapat membuat rangkaian stabil. Komponen transiennya menuju nol untuk t . Hanya rangkaian stabil saja yang kita tinjau dalam analisis tanggapan frekuensi.
Komponen-kedua fungsi gain Ini tergantung dari frekuensi Pendekatan Garis Lurus dari Kurva Gain Jika fungsi alih rangkaian yang kita tinjau adalah: Fungsi gain dan fungsi fasa-nya adalah Fungsi gain dalam satuan dB, menjadi Komponen-kedua fungsi gain Ini tergantung dari frekuensi Komponen-pertama fungsi gain ini bernilai konstan untuk seluruh frekuensi Komponen-kedua inilah yang menyebabkan gain berkurang dengan naiknya frekuensi Komponen-kedua ini pula yang menentukan frekuensi cutoff, yaitu saat (/) =1 dimana komponen ini mencapai nilai 20log2 3 dB
pendekatan garis lurus Jadi frekuensi cutofff ditentukan oleh komponen yang berasal dari pole fungsi alih, yaitu Perubahan nilai komponen-kedua dari gain sebagai fungsi frekuensi, yang dibuat dengan = 1000 adalah sebagai berikut dB [rad/s] pendekatan garis lurus log((/)2+1) Untuk frekuensi tinggi, (/)>>1 atau >>, komponen kedua tesebut didekati dengan Untuk frekuensi rendah, (/) << 1 atau << , komponen kedua dapat didekati dengan C Jadi pendekatan garis lurus untuk komponen kedua ini adalah garis nol untuk 1<< dan garis lurus 20 dB per dekade untuk >. Titik belok terletak pada perpotongan kedua garis ini, yaitu pada (/) =1, yang berarti terletak di frekuensi cutoff.
Komponen-pertama fungsi ini bernilai konstan. Pendekatan Garis Lurus Kurva Fungsi Fasa Tanggapan fasa kita peroleh dari fungsi fasa Komponen-kedua memberi pengurangan fasa yang juga menjadi penentu pola perubahan tanggapan fasa Komponen-pertama fungsi ini bernilai konstan. [rad/s] [o] pendekatan garis lurus tan1(/) Pada (/)=1 (frekuensi cutoff) tan1(/)=45o. Pada =0,1C tan1(/)≈0o. Pada =10C tan1(/)≈90o; Untuk >10C tan1(/)=90o. Jadi dalam selang 0.1C<<10C perubahan fasa dapat dianggap linier 45o per dekade. C
Dengan pendekatan garis lurus, baik untuk fungsi gain maupun untuk fungsi fasa, maka tanggapan gain dan tanggapan fasa dapat digambarkan dengan nilai seperti tercantum dalam dua tabel di bawah ini. Gain Frekuensi C = =1 1<< > Komponen 1 20log(|K|/) Komponen 2 20dB/dek Total Frekuensi C = =1 0,1<<10 >10 Komponen 1 K Komponen 2 45o/dek Total K 45o/dek Perhatikanlah bahwa nilai komponen-pertama konstan untuk seluruh frekuensi sedangkan komponen-kedua mempunyai nilai hanya pada rentang frekuensi tertentu.
Kurva pendekatan garis lurus tanggapan gain dan tanggapan fasa ini, dengan mengambil = 1000 adalah sebagai berikut [rad/s] Gain [dB] 20log(|K|/) 20dB/dek C = [rad/s] [o] 45o/dek 0.1C 10C K Perhatikan bahwa penurunan gain dimulai dari C sedangkan penurunan sudut fasa terjadi antara 0,1C dan 10C
Fungsi alih ini mempunyai zero pada s = 0. Kita lihat High-Pass Gain Fungsi alih rangkaian orde pertama dengan karakteristik high-pass gain adalah Fungsi alih ini mempunyai zero pada s = 0. Fungsi gain dan fungsi fasa-nya adalah Gain dalam dB: Dengan menggunakan pendekatan garis lurus, nilai fungsi gain dan fungsi fasa adalah seperti dalam tabel berikut
Gain Frekuensi C = =1 1<< > Komponen 1 20log(|K|/) =1 1<< > Komponen 1 20log(|K|/) Komponen 2 +20dB/dek 20log(/1)+20dB/dek Komponen 3 20dB/dek Total 20log(|K|/)+20dB/dek 20log(|K|/)+20log(/1) Gain Frekuensi C = =1 1<< > Komponen 1 20log(|K|/) Komponen 2 +20dB/dek 20log(/1)+20dB/dek Komponen 3 20dB/dek Total 20log(|K|/)+20dB/dek 20log(|K|/)+20log(/1) Gain [dB] 20log(|K|/) +20dB/dek C = [rad/s] [o] [rad/s] 45o/dek 0.1C 10C K K+90o
CONTOH: Gambarkan pendekatan garis lurus tanggapan gain dari rangkaian yang mempunyai fungsi alih: Penyelesaian: [rad/s] Gain [dB] C Komp-1 Komp-2 Gain Gain Frekuensi C = 100 rad/s =1 1<<100 >100 Komponen 1 14 dB Komponen 2 20dB/dek Total 14 dB 20dB/dek
CONTOH: Gambarkan pendekatan garis lurus tanggapan gain dari rangkaian yang mempunyai fungsi alih: Penyelesaian: [rad/s] Gain [dB] Komp-2 Komp-1 Komp-3 Gain Gain Frekuensi C = 100 rad/s =1 1<<100 >100 Komponen 1 14 dB Komponen 2 20 dB/dek 40+20 dB/dek Komponen 3 20 dB/dek Total 14 dB +20 dB/dek 26 dB
Kita lihat Band-Pass Gain Rangkaian dengan karakteristik band-pass gain dapat diperoleh dengan menghubungkan secara bertingkat dua rangkaian orde pertama dengan menjaga agar rangkaian yang di belakang (rangkaian kedua) tidak membebani rangkaian di depannya (rangkaian pertama). Rangkaian pertama mempunyai karakteristik high-pass gain sedangkan rangkaian kedua mempunyai karakteristik low-pass gain. Hubungan kaskade demikian ini akan mempunyai fungsi alih sesuai kaidah rantai dan akan berbentuk Dengan membuat >> maka akan diperoleh karakteristik band-pass gain dengan frekuensi cutoff C1 = dan C2 = .
Rangkaian Orde-2
Rangkaian Orde-2 Dengan Pole Riil Pole dari fungsi alih rangkaian orde-2 bisa riil ataupun kompleks konjugat Kita akan mulai pembahasan tentang fungsi alih dengan pole riil
Band-Pass Gain Fungsi alih rangkaian orde-2 dengan satu zero dan dua pole riil dapat ditulis sebagai Fungsi gain Dalam dB
Fungsi gain ini terdiri dari komponen-komponen yang bentuknya telah kita kenal pada pembahasan rangkaian orde-1 Komponen-pertama bernilai konstan Komponen-kedua berbanding lurus dengan log dengan perubahan gain +20 dB per dekade Komponen-ketiga memberi pengurangan gain 20 dB per dekade mulai dari = = C1 = frekuensi cut-off Komponen-keempat juga memberi pengurangan gain 20 dB / dekade mulai dari = = C2 = frekuensi cut-off
Nilai fungsi gain dengan pendekatan garis lurus untuk > adalah seperti dalam tabel di bawah ini Gain Frekuensi C1 = rad/s C2 = rad/s =1 1<< << > Komp.1 20log(|K|/) Komp.2 +20 dB/dek +20log(/1) +20log(/1) Komp.3 20 dB/dek 20log(/)20 dB/dek Komp.4 Total +20log()
CONTOH Gambarkan Bode plots pendekatan garis lurus (tanggapan gain dan tanggapan fasa) rangkaian yang diketahui fungsi alihnya adalah : Penyelesaian:
Gain Gain Frekuensi C1 = 10 rad/s C2 = 10000 rad/s =1 1<<10 10<<104 >104 Komponen 1 6 dB Komponen 2 +20 dB/dek 20+20 dB/dek 80+20 dB/dek Komponen 3 20 dB/dek 6020 dB/dek Komponen 4 Total 14 dB [rad/s] Gain [dB] C1 C2 6 14 -40 -20 20 40 1 10 100 1000 10000 100000
Fasa () Frekuensi C1 = 10 rad/s C2 = 104 rad/s =1 1<<100 103<<105 >105 Komponen 1 0o Komponen 2 90o Komponen 3 45o/dek 90o Komponen 4 0o45o/dek Total 90o45o/dek [o] [rad/s] C1 C2 0,1 1 101 0,1 2 102
High-Pass Gain Karakteristik high-pass gain dapat diperoleh dari rangkaian orde kedua yang fungsi alihnya mengandung dua zero di s = 0 CONTOH: Gambarkan tanggapan gain dan tanggapan fasa jika diketahui fungsi alihnya adalah Penyelesaian:
Gain = 1, konstan 20log(1/800) = 58 dB Kenaikan gain berbanding lurus dengan log(); kenaikan 220 dB per dekade Pengurangan gain 20 dB per dekade mulai pada C1 = 40 rad/s Pengurangan gain 20 dB per dekade mulai pada C2 = 200 rad/s [rad/s] Gain [dB] +40dB/dek +20dB/dek 58
Fasa Mulai = 1, () 0o + 2 90o =180o Pengurangan fasa 45o per dekade mulai dari 0,1C1 sampai 10c1 (seharusnya) Pengurangan fasa 45o per dekade mulai dari = 0.1C2 sampai 10C2 Karena 0,1C2 < 10C1 maka kurva menurun 90o per dekade pada 0,1C2 dan kembali menurun 45o per dekade pada 10C1 [rad/s] [o] 0,1C2 0,1C1 10C1 10C2
Low-pass Gain Karakteristik low-pass gain dapat diperoleh dari rangkaian orde kedua yang fungsi alihnya tidak mengandung zero CONTOH: Gambarkan Bode plots pendekatan garis lurus rangkaian yang fungsi alihnya adalah : Penyelesaian:
pengurangan gain 20 dB per dekade gain 20log(0,5) 6 dB pengurangan gain 20 dB per dekade mulai C1 = 100 pengurangan gain 20 dB per dekade mulai C2 = 1000, sehingga mulai C2 perubahan gain adalah 40 dB per dekade Gain [dB] [rad/s] C1 C2
Fasa: Pada = 1, () 0 pengurangan fasa 45o per dekade mulai = 10 sampai = 1000 pengurangan fasa 45o per dekade mulai = 100 sampai = 10000. Jadi pada selang 100<<1000 perubahan fasa adalah 90o per dekade [o] [rad/s]
Fungsi Alih Dengan Zero Riil Negatif Dalam contoh-contoh sebelumnya, fungsi alih mempunyai zero di s = 0. Fungsi alih dalam contoh berikut ini mempunyai zero di s 0 CONTOH: Gambarkan tanggapan gain dan tanggapan fasa jika diketahui fungsi alihnya adalah Penyelesaian:
Gain: 20log8 = 18 dB perubahan gain +20 dB per dekade, mulai pada = 20 perubahan 20 dB per dekade mulai pada = 100, menyebabkan kurva menjadi mendatar perubahan 20 dB per dekade mulai pada = 1000 10 20 30 40 1 100 1000 10000 100000 [rad/s] Gain [dB] 18 +20dB/dek 20dB/dek
Fasa: Pada = 1, () 0 perubahan fasa +45o per dekade mulai dari = 2 sampai = 200 perubahan fasa 45o per dekade mulai dari = 10 sampai = 1000, membuat kurva jadi mendatar perubahan fasa 45o per dekade mulai dari = 100 sampai = 10000 [rad/s] [o] Peran komponen-2 hilang; kurva menurun 90o per dekade Peran komponen-3 hilang; kurva menurun 45o per dekade Peran komponen-4 hilang; kurva kembali mendatar
Rangkaian Orde-2 dengan Pole Kompleks Konjugat Rangkaian orde ke-dua yang memiliki pole kompleks konjugat dinyatakan oleh fungsi alih yang berbentuk j j Untuk = 0
Jadi jika bertambah: Untuk 1 > 0 Untuk 2 > 1 j A1() 1 A2() Untuk 1 > 0 Untuk 2 > 1 Untuk 3 > 2 j A1() 2 A2() Jadi jika bertambah: A1() selalu bertambah. A2() pada awalnya menurun namun kemudian bertambah. A2() mencapai nilai minimum pada saat = 2 = . Maka: gain |T(j)| meningkat pada awal peningkatan sampai mencapai nilai maksimum dan kemudian menurun lagi. Puncak tanggapan gain disebut resonansi. j A1() 3 A2()
Keadaan di sekitar frekuensi resonansi Untuk mempelajari tanggapan frekuensi di sekitar frekuensi resonansi, kita tuliskan fungsi alih rangkaian orde-2 dalam bentuk yang dapat kita tuliskan disebut rasio redaman dapat kita tuliskan frekuensi alami (tanpa redaman) = 0
Rasio redaman menentukan perubahan nilai Gain: Rasio redaman menentukan perubahan nilai gain dB [rad/s] =1 =0,1 =0,5 =0,05 pendekatan linier 0
Rasio redaman menentukan perubahan nilai sudut fasa [rad/s] =0,05 =0,1 =0,5 =1 pendekatan linier 0
Analisis Rangkaian Listrik di Kawasan s Kuliah Terbuka Analisis Rangkaian Listrik di Kawasan s Sudaryatno Sudirham