Prof. Drs. Totok Sarsito, SU, MA, Ph.D. FISIP - Universitas Sebelas Maret SEMINAR NASIONAL “GERAKAN RAKYAT UNTUK PERUBAHAN: PERKEMBANGAN POLITIK DOMESTIK MESIR & NEGARA-NEGARA TIMUR TENGAH LAINNYA” Solo, 15 JUNI 2011
BAGAIMANA AMERIKA SERIKAT MELIHAT DUNIA Tidak lama setelah keruntuhan Uni Soviet (akhir tahun 1990an), muncul perdebatan tentang masa depan tata dunia. Ada beberapa ramalan, antara lain: (1) “the end of history”, (2) a “clash of civilization”, (3) a “coming anarchy”, or (4) a “borderless world.” Diperlukan banyak kerangka kerja untuk menghadapi “disorderly and decentralized world.” Keamanan AS tidak lagi tergantung pada keberhasilan atau kegagalan mengurung komunisme. Tantangan menjadi kabur dan beraneka-ragam.
POLITIK LUAR NEGERI AS Sebagai prioritas, AS harus mengelola hubungangannya dengan Eropa, Jepang, Russia, dan Cina. Memfokuskan perhatiannya pada sejumlah negara yang nasibnya tidak menentu dan yang masa depannya akan secara mendalam mempengaruhi negara-negara di sekitarnya “Pivotal States” Pivotal State wilayah panas yang tidak hanya dapat menentukan nasib negara- negara di sekitarnya, akan tetapi juga mempengaruhi stabilitas internasional.
SIR HALFORD MACKINDER Who rules East Europe commands the Heartland. Who rules the Heartland commands the World Island. Who rules the World Island commands the World. The World Island Europe, Asia and Africa The Heartland the interior area of Eurasia (the European iron curtain and the boundaries of Asiatic Russia except for Eastern Siberia)]
INNER AND OUTER CRESCENTS The Inner Crescent the fringe of Eurasia, from Eastern China and Korea south and west around to Scandinavia. The Outer Crescent Africa and the reminder of the world outside the World Island.
MACKINDER’S HEARTLAND
CIRI-CIRI PIVOTAL STATES Ciri-cirinya: (1) memiliki jumlah penduduk yang besar; (2) letak geografis yang penting; (3) potensi ekonomi (pasar yang sedang berkembang yang menjanjikan bagi kepentingan bisnis AS), dan (4) luas wilayah (penting tapi tidak harus). “Kapasitasnya mempengaruhi stabilitas kawasan dan global.” Secara regional penting karena keruntuhannya akan “berakibat timbulnya masalah lintas negara seperti: migration, communal violence, pollution, disease, and so on.” Kemajuan dan stabilitas ekonominya akan memperkuat vitalitas ekonomi regional dan kesehatan politik dan menguntungkan perdagangan dan investasi AS.
PIVOTAL STATES Amerika Latin: Mexico dan Brazil; Afrika: Aljazair, MESIR dan Afrika Selatan; Timur Tengah: Turki; Asia Selatan: India dan Pakistan; Asia Tenggara: Indonesia.
M E S I R Karena letaknya, secara historis stabilitas dan aliansi politik Mesir menjadi penting bagi perkembangan kawasan dan hubungan diantara negara-negara adidaya. Kedekatannya dengan wilayah minyak yang penting serta keterlibatannya dalam proses perdamaian Arab-Israel, telah meningkatkan kontribusi Mesir bagi stabilitas Timur Tengah dan Afrika Utara. Pemerintahan Hosni Mubarak telah dipandang sebagai benteng melawan fundamentalisme Islam yang radikal. Keruntuhan rejim Mesir akan merusak kepentingan AS lebih besar dibanding revolusi Iran.
Mesir yang tidak stabil akan merongrong rencana diplomasi AS mengisolasikan negara- negara fundamentalis di wilayah itu dan mendorong oposisi kelompok ekstrim terhadap pemerintahan dari Aljazair sampai Turki. Kejatuhan Mubarak akan membawa Arab Saudi mengevaluasi kembali kedudukannya yang pro Barat. Dengan keadaan seperti ini maka Operation Desert Storm atau intervensi militer di Timur Tengah akan menjadi sangat sulit atau bahkan tidak mungkin. Masa depan Mesir tidak hanya penting tapi juga sangat tidak pasti. Di tahun1995 Mesir menerima 2,5 milyar dollar dari AS, bantuan terbesar kedua setelah Israel.
POLITIK LUAR NEGERI AMERIKA SERIKAT Ditentukan oleh dua hal: 1. Kekuatan-kekuatan sosial (societal forces) 2. Struktur dan aturan kelembagaan (institutional arrangements and structure) yang telah dibangun oleh Konstitusi AS. Konteks Sosial: Societal forces (budaya politik, pendapat umum, kegiatan dan kepentingan kelompok) menjadi bagian yang kritis dari arena politik luar negeri AS
Definisi Konteks Sosial: Sikap dan orientasi rakyat AS. Beberapa aktor sosial yang mempengaruhi pembuatan kebijakan Konteks kemasyarakatan atau budaya politik adalah “serangkaian gagasan, cita-cita, konsep, cerita, dan mitos yang menjadi orientasi warganegara didalam sistem politik mereka” (a set of shared ideas, ideals, concepts, stories, and myths that orient citizens within their political systems). Budaya politik mempengaruhi cara bagaimana anggota masyarakat, termasuk elit negara, mendefinisikan diri mereka dan tempat mereka berada dalam tataran global yang lebih luas.”
Inti lingkungan sosial didalam mana politik luar negeri AS dirumuskan terdiri dari serangkaian dimensi inti atau “credo” (kepercayaan) melalui mana orang-orang Amerika mendefinisikan dirinya dan politik. Dimensi inti terdiri dari: (1) democratic liberalism, (2) egalitarian, dan (3) a general universalim/exceptionalism. (1) “Democratic liberalism”: Secara politis masyarakat AS adalah liberal yang memiliki komitmen pada: “individual liberty and the protection of private property, limited government, rule of law, natural rights, the perfectibility of human institutions, and the possibility of human progress.”
Secara ekonomis liberalisme adalah kapitalisme, suatu sistem ekonomi yang didasarkan pada sistem pasar, perdagangan bebas, dan pemilikan pribadi. AS adalah negara demokratis karena memiliki komitmen pada: (1) prinsip bahwa prosedur khusus (pemilihan) harus diikuti untuk mengisi jabatan-jabatan pemerintahan dan bagi pembuatan keputusan pemerintahan; (2) “popular sovereignty” atau pandangan bahwa warganegara merupakan sumber otoritas pemerintahan dan karenanya pemerintahn haruslah akuntabel bagi mereka; (3) “limited majority rule” atau ide bahwa kelompok
mayoritas seharusnya memimpin sejauh kelompok mayoritas menghormati dan melindungi hak-hak minoritas. Liberalisme demokratis menyerukan pemerintahan yang terbatas, akuntabel yang harus responsif terhadap dan dibentuk dengan partisipasi warganegara. (2) “Egalitarian”: Elemen yang terkait dengan hubungan diantara individu-individu dan kelompok–kelompok dalam masyarakat, dan antara mereka dengan pemerintah. AS adalah “egalitarian” ada persetujuan yang luas bahwa warganegara seharusnya memiliki kedudukan politik yang sama dan kesempatan yang secara umum sama dalam masyarakat.
(3) “A general universalism/exceptionalism”: Pandangan bahwa “the American way” merupakan model yang seharusnya ditempuh oleh semua negara yang lain. Orang Amerika percaya bahwa nilai-nilai seperti disebut diatas merupakan “universal public goods” yang harus dimaksimalkan di negara- negara yang lain. Universalism secara esensial merupakan komitmen terhadap “democratic liberalism, constitutional government, and the like” yang merupakan pilihan utama, cocok dan diminati oleh seluruh rakyat dan negara (superior preference, suitable and desirable for all people and countries).
A. Two societal impulse continuum: (1) Moralism/ idealism, and (2) Pragmatism/realism. (1) Moralism/idealism: Menggambarkan dorongan untuk mempromosikan nilai-nilai tertentu dalam politik luar negeri, daripada mepertahankan berbagai macam kepentingan. Berpendapat bahwa AS seharusnya melibatkan diri dalam persoalan internasional “only for sufficient ethical reasons” (bahwa politik luar negeri seharusnya dimotvasi oleh prinsip-prinsip moral). Dunia yang makmur dan damai dapat diwujudkan sesuai dengan prinsip-prinsip moral universal, sehingga taat pada prinsip benar dan salah sama pentingnya dengan konsep kepentingan. Berupaya membangun kembali dunia dengan image Amerika untuk menyelamatkan dunia. Misi AS to serve as “the custodian (penjaga) of the future of humanity.”
(2) Pragmatism/realism or ad hoc problem solving: Menghindari tujuan-tujuan yang bersifat moral, ideologis, atau doktrinal dan lebih peduli pada kepentingan-kepentingan dan hasil yang kongkrit didasarkan pada standar evaluasi. Nilai-nilai seperti demokrasi yang mempromosikan debat publik dan pluralisme yang mendorong kelompok dan individu yang beranekaragam untuk bersama dan sama-sama menerima – kompromi - merupakan solusi terhadap persoalan mereka. Cenderung mendukung pendekatan pragmatis terhadap penyelesaian masalah termasuk politik luar negeri.
B. Foreign policy orientation continuum (based on broad attitudes toward US policy): (1) isolationism and (2) internationalism: (1) Isolationism: Keinginan untuk menjaga agar AS tetap berada di luar keterlibatan politik dan militer yang substansial di dunia, utamanya Eropa, tanpa memikul tanggungjawab terhadap dunia, bertindak sebagai agen perubahan dunia, atau campurtangan dalam masalah-masalah dunia. (2) Internationalism: Menghendaki AS harus aktif terlibat dalam politik dunia untuk mempertahankan kepentingan AS serta menyediakan kepemimpinan AS yang diperlukan. AS memiliki tanggungjawab yang harus dilaksanakan melalui partisipasi dan kepemimpinan.
Internasionalisme meliputi kesediaan untuk menggunakan power, melakukan intervensi (baik politik, militer maupun ekonomi) dalam masalah- masalah dunia, menerapkan kepemimpinan dalam masalah-masalah dunia, dan bahkan mencangkokkan nilai-nilai dan lembaga-lembaga Amerika. Presiden Harry Truman: “the free people of the world look to us for support in maintaining their freedoms. … If we falter (gagap) in our leadership, we may endanger the peace of the world – and we shall certainly endanger the welfare of our own nation.”
The Institutional Context Berasal dari Konstitusi AS. Prinsip akuntabilitas dan akses di pihak publik, membuat politik luar negeri AS sebagai target yang sah dari kepentingan dan tekanan publik, menyebabkan pembuat kebijakan luar negeri AS secara benar peduli dengan penerimaan publik. Prinsip pemisahan kekuasaan dan “checks and balances” dengan mana kekuasaan pembuatan keputusan dibagi, didistribusikan dan diseimbangkan diantara tiga cabang kekuasaan. Konstitusi AS tidak menunjuk pada cabang apapun kekuasaan politik luar negeri. Konstitusi AS memecah-mecah kekuasaan politik luar negeri dan menyerahkannya kepada Kongres dan eksekutif, memaksanya untuk berbagi tanggungjawab.