BEBERAPA TEORI HUKUM SEBAGAI HASIL DARI DISIPLIN ILMU TEORI HUKUM Oleh RUSDIANTO MAGISTER KENOTARIATAN FAKULTAS HUKUM UNNAR 2012
PLATO: Hukum Sebagai Sarana Keadilan Dalam bukunya The Republic Plato menyatakan bahwa kebaikan hanya dapat diterima dan difahami oleh kaum aristokrat (para filsuf) → Negara Aristokrasi Mereka adalah orang-orang terpilih Dibawah pemerintahan mereka maka akan dimungkinkan adanya partisipasi semua orang dalam gagasan keadilan Keadilan memungkinkan tercapai secara sempurna Plato menyatakan bahwa jika keadilan sudah tercapai maka hukum tidak diperlukan Karena kaum cerdik pandai, kaum arif bijaksana akan mewujudkan theoria (pengetahuan dan pengertian terbaiknya) dalam segala tindakannya
Lanjutan Karena terjadinya kemerosotan bentuk negara ke bentuk timokrasi, oligarki, demokrasi maupun tirani, maka disinilah hukum dibutuhkan untuk mewujudkan keadilan Secara konkrit, teori Plato tentang hukum adalah sebagai berikut: Hukum merupakan tatanan terbaik untuk menangani fenomena yang penuh situasi ketidakadilan Aturan2 hukum harus dihimpun dalam satu kitab, supaya tidak muncul kekacauan hukum Setiap UU harus didahului preambule tentang motif dan tujuan UU tersebut Tugas hukum adalah membimbing para warga (lewat UU) pada suatu hidup yang saleh dan sempurna Orang yang melanggar UU harus dihukum, tetapi hukuman itu bukan hukuman balas dendam. Pelanggaran hukum lebih doisebabkan karena ketidaktahuan/bodoh
ARISTOTELES: Hukum sebagai Perasaan Sosial Etis Manusia adalah makhluk sosial (zoon politicon), maka manusia harus memiliki moral yang akan menuntunnya dalam menggapai kebahagiaan Hukum merupakan pengarah manusia pada nilai-nilai moral, maka hukum harus adil, yaitu keadilan umum Keadilan ditandai oleh hubungan yang baik antara satu dengan yang lain, tidak mengutamakan diri sendiri, tapi juga tidak mengutamakan pihak lain, serta adanya kesamaan Aristoles menyatakan bahwa hukum itu sebagai kembaran dari keadilan, sehingga dengan demikan maka hal itu merupakan alat yang paling praktis dalam mencapai kehidupan yang baik, adil dan sejahtera
lanjutan Jika hukum yang dibentuk oleh negara tidak memiliki perasaan sosial-etis yang baik, maka tidak akan terwujud keadilan tertinggi, meskipun yang memerintah adalah orang-orang bijak dengan undang-undang yang bermutu sekalipun Pandangan Aristoteles tersebut bertumpu pada tiga sari hukum alam yang dianggap sebagai prinsip keadilan utama oleh aristoteles: Honeste Vivere → Hidup secara terhormat Alterum non Leaders → tidak mengganggu orang lain Suum quique tribuere → Memberi kepada tiap orang apa yang menjadi bagiannya
Lanjutan Aristoteles berpendapat bahwa Ketaatan seeorang kepada hukum ditentukan oleh keberhasilan negara sebagai ‘Guru Moral” Hipotesa tersebut mungkin dapat kita tarik dalam kehidupan saat ini misalnya: Kegagalan negara menanamkan moralitas publik pada warganya, menyebabkan berkembangnya ‘budaya pelanggaran hukum” Kegagalan negara memberi teladan, menyebabkan orang tidak peduli hukum Sikap negara yang mengutamakan kekerasan menyebabkan munculnya sindrom main hakim sendiri Coba kaitkan dengan tindak pidana korupsi ?????
THOMAS AQUINAS: Hukum Itu Merupakan Tatanan Ilahi Thomas Aquinas mendasarkan teorinya pada Agama Kristen. Hukum diperlukan untuk menegakkan moral di dunia, yaitu mengejar kebaikan dan menjauhi kejahatan Tata hukum harus dibangun dalam struktur yang berpuncak pada kehendak Tuhan Aquinas membuat doktrin konfigurasi tata hukum yang terdiri dari (i) Lex Aterna: Hukum dan Kehendak Tuhan, (ii) Lex Naturalis: Prinsip Umum (Hukum Alam), (iii) Lex Devina:Hukum Tuhan yang ada dalam Kitab Suci dan (iv) Lex Humane: Hukum buatan manusia yang sesuai dengan hukum alam
lanjutan Lex Humane menjadi tidak benar karena: Mengabaikan kebaikan masyarakat; Mengabdi pada nafsu dan kesombongan pembuatnya; Berasal dari kekuasaan yang sewenang-wenang; Diskriminatif terhadap rakyat Jika sudah demikian maka hukum itu tidak sah karena bertentangan dengan moral hukum alam dan Tuhan
lanjutan Hukum pada dasarnya merupakan cerminan tatanan Ilahi. Legislasi hanya memiliki fungsi untuk mengklarifikasi dan menjelaskan tatanan Ilahi itu Dalam konteks itu Aquinas membedakan antara hukum yang berasal dari wahyu, dengan hukum yang dijangkau oleh akal manusia Hukum yang berasal dari wahyu disebut ius divinum positivum (hukum Ilahi positif) Sedangkan hukum yang dibentuk lewat akal manusia terdiri dari: Ius Naturale (hukum alam); Ius Gentium (hukum bangsa-bangsa); Ius positivum humanum (hukum positif buatan manusia)
JEAN BODIN: Hukum merupakan Perintah Penguasa yang berdaulat Bodin meletakkan teori hukum dalam konteks doktrin kedaulatan Bodin melihat hukum sebagai perintah raja, dan perintah ini menjadi aturan umum yang berlaku bagi rakyat dan persoalan umum Kekuasaan raja adalah kekuasaan tertinggi atas warga dan rakyat. Raja sendiri tidak terikat oleh hukum(summa in cires ac subditos legibusque soluta potestas) Sebab jika raja berada di bawah hukum, maka itu berarti akan menghancurkan makna dasar kedaulatan (yang satu, bulat, dan superior) Kedaulatan tidak lagi menjadi kedaulatan, jika ia terikat pada institusi lain
JHON LOCKE: Hukum Sebagai Alat Pelindung Hak Kodrat Locke berpandangan bahwa manusia itu tertib dan mengadakan suatu kontrak sehingga hukum harus dibuat oleh rakyat itu sendiri untuk melindungi hak-hak dasarnya melalui kekuasaan legislasi sebagai inti dalam kehidupan politik (ajaran kontrak sosial John Locke) Locke menyatakan bahwa tidak semua hak-hak individu di dalam kontrak sosial itu diserahkan kepada penguasa, yang diserahkan hanyalah hak-hak yang berkaitan dengan perjanjian negara semata. Kekuasaan penguasa yang diberikan lewat kontrak sosial, tidak mungkin bersifat mutlak. Kekuasaan tersebut justru untuk melindungi hak-hak kodrat dimaksud dari bahaya2 yang mungkin mengancam, baik dari dalam maupun luar.
Untuk memastikan agar hukum yang dibuat tersebut memang diarahkan pada perlindungan hak-hak dasar tersebut, maka rakyat sendirilah yang harus menjadi pembuat hukum lewat lembaga legislatif Hak rakyat membuat undang2 itu bersifat primer, asli dan tidak dapat dicabut Kekuasaan dan produk hukum yang dihasilkan oleh parlemen tidak dapat diganggu gugat. Yudisial hanya bertugas menjalankan apa yang terumus dalam UU Asas utama yang dianut dari pandangan itu ialah “ UU tidak dapat diganggu gugat atau dalam rumusan Emanuel Kant disebut la bouche de la loi (hakim sebagai corong UU) tugas hakim hanya menerapkan UU yang dibuat lembaga legislatif. Bahkan hakim harus menuruti secara harfiah apa kata UU (qui les judges suivent la lettre de la loisi) → bertahan sampai awal abad ke-18 .
JEREMY BENTHAM: Hukum Sebagai Alat untuk Mencapai Kebahagiaan Alam telah menempatkan “dua raja” penguasa manusia, yaitu “raja suka” dan “raja duka” Bentham menyatakan bahwa seluruh tindak tanduk manusia disadari ataupun tidak sesungguhnya tertuju untuk meraih kebahagiaan Apa yang cocok digunakan untuk atau cocok untuk kepentingan individu adalah apa yang cenderung untuk memperbanyak kebahagiaan Demikian juga apa yang cocok untuk kepentingan masyarakat adalah apa yang cenderung menambah kesenangan individu-individu yang merupakan anggota masyarakat lain Inilah yang mestinya menjadi titik tolak dalam menata hidup manusia, termasuk hukum
Hukum sebagai tatanan hidup bersama harus diarahkan untuk menyokong si “raja suka” dan serentak mengekang “si raja duka” Dengan kata lain, hukum harus berbasis manfaat bagi kebahagiaan manusia Agar hukum benar2 menyokong kebahagiaan itu maka maka harus menciptakan kebebasan maksimum kepada setiap individu agar dapat mengejar apa yang baik baginya Cara yang paling efektif untuk itu adalah memelihara keamanan individu Hanya dengan kebebasan dan keamanan yang cukup terjamin, si individu dapat maksimal meraih kebahagiaan Hukum harus mengusahakan kebahagiaan maksimum bagi tiap2 orang Hak2 individu harus dilindungi dalam kerangka memenuhi kebutuhannya → mendapat penentangan dari Jhon start Mill
TEORI KARL MARX: Hukum itu Kepentingan Orang Berpunya Siapapun yang menguasai ekonomi maka ia akan menguasai manusia Ekonomi merupakan struktur bawah yang memberi bentuk corak pada semua yang ada pada struktur atas Oleh karena itu, hukum, ajaran agama, sistem politik, corak budaya, bahkan struktur masyarakat sebenarnya tidak lain adalah cerminan belaka dari sistem ekonomi yang ada dibelakangnya Hukum itu tidak lepas dari ekonomi. Marx menyatakan bahwa hukum merupakan alat legitimasi dari kelas ekonomi tertentu Marx mempertanyakan ‘mengapa peraturan di bidang perburuhan cenderung menggelisahkan buruh?”
Marx berpendapat, hal itu terjadi karena hukum telah dikuasai oleh pemilik modal Isu utama dari hukum bukanlah keadilan, itu hanyalah omong kosong belaka Bagaimana mungkin hukum berbicara keadilan, jika hukum itu hanya untuk dan sudah dikuasai orang berpunya Aturan hukum hanya beirisi kekuatan muatan-muatan kepentingan pemilik modal Aslinya hukum itu wujud aspirasi dan kepentingan kelas “orang berpunya” Hukum hanyalah alat penindasan dan penyebab penderitaan Ditangan penguasa yang berselingkuh dengan pemilik modal, hukum akhirnya tampil sebagai the iron boxing and the velcet glove (tinju besi berselubung kain buludru). Iron boxing merupakan realitas hukum, sementara kiasan velvet glove adalah selubung penutup kebohongan dari hukum
Untuk melawan itu semua, maka hanya sistem masyarakat komunislah jawaban yang paling tepat, dimana kelas buruh berkuasa Dalam masyarakat ini tidak ada lagi eksploitasi, karena semua diatur secara bersama Tidak ada lagi pemilikan modal secara pribadi, baik oleh individu maupun kelompok. Modal dimiliki secara kolektif oleh semua anggota masyarakat. Dengan demikian tidak ada lagi perbedaan antara majikan dengan buruh Hukum harus dikendalikan oleh kaum diktatur proletariat agar dapat melaksanakan misi terciptanya keadilan bagi kaum buruh Sisa-sisa musuh harus ditumpas habis. Itulah yang menjadi tugas hukum dan negara Setelah semua itu terealisir maka kehidupan dapat berjalan dengan baik
SATJIPTO RAHARDJO: Hukum Progresif Hukum telah dipermainkan sebagai barang dagangan (bussines-like), sehingga hukum terdorong ke jalur lambat bahkan mengalami kemacetan Hukum harus kembali kepada pemikiran dasarnya yaitu “hukum untuk manusia”. Hukum bertugas melayani manusia, bukan sebaliknya Hukum harus pro-keadilan dan hukum pro-rakyat. Para pelaku hukum dituntut untuk mengedepankan kejujuran dan ketulusan dalam penegakan hukum. Mereka harus memiliki empati dan kepedulian pada penderitaan yang dialami rakyat dan bangsa Kepentingan rakyat harus menjadi orientasi dan tujuan akhir penyelenggaraan hukum
Bagi hukum progresif, proses perubahan tidak lagi berpusat pada peraturan, tapi pada kreativitas pelaku hukum dalam ruang dan waktu yang tepat Para pelaku hukum progresif dapat melakukan perubahan dengan melakukan pemaknaan yang kratif terhadap peraturan yang ada, tanpa harus menunggu perubahan peraturan Peraturan yang buruk bukanlah penghalang bagi pelaku hukum progresif untuk menghadirkan keadilan untuk rakyat dan pencari keadilan, karena mereka dapat melakukan interpretasi secara baru setiap kali terhadap suatu peraturan Agar hukum dirasakan manfaatnya, maka dibuthkan jasa pelaku hukum yang kreatif menerjemahkan hukum itu dalam for a kepentingan2 sosial yang harus dilayaninya Hukum progresif menempatkan kepentingan dan kebutuhan manusia/rakyat sebagai titik orientasinya