Pembelajaran dari Rencana Pembangunan di bidang Energi Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Workshop “Upaya Mengentaskan Kemiskinan Energi di Indonesia: Hambatan dan Solusi” Jakarta, 7 Juni 2012
Energi dan Ekonomi Energi adalah “mesin” pertumbuhan ekonomi. GDP (agregat) Indonesia sekarang no. 17 di dunia, namun GDP/Capita kita masih relatif rendah. Agar ekonomi dapat tumbuh (GDP membesar) lebih banyak energi harus disediakan. Konsumsi energi perkapita Indonesia masih sangat rendah. Untuk mencapai tingkat kemakmuran tertentu (tidak miskin secara ekonomi), dibutuhkan tingkat konsumsi energi per kapita tertentu.
Energi dan Indeks Pembangunan Manusia Bukan hanya ekonomi yang mengharuskan pasokan energi memadai, tapi juga juga kegiatan pembangunan manusia secara keseluruhan (dicerminkan dalam HDI) HDI Indonesia sekarang no. 124 di dunia, atau masih sangat buruk. Untuk mencapai tingkat HDI yang lebih baik, Indonesia membutuhkan energi lebih banyak. Pasokan energi harus diamankan, “kemiskinan energi” dikurangi!
Konsumsi Energi/Kapita: Perbandingan By region? Konsumsi energi perkapita Indonesia termasuk yang masih sangat rendah (masih miskin energi). Ini pun masih terdistribusi secara tidak merata, dengan Jawa memiliki konsumsi energi/kapita terbesar. Banyak wilayah masih sangat miskin energi.
Perencanaan energi INDONESIA: Situasi “Kemarin” Target “jelas”, relatif mudah dicapai (contoh listrik desa) Permintaan terhadap energi relatip tidak besar, belum meningkat cepat. Konflik permintaan DN dan LN tidak besar (contoh gas). Mengandalkan perencanaan terpusat (sentralisasi). Perencanaan dan penganggaran terkait erat. Peranan BUMN Energi sangat besar. Peranan Pemerintah (Daerah) kecil
INDONESIA: Situasi “Sekarang” Otonomi Daerah: aspirasi terhadap energi meningkat. Medan makin sulit (pelosok, pulau terpencil), permintaan energi meningkat. Deregulasi industri energi: UU Energi, UU Listrik, UU Panas Bumi transformasi menuju ke sistem baru berjalan lambat. Kaitan perencanaan dan penganggaran melemah. Peranan Pemda dituntut. Ada peluang-peluang baru: program-program Poverty, Climate Change, dll. Ke depan: Permintaan energi makin meningkat, medan makin sulit , investasi/MTOE makin besar … Perencanaan dan kordinasi makin rumit?
Pembiayaan proyek energi (di wilayah terpencil) Sumber Pembiayaan Permasalahan/Tantangan 1. Pemerintah Pusat (APBN): DIPA, DAK, “Subsidi” Program “tersebar”, makin sulit mengidentifikasi Eksekutif kurang “independen”/kordinasi lemah DAK makin “kabur” “Subsidi” terlalu besar; kemana? 2. Pemerintah Daerah (Propinsi, Kabupaten-Kota): PAD, DAU, DBH. Jumlah relatif kecil Program tidak /kurang jelas, Komitmen rendah 3. BUMN Insentif rendah (kecuali penugasan) 4. BUMD Profesionalisme rendah 5. Swasta/Koperasi/LSM Motif/insentif apa yang dapat mendorong mereka melakukan “pekerjaan” energi ini? 6. Hibah (Grant), Pinjaman/Hutang Luar Negeri Profesionalisme dalam pencarian dan pemanfaatannya masih rendah
Usulan Solusi (Strategis) Percepat penyusunan RUEN – RUED Perkuat hubungan Pusat-Daerah dalam penyusunan dan implementasi rencana pembangunan energi: Kerja Sama Peningkatan Kapasitas (termasuk masyarakat) Manfaatkan isu-isu strategis yang sedang berkembang di dunia: Climate Change, Poverty, Millenium Development Goals, SEFA (?) Manfaatkan peluang yang ada dalam APBN: DAK CSR untuk pembangunan energi lokal? “Subsidy shifting”: Jawa ke luar Jawa, kaya energi ke miskin energi. APBN: prioritas untuk wilayah miskin energi Prioritas sumber energi lokal.
Terima kasih atas perhatian Anda … nugrohohn@bappenas.go.id Discover the wonders of natural gas